Namsan Tower menjadi kunjungan selanjutnya. Jihan bersama Sooyoung, DO dan Kai berada dibelakang. Mereka berjalan menuju museum, mereka harus mendaki dan menaiki anak tangga. Sesampainya disana, mereka mengitari keseluruhan museum dan tak lupa mengabadikan momen-momen bersama.
Jihan membawa camera kemanapun ia pergi, meskipun berat, ia masih bisa membawanya. Didalam tasnya, dompet, dua ponsel, camera dan note kecil mengisi ruang tasnya. Ia mengeluarkan camera SLR dan memotret berbagai sudut museum dan sekitarnya. Iam-dia, ia memotret Sooyoung, DO dan Kai sedang asyik melihat keseluruhan isi museum. Ia mengambil foto dengan sempurna, Jihan ingin memberi foto-foto mereka nantinya dan membuat mereka senang dengan hasilnya.
“Yeobseo?” ponsel Kai berbunyi. “Chankanman..”
“Ah, gwenchanayo. Oh, oke, aku akan sampaikan padanya. Ne~” panggilan telepon selesai.
“Sehun meneleponku, ia tak bisa menyusul karena mepet dengan jadwal lain. Ia meminta maaf kepada kalian.” Kabar itu mungkin sudah tak menjadi asing mereka dengar, berbeda dengan Jihan. Ia sangat mengharapkan Sehun datang. Oke, kali ini ia bisa lebih mengerti.
Mereka melanjutkan perjalanan, kali ini atas rekomendasi dari Kai untuk mengunjungi restoran di Itaewon untuk makan siang kali ini. DO dan Sooyoung bersama dengan Jihan dan Kai membawa kendaraan sendiri.
“DO-ya, apakah kau mau menemaniku saat pulang nanti?” saat dalam perjalanan menuju Itaewon, DO membawa mobilnya, Sooyoung berada dibelakang, sedangkan Jihan berada disamping DO.
“Baiklah, kau mengantarku pulang nantinya.” DO mengangguk ringan dan melihat Sooyoung dari kaca.
“Gwenchana, jam 4 aku sudah harus sampai di yayasan, karena masih ada acara.”
“Arraseo.”
Mobil Kai berada didepan, kali ini rekomendasi Kai sangat tepat. Jihan ingin sekali berkunjung ke Itaewon, akses ke Itaewon lebih dekat, daripada harus ke Apjeong.
“Itaewon semakin berkembang bukan?” Sooyoung mencoba memulai pembicaraan.
“Benar, banyak sekali, saat terakhir aku kesini, belum sepadat ini. Sepertinya, aku akan mencari rumah didaerah ini.” Ia melihat berbagai toko terutama makanan timur tengah yang sangat terkenal di Itaewon.
“Kajja, kita keluar.” DO membuka pintu mobil lanjut Jihan dan Sooyoung keluar dari mobil.
Restoran bernuasa Eropa sangan kental saat mereka masuk dan melihat interior yang membuat orang yang datang kesana akan merasakan berada di eropa. Restoran yang menyajikan makanan Turki dan makanan eropa lainnya. Saat pelayan mendatangi meja mereka dan menulis pesanan mereka, Jihan tertuju dengan benda unik yang menjadi interior yang mengisi restoran ini.
“Daebak, kali ini pilihanmu tepat Kai. Kita merasakan berada di eropa saat ini.” DO kembali melihat interior disekitar meja mereka.
“Lihatlah ini, ah. Simple, tapi kita merasa inilah khasnya interior eropa.” Sooyoung kagum.
Jihan mengambil camera dari dalam tasnya. Ia bertanya kepada pelayan yang tak jauh dari meja mereka.
“Permisi~ bolehkan aku memotret disini?”
“Boleh, silahkan.” Dengan ramah ia memberi izin padanya untuk memotret benda-benda unik yang ia temui.
“Lihatlah, Jiyeon benar-benar berbakat. Aku senang, dia sudah sukses. Saat ini ia sangat dicari banyak orang.” Sooyoung kagum dengan kerja keras Jihan yang akhirnya dapat mewujudkan impiannya.
“Geuraeji~ dia sangat gigih. Dimanapun, dia selalu membawa kameranya. Kalian masih ingat, saat sekolah dulu, ia membawa kamera digital kemanapun ia pergi, kemanapun kita jalan. Dia tak pernah lupa untuk mengambil foto kita.” Kai kembali mengingat disaat Jihan memotret mereka di depan kelas.
“Ya, aku masih ingat.” Jawab DO.
“Aku juga, dia sudah memiliki ketertarikan sejak ia kecil.” Kenang Sooyoung.
“Aku ingat, saat cameranya rusak, ia tak tahu mau memperbaikinya atau membeli baru. Saat itu, ia sangat panik. Ia belum mendapatkan uang pesangon dari orangtuanya.”
“Dia sangat panik saat itu.” Sooyoung mengangguk ringan dan mengingat kejadian itu. “DO lah yang membantunya membeli kamera baru. Kalau bukan DO mungkin Jiyeon semakin panik dan mungkin tak akan melanjutkan hobbynya.”
“Ibuku yang membantunya.” Kenang DO.
Pesanan sudah berada didepan mereka. “Jiyeon, makanan sudah siap.” Seru Sooyoung.
“Baiklah!”
***
“Cheotta! Kenyang!” ia mengusap perutnya karena kekenyangan.
“Jiyeon-a, kau perlu menurunkan berat badanmu.” Sinir Sooyoung.
“Kemungkinan, tapi aku suka diriku seperti ini. Bukankah kau yang menyuruhku untuk tetap menjaga pola makan?” cibir Jihan.
“Baiklah, aku yang salah. Beruntungnya dirimu, meskipun aku makan banyak, badanku tetap sama.” Mereka memiliki tinggi badan yang sama. hanya berat badan mereka yang berbeda, 164 cm merupakan tinggi badan yang ideal untuk wanita.
“Tenanglah, aku akan tetap menjaga berat badanku tetap ideal. Kau memiliki lekuk tubuh yang bagus. Kau memang yang terbaik!” Jihan memberi semangat Sooyoung untuk tidak memikirkan berat badannya yang semakin menyusut.
“Menurutku, karena kau sudah terlalu capek, bayangkan, sampai saat ini kau masih sibuk di yayasan. Miss Korea tahun ini belum diadakan. Tenanglah, kami semua mendukungmu.” DO membalas senyuman Sooyoung dan memberi semangat lagi kepadanya.
“Gomawoyo, chingudeul. Kalian yang terbaik!”
Ponsel Jihan berbunyi, kali ini Rayo seongsanim meneleponnya.
“Yeobseo? Waeyo seongsanim? Ah, geurae, DO yang membawa mobilnya. Seongsanim, jangan lupa ya. Bibi hida dimana? Ah? Kalian sedang dijalan. Baiklah, lanjutkan saja, pekerjaanku mulai lusa, usahakan seongsanim ajak bibi jalan ya. Ne, ne, arraseo..” panggilan terputus.
Mereka memandang Jihan. “Ada apa dengan kalian?” Jihan kebingungan. “Ah, kalian dapat salam dari seongsanim.”
“Yehet, baiklah. Haha~” serentak mereka tertawa dan menghabiskan waktu sore di restoran itu.
Sooyoung sudah dijemput manajernya untuk menjalankan kegiatan selanjutnya. Kai harus pergi untuk menemui klien bersama kedua kakaknya. Hanya Jihan dan Do yang saat ini tidak tau akan pergi kemana.
“Kita ketaman saja.”
Tak jauh dari restoran itu, mereka sudah sampai di taman. Mereka berjalan menyelusuri tempat yang enak untuk mengobrol dan kali ini, memang lebih berbeda. Hanya mereka berdua.
“Waeyo, Jiyeon?”
“Hah, akhirnya aku bisa bersama kalian saat ini.”
“Meskipun singkat, aku yakin kita akan bisa kumpul semua diwaktu yang akan datang.”
“Harus.” Harapan Jihan yang begitu indah tercapai saat ini, meskipun sebentar, kali ini ia bisa merasakan masa indahnya saat ia di Korea. Nama itu terlintas dalam pikirannya. Sehun. Ya Sehun. Saat ini ia sangat sukses, banyak orang yang mengelu-elukan ketampanan dan bakatnya, ada juga yang menjatuhkannya dengan kabar miring yang tak terbukti kebenarannya. “Dia sangat kuat!”
“Jiyeon-a. Sehun bisa sampai saat ini karena berkatmu. Kau membantunya, kau menyemangatinya, kau juga yang selalu cekatan jika ia merasa susah.” Sigap Do ceat menanggapi apa yang ingin Jihan katakan.
“Kau tau, oppa..” saat ini Jihan sangat serius untuk bercerita pada DO. “Aku merasakan hal itu, saat dia terjatuh dengan berbagai kejadian buruk, aku selalu merasa hariku sangat buruk. Saat ia bersinar menjadi seorang bintang, aku menatap langit malam yang penuh dengan bintang-bintang dan cahaya lampu yang menyinari bangunan dan jalan. Disaat dia memperoleh kesuksesan, akupun merasakan ada kebahagian dalam hatiku..”
“Jiyeon-a, aku tau, saat itu bertapa susahnya bagimu untuk melepaskan Sehun. Saat itu aku tak bisa membantumu untuk mencari jalan keluarnya. Mianhae, aku tahu saat itu sangat sulit bagimu mengambil keputusan itu.” Sesal DO.
“Oppa, kau teman baikku, kau pengganti Minseok oppa saat ia melanjutkan studinya, kau yang menjagaku. Gomapsimnida, DO-ssi. Kau yang terbaik!” kata-kata tulus terlontar jelas dibibirnya. Do terus menatan Jihan dan memberikan pelukan padanya.
“Kau adalah Jiyeon yang selalu memberikan kesejukkan dihati semua orang. Taukan? Aku sangat senang mengenal dirimu. Kau adikku, kau benar-benar sudah ku anggap sebagai adikku.”
Sore itu, semua yang ingin ia sampaikan pada DO selesai. Mereka menghabiskan waktu bersama berkeliling menelusuri taman itu. Hatinya sudah mulai membaik, setelah memendamnya sangat lama.
Ponsel Jihan kembali berbunyi, apakah ini sebuah kebetulan. Minseok meneleponnya.
“Yeobseo, oppa. Apa kabarmu?” ia memulai perbincangan sore itu.
“Jiyeon-a, aku baik. Ah, cheotta, kamu di Seoul saat ini. Oppa akan mengunjungimu malam ini setelah mengajar nanti.” Suaran Minseok terdengar oleh DO yang berada disampingnya.
“Dugu ya?” tanya DO.
“Minseok oppa.”
“Urinmaneyo, Miunseok-ssi. Jiyeon bersamaku hari ini.”
“DO-ya, ne urinmaneyo. Jaga adik perempuanku kali ini ya, aku akan menyelesaikan pekerjaanku dan mengunjungi kalian berdua.”
“Baiklah, aku akan menunggumu.” DO mengakhiri percakapan dengan Minseok dan mengembalikan ponsel kepada Jihan.
“Ne oppa, jaga dirimu baik-baik.”
***
30 menit terjebak macet, akhirnya mereka sampai di apartemen Jihan di Gangnam. DO memarkirkan mobil di basement dan mengikuti Jihan menuju lift. Jihan menekan tombol 5, dimana itu menuju lantai 5. Setelah sampai, mereka berjalan tepat didepan lift, rumah Jihan tepat didepan lift, 1201, nomor apartemen yang Jihan huni. Ia menekan kata sandi dan memasuki rumahnya.
“Masuklah oppa. Duduklah, aku mengambilkanmu air minum.”
“Apa kau tidak rindu dengan rumahmu yang dulu?”
“Tentu, aku ingin kesana. Untung oppa mengingatkanku. Aku rindu dengan ibumu.” Jihan masih mengingat rumah lamanya yang berdekatan dengan rumah DO. Sooyoung pun demikian, rumah Sooyoung berada dua rumah dari rumah DO. Saat kecil, mereka bermain bersama dan tanpa ia sadari, mereka semakin akrab satu sama lain. Ayah Jihan dan Ayah DO berteman, entah mengapa, mereka mengambil rumah yang berdekatan. Sampai pada akhirnya, anak-anak mereka juga begitu dekat sama seperti persahabatan kedua orangtuanya itu.
“Besok, aku ajak kau kesana. Aku akan memberitahu ibuku. Aku yakin, dia akan sangat senang.”
“Oppa, minumlah.”
“Apakah kau lapar? DO-ya?”
“Sedikit, kita tunggu Minseok-ssi datang.”
Bel berbunyi, Jihan berjalan dan menekan tombol “see” dan melihat wajak Minseok tepat di depan pintu, segera ia mebuka intu dari tombol layar itu dan menyambut MInseook.
“Oppa!” ia memeluk Minseok dengan erat.
“Wah, kamu semakin gemuk ternyata.” Minseok tertawa kecil. Tangan kirinya memegang kantong plastik berisi makanan kesukaan Jihan, ttaebokki dan pancake korea.
“Oppa, kamu tau kami sedang lapar, kami tadinya ingin keluar mencari cemilan. Haha.” Ia mengambil dari tangan Minseok dan membawanya ke dapur untuk dipindahkan ke piring.
“Bagaimana studimu, Do-ya?”
“Tahap terakhir menuju skripsi.”
“Semangatlah, sebentar lagi. Kau kalah dengan Jihan sudah lebih dulu lulus.”
“Hyung ya, gomawoyo. Aku terus berusaha haha.”
Jihan membawa makanan itu dan meletakkan diatas meja tamu. Mereka larut dalam pembicaraan santai. Keakraban diantara mereka tak menghalangi waktu yang terus berputar dan menampakkan waktu sudah menuju jam 11 malam.
Do berpamitan pulang, Minseok mengantar Do pulang sebelum akhirnya ia kembali kerumahnya di Apjeong. Minseok mengusap kepalan Jihan dan menyuruhnya untuk mengunci pintu dan beristirahat.
***