Sudah jam tiga sore, tinggal beberapa jam lagi sebelum konser dimulai di hari Jumat dan ketiga gadis itu telah menyelesaikan hukuman mereka di dapur. Penuh dengan keringat di sekujur tubuh mereka, ketiga gadis itu memutuskan ingin beristirahat sejenak di taman depan bangunan asrama sambil melepas dahaga dengan minuman kaleng dingin yang baru saja mereka beli dari mesin minuman di asrama.
“Sayang sekali kita tidak bisa keluar,” tukas Naeun sambil memandangi gerbang depan asrama yang tertutup rapat di depan mereka.
“Sayang sekali tiket konsernya akan terbuang percuma,” sahut Namjoo sambil menengguk minumannya.
Hayoung yang duduk di antara kedua gadis itu menengok ke arah kanan dan kirinya, bingung harus berkata apa karena jujur, ia tidak menyayangkan apapun. Tidak saat ia mendapat kesempatan menghabiskan waktu bersama kedua sahabatnya itu, walaupun di dalam ruangan berbau menyengat dan busuk dimana terdapat banyak benda-benda menjijikan yang harus mereka bersihkan.
Dalam hatinya Hayoung berharap akan datangnya suatu keajaiban sehingga mereka bertiga bisa pergi menonton konser itu. Ia tahu hal semacam itu tidak akan mungkin terjadi—kalau bisa, ia tidak mungkin berada di sini sekarang dan berada bersama kedua orang tuanya di rumahnya yang besar—tapi tetap saja ia berharap.
“Aku berharap…”
Belum sempat Hayoung menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba terdengar suara mesin mobil yang meraung dan bunyi klakson mobil yang sangat nyaring terdengar.
Di depan mereka berhenti sebuah mobil antik yang walaupun sudah tua namun tetap terlihat bagus yang berwarna putih kekuningan. Kaca mobil tersebut perlahan terbuka menampilkan sesosok gadis yang mereka kenal sedang mengendarainya.
“Naiklah!” seru Chorong mantap.
Ketiga gadis yang sedang terduduk itu tidak bisa menyembunyikan wajah kaget mereka yang tentu saja tampak lucu dan membuat Chorong beserta kedua temannya tertawa kecil melihatnya. Ekspresi kebingungan tergambar jelas pada wajah mereka.
“Katanya ingin menonton konser?” tanya Chorong sambil tersenyum lebar.
“Tapi…” Naeun masih kebingungan dengan perilaku Chorong yang tiba-tiba baik itu.
“Kalian sudah menyelesaikan pekerjaan kalian kan? Ayo naiklah!”
“Benarkah?” Hayoung yang paling pertama dapat mengendalikan rasa bingungnya, bangkit berdiri dengan semangat. Chorong mengangguk dan tersenyum kepada gadis muda itu.
“Ayo naik!” kedua teman Chorong juga ikut menyoraki dan meyakinkan mereka untuk ikut serta.
Naeun dan Hayoung saling melihat dan tidak bisa menyembunyikan kesenangan mereka. Mengangguk cepat, mereka bergegas berjalan ke arah mobil, tidak lupa untuk membawa serta Namjoo yang tampaknya masih terkejut dengan kehadiran Chorong yang tiba-tiba.
“Kau juga akan mengunjungi konser itu, sunbaenim?” tanya Hayoung sesampainya mereka di dalam mobil.
“Kau tidak tahu berapa banyak produk SHINZU’I yang ia beli hanya untuk memenangkan tiket konser itu,” ledek salah seorang teman Chorong yang memiliki rambut panjang bergelombang yang dicat berwarna coklat kepirangan.
“Diamlah, Bomi!” omel Chorong yang malu akan rahasianya yang terbongkar. “Aku juga membelikanmu dan Eunji, bukan? Jangan menyalahgunakan kebaikanku pada kalian.”
Ketiga gadis termasuk Namjoo yang sudah sadar itu terkekeh pelan menyaksikan pertengkaran kecil di depan mereka. Persis sekali seperti yang mereka alami.
“Ia membelikan kami segala macam dengan dalih ingin memperbaiki kulit kami menjadi putih terang. Padahal sih karena ingin memenangkan tiket konser, kan?” salah seorang teman Chorong yang lain yang bernama Eunji juga tidak bisa tinggal diam mengutarakan pendapatnya.
“Mau bagaimana lagi, Eunji-ah. Karena PUTIH ITU SHINZU’I!” sindir Bomi yang tertawa menyebutkan slogan konser yang sempat membuat mata Chorong berkilauan dan tidak berhenti menyebutkannya itu.
Namjoo, Hayoung, dan Naeun tersenyum senang sambil ikut tertawa mendengar gurauan senior mereka. Tentunya perjalanan menuju SHINZU’I White Concert ini akan dipenuhi canda tawa dari ketiga teman perjalanan mereka.
Namjoo melirik ke arah kedua temannya, lalu ke arah Chorong yang berada di belakang kemudi. “Terima kasih,” ia berkata melalui kaca spion yang dibalas dengan senyuman manis dari Chorong.
‘Dan terima kasih juga sahabat-sahabatku,’ benaknya.
-end-