home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Losing (You) Is Not The End Of Everything

Losing (You) Is Not The End Of Everything

Share:
Author : raisyafy
Published : 23 Jul 2014, Updated : 24 Jul 2014
Cast : Apink's Park Chorong and EXO's Xi Luhan
Tags :
Status : Ongoing
1 Subscribes |1697 Views |5 Loves
Losing (You) is not The End of Everything
Synopsis

Sinopsis : Park Chorong, seorang perempuan yang hampir putus asa akan hidupnya bertemu dengan Xi Luhan, seorang laki-laki yang membuat ia menemukan kembali semangat hidupnya. Dan ternyata mereka berdua pun memiliki ikatan masa lalu. Tetapi saat Chorong mulai merasa nyaman dengan Luhan, sesuatu terjadi.... #ShinzuiWhiteConcert

 

Genre: Romance/Angst

 

Rate : PG 15

 

Malam ini, angin bertiup pelan. Suasana mulai lebih dingin daripada biasanya. Musim gugur sepertinya akan segera dimulai. Lampu-lampu jalan dan gedung menerangi kota Seoul walaupun jalanan sudah mulai sepi. Restoran-restoran dan tempat umum lainnya telah tutup. Sepi. Hening.

Di tengah keheningan ini seorang laki-laki tengah berjalan keluar dari gedung salah satu entertainment terbesar di Korea Selatan. Ia pun keluar gerbang dan menyusuri trotoar yang sangat lengang. Kemeja kotak-kotak merah hitam dan celana jeans hitam yang ia kenakan tak mampu melindunginya dari kedinginan. Ia benar-benar ingin cepat cepat sampai ke dormnya. Ia pun merogoh saku untuk melihat jam di hpnya. Kosong. Sakunya kosong. Ia pun mencari di sakunya yang lain. Nihil juga. Ah, ia baru ingat. Sepertinya hpnya tertinggal di atas piano sewaktu ia berlatih piano tadi. Ia pun berbalik arah dan berlari kembali ke Shinzu'i Entertainment, tempat ia bernaung sebagai trainee selama 2 tahun terakhir.

Ia pun memasuki lobby, menyusuri lorong, dan sampai di depan pintu ruang tempatnya berlatih piano tadi. Samar samar terdengar alunan lembut piano dari luar. Ah, mungkin Jungjin Hyung yang sedang bermain piano, pikirnya. Jungjin adalah pengajar piano di Shinzu'i Entertainment. Tapi kenapa alunan nada piano ini lembut sekali, bukan tipe lagu-lagu yang biasa dimainkan Jungjin di waktu senggang. Diajar olehnya selama 2 tahun ini sudah cukup membuat Luhan mengenali selera musiknya. Ah sudahlah.

Ia pun membuka pintu perlahan dan mengintip. Jungjin tengah mengajar seseorang rupanya. Perempuan. Siapa dia? Tidak pernah terlihat di sekitar sini sebelumnya. Mungkin trainee baru. Tetapi sepertinya permainan pianonya lumayan juga.

"Hei Luhan. Sedang apa kau diam saja disitu?" kata Jungjin mengagetkan Luhan, laki laki yang sedang mengintip dari pintu.

Luhan kaget karena tiba-tiba saja Jungjin berkata begitu. Perempuan yang bermain piano itu pun kaget lalu berhenti. Bukannya menjawab pertanyaan Jungjin, Luhan memperhatikan perempuan itu. Hmm kulitnya putih, rambutnya hitam panjang, mata yang bagus walau tatapannya kosong. Cantik.

Tunggu. Sepertinya wajah itu tidak asing. Rasanya Luhan seperti pernah melihatnya. Tetapi ia tidak ingat siapa.

"Hei." kata Jungjin yang tiba tiba muncul di depan muka Luhan. Membuat Luhan tersentak dan mundur selangkah.

"A-a-ah. Mianhamnida hyung." kata Luhan sambil membungkuk meminta maaf. Ia lalu melirik ke atas, takut takut melihat hyungnya.

"Lagian ditanya bukannya jawab malah diam saja. Kamu pasti cari ini kan?" kata Jungjin sambil mengacungkan handphone milik Luhan yang ketinggalan.

"Ahh, iya iya. Ternyata memang benar ketinggalan ya. Kamsahamnida hyung." kata Luhan sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil handphone itu.

"Eits, tunggu dulu." kata Jungjin sambil menjauhkan tangannya dari jangkauan Luhan.

"Apa lagi sih, hyung? Ayolah aku ingin cepat pulang." kata Luhan

"Aku hanya ingin minta tolong. Gadis itu –yang sedang bermain piano– dia..... tidak bisa pulang sendiri. Dia trainee baru disini. Shinzu'i baru saja mengadakan pertukaran trainee dengan entertainment lain, gadis itu adalah adalah satu dari beberapa trainee entertainment lain yang akan menjadi trainee disini karena pertukaran trainee tersebut. Kurang dari setengah jam lagi latihan akan berakhir. Aku ada keperluan setelah ini jadi bisakah kau mengantarnya pulang ke dormnya? Dormnya dekat dengan dormmu, tenang saja."

Luhan menatap Chorong. Gadis itu mulai memainkan kembali pianonya. Jemarinya yang lembut menekan tuts piano dengan indah.

"Oke, baiklah." kata Luhan.

Jungjin pun memberikan hp Luhan dan kembali masuk ke ruangan itu, diikuti oleh Luhan. Luhan pun duduk di kursi di pinggir ruangan itu sementara Jungjin kembali melatih Chorong. Luhan duduk dan hanya terfokus pada satu hal. Chorong. Kenapa gadis itu memiliki tatapan yang hampa sekali.

Tapi walau begitu dia tetap cantik, batin Luhan. Senyumnya sedikit mengembang tanpa sadar.

Sekitar setengah jam berlalu. Latihan pun selesai. Jungjin langsung pamit dengan cukup terburu-buru meninggalkan hanya Luhan dan Chorong di ruangan itu. Chorong masih memain-mainkan piano dengan 1 jari, seperti bocah kecil yang baru mengenal piano. Luhan menghampirinya. Ia duduk di sebelah Chorong, membuat Chorong sedikit kaget dan menengok ke Luhan. Luhan menatap mata Chorong. Hah? Apakah dia...

"Mata kamu...." kata Luhan.

Chorong hanya mengangguk sambil tersenyum sedikit. Chorong tidak bisa melihat, Luhan tau itu dari warna mata Chorong yang agak keabuan. Chorong pun memalingkan mukanya lalu memainkan sebuah nada riang. Luhan memperhatikannya. Lalu Luhan pun ikut bermain mengiringi nada yang dimainkan Chorong. Mereka pun memainkan piano itu berdua. Alunan nada riang yang terdengar sangat harmonis. Setelah mengakhiri lagu mereka, mereka tertawa bersama. Entah apa yang lucu, mereka pun tak tau.

"Park Chorong." kata Chorong sambil mengulurkan tangannya ke arah Luhan dan tersenyum setelah keheningan sempat mengisi ruangan itu sesaat setelah mereka berhenti tertawa.

"Xi Luhan." kata Luhan sambil menjabat tangan Chorong dan tersenyum juga.

Luhan terpaku. Kenapa senyumnya mirip sekali, pikirnya. Dia juga mahir bermain piano. Ini benar-benar dia. Segalanya mirip. Tapi namanya saja berbeda. Ah sudahlah lupakan. Dia tidak mungkin kembali, batin Luhan.

Seketika mereka sadar tangan mereka masih saling menjabat. Mereka pun menarik tangan masing-masing dengan canggung. Lalu hening seketika.

Walau Chorong tidak bisa melihat, ia bisa merasakan sesuatu dari Luhan. Rasa nyaman. Sepertinya familiar. Entahlah.

"Mau pulang kapan?" tanya Luhan memecah kecanggungan.

"Sekarang aja deh yuk." kata Chorong sambil lalu mengambil tas selempang kecilnya di dekat kaki kursi.

Chorong lalu bangkit berdiri dan mengambil tongkatnya yang disandarkan dekat piano. Diikuti oleh Luhan yang juga berdiri. Mereka lalu berjalan berdampingan ke luar ruangan.

"Dorm kamu deket ga dari sini?" kata Luhan.

"Deket kok. Tenang aja." kata Chorong.

Luhan membuka pintu ruangan, mempersilahkan Chorong keluar duluan.

"Kenapa emang? Ngerepotin ya? Sebenernya juga aku bisa pulang sendiri sih. Jungjin oppa aja yang suka lebay." kata Chorong.

"Hah? Repot? Gue? Enggalah jelas." kata Luhan sambil keluar ruangan dan menutup pintu.

Luhan jadi menyesal telah bertanya begitu. Pilihan topik yang salah, pikirnya.

"Ya mana ada sih cowo baik baik yang tega ngebiarin cewe pulang sendirian malem malem." kata Luhan melanjutkan.

Ah untung tiba tiba terpikir kata kata itu, batin Luhan. Chorong tiba tiba tertawa kecil.

"Ih kok ketawa sih?" tanya Luhan.

"Sensi banget sih?" kata Chorong sambil masih tertawa.

Entah kenapa, mereka bisa akrab dengan cepat. Mereka mengobrol sepanjang perjalanan ke dorm. Walaupun angin dingin menusuk tulang mereka, mereka merasa hangat. Mereka seperti teman lama yang memang sudah saling mengenal. Padahal baru dari percakapan ini mereka lebih mengetahui tentang satu sama lain. Seperti misalnya Chorong yang memiliki keluarga di China, bahkan di dekat daerah asal Luhan. Sehingga Chorong juga mahir bahasa China sejak kecil. Atau Luhan yang ternyata pada awalnya tidak disetujui oleh keluarganya saat ia berkata ingin menjadi pianis. Dan di waktu yang semakin akrab ini, Luhan makin merasa bahwa ia pernah mengenal Chorong. Dan begitupun Chorong.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

3 bulan berlalu. Semenjak saat itu, Luhanlah yang selalu mengantar Chorong pulang karena –entah kenapa– jadwal latihan piano Luhan diubah menjadi bersamaan dengan Chorong. Ditambah beberapa kali mereka keluar bersama. Bahkan kedekatan mereka sudah menjadi hal yang awam diketahui di Shinzui Entertainment.

Seperti saat ini. Saat istirahat sejenak yang diberikan oleh entertainment mereka. Seharian penuh ini tidak ada jadwal apapun untuk mereka berdua. Yang semacam ini hanya ada sebulan sekali, sisanya mereka selalu berlatih dari pagi sampai malam. Bahkan dari pagi sampai pagi untuk artis yang akan debut atau comeback. Walaupun setiap hari Luhan mengantar Chorong pulang, baru pertama kali ini Luhan memasuki dorm Chorong. Chorong tinggal berdua di dorm ini bersama Yooeun, trainee lain. Tetapi dia jarang berada di dorm, begitu juga saat ini.

"Jadi kamu sering sendirian di rumah dong?" tanya Luhan yang saat ini sedang duduk di salah satu sofa minimalis di ruang tengah dorm Chorong.

"Iya. Aku udah biasa. Udah hafal juga letak semua barang disini." kata Chorong yang duduk di sofa yang sedikit lebih panjang, di seberang Luhan.

"Yooeun tega banget." kata Luhan sambil lalu bangkit berdiri dan melihat lihat isi lemari pajang di ruang itu.

Foto Yooeun. Foto Yooeun. Foto Yooeun dan Chorong, Chorong cantik disitu. Hiasan kucing keramik. Foto Yooeun lagi dalam iklan Body Lotion, Body Scrub, dan Body Cleanser dengan tagline 'Karena Putih itu Shinzui'. Foto Chorong dalam iklan yang sama, Body Lotion, Body Scrub, dan Body Cleanser dengan tagline 'Karena Putih itu Shinzui'. Foto Yooeun dan keluarganya. Ah kenapa mayoritas foto Yooeun. Luhan terus menelusuri isi lemari itu hingga ia menemukan foto kusam dua bocah kecil berpigura balon warna-warni, sedikit timbul. Laki-laki dan perempuan. Usianya mungkin sekitar 5-6 tahunan. Kedua bocah itu sedang duduk di bangku taman. Si bocah laki-laki duduk di sebelah kanan bangku, tangan kanannya menggenggam lollipop yang ia makan, mulutnya belepotan ludah, ia menatap ke kanan atas seperti mengamati sesuatu. Mungkin layang-layang atau pesawat, hal-hal yang membuat bocah laki-laki –termasuk dirinya dulu– tertarik untuk mengamatinya. Sementara gadis kecil di sebelahnya memegang lollipop di depan mukanya dengan tangan kiri, sedikit menunduk memandangi lollipop itu. Ekspresinya seolah bertanya-tanya 'terbuat dari apa benda ini?'. Sangat menggemaskan, pikir Luhan.

Dan yang paling menarik dari foto itu adalah, walaupun kedua bocah itu duduk sedikit berjauhan, tetapi tangan mereka saling bertautan. Mereka menggenggam erat tangan satu sama lain.

"Siapa ini?" tanya Luhan.

"Yang di sebelah mana? tanya Chorong.

Luhan mengambil pigura itu lalu menghempaskan dirinya di sebelah Chorong. Ia mengambil punggung telapak tangan Chorong lalu menyentuhkannya ke pigura timbul foto itu. Chorong mulai meraba-raba pigura itu, Luhan memperhatikannya.

"Ini aku." kata Chorong singkat.

"Wow, lucu sekali. Yang di sebelahnya?"

"Aku tidak tahu."

Chorong menunduk. Perubahan ekspresinya disadari oleh Luhan. Luhan masih penasaran tetapi ia diam sambil mencari kalimat yang tepat untuk diucapkan.

"Maafkan aku, tapi... bagaimana kau bisa tidak tahu?" tanya Luhan perlahan, takut sesuatu akan terjadi.

Dan benar saja, air mata Chorong mulai menetes.

"Aku hanya ingat aku terbangun di rumah sakit di Seoul entah dan semuanya gelap walau aku yakin aku telah membuka mataku. Aku sedikit panik. Lalu aku mendengar suara seseorang mencoba menenangkanku."

Chorong berhenti sejenak. Air matanya mengalir semakin deras.

"Aku tidak tahu siapa orang itu. Aku pun bertanya dimana ayah dan ibuku. Dan orang itu..."

Chorong mulai terisak. Luhan merangkulnya dan mengusap kepalanya perlahan.

"Orang itu berkata bahwa orang tuaku telah pergi. Sewaktu itu aku belum benar-benar mengerti apa yang dimaksud dengan 'pergi'. Tetapi semakin aku besar, aku semakin mengerti dan itu sungguh menyakitkan. Katanya aku sedang berlibur di rumah saudaraku dan rumahnya kebakaran. Syukur mataku hanya tertusuk pecahan kaca, sementara kedua orangtuaku tidak dapat diselamatkan. Keluargaku yang lainnya juga mengalami luka yang cukup berat."

Chorong mulai berusaha berhenti menangis. Ia menyandarkan kepalanya di pundak Luhan sementara Luhan masih terus mengusap kepalanya. Luhan tak tau apalagi yang harus ia perbuat.

"Pada akhirnya aku diadopsi oleh salah seorang pasangan di Seoul yang sudah lama tidak memiliki anak, karena keluargaku yang lain juga tidak ada yang sanggup merawatku. Mereka memberiku nama baru. Mereka sangat baik, tetapi tentu saja aku tetap selalu merindukan kedua orangtuaku yang asli."

"Lalu... foto ini?" tanya Luhan hati hati.

"Aku menggenggam foto itu saat aku ditemukan di puing-puing rumah. Saat ini aku sendiri tak ingat kejadian di foto itu." kata Chorong.

Hening sejenak. Luhan mengamati foto itu dalam dalam.

"Mungkin aku akan mengingatnya jika aku melihat foto itu." kata Chorong.

Luhan mengacuhkannya. Luhan terus mengamati foto itu. Sepertinya.... ia tau sesuatu. Tetapi bagaimana cara mengatakannya,?

"Aku... juga punya cerita. Kau mau dengar?" kata Luhan.

Chorong tampak bingung. Tetapi akhirnya ia mengangguk. Luhan pun mulai bercerita sambil kembali mengusap rambut Chorong.

"Suatu hari, ada seorang bocah laki-laki sedang berlari-lari di halaman rumahnya sambil memainkan pesawat mainannya. Tiba-tiba, ia mendengar suara tangisan. Sepertinya seorang perempuan. Ia pun mengintip keluar pagar rumahnya, meninggalkan pesawat mainannya. Benar saja, seorang anak perempuan sedang menatapi lututnya dan menangis. Anak laki-laki itu pun menghampirinya. Ia menjulurkan tangannya. Anak perempuan menatap anak lak-laki itu. Si anak laki-laki hanya tersenyum. Lalu anak perempuan itu pun meraih tangan anak laki-laki itu dan berdiri."

Luhan berhenti sejenak. Ia menatap Chorong. Ekspresinya masih belum berubah.

"Anak laki-laki itu bertanya, 'Kenapa kamu menangis'. Anak perempuan menjawab, 'Aku belum pernah kesini sebelumnya. Aku tersesat dan aku terjatuh' kata anak itu sambil masih sesenggukan. Anak laki-laki itu pun menarik tangan anak perempuan itu ke penjual permen. Ia membeli 2 lollipop dan memberikan salah satunya ke anak perempuan. Lalu anak laki-laki itu kembali menarik tangan anak perwmpuan menuju ke taman. Ia naik ke bangku itu dan duduk. Anak perempuan itu mengikutinya."

Luhan kembali berhenti dan memperhatikan Chorong. Ekspresinya mulai berubah menjadi penasaran. Luhan melanjutkan ceritanya.

"'Kita tunggu saja orangtuamu di taman ini' ucap anak laki-laki itu. Si anak perempuan hanya mengangguk. Anak laki-laki mulai menjilat lolipopnya sambil melihat ke sekeliling sementara anak perempuan masih belum menjilat lolipopnya sama sekali. Tiba -tiba terdengar suara kamera, diikuti lampu flash."

Chorong berganti posisi. Dari pundak, kini ia menyandarkan kepalanya di paha Luhan. Luhan kembali mengusap rambut Chorong dan melanjutkan ceritanya.

"Anak perempuan itu langsung menghambur ke pelukan seseorang yang membawa kamera tersebut. Mungkin ibunya. Ia lalu tersenyum kepada anak laki-laki itu sebagai tanda perpisahan dan terimakasih. Lalu anak perempuan itu dan ibunya pergi." kata Luhan.

"Aku....mulai mengingatnya." kata Chorong.

"Tunggu, cerita ini belum selesai." kata Luhan.

"Baiklah lanjutkan saja. Ada beberapa hal juga yang belum kuingat." k

ata Chorong sambil menaikkan kakinya dari lantai ke sofa dan mengubah posisinya menjadi telentang.

Kenapa gadis ini begitu menggemaskan, batin Luhan. Apalagi dalam posisi seperti ini.

"Beberapa hari kemudian, anak laki-laki itu sedang menarik mainan truknya. Di box truknya terdapat foto-foto yang baru saja dicetak ibunya. Ibunya yang menyimpannya di truk itu dan anak itu tidak terlalu peduli. Ia hendak menuju taman dekat rumahnya, berharap bertemu dengan temannya yang lain. Ia terus berjalan di siang yang sangat sepi ini. Jarak rumah yang agak saling berjauhan juga makin menambah suasana sepi."

"Gaya ceritamu seperti pendongeng. Aku jadi mengantuk." kata Chorong.

"Hish. Kau harus mendengarkan ceritaku sampai selesai." kata Luhan.

"Iya iya. Yasudah lanjutkan. Tapi bila aku ketiduran jangan salahkan aku." kata Chorong sambil merubah posisinya menjadi meringkuk miring menghadap Luhan.

"Terserah. Aku lanjut ya. Anak laki-laki itu mendengar ribut suara barang-barang dari salah satu rumah yang dilewatinya. Pintu rumahnya terbuka. Ia pun lalu masuk ke rumah itu sambil masih menarik truknya. Ia sangat terkejut melihat seisi rumah itu. Penuh dengan api. Baru saja ia hendak berlari keluar untuk memanggil bala bantuan, tetapi ia mendengar suara tangisan. Tangisan yang sama yang ia dengar beberapa hari lalu."

"Aku tidak terlalu ingat bagian ini...." kata Chorong. Mimik mukanya kembalu sedu.

"Ia pun meninggalkan truknya dan mencari asal suara itu ke beberapa bagian yang belum terjangkau api. Akhirnya anak laki-laki itu menemukan si pemilik suara di ruang tengah. Anak laki-laki itu menjulurkan tangannya, mengisyaratkan anak perempuan itu untuk memegang tangannya lalu keluar. Si anak perempuan ragu dan berkata 'Orangtuaku...' lalu si anak laki-laki berkata 'Ayo keluar dulu, nanti kita cari bala bantuan.' Si anak perempuan pun memegang tangan anak laki-laki itu dan berlari keluar. Mereka terus berlari sambil berpegang tangan dan si anak laki-laki beberapa langkah di depan anak perempuan."

Luhan berhenti sejenak. Memperhatikan ekspresi Chorong yang makin sedih di pangkuannya. Ia pun mengusap kepala Chorong.

"Tiba-tiba si anak perempuan berteriak. Si anak laki-laki hanya sempat menengok beberapa detik sebelum seseorang tiba-tiba mengangkat badannya dan berlari keluar dari rumah itu. Anak perempuan itu tersandung truk mainan dan ia jatuh. Setelah sampai di luar, ternyata sudah banyak orang di luar. Orang yang menggendongnya pun menurunkannya dan kembali ke dalam. Si anak laki-laki langsung disambut ibunya yang langsung mengajaknya pulang karena tak ingin anaknya melihat kejadian tragis. Si anak laki-laki menurut saja walau sebenarnya ia penasaran keadaan anak perempuan itu."

Air mata Chorong mulai menitik. Ia menghapusnya cepat.

"Sementara itu, si anak perempuan mendapati matanya perih sekali." kata Chorong. Air matanya turun lagi tapi ia menghapusnya lagi dengan cepat.

"Ia mencoba bangkit dengan berpegangan pada sesuatu. Tetapi ia hanya mendapati kertas-kertas setelah ia meraba sekelilingnya." Air mata turun bergantian dari kedua mata Chorong, ia sudah tidak ingin menghapusnya.

"Ia menggenggam salah satu kertas itu bersamaan dengan seseorang yang tiba-tiba mengangkat tubuhnya. Ia tidak ingat apa-apa lagi sampai tiba-tiba ia terbangun di Seoul dan orang tuanya telah tiada." Chorong mulai menangis sesenggukan.

Luhan tak tau harus berbuat apa. Ia hanya mengusap kepala Chorong dan menghapus air mata di pipinya dengan ibu jarinya. Melihat Chorong seperti ini membuatnya merasakan nyeri.

Tiba-tiba Chorong bangkit dari pangkuan Luhan dan membenarkan posisi duduknya. Kepalanya tertunduk. Ia masih menangis.

"Leave me alone." kata Chorong di tengah tangisnya.

"Apa?" kata Luhan yang sebenarnya mendengar jelas perkataan Chorong.

"Leave me alone. Aku udah lama tidak mengingat hal ini lagi. Aku tidak siap untuk mengingat kenyataan pahit ini lagi." kata Chorong.

Aku ada disini. Aku melindungimu saat itu dan semenjak aku bertemu kembali denganmu aku berjanji akan melindungimu seterusnya. Ingin rasanya Luha  mengatakan hal itu.

"Jangan bersedih. Anak laki-laki itu akan bersedih jika melihatmu bersedih." kata Luhan.

Apakah itu kata-kata yang tepat untuk diucapkan, tanya Luhan dalam hati. Chorong tak menjawab dan masih terus menangis.

"Kau tahu? Anak laki-laki itu sangat senang ketika pertama kali melihat si anak perempuan setelah sekian tahun, entah mengapa. Padahal ia tidak mengenalinya. Tetapi ia merasa nyaman." kata Luhan.

Chorong masih saja menangis. Luhan benar benar tidak tau lagi harus berbuat apa. Tangis Chorong benar benar menyayat seisi rongga dadanya. Ia sudah tidak kuat menahannya.

"Dan kau tahu? Setelah sekian lama waktu yang dihabiskan anak laki-laki itu bersama si anak perempuan, anak laki-laki itu kini......ia mulai berpikir....ia mencintai anak perempuan itu." kata Luhan sambil lalu memgang dagu Chorong dan...

PLAK!

"I said leave me alone! Don't you hear it?" kata Chorong setelah tamparan mendarat di pipi Luhan.

"I'm sorry. I..."

"No need to say sorry. I'm sorry to slap you. Can you leave me alone, please?" kata Chorong sambil berusaha menghentikan tangisnya.

Luhan menghela napas panjang. Bodoh. Benar-benar bodoh. Tindakan apa yang baru saja ia lakukan, pikir Luhan.

"Okay, i'll go." kata Luhan sambil bangkit dari sofa dan berjalan ke pintu depan dorm Chorong.

"Thank you." kata Chorong.

Luhan membuka pintu, melangkah keluar, dan hendak menutupnya kembali.

"Luhan?" panggil Chorong.

Luhan pun menyembulkan kepalanya dari pintu.

"I just need a few moments. I'm sorry. Aku sendiri gak tau kenapa aku jadi kaya gini." kata Chorong.

"It's okay, lady. Aku bakal nunggu sampe kamu siap." kata Luhan sambil tersenyum walau ia tau Chorong tidak bisa melihat senyumnya.

~~~~~~~~~~~~~~~

2 minggu kemudian. Luhan dikabarkan akan debut album solo sekitar 1 bulan lagi. Tetapi beruntung, ia akan debut stage hari ini di Konser Putih Itu Shinzui atau Shinzui White Concert, konser khusus Shinzui Entertainment. Konser tersebut khusus untuk artis Shinzui Entertainment seperti Sistar dan Soomin. Dan hari ini bertepatan dengan ulang tahun Chorong. Luhan akan memberikan kejutan untuk Chorong. Ia ingin menarik Chorong ke atas panggung setelah ia tampil lalu menyatakan perasaannya kepada Chorong. Untuk yang kedua kalinya tentu saja. Kemarin Luhan sudah menelpon Chorong -untuk pertama kalinya setelah kejadian hari itu- dan memintanya untuk datang ke debut stagenya. Dan Chorong mengiyakan tanpa banyak bertanya. Mungkin keadaannya memang sudah membaik, pikir Luhan senang.

Tidak juga, bukan karena itu sebenarnya.

Chorong sudah tahu sejak lama tentang debut stage Luhan itu dari trainee-trainee lain, walau selama 2 minggu ini Luhan dan Chorong tidak banyak berbicara kecuali untuk urusan penting semacam menanyakan perubahan jadwal latihan. Chorong juga sudah mempersiapkan kejutan untuk Luhan. Ia telah membuat sebuah scrapbook untuk mereka berdua.

~~~~~~~~~

Luhan akan tampil sekitar 5 menit lagi. Sejak setengah jam yang lalu, ia tak henti hentinya mengintip ke depan panggung dan menelepon Chorong untuk memastikan kedatangannya. Tetapi Chorong tidak kunjung mengangkat teleponnya sejak terakhir sekitar 2 jam yang lalu Chorong menelepon Luhan untuk mengabari bahwa dia akan berangkat. Seharusnya Chorong sudah sampai. Luhan mulai khawatir. Tetapi ia harus segera tampil.

~~~~~~~~~~

Luhan tampil dengan sangat memukau. Karena belum memiliki lagu, ia tampil dengan lagu Trap dari Henry. Semua penonton Konser Putih itu Shinzui memuji suara, dance, dan permainan pianonya yang sangat hebat. Seharusnya Luhan sangat senang. Seharusnya. Tetapi ia masih tidak menemukan Chorong di sudut penonton bagian manapun hingga ia turun panggung. Sesampainya di belakang panggung, ia langsung mengambil hpnya dan tak henti hentinya menelepon Chorong. Tetapi hasilnya tetap nihil.

Sekitar 1 jam kemudian, akhirnya Luhan berhasil menghubungi Chorong. Tetapi bukan suara Chorong yang terdengar di ujung sana, melainkan suara seorang laki-laki.

"Yeoboseyo." kata laki-laki di ujung telepon.

"Yeo...boseyo. Maaf anda siapa?" tanya Luhan.

"Saya dari rumah sakit. Kalau boleh tahu apakah anda keluarga dari Park Chorong?"

Rumah sakit... pikiran Luhan mulai kacau. Ia panik.

"Rumah sakit mana?" Luhan tak menghiraukan pertanyaan yang diajukan laki-laki itu.

~~~~~~~~~~~~~

Manager Luhan memarahinya karena ia harus pergi sebelum konser selesai, ia masih harus muncul di atas panggung untuk encore. Tetapi ia tidak peduli. Ia langsung menyetop taxi yang kebetulan lewat dan menyuruh supirnya untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Chorong kini berada. Ya, laki-laki yang mengangkat telepon tadi berkata bahwa Chorong mengalami tabrak lari yang membuatnya mengalami pendarahan dalam otak.

Sesampainya di rumah sakit, Luhan langsung berlari menuju ruang IGD. Ia melihat dokter yang keluar dari ruangan tersebut.

"Dokter, apa pasien bernama Park Chorong ada di dalam?" tanya Luhan setengah tersengal-sengal.

"Benar tapi... maaf kalau boleh tahu Anda siapanya?" tanya dokter.

"Saya temannya. Keluarganya sudah saya hubungi dan sedang dalam perjalanan ke sini. Boleh saya masuk?" kata Luhan.

"Maafkan saya, tetapi Park Chorong..."

Tiba-tiba pintu IGD dibuka dan beberapa suster sedang mendorong ranjang berisi seorang pasien keluar. Luhan melihatnya dan ternyata pasien itu Chorong.

"Chorong! Chorong!" Luhan panik dan menghentikan ranjang itu.

Dokter itu mengikuti Luhan dan menepuk pundak Luhan.

"Maafkan saya. Kami sudah berusaha keras. Tetapi Park Chorong sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Ia sudah... meninggal. Pendarahan dalam otaknya akibat benturan sudah sangat sulit untuk dihentikan. Sekali lagi maafkan kami." kata dokter tersebut.

Seketika Luhan lemas. Rasanya seluruh indra perabanya mati. Ia langsung tertunduk dan air matanya mulai menetes. Ia melirik Chorong yang tertidur tenang di hadapannya. Sama sekali tidak terlihat bekas kecelakaan. Chorong tertidur dalam damai. Luhan pun berlutut menyamakan tingginya dengan ranjang itu. Dalam tangis, ia mengusap pelan rambut Chorong. Lalu ia mengecup perlahan bibir Chorong untuk yang terakhir kalinya.

"Maafkan aku." kata Luhan sesaat setelah melepaskan bibirnya dari bibir Chorong.

Ia lalu bangkit berdiri dan duduk di kursi tunggu depan ruang IGD sementara para suster membawa Chorong ke... ah Luhan tak sanggup menyebut nama ruangan itu. Tangisnya semakin deras. Ia menyesal telah melakukan perbuatan bodoh hari itu. Ia menyesal telah membuat Chorong marah padanya waktu itu. Ia menyesal kenapa ia tidak sempat menghabiskan waktu terakhirnya bersama Chorong. Ia menyesal karena telah kedua kalinya tidak bisa melindungi Chorong, yang telah membuat Chorong buta, dan kini membuat Chorong harus pergi selamanya.

Luhan menangis sejadi-jadinya. Ia benar benar menyesal atas semua perbuatannya. Mungkin ia akan terlihat lemah tetapi ia tidak peduli. Merasa bersalah ditambah harus kehilangan seseorang, orang-orang tidak akan tahu

"Kamu pasti Xi Luhan." kata dokter tadi yang tiba-tiba duduk di sebelah Luhan dan menepuk pundaknya perlahan.

Luhan menengok sedikit ke arah dokter itu. Ia hanya mengangguk karena masih belum bisa menghentikan tangisnya.

“Tadi Park Chorong tidak membawa barang apapun kecuali hp, dompet, dan buku ini.” Kata dokter sambil memberikan sebuah notes seukuran buku tulis besar yang sampulnya sudah dilapisi kertas merah muda.

Luhan hanya menerima buku itu tetapi belum melihatnya. Tangisnya mulai bisa ia atasi. Sang dokter hanya menepuk pundak Luhan dua kali sebagai tanda empati, lalu pergi. Luhan memeluk buku itu sambil berusaha meredakan tangisnya. Ketika ia sudah mulai bisa menguasai emosinya, ia menghela napas panjang, lalu mulai melihat sampul buku itu.

Hanya notes biasa. Sampul depan dan belakangnya sudah dilapisi kertas merah muda polos. Luhan meraba sampul buku itu perlahan. Ia lalu melihat tulisan kecil di pojok kanan bawah sampul depan:

Xi Luhan

Park Chorong

Ditulis dengan indah dengan tinta berwarna magenta. Luhan membayangkan bagaimana Chorong menyampul buku ini dengan hati-hati, lalu menuliskan nama mereka berdua di sana. Luhan hamper menangis lagi, tetapi ia lalu menghela napas dan mulai membuka buku itu.

Halaman pertama ditempeli foto masa kecil mereka yang sedang memakan lollipop. Di bawahnya terdapat tulisan:

This is our beginning.

The thing that didn’t lost, maybe it is the destiny.

Air mata Luhan menetes tetapi ia cepat cepat menghapusnya. Ia kembali teringat pertemuan pertama mereka saat masa kecil dan tragedi kebakaran itu. Luhan pun mulai membuka halaman berikutnya.

Halaman berikutnya hanyalah sebuah tulisan, mungkin puisi. Ditulis dengan tinta biru muda.

 

Then one day, we meet again

You write so many stories in my heart

Aku yang tadinya hanya gadis yang terpuruk dalam masa lalu

Kau datang dan mulai memberiku semangat untuk hidup

 

Kita telah melewati banyak cerita bersama

Tetapi suatu hari, kita melakukan kesalahan

Jangan pernah pertanyakan siapa yang salah

Kita hanya perlu saling memberi waktu untuk satu sama lain

 

Seandainya sewaktu itu aku tidak bodoh

Seandainya sewaktu itu aku berkata “Aku juga mencintaimu”

Mungkin semuanya tidak akan seperti ini.

Tetapi aku percaya, semua sudah digariskan dan itulah takdir yang terbaik

Bisakah kau memaafkanku karena hal bodoh itu?

 

Dan satu hal yang perlu kau tahu

Semenjak kau datang kembali di hidupku, aku mulai merasakan semangat baru

Kau yang telah menutup luka lama kenanganku

Kau yang telah menjadi mata untuk dunia gelapku

Aku jadi sadar, selama ini aku menyia-nyiakan hidupku dengan hanya terpuruk pada masa lalu

Terimakasih atas sinar kehidupan yang kau berikan untukku

Bisakah kau berjanji untuk terus menyinariku dengan semangat itu mulai hari ini?

Karena mulai hari ini pun aku berjanji aku akan lebih menghargai hidupku

Dan juga menghargaimu

 

Aku mencintaimu.

 

Sincerely,

Park Chorong

 

Luhan tidak tahu kapan ia mulai menangis. Yang jelas saat ini halaman itu basah oleh tetesan-tetesan air mata Luhan yang tidak dapat dibendung lagi. Luhan benar-benar belum pernah merasa sesedih ini sebelumnya.

~~~~~~~~

Pemakaman Chorong baru saja selesai. Luhan masih duduk di pinggir makam Chorong dan memandangi nisannya. Luhan masih bersedih tentu saja, tetapi ia sudah berjanji tidak akan menangis lagi.

“Bisakah kau berjanji untuk terus menyinariku dengan semangat itu mulai hari ini?”

Kata kata Chorong itu bergema di telinga Luhan.

“Tentu saja, seandainya kau masih ada di sini.”

Jawab Luhan sendiri dalam hati. Seketika kembali terngiang kalimat di telinga Luhan, seperti benar benar Chorong yang mengucapkannya.

“Jangan sampai kau membuang-buang waktumu terpuruk akan masa lalu seperti yang pernah kulakukan. Jika kau tidak bisa memenuhi janji itu, sekarang bisakah kau berjanji untuk terus menyinari dirimu sendiri dengan semangat yang sama yang kau berikan kepadaku, mulai hari ini?”

Luhan terenyuh sesaat. Apakah itu hanya halusinasinya semata atau Chorong benar-benar berbicara kepadanya?

“Untukmu, aku berjanji tidak akan terpuruk akan masa lalu dan menjalani hidup dengan semangat.”

Luhan lalu berdiri bangkit dari pemakaman itu dan berjalan pulang.

Hidup terus berjalan. Orang-orang bisa datang dan pergi kapanpun, di waktu yang tak terduga. Sehingga kapanpun, kita harus siap akan pertemuan dan juga kehilangan.

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK