home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > School Romance

School Romance

Share:
Author : putriand
Published : 23 Jul 2014, Updated : 23 Jul 2014
Cast : Park Chorong, Yu Barom (Rome), Yoon Bora, Son Dongwoon
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |7494 Views |1 Loves
School Romance
CHAPTER 3 : Destiny Time

-oOo-

Selesai menghabiskan sarapannya, Chorong baru berniat untuk mandi. “Bora eonni, apa di kamar mandimu ada body cleanser? Selama ini aku belum menemukan itu saat aku pindah kemari” tanya Chorong sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Ada kok, coba kau lihat ke tempat handuk” jawab Bora sembari mencuci piring. Kemuadian Chorong bergegas ke tempat handuk dan mencari body cleanser yang ia cari. “Eonni! Maksudmu yang tulisannya SHINZU’I body cleanser ya? ” teriak bora dari depan kamar mandi. Bora yang baru saja selesai mencuci piring menghampirinya dan menjawab, “iya itu body cleanser biasa aku pakai, bagus untuk mencerahkan kulitmu. Lihat saja kulitku ini, Putih Itu SHINZU’I” jawab Bora sambil mengelus lengannya seperti sedang iklan. Chorong hanya tertawa melihatnya. “Baiklah, aku mandi dulu eonni. Oya aku juga minta body lotion ya setelah mandi” ujar Chorong sembari masuk ke dalam kamar mandi. Bora tidak menjawabnya dan hanya meletakkan SHINZU’I body lotion miliknya ke tempat tidur Chorong.

-oOo-

Rome menatap layar ponselnya. Nomor yg tidak dikenalnya menelpon. Dengan tenang, Rome mengangkatnya.

“Yu Barom disini.”

“Sunbae!!!”

Rome tidak menjawab. Dia berusaha mengingat suara yang familiar ini.

“Son Dongwoon?”

“Kau benar !!! Woohoo, apa kabar hyung?”

“Son Dongwoon !!! Kau darimana saja?”

“Aku? Ada di Seoul. Menulis lagu, seperti itu saja. Hyung sendiri?”

“Tokyo, masa kau tidak tahu kabarku?”

“Memangnya hyung artis Hollywood?”

Rome mendengus marah mendengarnya.

“Sudahlah. Kenapa kau menelponku?”

“Aku ada di depan kantormu sekarang, hyung.”

“APA????”

Ttok Ttok

“Permisi, tuan Yu. Ada tamu untuk anda.” Sekretarisnya mengetuk pintu dan mengatakannya ke Rome. “Anak ini tidak bercanda”, desisnya.

Ketika tamu tersebut masuk, memang benar, tamunya adalah Son Dongwoon. Rome langsung berdiri dan berjalan menuju Dongwoon.

“Hai Hyu….”

PLAK !!

Sebuah pukulan mendarat mulus di kepala Dongwoon. Dongwoon langsung memegangi kepalanya yang sakit dan mengaduh.

“Hyung, kau ini keterlaluan.”

“Keterlaluan? Hah? Bukannya kau yang keterlaluan? Tidak mengabariku 5 tahun belakangan, sibuk dengan duniamu, lalu berbohong kalau kau ada di Seoul, begitu?”

Dongwoon tertawa mendengarnya. “Bukan begitu maksudku, tapi Hyung kan sangat sibuk, mana mungkin aku mau mengangganggu?”

“Kau tahu kalimat ‘setidaknya beri kabar’? Aku pikir kau sudah mati ditelan paus di lautan.”

“Hyung tega sekali,” cibir Dongwoon diikuti tawa Rome.

Setelah mempersilahkan duduk dan sekretarisnya menghidangkan Blueberry smoothies kesukaan Dongwoon, keduanya memulia percakapan.

“Hyung, kau baik-baik saja?” tanya Dongwoon mengamati Rome. Rome menggeleng pasrah.

“Bagaimana bisa aku baik-baik saja saat ini?” tanya Rome balik.

“Gara-gara pekerjaanmu ya, Hyung?”

Rome mengangguk.

Dongwoon sudah mengetahui kasus tentang pekerjaan Rome. Dongwoon juga sudah tahu bagaimana watak Rome dalam menanggapi masalahnya. Ia tahu semuanya dari artikel yang tersebar luas di internet.

Karena mengkhawatirkan Rome, Dongwoon langsung terbang ke Tokyo dan memastikan kalau seniornya ini tidak stress. Setidaknya, masih bisa menjalankan tugas kantornya seperti biasa.

Rome menatap Dongwoon. Seketika dia teringat akan tradisi ‘kancing kedua seragam’ yang Dongwoon pernah ceritakan kepadanya dulu.

“Ya, Son Dongwoon.”

Dongwoon menganggukan kepalanya. “Kenapa, hyung?”

Rome mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. “Kau…. Kau tahu tradisi kancing kedua seragam konyolmu itu?”

Dongwoon mendengus geli. “Tentu saja, dan itu bukan tradisiku seorang. Kenapa?”

“Ke… Ke siapa kau memberikan kancing itu?”

Dongwoon berpikir sejenak. “Kenapa mau tahu, hyung?” balasnya dengan tatapan menggoda. Rome rasanya ingin melempari Dongwoon majalah saat itu juga.

“Katakan saja.”

“Oh Hayoung”

“Hayoung… Hayoung yang penyanyi itu?” tanya Rome dengan raut wajah tidak percaya. Dongwoon mengiyakan dengan anggukan penuh semangat.

“Jangan bilang kalian sekarang……”

“Tunangan.” Dongwoon dengan yakin menjawabnya.

Rome menganga mendengarnya. Tunangan?

“Sejak kapan?” tanya Rome berusaha menebak. 5 tahun yang lalu? 4 tahun yang lalu? Atau berapa tahun yang lalu?

“Baru satu tahun yang lalu, aku juga baru bertemu dengannya kembali sekitar 3 tahun yang lalu. Dia, yang kuberikan kancing kedua itu ternyata menyukaiku, hyung. Wah, senangnya.”

Dongwoon menceritakan hal itu dengan sumringah dam bersemu-semu.

“Jadi, tradisi itu memang ampuh, ya?”

“Hah? Maksud Hyung?”

Rome pun menceritakannya. Saat kelulusan, dia melihat seorang gadis yang memegang bunga  dan menatapnya, tapi nampak ragu untuk melangkahkan kaki kearah Rome.

Saat itu, Rome tiba-tiba ingin memberikan kancing keduanya utnuk gadis itu. Tidak tahu kenapa, tapi Rome sangat ingin memberikannya. Sayangnya, setelah hari kelulusan, Rome langsung berangkat ke Hokkaido.

Kancing kedua seragamnya itu masih tersimpan rapi di dompetnya. Dan Rome menunggu untuk memberikannya kepada gadis itu, apapun yang terjadi.

Karena, sejujurnya, Rome menunggu gadis itu. Gadis itu berhasil merebut perhatian Rome.

Dongwoon yang mendengarkan cerita Rome terdiam lama. Dia tahu, siapa sosok gadis itu. Dia tahu betul, karena yang menyuruh gadis itu untuk menyerahkan bunga kepada Rome memang dirinya.

“Hyung… apa kau merindukan gadis itu? Tidak, apa kau masih ingin memberikan kancingmu?”

Rome tersenyum sinis. “Walaupun terdengar bodoh, tapi, iya. Apapun yang terjadi, aku harus memberikannya.”

Dongwoon terdiam sesaat. Memikirkan cara agar keduanya bisa bertemu. Karena, akhirnya, dia tahu, perasaan keduanya sama dan tidak ada yang bertepuk sebelah tangan. Walaupun hal ini memakan waktu lebih dari 6 tahun.

Dengan terburu-buru, Dongwoon meraih ponselnya dan menghubungi salah satu kontak.

“Halo? Ah… Apa kabarmu? Apa kau sibuk? Begini, kau kan terkenal dengan hasil desainmu yang wah untuk pernikahan, Hayoung memintaku menghubungimu… Bisa?…. tidak lama, tapi kau bisa datang ke Tokyo dalam waktu dekat?….. Ah…. bisa?…. Sungguh?…. Kau pikir aku tidak merindukanmu?… Baiklah, kapan?….. Lusa? Oke oke…. Sampai Jumpa…”

“Kau berbicara dengan siapa?” tanya Rome setelah Dongwoon menutup teleponnya.

“Teman. Oh ya, Hyung, apa kau sibuk? 3 hari kemudian?”

“Tiga hari….. kurasa tidak. Kenapa?”

“Aku ingin mengenalkanmu dengan seseorang,” gumam Dongwoon sambil tersenyum misterius. Rome tidak tahu apa maksudnya.

Dongwoon pun membisikkan rencananya ke Rome.

-oOo-

3 hari kemudian.

Coffee Shop, Tokyo.

Hal penting apa yang Son Dongwoon ingin katakan? Batin Chorong memasuki coffee shop yang dikatakan temannya. Dirinya datang dari London hanya untuk bertemu Son Dongwoon, sahabatnya.

Chorong langsung memesan Green Tea dan duduk di meja dekat jendela. Sambil menunggu Dongwoon datang, Chorong meminum tehnya pelan.

Dirinya tidak habis pikir hal apa yang ingin Dongwoon bicarakan sampai memintanya ke Tokyo. Karena loyalitasnya kepada Dongwoon, Chorong rela mengalami jet lag dan perjalanan yang cukup jauh.

Sebenarnya, dia tidak tega meninggalkan London. Apalagi, ia baru saja kesana sebentar untuk liburan melepas penat.

Chorong menatap pemandangan kota Tokyo yang basah diguyur hujan. Berbagai warna payung memenuhi jalanan, membentuk gelombang warna yang cantik. Perpaduan warna, gelapnya awan, nyala lampu gedung, membuat suasananya nyaman walaupun ini adalah kota besar. Pantas saja, mereka ingin tinggal disini. Kota yang sangat modern dan maju. Tokyo.

“Hei, ini tempatku,” ujar seseorang mengalihkan perhatian Chorong. Chorong langsung menoleh dan seketika matanya membulat sempurna begitu melihat sosok itu.

Sosok yang membawa segelas Caramel Latte panas, dengan mantel yang membungkus tubuhnya. Tatapannya menatap Chorong tidak percaya. Kedua tatapan mereka bertemu. Chorong sadar, ini bukan mimpi.

Annyeong Haseyo, Rome Sunbaenim.”

-oOo-

Annyeong Haseyo, Rome Sunbaenim.”

Orang ini mengenalnya? Batin Rome dalam hati. Rome membalas salam orang itu dan duduk dihadapannya.

Rome mengenali orang ini….

Orang ini persis dengan gadis yang Rome tunggu.

“Sedang menunggu orang?” Rome bertanya dengan bahasa Korea. Orang itu mengangguk.

“Ne. Son Dongwoon. Sunbae sendiri?”

Begitu mendengar nama Son Dongwoon, Rome langsung terbelak. “Kau mengenal Son Dongwoon?”

Orang itu mengangguk lagi. “Dia yang menyuruhku datang kesini. Kenapa, sunbaenim?”

“Kau sekolah di Hangsang-do High School 7 tahun yang lalu? Kelas… 2F?”

Orang itu terbelak kaget. “Kenapa sunbae… masih ingat?”

Rome tertawa. “Tentu saja, aku ingat. Apa kabar?” tanya Rome. Orang itu menjawabnya dengan baik-baik saja. Lalu keduanya kehilangan bahan obrolan. Rome yang sibuk dengan pemikirannya, dan sosok dihadapannya, yang terlihat kikuk.

Trrt… Trrt…

Handphone Rome berdiri. Rome bergegas mengangkatnya dan berjalan menjauhi sosok itu.

“Ya, kau, apa-apaan ini? Kau pikir ini kencan buta, hah?”

“Tenang dulu, hyung.”

“Apanya tenang, kau seperti ibuku saja.”

“Hyung, kau masih ingat dengan sosok gadis yang memegangi bunga itu, kan?”

Rome mengangguk, walaupun tidak terlihat oleh Dongwoon.

“Kau tahu sosok yang kau temui sekarang, dialah gadis itu.”

DEG!

Jantung Rome tiba-tiba berdegup kencang. Rome langsung menutup sambungan teleponnya, dan kembali duduk dihadapan orang itu.

“Tunggu, aku ingin kau jujur. Aku ingin bertanya sesua… bukan, sebuah… bukan, sesuatu. Ya, sesuatu….”

Sial, kenapa jadi terbata-bata begini, batin Rome.

“Silahkan.”

“Kau…. Gadis yang memandangiku saat upacara kelulusanku 7 tahun yang lalu?”

-oOo-

DEG !!

“Bagaimana bisa Rome tahu?” batin Chorong.

Chorong menatap Rome lama. Hatinya tidak karuan sekarang. Takut, malu, senang, sedih menjadi satu.

“Apa itu kau?” tanya Rome lagi, kali ini menatap dirinya lekat. Chorong tidak berani menatap mata Rome yang menatapnya seperti itu. Chorong menundukkan kepalanya.

Bagaimana ini? Sudah 7 tahun lewat. Chorong tidak menyangka, akan bertemu dengan Rome di tempat dan kondisi seperti ini. Dia tidak tahu harus mengatakan apa, seluruh kata-katanya tersedot habis.

“Apa itu…”

“Iya, itu aku, sunbae.” Chorong menjawabnya pelan. Dengan perlahan, dia mengangkat wajahnya menatap Rome. Rome terdiam lama mendengarnya.

Apa dia marah? Malu? Benci kepadaku? Chorong rasanya ingin menangis saja.

Hening menyelimuti mereka berdua. Tidak ada yang membuka suara. Semuanya masih tidak percaya dan takut menerima hal baru yang datang dari fakta di masa lalu.

“Kau…” Rome tercekat mengatakannya. Chorong rasanya ingin memukul kepalanya, kenapa dulu dia melakukan hal seperti itu?

Rome menghela napas. ‘Kau orang yang kutunggu.”

Eh?

Apa dia tidak salah dengar?

“Aku menunggumu dari dulu. Kenapa waktu itu kau tidak menghampiriku?” tanya Rome.  Chorong mengerutkan dahinya, tidak mengerti dengan perkataan Rome.

Rome tahu Chorong tidak mengerti, lalu dia mengeluarkan dompetnya dan mengambil sebuah kancing putih cukup besar, dan dia menyodorkannya ke Chorong. Chorong menatap tangan Rome kebingungan.

“Kau tahu dengan tradisi ‘kancing kedua seragam’ ?”

Chorong mengangguk. Perlahan, dia mengerti maksud Rome apa. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Son Dongwoon menyuruhku untuk menyerahkan kancing ini kepada orang yang spesial, walaupun itu terdengar konyol. Tapi… Tadinya aku ingin memberikan ke seseorang yang aku kenal. Seseorang dari kelas 2F.”

“Terlebih, dia sepertinya ingin menyerahkan buket bunga untukku tapi… dia tidak memberikannya. Saat itu, aku sudah berjanji akan memberikan kancing ini sebelum aku mati, apapun yang terjadi. Ternyata orang itu kau…. Aku tidak mengingatnya. Maaf, ingatanku sedikit rusak.”

Chorong tidak bisa membendung tangis bahagianya.

“hey, hey? Kenapa kau menangis… astaga aku tidak memukulmu, kan? Aduh.. Bagaimana ini, hey, hey, Park Chorong…. Hey…”

Mendengar Rome menyebut nama lengkapnya, Chorong semakin bahagia. Dia menyeka air matanya.

“Sunbae tahu darimana nama lengkapku?”

“Dongwoon. Dongwoon bocah yang mengatur pertemuan ini.”

Chorong ingin berterima kasih sebanyak yang ia bisa kepada Dongwoon saat ini. Benar-benar.

“Jadi, kau mau menerima ini?” tanya Rome menyodorkan kancingnya.

Chorong menatap Rome, yang sedang menatapnya dengan tatapan hangat. Dia pun mengambilnya dari tangan Rome.

“Iya.”

  

-END-

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK