"aaaaaaaaaaa...."
Buuaaaghhhh...
Rasanya aku seperti terbang melayang. Pandanganku mulai menggelap.
"Chorong-ah? Park Chorong! Bangun"
Bomi~ setelah itu pandanganku gelap dan aku tidak tahu apa-apa setelahnya.
Normal
"ya! Chorong-ah, kumohon bangunlah! Buka matamu!"
"Maaf Bomi-ssi, anda harus menunggu disini"
"tapi suster" Suster itu hanya bisa meyakinkan Bomi lewat senyuman seakan-akan melambangkan mereka akan berusaha keras mengobati Chorong. Bomi berhenti dan hanya bisa melihat Chorong masuk ke dalam ruang operasi.
Bomi terus mondarmandir didepan pintu ruang operasi. Perasaannya mulai gelisah, "Chorong-ah, komohon bangunlah. Maafkan aku" monolog Bomi.
Tak lama kemudian, Donghae datang ke Rumah Sakit tempat Bomi dilarikan setelah mengalami kecelakaan. Saat di depan ruang Operasi, Donghae bertemu dengan Bomi.
"bagaimana keadaannya?" tanya Donghae yang terlihat panik.
"Chorong baru saja masuk. Belum ada informasi dari Dokter" Jawab Bomi. Bomi terus saja dihantui perasaan gelisah. Donghae ikut duduk disebelah Bomi.
"sekarang kau menyadarinya?" tanya Donghae. Bomi langsung menatap Donghae dengan tatapan bersalah. Ia hanya bisa menganggukkan kepala, "meskipun kau menganggapmya sudah tidak ada lagi, tapi dia masih bersikeras untuk selalu menganggapmu sahabatnya. Meskipun perasaannya tersakiti olehmu ia masih mempedulikanmu"
"aku tahu aku salah. Aku begitu egois padanya. Maafkan aku" seketika airmata Bomi tumpah. Donghae hanya bisa membawanya dalam pelukannya, "aku tidak pernah mementingkan perasaannya. Selalu dia yang mementingkan perasaanku dan aku juga yang membuatnya keceakaan"
"kau tidak bersalah dalam hal ini. Ini semua karena aku yang telah merusak persahabatan kalian, mempermainkan perasaanmu. Maafkan aku"
"aku tidak mau Chorong meninggalkanku. Aku mau dia ada disisiku lagi" terak Bomi sedih.
"tenanglah. Chorong akan kembali pada kita" Donghae terus berusaha menenangkan Bomi. Tak lama kemudian, orangtua Chorong dan Bomi datang kerumah sakit.
.
Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya Dokter yang menangani Chorong keluar dari ruang operasi. "bagaimana keadaan anak saya?" Ibu Chorong langsung menanyakan keadaan putrinya disaat dokter itu keluar.
"Putri Ibu mengalami banyak luka dalam yang cukup serius dan kehilangan banyak sekali darah. Bersyukur operasi yang kami lakukan untuk Putri Ibu berhasil dan persediaan darah yang kami punya cukup. Hanya saja Putri Ibu mengalami koma akibat benturan keras yang mengenai kepalanya, kemungkinan akan mengalami kerusakan. Tapi kami akan terus berusaha agar Putri Ibu tidak mengalami kerusakan otak yang parah. Kita sama-sama berdoa untuk Putri Ibu”
Penjelasan Dokter tadi membuat airmata Ibu Chorong dan Bomi tak tertahankan lagi, “Terimakasih Dok” ucap Ibu Chorong tersedu-sedu. Dokter itu lalu pergi meninggalkan ruang operasi. Chorong pun sudah dipindahkan dikamar inap.
Bomi terus mendampingi Chorong. Ia tidak mau melepaskan genggaman tangannya pada Chorong, "Chorong-ah, kupikir kau gadis yang kuat. Kenapa kau malah koma begini? Bangunlah, aku sudah merindukan kekonyolanmu itu" Bomi mencoba mengajak Chorong berbicara. Bisa saja saat Bomi mengajaknya berbincang, Chorong tersadar dari Komanya, maafkan aku sudah berkata yang tak sepatutnya kuucapkan. Maaf aku sudah berbuat egois padamu dan tidak mementingkan perasaanmu. Maaf sudah membuatmu koma seperti ini. Seandainya kau tidak ada, mungkin aku sudah sama sepertimu. Terimakasih telah menolongku, sahabatku"
Bomi-ah, kau sama sekali tidak memiliki salah padaku. Berhentilah meminta maaf begitu. Aku akan selalu ada disisimu Bomi-ah. Bukankah aku sudah berjanji? Janjiku akan kutepati Bomi-ah.
Sudah hampir 3 minggu Chorong dirawat di Rumah Sakit dan belum menunjukkan tanda-tanda untuk membuka matanya. Setiap harinya, Bomi dengan setia menemani Chorong sepulang sekolah begitu juga dengan Donghae. Sekarang Bomi, Donghae dan Ibu Chorong tengah menemani Chorong dikamar rawatnya.
“Chorong-ah, bangun” bisik Bomi, “aku punya hadiah spesial untukmu. Bangunlah! Sudah 3 minggu kau tidak bangun. Apa kau tidak merindukanku?” Bomi menatap wajah Chorong. Tidak ada reaksi apapun yang ditunjukkan oleh Chorong. “Chorong-ah? Park Chorong?” bisik Bomi memanggil Chorong.
“Bomi-ah, lebih baik kau makan siang dulu, kuantarkan kau ke kantin Rumah Sakit. Aku tak ingin kau ikut sakit” ajak Donghae.
“aku tidak mau Oppa. Aku ingin disini bersama Chorong”
“Donghae benar Bomi-ah. Ahjumma juga tidak ingin kau sakit. Lebih baik kau makan siang terlebih dahulu. Ahjumma akan menemani Chorong disini” gantian Ibu Chorong yang membujuk Bomi untuk makan siang terlebih dahulu.
“tapi Soomin Ahjumma” tolak Bomi lagi. Namun Ibu Chorong memberi isyarat agar Bomi menurut.
Akhirnya Bomi berdiri dan berjalan meninggalkan Chorong. Terpaksa ia harus meninggalkan Chorong. Donghae duluan berjalan keluar dari kamar Chorong. Bomi menyusul di belakang. Namun saat pintu kamar ingin ditutupnya, ia melirik Chorong sejenak menatapnya sedih. Berharap saat ia kembali nanti, Chorong akan sadar.
Kini Donghae dan Bomi berjalan berdampingan menuju Kantin Rumah Sakit. Mereka berjalan dalam diam. Sesekali Bomi menatap sekilas Donghae lalu mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
“Chorong anak yang baik. Dia pantas menjadi milikmu” ucap Bomi tiba-tiba membuka keheningan diantara mereka.
“dia tidak bisa menjadi milikku. Dia hanya milik Yoon Bomi seorang” respon Donghae, “dipikirannya hanya ada seorang Yoon Bomi, sahabat kecilnya. Tidak ada hal lain yang ia pikirkan selain sahabat kecilnya itu. Ia ingin selalu berada didekat sahabatnya. Apapun yang dilakukannya hanya bertujuan untuk berada didekat sahabatnya dan melindunginya. Meskipun itu menyangkut nyawanya” ucap Donghae tidak menatap Bomi.
“Yoon Bomi bukanlah sahabat baiknya. Yoon Bomi hanya bisa menyakitinya. Yoon Bomi tidak pernah peka pada sahabatnya dan hanya memikirkan diri sendiri. Yoon Bomi tidak pantas disebut sahabat baiknya lagi”
Hening. Donghae tidak memberikan respon apapun hingga mereka sampai ditujuan mereka, Kantin Rumah Sakit. Bahkan saat makan siang, mereka makan dalam diam.
Aniya, Yoon Bomi adalah sahabat terbaik Park Chorong.
Setelah makan siang, Bomi dan Donghae kembali ke kamar rawat Chorong. Saat membuka pintu, Bomi menjerit histeris, “Chorong-ah, tidak ada ditempat tidurnya” Bomi menjadi panik seketika. Donghae yang berada dibelakang Bomi langsung masuk dan benar Chorong tidak ada ditempat tidurnya.
“dimana dia?” monolog panik Donghae.
“dimana Chorong? Kenapa tidak ada?” kepanikan Bomi semakin menjadi-jadi.
“tidak perlu panik begitu” tiba-tiba Ibu Chorong masuk ke dalam, “Chorong pindah ruangan. Ahjumma meminta mereka untuk memindahkan Chorong. Ruangan ini kurang memadai”
Bomi menghela nafas lega, “syukurlah. Sekarang dimana ruangannya Ahjumma?”
“mari ikut Ahjumma” setelah itu Ibu Chorong, Bomi dan Donghae keluar dari kamar yang dihuni Chorong tadi menuju kamar Chorong yang baru.
Sesampainya didepan pintu kamar rawat Chorong yang baru, Ibu Chorong membuka pintu kamar dan tampaklah Chorong tengah terlelap dengan tenangnya, “itu dia”
“kenapa alat bantunya bertambah Ahjumma?” tanya Bomi ketika melihat ditubuh Chorong ditempeli banyak sekali alat bantu. Sebelum pindah kekamar ini, Chorong hanya menggunakan alat bantu nafas.
“Chorong akan baik-baik saja. Ahjumma tinggal sebentar ya” setelah itu Ibu Chorong keluar dari kamar meninggalkan Bomi dan Donghae.
“ini tidak baik” monolog Donghae yang masih dapat didengar oleh Bomi.
“maksudmu Oppa?”
Saat Donghae ingin menjawab, tiba-tiba seorang mengetuk pintu kamar lalu masuk, “Permisi. Saya ingin menyerahkan hasil diagnosa pasien. Ibu pasien tadi lupa membawa hasil diagnosa Dokter saat diruangannya tadi” dengan cepat Donghae mengambil amplop yang dibawa suster itu. Lalu suster itu keluar dari ruangan setelah tugasnya selesai.
Donghae cepat-cepat membuka amplop yang tadi suster bawa, membacanya cepat, “tidak mungkin”
“ada apa?” tanya Bomi. Bukannya menjawab, Donghae langsung menatap Chorong. Bomi ikut menatap Chorong, “apa terjadi sesuatu yang parah?”
“Chorong tidak akan pernah sadar dan semua alat ini kemungkinan digunakan untuk membantunya hidup lebih lama dari hanya memasang alat bantu pernafasan”
Bomi semakin dibuat bingung, “maksudmu apa? Chorong akan sadar” Bomi berlari mendekati Chorong, “ya! kau akan bangun kan? Buktikan kalau yang dikatakan Donghae Oppa itu salah! Bangun lah!” teriak Bomi.
“Bomi-ah, penderita PVS* tidak mungkin akan sadar!” teriak Donghae, “dia tidak akan bangun Bomi-ah” suara Donghae tiba-tiba melemah. Ia langsung terduduk, kakinya terasa lemas. *PVS (Persistent Vegetative State, kelainan kesadaran akibat kerusakan otak serius)
“Chorong-ah, kau akan sadar kan? Kau akan bangun kan?” Bomi tidak tahan lagi menahan airmatanya. Lalu Bomi mengusap kasar airmatanya, “geureu, aku akan menyusulmu!” Bomi langsung berlari keluar kamar rawat Chorong.
Donghae hanya memandang kepergian Bomi. Sedetik kemudian ia tersadar, “Bomi-ah!” teriak Donghae lalu menyusul Bomi.
Bomi terus berlari hingga keluar area Rumah Sakit. Donghae berusaha mengejarnya, “Bomi-ah! Jangan lakukan itu! Bomi!” teriak Donghae namun tidak dihiraukan Bomi. Tepat di depan Traffic Light, Bomi berhenti sejenak lalu melihat Traffic Light pejalan kaki masih menunjukkan warna merah. Bomi memejamkan matanya sejenak, “aku akan menemuimu sebentar lagi Chorong-ah” Bomi melanjutkan langkahnya tanpa mendengar teriakan orang sekitar yang meneriakinya.
Tiiiiinnnnnnn~
Bomi berhenti dan langsung memejamkan matanya.
Ciiiiiiitttttt~
Bomi membuka matanya, ia melihat Donghae tengah memeluknya dan mobil yang melaju tadi berhenti tiba-tiba. Donghae memapah Bomi kepinggir jalan. “apa kau gila?” teriak Donghae.
“ini semua salahku! Aku yang membuat Chorong seperti ini. Aku harus membayarnya!” teriak Bomi dalam tangisnya.
“Chorong tidak akan senang melihat perbuatanmu barusan!” Donghae langsung memeluk Bomi, “jangan lakukan itu. Aku tidak mau kehilanganmu juga”
.
Malam harinya, Bomi menatap sebuah figura foto dirinya bersama Chorong. Bomi terus mengelus foto Chorong. “maafkan aku Chorong-ah, akibat menolongku kau malah menjadi seperti ini” Bomi menjeda ucapannya dan membenarkan posisinya agar nyaman, “apa kau tidak merindukanku? Bisakah kita saling berbincang seperti dulu?” monolog Bomi.
“tentu saja bisa”
Bomi terkejut dan langsung menoleh kearah sumber suara, “Chorong?” Bomi mengedipkan matanya berkali-kali dan menggosok matanya sekali, mungkin ia salah lihat.
“ini aku Bomi-ah”
“aku sedang tidak bermimpi kan?” Bomi langsung menepuk kedua pipinya.
“kau tidak sedang bermimpi” bayangan yang Bomi anggap Chorong itu berjalan mendekati Bomi lalu duduk disamping Bomi, “rasanya aku merindukanmu, sangat merindukanmu” ucapnya sambil tersenyum.
“apa kau sungguh-sungguh Chorong? Park Chorong sahabatku?” tanya Bomi tidak percaya jika yang sedang bicara dengannya adalah Chorong.
“kenapa kau tidak yakin begitu sih? Aku sungguh Park Chorong, sahabat kecilmu”
Hening. Bomi tidak tahu harus berkata apa. Lidahnya terasa kaku mengetahui gadis yang dihadapannya itu adalah Chorong.
“Bomi-ah, kau ingat kapan hari jadi kita? Hari dimana kita memperingati hari persahabatan kita?”
“tentu aku masih ingat dan itu 2 hari lagi. Ah, apa kau ingin kita menghabiskan waktu bersama? Aku akan membuat rencana apa yang akan kita lakukan nanti. Bagaimana kalau kita~”
“ssstt” potong Chorong, “tubuhku sudah lama terbaring di Rumah Sakit dan aku tidak akan bisa sadar. Biaya Rumah Sakit pun pasti sangat berat untuk kedua orangtuaku. Aku ingin meringankan beban mereka”
“maksudmu?” tanya Bomi tak pengerti.
“aku ingin kalian melepaskan semua alat yang menempel ditubuhku”
“tapi itu akan membuatmu berhenti bernafas Chorong-ah” tolak Bomi.
“aku ingin, tepat dihari kita memperingati hari persahabatan kita, kalian semua mau mengantarkanku ketempat dimana seharusnya aku berada”
“tapi disini banyak yang menyayangimu, apa kau benar-benar ingin pergi meninggalkan mereka? Meninggalkanku?” Bomi yang sedikit mengerti maksud Chorong langsung melemah. Suaranya melemah dan airmatanya sebentar lagi mungkin akan jatuh.
“tapi aku tidak ingin membebani orang yang kusayangi itu. Aku tidak mau mempersulit keuangan kedua orangtuaku, aku tidak ingin Donghae Sunbae mencemaskanku dan aku tidak ingin membuatmu terluka untuk kedua kalinya”
“aniya, aku yang membuatmu terluka. Aku tidak menjadi sahabat yang baik untukmu dan aku yang membuatmu begini” akhirnya airmata Bomi jatuh, ia tidak tahan lagi untuk menahan airmatanya.
“jangan menangis Bomi-ah” Chorong mengusap lembut airmata yang mengalir dipipi Bomi, “kau sama sekali tidak menyakitiku dan kau sahabat terbaik yang pernah kupunya. Berjanjilah dan kau harus menepatinya. Berbahagialah dengan Donghae Sunbae dan ikhlaskan kepergianku Bomi-ah. Kumohon”
“aku tidak mau. Aku mau kau kembali dan bersamaku disisiku” tolak Bomi tersedu-sedu.
“aku janji akan selalu disisimu. Sekarang berjanjilah kau akan menepati yang tadi. Selamat tinggal Yoon Bomi, My Everlasting Friend”
“Chorong-ah! Jangan pergi. Park Chorong~” tangis Bomi semakin keras ketika Chorong tiba-tiba menghilang dari hadapannya. Bahkan Ahjumma yang mendengar tangisan Bomi langsung menenangkannya dan memeluknya hingga Bomi benar-benar tenang.
.
Keesokan harinya, Bomi berangkat kesekolah dengan mata bengkak. Tatapannya kosong. Pikirannya hanya tertuju pada pembicaraannya bersama Chorong semalam.
Sesampai disekolah, Bomi tidak langsung masuk ke dalam kelas. Ia pergi ke suatu tempat yang benar-benar terpencil dan tidak pernah dikunjungi oleh siswa sekolah ini. Sebuah ruang kosong yang tidak terawat. Ia duduk disalah satu meja dan merenung.
“kau tahu tempat ini juga rupanya”
Bomi menoleh sekilas dan tidak menjawab apa-apa.
“kau pasti memikirkan Chorong kan? Besok hari dimana kita harus melepasnya”
Bomi membulatkan matanya kaget, “Donghae Oppa, kau juga bertemu dengan Chorong?”
“Begitulah”
“aku tidak mau melepaskannya” tolak Bomi.
“apa kau mau ia terus-terusan seperti itu? Berada ditengah kondisi antara hidup dan mati?” Donghae menjeda ucapannya, “awalnya aku sama sepertimu. Tapi setelah aku menyadarinya, mungkin ia akan tenang jika semua dilepaskan. Aku tidak ingin ia tersiksa”
Bomi tidak merespon. Ia masih diam membisu memikirkan apa yang harus ia lakukan. Melepasnya pergi atau membiarkannya tetap dalam kondisi seperti ini. Jika ia melepaskan Chorong, maka ia akan terluka kehilangan sahabatnya. Tetapi jika membiarkannya dalam kondisi seperti ini, maka sahabatnya itu mungkin tidak akan pernah tenang dan mungkin akan tersiksa.
“aku akan melepaskannya” ucap Bomi pasrah, “selama ini ia terus mengabulkan keinginanku, sekarang giliranku mengabulkan keinginannya”
Donghae menggenggam erat tangan Bomi, “kita harus ikhlas melepasnya”
‘dan jangan ada lagi airmata’ tekad Bomi dalam hati.
.
Sepulang sekolah, Bomi dan Donghae kembali mengunjungi Chorong di Rumah Sakit. Kali ini tujuannya kesana adalah membicarakan keinginan Chorong agar disetujui oleh kedua orangtuanya. Awalnya, kedua orangtuanya sangat berat melepas Chorong. Namun akhirnya dengan ikhlas mereka menerimanya dan besok adalah hari yang diinginkan Chorong.
“aku sudah mengabulkan keinginanmu Chorong-ah. Berjanjilah kau akan selalu berada disisiku” ucap Bomi sambil menggenggam tangan Chorong. Menatapnya sedih.
Aku berjanji Bomi-ah
Keesokkan harinya, Bomi dan Donghae sengaja meliburkan diri untuk menyaksikan langsung pelepasan semua alat bantu hidup Chorong. Soomin, Ibu Chorong tidak kuasa menahan tangis. Ayah Chorong terus menenangkan istrinya.
Bomi, akhirnya tidak tahan untuk tidak menangis. Donghae mengusap punggung Bomi, menenangkannya. Satu bulir airmata Donghae juga jatuh lalu diusapnya secara kasar. Ia tidak boleh terlihat lemah dihadapan Chorong.
“Park Chorong, secara medis dinyatakan meninggal pada tanggal 3 Oktober 2017 pada usia 16 tahun” ucap Dokter yang melepas semua alat bantu Chorong.
Tepat dihari itu juga, Chorong dimakamkan. Bomi dan Ibu Chorong terus saja meneteskan airmatanya tanpa henti.
Kedua orangtua Chorong lebih dulu meninggalkan makam Chorong. Bomi dan Donghae masih berada disebelah makam Chorong, “Te-ri-ma-kasih” ucap Bomi terbata-bata, “su-dah menjadi sahabatku. You’re My Everlasting Friend” Bomi mengusap nisan makam Chorong. “ini hadiah terakhir yang bisa kuberikan padamu dihari persahabatan kita. Semoga kau suka” Bomi meletakkan sebuah kotak berwarna merah.
Setelah itu, Donghae membantu Bomi berdiri. Mereka berjalan meninggalkan makam Chorong. Saat jarak mereka mulai menjauh, seorang gadis berjalan mendekati makam Chorong, “Terimakasih Bomi-ah” lalu mengambil kotak yang terletak diatasnya dan menghilang.
Mengetahui pria yang kita cintai tidak mencintai kita, rasanya begitu menyakitkan. Tetapi, mengetahui sahabat kita tak lagi ada disisi kita, rasanya lebih menyakitkan. Sahabat lebih berarti dibanding pria yang kita cintai.
Satu tahun kemudian...
“daaaaaa~”
“ya! Donghae Oppa! Tidak perlu mengagetkanku!”
“kau sedang memikirkan apa Bomi-ah? Serius sekali. apa kau sedang memikirkan namja lain huh? Berani-beraninya ia mengusik pikiran kekasihku”
Bomi menatap Donghae tidak suka, “aku tidak memikirkan namja lain, Oppa” Bomi mencubit hidung Donghae, “aku hanya sedang berpikir, apa dia sudah tenang disana? Hampir setahun dia disana. Apa dia merindukanku?” ucap Bomi menatap langit.
“tentu saja dia tenang dan pastinya bahagia disana. Kita sudah menepati janjinya dan tidak ada beban dipikirannya lagi” ucap Donghae ikut menatap langit, “cha, aku punya kejutan untukmu. Ayo ikut aku”
Benar, aku bahagia dan tenang sekarang. Karena kalian lah yang membuatku bahagia seperti ini. Aku menyayangi kalian dan akan selalu ada menyaksikan kebahagian yang kalian rasakan. Terutama kebahagian Bomi.
MY EVERLASTING FRIEND
-End-