home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Dae.. (대..)

Dae.. (대..)

Share:
Author : borin1004
Published : 15 Jul 2014, Updated : 21 Jul 2014
Cast : Sistar Dasom, Park Taejun, Lee Chihoon, Soomin
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |19534 Views |4 Loves
Dae.. (대..)
CHAPTER 2 : Dae.. (대..) - The Scent Of World

            “Kau baik-baik saja?” tanya si pengemudi yang langsung keluar dan menghampiri Dasom yang masih bersimpuh di jalan. Pria yang menemani pengemudi itu juga keluar dan menghampiri keduanya.

            “Hyung[3], tangannya berdarah,” katanya saat melihat Dasom membersihkan tangannya.

            “Ah, tidak apa-apa, ini hanya luka gores,” kata Dasom.

            “Tidak, aku sudah menabrakmu. Sebaiknya kau naik ke mobil, biar aku mengobati lukamu di pom bensin di depan sana,” tawarnya.

            “Di pom bensin? Kau akan mengobati lukaku dengan bahan bakar?” tanya Dasom dengan polosnya yang membuat kedua pria yang berjongkok di depannya tertawa. Pada akhirnya Dasom menerima tawaran kedua pria asing yang baru dijumpainya itu. Lagi pula dia belum tahu mau pergi kemana.

            Mereka memasuki pom bensin yang memang benar-benar tak jauh dari tempatnya ditabrak tadi. Keduanya segera keluar dari mobil dan si pengemudi langsung membukakan pintu untuk Dasom.

            “Chihoon ah, kau belanja keperluan yang masih kurang sana.”

            “Ish, Park Taejun hyung curang. Kenapa aku yang harus belanja?” gerutu Cihoon.

            “Sudah cepat sana, kau tidak mau kita kelaparan selama di perjalanan kan.” Chihoon cemberut tapi mengambil semua uang yang diberikan Taejun padanya. Sementara Chihoon berlari menuju mini market yang tak jauh dari tempat mereka memarkirkan mobilnya, Taejun mengambil kotak P3K dari kursi belakang mobil dan menyuruh Dasom untuk duduk di kursi lipat yang ia keluarkan sebelumnya.

            “Maafkan aku, tadi aku tidak sengaja menabrakmu,” katanya sambil membasuh luka Dasom dengan air mineral.

            “Ah, tidak. Salahku juga yang menyebrang tidak hati-hati.” Sesekali Dasom meringis saat Taejun meneteskan obat ke lukanya.

            “Oh iya, namaku Park Taejun. Kau?”

            “Aku Dasom. Kim Dasom,” jawab Dasom sambil terus memperhatikan Taejun yang dengan apik menangani luka di tangannya. Sesekali Taejun melihat ke arahnya dan tersenyum dengan manis, membuat Dasom salah tingkah. Dasom akhirnya memutuskan untuk melihat ke arah lain. “Kalian akan bepergian?” tanya Dasom tiba-tiba.

            “Ne?[4]” Taejun melihat ke arah Dasom yang menatap Chihoon dengan satu kantong kresek penuh berisi makanan sedang berjalan ke arah mereka. “Ah, ne. Kita berencana berkeliling Korea. Tidak benar-benar mengelilingi Korea sebenarnya tapi tempat yang kita tuju cukup jauh satu sama lain. Oh iya, dan kenalkan ini temanku Lee Chihoon.”

            “Annyeonghaseyo, aku Kim Dasom,” kata Dasom sambil sedikit membungkuk.

            “Ne, annyeonghaseyo[5]. Dasom ssi aku membelikan plester ini untukmu,” kata Chihoon sambil menyodorkan satu pak plester bening pada Dasom. “Kupikir wanita dengan kulit cantik sepertimu tidak boleh ditutupi plester jelek.” Kata-kata Chihoon tentang kulitnya sontak membuatnya cemas sehingga tanpa sadar Dasom menarik tangannya dan menyembunyikannya dalam saku hoodie.

            “Ish, baru kenal sudah gombal,” kata Taejun sambil memukul pelan kepala Chihoon.

            “Auw, hyung ah.”

            “Oh iya, Dasom ssi. Kau mau kemana malam-malam begini?” tanya Taejun.

            Aku tidak tahu, pikir Dasom. Tapi dia tidak mungkin mengatakan itu, itu akan terdengar sangat aneh. “Hmm…tadi kau bilang kau mau keliling Korea, aku boleh ikut?” tanya Dasom sembarang.

            “Ne?”

            “Hmmm…aku juga seorang backpacker yang sedang berkeliling Korea.” Taejun melirik tas Dasom yang tidak tampak seperti seorang yang sedang melakukan perjalanan jauh. Melihat itu Dasom buru-buru menambahkan, “sebelumnya aku menumpang dengan seorang kurir dan dia kembali lagi ke kota sebelumnya. Makanya aku turun. Boleh aku ikut kalian? Kumohon.”

            “Hyung, ajak saja dia. Biar lebih seru,” bisik Chihoon yang dibalas tatapan galak dari Taejun. “Wuah, Dasom ssi, perjalanan pasti akan lebih seru kalau kau ikut. Lagi pula kasihan Dasom. Masa kita tega membiarkannya sendirian malam-malam begini. Iya ‘kan, hyung?” seru Chihoon sambil merangkul Dasom membuat Taejun semakin kesal.

            “Baiklah,” kata Taejun akhirnya mengalah.

            Malam itu dihabiskan Dasom dengan tidur pulas di dalam mobil, sementara Chihoon terus mengoceh untuk menemani Taejun yang menyetir agar tidak mengantuk.  Sesekali Taejun melihat ke belakang, melihat Dasom dengan hoodie yang menutupi sebagian wajahnya tampaknya tidak terganggu sedikit pun oleh kicauan Chihoon. Malam pun semakin larut, mereka semakin menjauh dari keramaian kota Seoul.

            “Dasom ssi, Dasom ssi, bangunlah.” Dasom mulanya mengerjap kaget saat melihat pria asing membangunkannya. Tapi sesaat kemudian dia ingat kejadian semalam. “Kau baik-baik saja?” tanya Taejun.

            “Ne? Eung,” jawab Dasom masih setengah sadar.

            “Kau mau ikut atau tetap di sini? Kita akan mengambil beberapa gambar. Chihoon bilang ada tempat yang sangat indah di dalam sana,” kata Taejun sambil mengendikkan kepalanya ke arah hutan di belakang Dasom. Dasom melihat Chihoon sudah berdiri di mulut hutan dengan kamera yang terus menempel di kepalanya, mengambil gambar objek dari berbagai sudut. “Dasom ssi?” panggil Taejun lagi.

            “Ne? Ah iya, aku..ikut.” Dasom beranjak dari kursi penumpang tapi Taejun masih berdiri menghalangi pintu keluarnya. “Kenapa?” tanyanya.

            “Kau tidak kepanasan memakai baju seperti itu?” Dasom melihat hoodie longgar miliknya yang cukup tebal untuk dipakai di cuaca yang begitu cerah. “Gantilah dulu. Aku dan Chihoon manunggumu di sana, ok?” Dasom mengangguk.

            “Mana Dasom, dia ikut?” tanya Chihoon saat Taejun menghampirinya.

           “Ganti baju dulu,” jawab Taejun sambil mengecek kesiapan kameranya. Mendengar jawaban Taejun, Chihoon iseng berjinjit dan melihat ke arah mobil VWnya. “Ya, apa yang kau lakukan?” Taejun meninju perut Chihoon pelan membuatnya terkikik sendiri.

            “Hyung, apa kamu tidak merasa aneh?”

            “Apanya?” Chihoon mendekat ke arah Taejun saat melihat Dasom membuka pintu mobil. “Bukankah Dasom terlalu cantik untuk ukuran seseorang yang suka berkelana?” tanya Chihoon yang tidak bisa dijawab oleh Taejun karena Dasom semakin mendekat ke arah mereka.

            “Ayo,” seru Dasom riang, tampaknya dia sudah benar-benar bangun.

            “Chihoon kau jalan di depan karena kau yang tahu jalannya, biar aku berjalan di belakang Dasom,” usul Taejun yang lebih terdengar seperti sebuah keputusan.

            Mereka mulai memasuki hutan secara teratur. Diam-diam Taejun memperhatikan Dasom dari belakang. Dasom yang kini memakai kaos putih longgar berlengan pendek dengan kemeja kotak-kotak yang melilit di pinggangnya, mengekspos sedikit lebih banyak kulit lengannya dibandingkan pakaiannya semalam. Putih sekali, pikir Taejun.

            “Kalian mencium bau bunga tidak? Aku seperti mencium wangi bunga. Tapi bunga apa ya?” Chihoon mengendus-endus hidungnya.

            “Ah, mungkin itu wangi body lotionku. Tadi aku pakai sebelum keluar mobil. Coba,” kata Dasom menyodorkan tangannya dan Chihoon segera mendekatkan hidungnya ke sana.

            “Body lotion?” Dasom mengangguk, menjawab pertanyaan Chihoon. “Wuah, wanginya enak. Nanti aku minta ya.” Dasom mengangguk lagi dengan semangat.

            Mereka berjalan cukup jauh ke dalam hutan. Tampaknya matahari bersinar sangat cerah di luar sana tapi rindangnya pepohonan hanya mengijinkan sedikit sinar untuk masuk ke dalam hutan. Sesekali mereka berhenti karena Chihoon maupun Taejun tertarik pada objek tertentu dan memotretnya sampai mereka mendapatkan gambar yang mereka inginkan, dan Dasom tampaknya tidak keberatan dengan itu. Ini hal yang sangat langka baginya, berkeliaran di tengah hutan, menghirup udara segar yang sebenarnya, membuat senyumnya selalu terkembang di wajahnya. Melihat reaksi Dasom yang seperti itu, diam-diam Taejun memotret sosok Dasom disela kegiatannya memotret tanaman.

            “Hyung, aku akan mentraktirmu makan di resto mahal, kalau kau masih berani bilang tempat ini tidak indah,” tantang Chihoon sambil merentangkan tangannya, menunjukkan padang rumput yang indah di belakangnya. Mungkin terlalu kecil untuk disebut padang rumput, tapi lahan terbuka di tengah hutan yang ditutupi rerumputan itu benar-benar menyenangkan mata.

            “Lumayan,” goda Taejun yang tidak bisa menyembunyikan senyumnya. Dia berjalan mendahului Dasom yang masih terdiam kaku. Taejun mulai mengangkat kameranya dan memotret apapun yang dilihatnya.

            “This is amaziiiing!!” pekik Dasom yang mengagetkan Taejun dan Chihoon yang sudah sibuk memotret. Dasom berlari-lari seperti anak burung yang baru belajar terbang. Tawanya lepas begitu saja, meski semua tahu tidak ada hal lucu yang bisa ditertawakan. Melihat tingkah Dasom yang seperti itu membuat Taejun dan Chihoon tidak bisa menahan senyum mereka.

            Setelah berlari kesana kemari, berteriak seperti orang gila, tertawa sampai tenggorokan sakit, Dasom berguling dan berbaring menatap langit. Napasnya naik turun dengan cepat seperti paru-parunya mendadak menciut dan tak sanggup menyimpan banyak oksigen di dalamnya. Taejun dan Chihoon yang sesekali mengikuti kegilaan Dasom juga tampaknya kelelahan dan berbaring di dekat Dasom.

            “Oppa, potret kan itu untukku.” Dasom menunjuk langit biru berawan di atasnya. “Aku ingin menjadi angsa yang terbang di langit itu.”

            “Angsa tidak terbang di langit,” protes Taejun.

            “Benarkah? Kalau begitu aku akan jadi satu-satunya angsa yang terbang di langit.” Dasom tersenyum sendiri menikmati imajinasinya.

            “Hyung, malam ini kita berkemah saja di sini, ya, ya,” bujuk Chihoon.

            “Ya! Kita kan cuma bawa satu tenda,” tolak Taejun sambil melirik Dasom.

            “It’s okay, pakai saja pembatas diantara kita,” sela Dasom sambil menggerakkan tangannya seolah sedang menaruh pembatas diantara mereka.

            “Ayolah, hyung. Kau pasti lelah sekali ‘kan. Tidak baik menyetir jika kamu lelah. Lagi pula kalau kau tidak mau dekat-dekat dengan Dasom, biar aku saja yang tidur di sampingnya,” bujuk Chihoon yang malah dilempar batu oleh Taejun.

            “Ya sudah, tapi aku tidak mau mengambil perlengkapannya.” Taejun kembali berbaring dan mengayunkan tangannya pada Chihoon untuk pergi mengambil perlengkapan berkemahnya di mobil.

            “Baiklah,” gerutu Chihoon.

            “Oppa, kalau begitu aku ikut. Aku mau ambil tasku.”

            Taejun membiarkan mereka pergi dan menikmati angin yang perlahan menyapu wajahnya. Dia mengangkat lagi kameranya dan memotret langit seperti yang diminta Dasom. Tiba-tiba Taejun teringat sesuatu. Dia segera membuka galeri dalam kameranya dan melihat satu per satu hasil jepretannya. Setelah menemukan foto yang dia cari, Taejun memperbesar dan menempatkan foto itu agar sesuai dengan dugaannya.

            “Dasom, dia..”

***

 

            “Wuaah..apa air sungainya mengalirkan parfum?” seru Chihoon saat melihat Dasom yang datang mendekat.

            “Apakah tercium sejauh itu?” tanya Dasom yang dijawab anggukan oleh Chihoon.

            “Kau pakai parfum?” tanya Chihoon yang mulai mengendus-endus Dasom.

            “Ya, ya, ya!” protes Taejun melihat tingkah Chihoon yang mengganggu Dasom.

            “Tidak, aku tidak pakai parfum. Aku mandi dengan body cleanser ini. Oppa mau coba?” Dasom menyodorkan body cleanser miliknya pada Chihoon.

            “Bolehkah? Kalau begitu aku yang mandi duluan, ya hyung.” Tanpa meminta konfirmasi Taejun, Chihoon segera mengambil perlengkapan mandinya dan pergi. Dasom masuk ke dalam tenda untuk menyimpan barang-barangnya lalu kembali keluar dengan body lotion di tangannya. Ia duduk di dekat api unggun karena merasa tubuhnya mulai menggigil kedinginan meski angin musim panas terus berhembus siang tadi. Sambil menunggu tubuhnya menjadi hangat, Dasom mulai mengolesi tangan dan kakinya dengan body lotion itu.

            “Dae. Kau Dae, ‘kan?” Mendengar nama itu dipanggil, Dasom menghentikan aktifitasnya dan tidak berkata apa-apa. Ia tampak mulai gugup dengan menatap Taejun yang masih sibuk dengan kegiatannya. “Jangan khawatir, aku tidak akan membawamu pulang.” Taejun seolah bisa membaca apa yang dipikirkan Dasom, duduk di depan api unggun yang baru saja menyala lebih besar dari sebelumnya. Langit perlahan berubah menjadi gelap, dia menyiapkan api unggun itu untuk Dasom yang mungkin kedinginan setelah membasuh tubuhnya dan ternyata dugaannya memang benar. Dia memberi isyarat pada Dasom untuk duduk di sampingnya.

            “Bagaimana kau bisa tahu?” tanya Dasom.

            “Aku memotret dengan kamera, tapi mataku lah yang melihat lewat kamera itu.” Taejun menyerahkan kameranya dengan display wajah Dasom yang terpotong setengahnya.

            “Kau memotretku?” tanya Dasom yang membuat Taejun kikuk untuk sesaat. Tapi pria tinggi kurus yang terkadang terlihat cuek dan dingin ini segera menutupi kegugupannya. Dia mengambil kameranya dan menyimpannya dalam tas.

            “Tidak sengaja terportret. Habis kau lari kesana kemari seperti orang gila.” Dasom menahan tawanya, sadar bahwa dia sedang menertawakan dirinya sendiri. “Jadi? Kau pasti punya alasan melakukan semua ini.”

            “Aku lelah. Topeng itu sudah merenggut sebagian kebahagiaanku, dan kebebasanku. Itu saja,” jawab Dasom singkat. Taejun menoleh ke arah Dasom yang sedang menatap api unggun dengan tatapan kosong. “Dulu ibuku pernah mengajakku menonton sebuah pementasan balerina. Aku masih sangat kecil saat itu, tapi pementasan balerina itu benar-benar memenuhi pikiranku hingga aku bercita-cita ingin jadi seorang balerina, menjadi angsa yang terbang dengan cantik. Sejak saat itu aku mempelajari balet. Hingga suatu hari ibuku memaksaku untuk menjadi model, seolah mengurung angsa itu di dalam sangkar.”

***

 

            Setelah mengetahui rahasia Dasom, Taejun menepati janjinya untuk tidak membawanya pulang. Taejun bahkan diam-diam menjaga Dasom agar tidak dikenali orang saat mereka beristirahat di tempat yang cukup ramai. Meski ia harus membuat Chihoon kesal karena selalu disuruh kesana kemari oleh Taejun.

            “Hyung, mana tempat yang kau bilang bisa mengalahkan tempat temuanku?” kata Chihoon merajuk dari kursi belakang. Chihoon memaksa Dasom untuk duduk di kursi depan karena ia ingin tempat duduk yang lebih luas.

            “Sebentar lagi kita sampai,” jawab Taejun singkat. Mobil mereka mulai memasuki lahan dengan deretan pohon-pohon khas pantai yang tumbuh secara acak. Chihoon yang awalnya asik berbaring di kursi penumpang, seketika terperanjat dan menempelkan wajahnya ke jendela.

            “Kau curang, hyung. Kau curang!!” seru Chihoon yang melompat ke luar bahkan sebelum mobil benar-benar berhenti. “PANTAIII!!”

            Taejun yang tidak mau kalah, langsung meninggalkan mobilnya tanpa mematikan mesinnya dan langsung bergabung dengan ombak-ombak yang berkejaran di pantai dan Chihoon yang mulai menggila. Pantai yang tidak memiliki pengunjung ini tersembunyi dan cukup terpisah dari pemukiman.

            “Hyung, bagaimana bisa kau menemukan tempat ini?” tanya Chihoon.

            “Kau ingat saat liburan kita sebelumnya?” Chihoon tampak mengingat-ingat sesuatu lalu mengangguk dengan cepat.

            “Kita liburan ke Naksan kan?” tanya Chihoon mengkonfirmasi.

            “Kau ingat saat itu aku menghilang dan kau seperti orang kesetanan mencariku? Itu karena aku menemukan tempat ini sebagai terusan dari Naksan yang ada dalam persembunyian,” jelasnya sambil bergaya seolah dia menikmati deburan ombak yang menabrak tubuhnya.

            “Keterlauan kau! Aku khawatir setengah mati saat itu dan kau senang-senang sendiri, huh?” Chihoon menarik kaos Taejun dan melemparnya ke tengah laut. Tidak terima dengan perlakukan juniornya itu, Taejun menarik kaki Chihoon hingga ia tercebur ke dalam air.

            “Dasom, kenapa kau berdiri di sana? Ayo sini!” seru Chihoon sambil susah payah berlari dalam air untuk menghampiri Dasom.

            “Dasom, jangan memaksakan diri. Mataharinya cukup panas, nanti kulitmu..”

            “Aish hyung, kau ini kenapa?” sela Chihoon menyikut perut Taejun. Dasom tersenyum pada Taejun dan mengayunkan botol body lotionnya di depan muka Taejun lalu ia melemparkannya bersama tasnya karena Chihoon sudah menyeretnya ke tengah air laut yang menyapu pantai.

            Taejun tidak mau melewatkan kesempatan ini, kesempatan dimana dia bisa menyimpan semua senyuman Dasom dalam kameranya. Ia segera mengambil kameranya di dalam mobil dan memotret sebanyak mungkin sosok Dasom yang benar-benar menjadi dirinya, bukan sosok sempurna yang terus menerus membohongi semua orang dengan topeng kepura-puraan.

            “Aigoo[6], dasar wanita. Lihat, sekarang dia malah asik main sendiri.” Chihoon menghampiri Taejun yang sedang termenung di pantai.

            “Chihoon,” panggil Taejun tiba-tiba.

            “Ne?” Chihoon sibuk mengetuk-ngetuk kepalanya karena telinganya terus-menerus kemasukkan air.

            “Sepertinya kita punya projek besar yang akan membuat kita bergadang lagi,” kata Taejun melanjutkan. “Kita pulang ke Seoul malam ini.”

            “Hyung kau ini bicara apa?”

***

[3] Panggilan kakak untuk pria pada pria

[4] Apa?

[5] Iya, hai,

[6] Ya ampun

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK