No bashing, no flame, no risuh, no plagiat, no copas pokoknya no yang jelek-jelek.
Enjoy it… ^^
.
.
.
3.00 AM
Pukul tiga pagi. Di saat semua orang masih terlelap dan berjelajah di alam mimpi yang indah, Hani sudah terbangun dari tidurnya. Bola matanya yang putih bening masih dihiasi bercak merah tipis dan sedikit berarir. Beberapa kali Choi Hani menguap dengan punggung tangan yang digosok pelan ke matanya agar rasa kantuknya hilang. Ya, Hani dituntut untuk selalu bangun pagi sebelum subuh. Ia harus membantu ibunya berjualan kue di pasar yang cukup jauh dari rumahnya. Jarak yang ditempuh sekitar 3 km dan menghabiskan waktu kurang lebih 30 menit. Beruntung,mereka bisa pergi dengan sepeda. Sehingga hanya perlu menghabiskan waktu sekitar 30 menit saja dibandingkan dengan berjalan kaki yang dapat menghabiskan waktu berjam-jam.
“Tuan… Nyonya… Kue… Kue… Silahkan beli kuenya…”
Tanpa ada yang menghiraukan, Hani dan eommanya terus berteriak semangat menjual kue-kuenya.
“Ayo,Ayo… Belilah kue saya, Ahjussi…Ahjumma…yang baik hati” seru Hani kembali.
Hal ini sudah ia lakukan rutin setiap harinya. Tak ada kecuali, baginya membantu eommanya berjualan adalah suatu kewajiban yang harus dipenuhi. Semenjak appanya meninggal sekitar 3 tahun lalu. Eommanya harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hani tinggal bersama eomma, satu kakak perempuan, dan satu adik laki-laki yang masih kecil. Kakaknya bekerja sebagai buruh cuci rumahan sekaligus menjaga adiknya yang masih kecil.
.
.
“Eomma, eomma…tahu tidak?”
“Ne… Waeyo?”
“Aku dengar kata orang-orang sini jika orang miskin seperti kita ini,tidak akan pernah sukses..!”
“Kenapa? Kenapa kau berpikiran seperti itu?”
“Tentu saja karena kita ini miskin, eomma! Ditambah lagi appa sudah meninggal! Bagaimana bisa kita akan hidup lebih baik dari ini?”
“Hani… Bukan berarti orang miskin seperti kita ini tidak bisa sukses. Memangnya kesuksesan seseorang ditentukan dari kaya atau tidaknya,eoh?”
“Mmm..itu… Tentu saja!”
“Ckckckck…Kau ini! Kau belajar dari siapa,eoh? Orang yang sukses itu bukan berasal dari orang kaya saja. Tapi orang-orang seperti kita ini juga berkemampuan untuk sukses.”
“Tapi,eomma… Bagaimana mungkin? Untuk bersekolah saja susah,bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan pekerjaan jika pendidikanku saja rendah.” protes Hani lagi pada eommanya yang sedang sibuk menghitung uang hasil berjualan.
“Hahahaha…Hani…Hani! Kau ini sudah berumur 17 tahun,apa pikiranmu belum dewasa? Kesuksesan itu datangnya dari kerja keras dan usaha kita. Jika ada kemauan pasti ada jalankan? Meskipun itu akan sulit nantinya… Ingatlah harapan adalah mimpi yang tak pernah tidur. Percayalah akan satu keyakinan itu,dan ibu yakin kau pasti bisa!” jelas eommanya panjang lebar.
“Tapi,eomma…!”
Tanpa menghiraukan kalimat Hani. Sang eomma tampak bersiap-siap untuk pergi ke tempat lain di pasar itu. Hani menghela nafasnya berat. Ia berlari kecil menyusul eommanya yang sudah terlihat jauh di matanya. Hani sendiri membenarkan perkataan ibunya. Sukses bukan ditentukan oleh kaya atau tidaknya tapi asal ada kemauan dan kerja keras pasti ada jalan.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Eomma…pulang!”
“Ooh.. eomma sudah pulang?! Mana Hani?!” tanya seorang wanita berumur sekitar 20 tahun yang ternyata adalah Choi Hye Ri, kakak perempuan Hani yang biasa dipanggil Hyeri.
“Selesai berjualan tadi, Hani langsung pergi ke sekolah! Ia tampak terburu-buru sekali, padahal waktu ia berangkat, jam masih menunjukkan pukul 7.00! Bukannya bel sekolah berbunyi pada pukul 8.00?” jelas sang eomma.
“Hahahaha..dasar anak itu! Rajin sekali dia pagi-pagi sudah pergi ke sekolah. Padahal jarak sekolah tidak begitu jauh dari rumah!”sahut Hyeri sambil tertawa pelan.
“Sudahlah… Biarkan saja!”
Di sekolah Hani…
“Hani…!” seru sebuah suara yang cukup memekakkan telinga Hani.
“Aduh…ia pikir aku tuli apa?! Pakai teriak-teriak segala,ini masih pagi,bukan?!” gumamnya kesal.
“Hoosshh...hoosssh…”
Nafas anak itu terlihat naik turun dengan keringat yang sedikit bercucuran di dahinya yang lebar itu.
“Hani… Apa kau sudah mengerjakan tugas Matematika?” sahut anak itu seraya mensejajarkan langkahnya dengan Hani.
“Cih, Apa yang tiap hari kau lakukan di rumah,eoh? Tiap pagi hanya menanyakan tugas ku saja!” jawab Hani dengan sedikit mendegus kesal.
Namja yang baru saja datang itu adalah teman sekelas Hani yang diketahui bernama Kim Myung Soo. Namja yang tak pernah absen menanyakan tugas sekolah Hani yang sudah dikerjakannya atau belum setiap paginya. Tak ada kecuali,bagi Myung Soo semua mata pelajaran itu susah. Dan hanya pelajaran olahragalah yang paling mudah baginya. Tak perlu menggunakan otak yang cerdas,cukup otot dan tenaga yang kuat untuk bisa mengikuti pelajaran itu. Myung Soo juga senang, karena satu-satunya pelajaran di dunia ini yang tak pernah memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah adalah olahraga,pikirnya.
Hani tak habis pikir dengan jalan pikiran temannya itu. Hampir semua nilai mata pelajaran pokok Myung Soo selalu dibawah rata-rata. Maklum saja, ia selalu saja sibuk mengerjakan hal-hal yang tak penting. Misalnya saja, pergi ke toko buku hanya untuk membeli komik atau novel-novel percintaan lainnya. Bukannya buku pengetahuan yang ia baca tapi malah komik konyol yang isinya begitu memuakkan dan tak penting sama sekali di mata Hani.
“ Kau,kenapa? Ada apa dengan wajahmu,Hani?” tanya Myung Soo seraya mengalungkan tangannya ke bahu Hani. Namun,dengan segera Hani menepis tangan Ryan yang mencoba meraih bahunya.
“ Ada apa dengan wajahku? Apa maksudmu,eoh?” sahut Hani tak percaya.
“ Terlihat berbeda dari hari-hari biasanya…!” seru Myung Soo dengan santainya tanpa melihat perubahan muka Hani yang menatapnya dengan tajam.
“ Wajahku memang seperti ini,bukan? Aku tak mungkin melakukan operasi plastik untuk merubah wajahku yang sudah cantik ini…! jawab Hani sekenanya.
Mendengar jawaban Hani,Myung Soo tak bergeming sejenak sampai sedetik kemudian tawanya pecah begitu saja. Membuat seseorang yang ada di sebelahnya sedikit bergedik ngeri.
“ Hahahahahaha… Apa yang kau katakan, hah? Apa kau sudah gila? Melakukan operasi plastik? Jeongmal pabboya! Hahaha…kau hanya mimpi! Dan… Asal kau tahu,wajahmu itu belum cantik! Jadi, kusarankan jika kau sudah menjadi milyorner segeralah perbaiki wajahmu itu! Dengan wajah seperti ini apa mungkin ada yang mau menjadi suamimu? Haahaha…Pasti orang itu sudah gila jika dia mau menjadi suamimu!” sahut Myung Soo dengan riangnya tanpa ada perasaan bersalah sedikit pun pada Hani. Ia tak tahu bahwa perasaan Hani saat ini lagi kacau. Ditambah lagi ucapan Myung Soo yang seenak dahinya yang lebar itu.
“ Dasar,pabbo…! Kau membuatku semakin kesal saja…! Terserah apa katamu,aku tak peduli! Dan hari ini aku tak akan memberikan jawaban tugasku padamu! Jadi kerjakanlah sendiri… Jangan pernah mencariku lagi untuk menanyakan tugas…!” bentak Hani dengan wajah keruhnya yang terlihat menahan amarah sambil beranjak pergi dari hadapan Myung Soo.
“ Aiish…Hani! Tu-tu-tunggu! Aku tidak bermaksud begitu! Kau tahu sendirikan aku hanya bercanda…! teriak Myung Soo yang tak dihiraukan oleh Hani yang berjalan semakin jauh menuju kelasnya.
Pagi yang indah datang kembali, Seberkas cahaya matahari menelusur masuk melalui lubang-lubang kecil ventilasi yang ada di kamar Hani. Anak itu masih bergumul dengan selimut hangatnya, ia tahu hari ini hari Minggu,jadi tak perlu repot-repot untuk bangun pagi. Hani dan eommanya berjualan kue sekitar pukul 10 pagi khusus di hari Minggu.
Sekali lagi Hani mencoba melirik jam dindingnya. Tinggal sejam lagi waktu yang tersisa sebelum ia bersiap-siap untuk berjualan dengan eommanya. Ia sendiri tidak yakin jika hari ini kue-kuenya akan terjual habis, meskipun memang ada beberapa pelanggan tetap yang setia memesan kue-kue buatan eommanya. Hari ini libur, jadi mana mungkin ada orang yang akan mencari kue untuk sarapannya? Pasti mereka akan memasak sendiri untuk sarapan,pikirnya dalam hati.
Tak ada kata libur dalam kamus Choi Hani, gadis berusia 17 tahun itu harus rela bekerja keras membantu eommanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebenarnya ia sedikit tak menerima dengan keadaannya sekarang. Di saat gadis-gadis lain bermain,tertawa riang,berkeliling kota seharian, dan melakukan aktivitas lainnya bersama teman-teman mereka. Hani sibuk dengan urusannya sendiri. Ia tak pernah menyempatakan diri untuk menyegarkan pikirannya sejenak. Yang ada di pikirannya hanyalah,
Berjualan,Pergi ke sekolah,Mengerjakan tugas…
Berjualan,Pergi ke sekolah,Mengerjakan tugas…
Berjualan,Pergi ke sekolah,Mengerjakan tugas…
Berjualan,Pergi ke sekolah,Mengerjakan tugas…
Pikiran itu selalu mengganggunya, membuat Hani merasa semakin jengah, apa mungkin dia akan melakukan hal itu terus-menerus? Apa tak akan ada perubahan? pikirnya lagi.
Hani mendengar suara gaduh dari ruang tengah. Kemudian ia pun bergegas bangkit dari tempat tidurnya dan segera menuju ruangan tengah. Samar-samar Hani melihat bayangan dua orang lelaki berlari menjauh keluar dari rumahnya. Hani menatap lekat dua sosok itu, namun segera kabur begitu saja ketika bayangan mereka semakin menjauh, menghilang meninggalkan seribu tanya. Pandangannya spontan beralih kearah kakak dan eommanya yang tak bergeming sedikitpun. Sampai akhirnya ia sadar bahwa ruangan yang biasanya tertata rapi dan apik kini hancur berantakan bagaikan kapal pecah.
“ Ya Tuhan… Apa yang telah mereka lakukan?!” sahut Hani entah pada siapa. Matanya pun mulai memerah menahan genangan air di sudut matanya yang siap meluncur kapan saja.
Perasaan sedih,kesal,marah,kecewa semua bercampur menjadi satu,ketika Hani melihat barang-barang di rumahnya yang berantakan disusul beberapa perangkat elektronik yang hilang dan juga kue yang tercecer dimana-mana. Hatinya terasa tercabik-cabik,sakit sekali. Kue-kue yang siap dijual untuk memenuhi pesanan beberapa pelanggannya, tiba-tiba hancur berantakan.
Serpihan-serpihannya tercerai berai dengan selai yang tumpah memenuhi meja. Kue yang biasa dimakan dengan selai coklat itu,kini nampak begitu kacau. Tak ada yang tersisa sedikitpun,semuanya hancur berantakan. Lalu pandangan mata Hani segera beralih menatap eommanya yang sedang terduduk lemas sembari menangis pilu dipelukan sang kakak.
“ Eomma… Apa yang terjadi? Mengapa barang-barang di rumah kita jadi seperti ini? Apa yang telah mereka lakukan,bu? Jawab aku…!” tanya Hani seraya mengguncangkan tubuh eommanya yang hanya diam tak merespon sedikitpun pertanyaannya.
Hani pun beralih menatap kakaknya yang tak jauh dari pandangannya. Dan melayangkan kembali pertanyaan yang sama.
“ Apa yang terjadi,eonni? Kenapa jadi seperti ini? Aku tidak mengerti..! Tolong jelaskan padaku,eon! Sebenarnya mengapa semua ini bisa terjadi? Jawab aku…kumohon jawab pertanyaanku ini,eon! Hikkss..” sahutnya lagi. Kini air mata yang sejak tadi ia tahan dengan mulusnya meluncur begitu saja membasahi pipinya yang pucat.
-----------------------------------------------------TBC-----------------------------------------------------