“Hebat sekali!!” kata Daesung saat melihat selembar kertas di tangannya. “Kau berhasil melalui tantangan dengan cepat!”
“Ck, itu mudah,” jawab Seungri tenang.
“Baiklah, sekarang kau resmi menjadi wartawan sekolah! Aku akan menyiapkan ID Card-mu karena besok kita akan meliput festival budaya di sekolah,” baru saja bergabung ternyata sudah ada pekerjaan.
“Ok,” Seungri senang-senang saja.
“Ngomong-ngomong, bagaimana caramu mendapatkan tanda tangannya?” Daesung ingin tahu.
“Ya tinggal minta saja,”
“Semudah itu?”
“Memangnya kau pikir bagaimana?”
“Bagus-bagus! Tidak salah kau bergabung dengan kami. Sepertinya kau akrab sekali dengannya?”
“Oh..., tidak juga,”
“Bagaimana kalau kau mewawancarainya untuk liputan buletin sekolah? Kau pasti bisa!”
“Apa? Eh aku,... apa tidak ada orang lain yang lebih keren untuk itu?” Seungri ingin mengelak.
“Kupikir karena kau teman sebangkunya jadi kau bisa melakukannya. Ya sudah tak apa, untuk tugas pertamamu—selain liputan festival budaya itu—kau wawancara Ji Yong saja. Kau teman sekelasnya kan?”
“Hah? Ji Yong?!”
“Dia baru saja juara dua olimpiade matematika nasional, kau kan teman sekelasnya, jadi...,”
“Ehm,... aku murid baru. Jadi belum terlalu akrab dengannya. Lebih baik aku wawancara si Medusa itu daripada dia!”
“Oh begitu? Ya sudah, si Medusa saja,” kata Daesung tenang.
“Kau serius?”
“Dari tadi kau kira aku bercanda? Sini kuberi tahu,” Daesung berbisik,”meskipun hanya buletin sekolah, tapi kami punya dana lebih dan ada bayaran bagi artikel yang dimuat,”
“Jadi aku bisa dapat bayaran?”
“Iya, kalau artikelmu layak dimuat. Kalau kau tidak mau ya tidak apa, kita tidak rugi juga.”
“Oh hahahaha! Itu mudah! Akan kulakukan! Untuk edisi minggu depan kan? Sunbae, kau tunggu saja di bangkumu ini ya,”
XXX
“Ini debutku sebagai wartawan sekolah!” kata Seungri dengan bangga. Membayangkan sebagai wartawan pertama yang sanggup mewawancarai Medusa, bahkan mungkin mengambil fotonya, benar-benar akan meningkatkan popularitasnya kali ini. Seungri memang menyukai hal-hal yang menantang.
“Tapi bagaimana aku melakukannya ya?” Seungri bingung. Ia menoleh dan bangku di sebelahnya sedang kosong. Medusa tidak masuk lagi hari ini.
“Teman-teman, mohon perhatiannya!” kata Ji Yong di depan kelas sambil memukulkan penghapus papan tulis ke meja guru, membuyarkan lamunan Seungri. “Besok festival budaya akan diadakan, kita perlu membahas lanjutan rencana stand kelas kita untuk besok,” sebulan sebelum festival kelas ini sudah merencanakan konsep untuk stand kelasnya, dan sekarang sudah tahap akhir pengerjaan.
“Dekorasi sudah siap, tinggal kita kerjakan nanti sore,” kata Dong Wook memberi laporan. Dia adalah ketua bagian dekorasi kelas.
“Lalu kostumnya?” tanya Ji Yong lagi.
“Sesuai rencana dulu, kita akan berdandan seperti maid di kafe kan? Kostum sudah selesai, hanya ada dua lagi yang belum dan masih dikerjakan,” Dara memberi laporan.
“Ya kukira kita sudah siap. Harap sore nanti kita berkumpul untuk membantu dekorasi,” Ji Yong mengakhiri rapat kelas itu.
“Berdandan seperti maid?” Seungri tidak habis pikir. Ia membayangkan tokoh-tokoh maid yang ada di manga Jepang. “Untung saja aku harus meliput dan tidak perlu berdandan konyol,” ia bersyukur.
“Berarti si Medusa akan berdandan juga?” ia baru menyadari. Ia bingung antara ingin tertawa atau bergidik ngeri membayangkan gadis menyeramkan itu menggunakan pakaian maid sambil membawa nampan berisi segelas jus segar berwarna pink lalu,”Pesananmu datang,”
“Hiiii!!! Mengerikan! Pasti orang akan mati setelah meminumnya!” namun lagi-lagi Seungri tidak jadi tertawa setelah menyadari kalau Medusa pasti tidak masuk sekolah kalau ada acara semacam itu.
XXX
Eun Jo sedang mengisi cat pada palet. Setelah mendapat campuran warna yang ia inginkan ia mulai menggoreskan kuas ke kanvas, membentuk sebuah lukisan abstrak. Hanya dia yang mengerti maksud lukisan itu.
“Kau tidak masuk sekolah lagi?” tanya seseorang yang tiba-tiba masuk ke sana. Eun Jo menoleh ke arah sumber suara dengan tenang. “Maaf aku tidak mengucap salam, kulihat tadi pintunya terbuka,” katanya lagi sambil meletakkan sebungkus tas plastik penuh makanan.
“Hati-hati sekarang banyak orang jahat, kau harus menutup pintu,”
“Ya,” jawab Eun Jo yang sudah melukis lagi.
“Eun Jo,” panggil pria itu,”maaf Ahjussi jarang menengokmu. Akhir-akhir ini kasus sedang banyak dan aku harus bolak-balik ke pengadilan,”
“Ahjussi tidak perlu menengokku,” kata Eun Jo dingin.
“Kalau aku tidak datang kau pasti akan bolos sekolah setahun penuh. Aku tahu kau tidak suka bersekolah, tapi kau juga tidak boleh mengurung diri di rumah besar ini terus-menerus,”
“Ya,” Eun Jo mengiyakan saja.
“Gambar apa itu?” pria itu menatap lukisan Eun Jo. Ia hanya melihat berbagai campuran warna tidak berbentuk, sama seperti beberapa lukisan yang terpajang di tembok.
“Pikiranku,” jawab Eun Jo.
“Oh,...” ia sudah menduga, “pikiranmu terlalu rumit untuk dipahami Eun Jo,” katanya lagi.