Aku hidup tapi merasa tak hidup. Aku bernapas tapi terasa tak ada udara yang masuk. Sekarang aku seperti boneka, tak ada rasa tertarikku lagi untuk hidup. Tak ada yang peduli denganku, tak ada yang menginginkanku bahagia. Aku jadi menyesal kembali ke Korea, sekarang aku merasa tidak berguna.
Tapi mau bagaimana lagi? aku sudah disini, semua sudah berjalan sesuai kemauan Ayah dan Ibu. Aku hanya mendapat perintah dan semua terjadi seolah-olah aku senang menjalaninya. Ibu bahagia bersama Teo Joong dan Ayah sepertinya akan memulai hidup baru dengan Stacy. Bagus, semua sudah kumplit. Tinggal hidupku yang entah mau dibawa kemana.
“Silakan Nona, mobilnya sudah siap” Seorang supir yang terlihat asing –karena wajahnya berbeda dari yang kemarin— menyadarkanku. Aku berjalan menuju mobil dengan gontai, tanpa penuh semangat, bahkan aku merasa ada awan hitam diatas kepalaku sekarang.
Hari ini aku kembali pergi bersekolah dan masih melihat kota Seoul yang padat. Rasanya aku ingin bolos saja. Tidur sepanjang hari, menonton TV atau mungkin mengirim E-mail ke L. Ah ya, L juga pasti sedang sekolah, aku jadi ingat tadi malam. Tidak seharusnya aku memarahi L, harusnya aku marah pada Ayah. Aku jadi tidak enak, aku hanya punya kontak E-mailnya karena aku lupa mencatat nomor telpon rumahnya, bahkan sekarang aku belum memegang ponsel. Ya Tuhan, hidupku sangat membosankan! dan menjegkelkan juga pastinya.
Saatnya turun dari mobil, beberapa murid mulai berpukumpul di halaman depan Sekolah dan terlihat juga Bus berwarna kuning yang berbaris rapi. Beberapa murid yang berkumpul disamping Bus mulai mengeluarkan suara yang ramai, aku mendekati Bus ketiga dimana Hanyoung dan Hana berdiri disana.
“Hi” sapaku dan Hana langsung mengalihkan pandangan dari buku agendanya.
“Selamat pagi” sapanya ramah.
“sepertinya sedang senang” tebakku saat melihat wajah Hana yang lebih ramah dari kemarin.
“ya tentu saja, semua Bus datang tepat waktu semoga semua murid juga datang tepat waktu” jawabnya diakhiri senyuman, aku mengangguk paham. Gadis yang satu ini memang sangat rajin, pantas saja ia terpilih menjadi ketua organisasi sekolah. Aku mengelilingkan pandanganku ke beberapa murid yang asik mengobrol. Mungkin Taemin benar, kemarin cuma efek hari pertama sekolah, sekarang semua murid sudah sedikit terbiasa denganku, sepertinya.
Sekarang pandanganku tak sengaja menuju pada beberapa kelompok pria yang tengah berjalan di koridor. Mereka semua menggunakan jaket berdominasi warna hitam dengan kupluk yang menutupi wajah.
“mereka siapa?” aku menunjuk kearah kelompok misterius itu dan Hana mengikuti arah telunjukku sambil membetulkan letak kaca matanya.
“Ah, itu mahasiswa SHINWA sepertinya mereka juga akan ikut rombongan, biasanya mereka ikut rombongan SMA ke Museum untuk mengerjakan tugas” balasnya kemudian kembali membaca agendanya. Aku memutar arah dan memperhatikan mereka yang berhenti diujung koridor untuk mengobrol. Aneh, matahari terik seperti ini tapi mereka memakai pakaian yang cocok untuk musim dingin.
“Hey, kenapa melihat mereka seperti itu?” Hana membuyarkan lamunanku.
“ehm, tidak tapi mereka sepertinya nyaman dengan pakaian tertutup seperti itu padahal matahari sudah mulai terik” aku kembali memutar badan kearah Hana.
“oh” ia terlihat menarik ujung bibirnya sekilas “aku kira kau menyukai salah satu dari mereka” Hana memeluk agendanya dan menatapku fokus “mereka itu mahasiswa populer” aku menoleh kearah kelompok itu dan aku melihat salah satunya berambut pirang, ah iya ada juga yang wanita “mereka berpakaian seperti itu agar tidak megundang perhatian murid dan mahasiswa lain” sekarang Hana ikut mengubah arah berdirinya dan ikut memandang kelompok ‘populer’ itu “meski sebenarnya hal itu percuma” lanjutnya. Alisku berkerut dan aku ikut menoleh ternyata disekeliling mereka banyak murid yang mencoba mendekat dan mencari perhatian. Lalu mataku kembali beralih pada enam pria dan satu wanita itu, salah satunya ada yang mengobrol tapi tubuhnya menghadap kearahku jadi aku dapat sedikit melihat wajah putih dan rambut coklat ikalnya. Semakin aku memandanginya aku semakin penasaran tapi tiba-tiba ia sadar sedang aku perhatikan dan matanya seperti menangkap basah aku yang memandanginya. Langsung saja aku kembali pura-pura menatap Hana yang sedang memainkan ponsel. Jantungku seperti hampir copot karena tadi pria itu benar-benar menangkap mataku. Langsung ke mataku!
“Hi, Ana!” sapa Hanyoung yang sedikit mengaggetkanku. Aku melihatnya heran karena ia mengenakan kalung berbandul bawang putih. Kemudian aku melirik Hana mencoba mecari tahu tanpa harus bertanya dan Hana hanya menggelengkan kepalanya.
“a.. apa yang kau pakai?” tanyaku hat-hati dengan wajah heran sedangkan Hanyoung masih menempelkan tangannya dipinggang seperti model.
“Ah ini, bawang” dia seperti sedang menunjukan sebuah mendali bertuliskan juara satu kearahku.
“iya aku tahu tapi untuk apa?” jelasku dan sejurus kemudian Hanyoung langsung pindah berdiri disampingku. Bola matanya melirik kiri dan kanan dan tangannya mulai menarih bahuku.
“jadi begini, setiap tahun sekolah ini pasti ada kunjungan ke Museum tua di pusat kota” Hanyoung mulai bercerita” dan setiap tahun juga setelah pergi ke Museum salah satu murid selalu ada yang hilang entah kemana” Hanyoung makin terdengar berbisik jadi aku semakin menajamkan pendengaranku “dan kau tahu karena apa?” pertanyaan Hanyoung itu terdengar menyeramkan tapi agak dramatisir jadi aku segera menggelengkan kepala “itu karena di Museum itu terdapat Vampir yang bersembunyi” ucapnya mengakhiri.
Aku menarik kepalaku dan menatapnya heran “memang bisa Vampir bersembunyi disana?” aku jadi merasa aneh sendiri menanggapi perkataan Hanyoung.
“ya tentu saja bisa, mereka sudah hidup berabad-abad bahkan sebelum museum diseluruh dunia dibangun mereka juga sudah ada” Hanyoung mencoba meyakinkanku, tapi masa bodolah itu terdengar aneh dan tak masuk akal, jadi aku iya kan saja.
“Selamat pagi” sebuah suara mengaggetkan kami dan ternyata itu si jangkung Seungjae yang sudah terseyum lebar kearah kami. Aku memundurkan kakiku untuk menjauh karena merasa agak terganggu dengan sikap super aktif pria satu ini.
“wah sepertinya wajah kalian cerah sekali, apalagi wajahmu Hanyoung, pakai kalung bawang habis jualan di pasar ya?” sindir Seungjae sambil mencoba beraih kalung berbandul bawang itu. Hanyoung dengan cepat menghindar dan menatapnya sinis.
“aku tidak mau jadi santapan Vampir tahun ini” jawab Hanyoung. Aku melirik Seungjae yang sudah menggembungkan pipinya menahan tawa. Kemudian aku melirik Hana yang seperti sedang menghela napas berat dan ketika ku melirik Hana tak sengaja aku melihat Tiffany Ssaem yang datang menghampiri kami.
“Hallo Anak-anak” sapanya ramah dan pandangan kami langsung tertuju padanya. “Oh ya Hana, Ibu berterima kasih sekali karena kau sudah membantu banyak di acara tahunan ini” ucap Tiffany Ssaem sambil menyentuh pundak Hana.
“sama-sama Ssaem” balas Hana sambil membungkuk. Aku dan yang lain ikut melempar senyum.
“baiklah waktunya kita berangkat!” Tiffany Ssaem kembali pergi dan sebuah pengumuman terdengar untuk memberitahu semua murid agar masuk kedalam Bus.
Kami bergantian masuk ke dalam Bus. Sambil mengantre aku melirik sejenak kearah koridor dimana para mahasiswa itu berkumpul, tapi tenyata disana sudah tak ada orang. Para siswa juga sudah mulai memasuki Bus dan aku masih mengedarkan pandaganku. Tunggu, Kenapa aku jadi mencari mereka?
Baiklah semua sudah masuk dan duduk tenang di dalam Bus. Aku, Hanyoung dan Hana duduk bertiga di baris kedua dari depan. Hanyoung memilih duduk di kursi dekat jendela, Hana di tengah dan aku dipinggir. Bus mulai berjalan dan murid-murid di Bus mulai mengecilkan suaranya, aku melirik Hana yang mengeluarkan benda berwarna putih seperti ponsel yang terhubung dengan headset kemudian menempelkannya di telinga. Aku memperhatikannya, ternyata itu ipond miliknya dan sekarang ia sedang asik mendengarkan lagu.
Aku juga suka mendengarkan lagu, tapi ponsel saja sekarang aku tidak punya. Dulu ketika di San Fransisco aku dan Ayah suka mendengarkan lagu dari radio dan televisi saja. Kami tidak punya alat canggih untuk mendengarkan lagu-lagu baru, kadang aku suka meminjam ponsel Myung Soo untuk mendengarkan lagu tapi semenjak ia tahu aku mudah tertidur ketika mendengarkan lagu ia tidak pernah meminjamkanku lagi. Ia bilang kalau aku tertidur akan sulit dibangunkan apalagi ketika jam pelajaran berlangsung.
Hah~ bisa-bisa sepanjang hari aku hanya dapat mengingat kehidupanku di San Fransico dan lupa bahwa sekarang aku sudah di Seoul.
“Huwaa!” sebuah suara nyaring menganggetkanku, bahkan mengaggetkan Hana yang masih menempelkan headset di telinga. Suara nyaring itu milik Hanyoung yang kemudian disusul dengan suara siswi yang lain dan seketika Bus ini jadi sangat riuh.
“ada apa?” tanyaku pada Hana, dia tak menjawab dan melihat kearah jendela dimana Hanyoung dan beberapa murid yang lain menempelkan wajah mereka. Aku mengikuti dan melihat kearah Jendela. Ternyata lima buah mobil sport berjalan melewati Bus. Aku masih tak mengerti, tapi tak berapa lama kemudian Hana menoleh kearahku.
“Mahasiswa” ucapnya dengan ekspresi tak semangat.
“oh” aku mengangguk paham, sepertinya mereka jadi pujaan di SHINWA bahkan aku dapat melihat beberapa anak laki-laki yang ikut terpuku melihat mobil mengkilap itu melewati Bus.
-
Sekitar tiga puluh menit berlalu kami sampai di gerbang menuju museum tua yang masih berada di wilayah Seoul. Setelah Bus terparkir rapi semua siswa mulai berhamburan keluar dan memasuki museum dengan latar warna nila itu. Beberapa pilar menghias di sepanjang tangga, dan patung-patung antik ikut manyambut kami di pintu masuk. Aku menoleh ke belakang sebentar, tapi aku tidak menemukan para mahasiswa yang mungkin harusnya sudah ikut masuk kedalam. Haruskah aku memikirkannya?
Baiklah, sekarang seorang pria tengah memperkenalkan diri sebagai pemandu kami untuk menelusuri museum yang bisa dibilang sangat sangat luas ini. Jadi mulailah kami memasuki ruangan demi ruangan yang memperlihatkan tentang benda-benda peninggalan sebelum dan sesudah Masehi. Aku jadi sedikit mengantuk, sebenarnya aku tidak begitu suka sejarah dan museum bukan salah satu tempat favorit ku, jadi bolehkah aku pergi sekarang?
“kau kenapa? Bosan?” tebak Hana yang ternyata sudah memperhatikanku sejak tadi. Aku tak menjawab hanya diam sambil mengulum bibirku. “ini, kau mungkin akan lebih terhibur dengan ini” ucap Hana sambil memberikan ipond-nya kepadaku. Aku memang sudah sejak tadi ingin meminjam benda itu, aku suka sekali mendengar musik. “kenapa diam saja? Cepat ambil, aku tahu banyak murid yang tidak begitu menyukai sejarah, kau bisa melihatnya lewat internet nanti atau melihat catatanku. Lagi pula sebenarnya kalau ku pikir-pikir kunjungan seperti ini hanya membuang uang sekolah” lanjutnya, aku terpaku dan masih memandangi Hana tanpa berkedip. Murid teladan sepertinya bisa berkata pergi ke museum hanya membuang uang? Hebat!
“benarkan?” Hana kembali menyadarkanku dan aku mengangguk ragu.
“thanks” ucapku sambil meraih ipond yang berada ditangannya. Kemudian memasang headset ketelinga. Aku tidak tahu lagu pertama yang terputar, itu lagu Korea R&B yang baru aku dengar, tapi cukup membuat moodku membaik. Aku masih mengikuti rombongan menelusuri museum sampai aku mulai tak berhenti menguap, rasa kantukku datang persis seperti prediksiku.
Aku mulai berjalan menjauh dari rombongan dan menelusuri museum sendiri. Lagi-lagi aku menguap lebar tapi segera ku tutup, entah kemana kakiku melangkah tapi aku sepertinya telah sampai pada ruangan terdalam museum ini, karena orang yang berlalu lalang sudah semakin sedikit.
Sepertinya aku hari ini beruntung karena sebuah kursi panjang terdapat pada lorong tempat aku berjalan. Kursi ini benar-benar pelengkap rasa kantukku, aku adalah salah satu orang yang mudah tidur dengan suasana sepi dan musik yang mengalun dari headset seperti ini. Mungkin memejamkan mata sebentar tidak masalah.
-
Aku membuka mata perlahan dan pandanganku langsung tertuju pada sebuah kaca besar yang didalamnya terdapat alat-alat aneh. Seperti surat pajangan yang sudah lapuk, batu-batu abstrak dan.. tunggu! Tubuhku langsung menegak. Apa tadi aku tertidur? Aku melihat kesekelilingku dan aku tak menemukan satu orang pun. Dengan cepat aku mengangkat tanganku dan melihat kearah jam tangan berwarna merah yang aku kenakan. Sudah pukul lima sore, bukannya museum itu tidak buka lebih dari jam lima? Oh my God!
Suara decit sepatuku seperti menggema, aku tidak bohong, museum ini sudah sangat sepi dan aku tidak melihat seorang pun disini. Baiklah, aku tidak boleh panik. Pintu keluar, pintu keluar dimana? Kenapa tempat ini besar sekali!
“ow!” aku menghentikan langkahku karena sepertinya aku menendang suatu benda. Benda yang cukup besar dan bulat. Aku menyibakan rambutku dan berjalan mendekat kearah benda itu.
Kalung? Bukan, bukan, bandulnya terlalu besar. Aku mengambil benda itu dan mataku langsung memandang takjub. Tali yang memanjang tersambung dengan benda bulat yang berwarna keemasan, ketika aku goyangkan didalamnya tidak terdengar apapun jadi aku segera membukanya, tapi tidak bisa terlalu keras, lalu ini milik siapa?
Aku kembali mengedarkan pandanganku dan mencoba mengintip beberapa lorong disana. Jauh dari tempatku berdiri aku melihat sekelompok orang memakai baju panjang berwarna hitam berjalan membelakangiku. Mungkin ini milik mereka.
“Hey, Nona!” sebelum aku kembali melangkah seorang penjaga bertubuh gemuk berjalan menghampiriku. “sedang apa disini? Museum ini sudah mau ditutup” matanya menatapku curiga.
“aku tertinggal bus sekolah, paman”
“kalau begitu cepatlah pulang sebentar lagi gerbang akan ditutup” ia menujuk arah pintu keluar dengan tongkat hitamnya.
“tapi aku harus bertemu seseorang disana, aku harus mengembalikkan sesuatu”
Tiba-tiba paman itu bertolak pinggang dan menatapku geram “Nona kurang jelas? Museum sudah mau ditutup dan disini sudah tidak ada pengunjung lagi”
“mungkin mereka penjaga atau..”
“saya penjaganya” sekarang paman gemuk itu melipat tangannya. Baiklah, aku tidak mau mencari gara-gara dengan pemain sumo. Aku bisa kembali besok, jadi aku segera membungkuk kemudian setengah berlari meninggalkan paman sumo itu. Ya, ia lebih terlihat seperti ‘atlit’ sumo dari pada penjaga museum.
Dengan terpaksa aku pulang dengan transportasi umum. Jadi disinilah aku, didalam bus hijau memandangi kota Seoul yang mulai gelap. Kenapa aku tertidur sampai sepulas itu ya? Apa nanti orang-orang di rumah akan marah? Tunggu, kenapa aku jadi gusar begini? Aku sekarang tinggal bersama Ibu, dan Ibu pasti belum pulang dari luar kota jadi tidak ada yang akan memarahiku sepulang nanti. Santai saja Ana.
Setelah turun dari Subway aku harus kembali jalan untuk masuk ke perumahan dan menuju rumah ku yang terletak di blok F, perlu melewati tiga tikungan untuk masuk ke blok F dari pintu masuk perumahan dan memerlukan lima belas menit untuk sampai dan menyentuh pintu pagar rumahku –rumah Ibu maksudku. Ketika tanganku menyentuh pagar, rasa dingin yang menyentuh telapak tanganku seperti menjalar ke seluruh tubuhku. Hal itu membuatku menengadahkan kepala dan melihat lampu kekuningan yang menyinari pintu masuk.
Aku baru sadar ternyata aku tidak pernah mendapat kehangatan di rumah ini. Aku benar seperti orang asing, di Sekolah juga tidak menyenangkan, tidak ada alasan untuk aku tetap tinggal, mungkin setibanya Ibu di rumah aku akan bilang padanya kalau memang aku tidak cocok tinggal disini.
“Hey!” Aku membalik tubuhku ketika suara motor bersautan dengan suara seorang pria memanggilku.
“Taemin?” entah kenapa aku cepat sekali memunculkan senyum setelah mood yang sangat buruk tadi.
“Baru pulang Sekolah?” tanya Taemin dan aku mengangguk ragu “sepertinya mulai banyak tugas sampai pulang larut” lanjutnya seperti ingin tertawa.
“ah tidak juga” aku mengibaskan tanganku ke depan wajah dan tertawa renyah.
“Mau jalan-jalan sebentar?” tawarnya sambil menarik gas. Aku sedikit menunduk dan memperhatikan motor merah yang ditaiki Taemin.
“Motornya!” seruku senang. Taemin tertawa sambil mengangguk.
“sudah ku perbaiki, cat-nya juga sudah ku ganti, tinggal mesinnya yang masih perlu ku coba, bagaimana? mau ikut?” tawarnya lagi, kali ini sambil mengangkat helm kearahku. Aku mencoba tersenyum dan meraih helm dari tangan Taemin dengan sedikit ragu.
Aku duduk di jok belakang kemudian menghembuskan napas berat. Aku tahu Taemin dengarnya dan aku melihat pipinya bergerak, mungkin ia sedang tersenyum sekarang.
“pegangan, mesinnya belum begitu bagus jadi bisa terjadi kemungkinan terburuk” ucapan Taemin berhasil membuat tanganku berhenti bergerak untuk membenarkan helm.
“apa?”
“Pegangan!!” Taemin langsung menarik gas dan aku langsung mencengkram bahu Taemin, orang ini gila atau apa?
“woohooo!” Taemin berteriak keras sambil melajukan motornya dengan cepat.
“haruskah berteriak?!!” tanyaku dengan suara keras agar Taemin mendegarnya.
“harus, dengan ini kau bisa melepas semua bebanmu, Ayo!!” aku terdiam sejenak, Taemin benar. Aku pernah beberapa kali pergi ke bukit untuk menenangkan diri dan berteriak disana, aku sudah lama tak melakukannya karena terlalu sibuk memikirkan masalah yang harusnya tak perlu aku pikirkan.
Agak ragu memang, tapi aku berusaha berteriak dan semakin lama Taemin membuatku lebih nyaman membuat aku terus mengikutinya untuk berteriak dan tertawa dengan keras. Baiklah, 80% moodku yang buruk sudah selesai, mungkin akan jadi 100% jika aku sudah membaringkan tubuhku di tempat tidur.
“Terima kasih, tadi seru sekali” ucapku sambil melepas helm.
“Sama-sama, aku rasa mesinnya masih sedikit bermasalah, akan aku perbaiki lagi dan kau bisa segera memakainya”
“aku?” sepertinya aku lupa sesuatu.
“Iya, motor ini tetap akan aku berikan padamu, Ana”
“ah, tidak perlu, tidak perlu” aku melambaikan tangan. “aku tidak begitu menginginkan motor ini lagi karena..” aku menundukan kepalaku. Taemin mencoba memperhatikan wajahku dengan wajah penasaran “mungkin aku akan segera kembali ke San fransisco” lanjutku diakhiri senyuman. Sekarang wajah Taemin menjadi sendu.
“kau tidak betah tinggal disini?” tebaknya.
“bukan, hanya tidak cocok saja mungkin” jawabku tak berani menatap matanya.
“kau harus mencoba beradaptasi” Taemin memberikan saran. Aku segera mengangkat wajahku.
“sudah, tapi..”
“tapi?”
“ada yang membuatku tak nyaman” lanjutku dan tak berniat untuk menjelaskan apa yang terjadi pada tetangga baruku itu.
“aku harap ada hal yang dapat membuatmu tetap tinggal” Taemin mulai kembali menyalakan mesin motornya “dan motor ini, kau bisa mengambilnya jika kau mau” Taemin tersenyum singkat dan wajahnya tak seramah tadi kemudian menjalankan motornya memasuki halaman rumahnya.
Aku kembali menyentuh pagar rumah yang dingin itu. Suara gesekan gerbangnya membuatku sedikit ngilu karena tidak ada suara lain dan suara gesekan itu seperti menggema.
“kenapa baru pulang?!” Aku melonjak karena terkejut, baru saja aku menutup pintu dengan rapat Ibu sudah menyambutku dengan suara tak ramah.
“Mom? Sudah pulang?”
“jam berapa ini Ana? Kau tidak bisa pulang seenaknya seperti itu! Ini bukan di Amerika Ana!!” Aku tersontak, sungguh, aku benar terkejut mendengar Ibu bisa memarahiku seperti itu.
“Aku tadi..”
“sudah! Ibu akan tanyakan Ayahmu bagaimana cara ia mendidikmu, jangan-jangan ketika aku dan Teojoong tidak dirumah kau selalu pulang larut!”
“Mom”
“Apa?!” bentaknya.
“Aku senang sekarang Mom sudah punya alasan untuk tidak menyukaiku, jadi kita impas” aku memandangnya datar kemudian berjalan kearah tangga, tapi sebelum aku naik keatas aku membalikkan badanku. “Ibu tidak perlu tanya bagaimana cara Ayah mendidikku, karena seingatku Ayah tidak pernah meninggalkanku dalam waktu yang lama dia mendidikku dan menjagaku dengan sangat baik, tenang saja, besok aku akan rapihkan bajuku dan pergi, kita memang tidak pernah bisa cocok.. Bu..”
Sebelum air mataku mengalir, aku langsung berlari ke kamarku dan menutup pintu dengan keras. Rasanya sakit, sangat sakit. Bahkan membuat lututku lemas, aku benar-benar tidak punya alasan untuk tetap bertahan. Bodohnya aku menerima permintaan Ayah untuk tinggal bersama Ibu, itu hanya membuatku sakit.
Dan.. benda itu. Benda yang tadi ku temukan di Museum sudah keluar dari tas ku dan terlempar jauh. Aku baru sadar kalau aku menjatuhkan tas dengan sembarang. Ternyata masih ada satu yang harus aku urus, aku akan mengembalikan benda itu besok, aku harus segera pergi dari Korea. Aku sudah tak ingin disini. Aku ingin pulang!