home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Crush

Crush

Share:
Published : 12 Apr 2014, Updated : 20 Apr 2014
Cast : Lee Jonghyun CNBLUE, Im Yoona SNSD, Jung Yonghwa CNBLUE, Seo Joohyun SNSD
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |12008 Views |1 Loves
Crush
CHAPTER 5 : Slowly We Get To Know Each Other

Yongsan-gu, Seoul

Pukul 09.00 KST

 

“Anyeong Haseyo, Halmoni”

“Anyeong Haseyo, Yoon-ah. Masuklah”

“Kamsa hamnida, Halmoni”

Hari ini Yoona mengunjungi halmoni pemilik apartemen Jonghyun untuk menepati janji belajar membuat kimchi. Yoona sangat semangat untuk memulai praktek membuat kimchi yang pertama seumur hidupnya dengan Halmoni. Chef  Han yang bekerja di rumah Yoona tidak pernah mau mengajari Yoona cara membuat kimchi walaupun Yoona sudah membujuk dan merengek padanya ribuan kali. Alasannya hanya karena Chef Han menganggap Yoona tidak sepatutnya berada di dapur. Menurut Chef Han, dapur itu tidak aman dan berbahaya bagi Yoona. Konyol memang, tapi begitulah Chef Han. Ia sangat menghormati keluarga Im dan memperlakukan seluruh anggota keluarga bak raja yang harus dilayani dengan baik.

Yoona melangkah masuk ke dalam rumah mengikuti Halmoni yang berjalan di depannya. Jika diperhatikan lebih seksama, apartement ini mungkin berumur cukup tua. Ketika pertama datang ke sini, Yoona tidak begitu memperhatikannya. Cat dinding yang sudah terkelupas di beberapa sudut rumah, retakan-retakan kecil di beberapa sisi dinding, dan lantai kayu yang sudah mulai rapuh, dapat menggambarkan dengan jelas umur dari apartement ini.

“Aku akan mengambil bahan-bahannya. Kau naiklah dulu. Kita buat kimchi di atap saja. Cuaca sangat cerah hari ini, sayang sekali jika dilewatkan. Bagaimana?” ucap Halmoni ketika sudah sampai di ujung lorong.

“Ne. Baiklah Halmoni. Apa tidak ada yang bisa ku bantu bawakan?” tawar Yoona.

“Tidak usah. Aku akan segera menyusul nanti”

“Baiklah kalau begitu. Kalau Halmoni perlu bantuan, panggil aku di atas ya?”

Terpaan angin dan sinar mentari musim panas segera menyambut Yoona ketiba tiba di atap gedung apartement ini. Hari baru saja menunjukkan pukul 9 pagi namun hawa musim panas sudah sangat mendominasi pagi ini. Yoona merengangkan otot-otot tubuhnya sembari berjalan ke arah gazebo yang berada tepat di bawah pohon pinus di sudut kiri atap gedung. Rasanya senang sekali dapat berkunjung kembali ke tempat ini.

Yoona melirik ke arah bangunan semi permanent yang terletak beberapa meter dari tempatnya berdiri. Belum ada tanda-tanda kehidupan dari rumah itu pada pagi ini. Apa Lee Jonghyun ada di dalam rumah? Ingin rasanya Yoona bertemu walau hanya sekedar menyapanya. Hanya sekedar mengucapkan selamat pagi. Namun ia tahu, Jonghyun pasti tidak senang akan kehadirannya. Mengingat hal itu, Yoona mengurungkan niatnya untuk bertemu lelaki dingin itu. Yoona tidak mau kalau sampai moodnya hari ini rusak dan menyebabkan kimchi buatannya tidak selezat kimchi buatan Halmoni.

Beberapa menit kemudian, Halmoni tiba di atap dengan membawa bahan-bahan untuk membuat kimchi. Yoona yang melihat tangan Halmoni penuh akan kantong plastik yang berisikan bahan-bahan kimchi, segera membantu mengangkat plastik-plastik tersebut.

“Omo. Halmoni kenapa tidak memanggilku untuk mengangkat semua ini?” tanya Yoona sambil mengambil kantong plastik dari tangan Halmoni.

“Ani. Gwenchana. Ini tidak banyak” ucap Halmoni sambil tersenyum ke arah Yoona.

“Aniyo, Halmoni. Masalah angkat mengangkat, serahkan semuanya padaku. Aku ini gadis yang kuat. Kau tahu? Makan ku cukup banyak”

Halmonipun terkekeh mendengar perkataan Yoona. Gadis di sampingnya ini benar-benar gadis yang ramah dan ceria. Aura yang dipancarkan Yoona terasa begitu hangat dan membawa kebahagiaan tersendiri bagi Halmoni. Yoona mengingatkan Halmoni pada cucunya. Cucunya juga merupakan gadis yang periang dan bersemangat, sama seperti Yoona. Cucu yang sangat sayang dan perhatian kepadanya. Sayang, Tuhan tidak memberikan ia waktu yang lama untuk bersama Halmoni. 17 tahun. Hanya selama itu waktu yang Tuhan berikan kepada cucunya untuk mewarnai hari-harinya.

“Nah Halmoni, kita mulai dari mana?” tanya Yoona setelah mengeluarkan semua bahan-bahan dari dalam kantong plastik.

“Omo. Aku lupa. Lobak untuk membuat kimchinya sudah habis. Aku lupa membelinya. Biar aku beli dulu di swalayan dekat sini”

“Aniyo. Biar aku saja yang beli Halmoni” tawar Yoona cepat.

“Jangan. Kau tidak tahu tempat membelinya kan?” tolak Halmoni sembari bangkit dari duduknya. Namun Yoona dengan segera menahan Halmoni.

“Kalau begitu, beri tahu aku tempatnya” paksa Yoona. Ia tidak ingin Halmoni pergi. Halmoni sudah cukup tua untuk berbelanja sendirian ke swalayan. Apalagi jika harus membeli lobak yang berukuran besar dan berat.

“Baiklah. Tunggu sebentar” ucap Halmoni sembari bangkit dan berjalan menjauh dari tempat Yoona berdiri.

Yoona begitu terkejut saat Halmoni mengetuk pintu rumah semi permanent yang masih tertutup dari semenjak Yoona berada di sini.

“Lee Jonghyun-sii” panggil Halmoni diselingi dengan beberapa kali ketukan di pintu rumah itu. Selang beberapa menit kemudian, keluarlah sang pemilik rumah. Masih dengan kaos oblong putih, celana boxer hitam, rambut kusut, dan mata yang belum sepenuhnya terbuka.

“Ada apa Halmoni?” gumam lelaki itu sambil setengah menguap dan menggosok kedua matanya.

“Kau baru bangun? Tolong antarkan Yoon-ah ke swalayan untuk membeli lobak. Kami berencana membuat kimchi tetapi lobaknya telah habis kemarin” terang Halmoni kepada Jonghyun.

“Hmmm...” Jonghyun hanya menanggapi penjelasan Halmoni dengan gumaman sambil beberapa kali menguap.

“Omo. Apa kamu mendengarkan ucapanku tadi?”

“De?” tanya Jonghyun yang sepertinya masih belum sepenuhnya sadar.

“Aigo anak ini. Tolong antarkan Yoon-ah ke swalayan” Halmoni mencoba mengulang kembali perkataannya tadi.

“De???”. Kali ini nada suara Jonghyun meningkat satu oktaf. Sepertinya ia mulai mengerti dengan apa yang dikatakan Halmoni. Tanpa membutuhkan waktu lama, Jonghyun dapat segera menangkap sosok Yoona yang sedari tadi berdiri beberapa meter darinya dan sedang memperhatikannya. Yoona yang melihat reaksi Jonghyun hanya dapat membuang muka untuk menyembunyikan tawanya yang tidak bisa ia tahan. Baru kali ini ia melihat Jonghyun yang seperti itu. Ia bersyukur karena dapat melihat moment langka ini.

 

-ooo-

 

“Ya, Lee Jonghyun. Tunggu sebentar!!” teriak Yoona yang berada beberapa meter di belakang Jonghyun.

Yoona dan Jonghyun dalam perjalanan pulang dari swalayan untuk membeli lobak yang diminta Halmoni. Awalnya Jonghyun menolak permintaan Halmoni untuk mengantar Yoona ke swalayan. Namun Jonghyun merubah pikirannya ketika Halmoni berkata bahwa ia yang akan berbelanja ke swalayan. Mungkin Jonghyun juga tidak tega jika Halmoni yang pergi berbelanja. Yoona rasa, Jonghyun memiliki rasa hormat yang begitu tinggi kepada Halmoni.

Yoona mencoba mempercepat langkahnya untuk menyamai Jonghyun yang telah berjarak beberapa meter di depannya. Namun dua kantong besar lobak yang ia bawa pada kedua tangannya menyulitkannya untuk berjalan lebih cepat. Yoona menghentikan langkahnya dan memperbaiki posisi kantong belanjaannya yang berukuran super besar itu untuk kesekian kali. Ia dapat melihat telapak tangannya yang mulai memerah karena membawa dua kantong penuh berisi lobak.

Tiba-tiba kedua kantong belanjaan Yoona diambil alih oleh Jonghyun yang entah sejak kapan telah berdiri di sampingnya. Lelaki itu membawa dua kantong belanjaan dengan tangan kanannya sekaligus dan tanpa berkata apa-apa segera melangkah meninggalkan Yoona.

“Yaaaa... Lee Jonghyun, biar aku saja yang bawa” teriak Yoona masih dari tempatnya berdiri. Tadi saat di swalayan memang ialah yang bersedia untuk membawa semua barang belanjaan itu. Bukan tanpa alasan, hanya saja Yoona mengerti kondisi tangan kiri Jonghyun. Ia masih ingat ketika Jonghyun menjelaskan kondisi tangan kirinya kepada Kim ahjuma saat Jonghyun melamar pekerjaan di cafe. Itulah kali pertama dan terakhir ia mendengar mengenai kondisi tangan kiri Jonghyun, karena semenjak itu Jonghyun tidak pernah sekalipun menyinggung mengenai kondisi tangannya kepada siapapun.

“Biar yang satu ini aku yang bawa” Yoona mengambil alih satu kantong lobak dari tangan Jonghyun sesaat setelah ia mampu menyusul lelaki itu.

Sudah beberapa menit Yoona dan Jonghyun berjalan beriringan namun tidak ada seorangpun yang berbicara. Sebenarnya Yoona sangat tidak suka dengan keadaan kaku dan canggung seperti ini. Ia ingin membuka sebuah pembicaraan, tapi bingung harus mulai dari mana karena ia tahu Jonghyun bukanlah lawan bicara yang menyenangkan.

“Sudah berapa lama kau tinggal di apartemen itu, Jonghyun-sii?” akhirnya Yoona memberanikan diri untuk memulai percakapan.

“Untuk apa kau menanyakan hal seperti itu?” jawab Jonghyun tanpa sedikitpun melihat ke arah Yoona.

BINGO! Yoona sudah dapat menebak apa yang akan keluar dari mulut Tuan bersifat dingin itu. Yoona mengerucutkan bibirnya. Sedikit menyesal akan usaha bodohnya untuk berbasa-basi dengan lelaki di sampingnya ini.

“Apa pertanyaanku sulit sekali sampai kau tidak bisa menjawabnya?” gumam Yoona kesal.

Jonghyun tiba-tiba berhenti dan menatap Yoona tajam. “Kau __” ucapnya tertahan sambil terus menatap Yoona.

“__ jangan suka mencaritahu urusan pribadi orang. Apa kau seorang stalker?” ucap Jonghyun dengan nada menyebalkan.

Jonghyun segera berjalan kembali meninggalkan Yoona, sedangkan Yoona hanya dapat mematung dengan keadaan kesal tingkat tinggi karena ucapan Jonghyun tadi. Lelaki itu benar-benar tahu bagaimana membuat darah tingginya kumat.

“YA!!! Lee Jonghyun!! Kau benar-benar... Aaaaaarrrrggghhh” ledak Yoona sembari menghentakkan kakinya beberapa kali ke tanah. Menyalurkan rasa kesalnya kepada dewa bumi yang telah mengizinkan makhluk seperti itu tinggal di planet ini.

 

-ooo-

 

“Bagaimana Halmoni?” tanya Yoona penasaran sambil terus menatap harap kepada Halmoni.

“Hmmm...” Halmoni mengerutkan dahinya terlihat berpikir. “Mashita” akhirnya Halmoni mengeluarkan pendapatnya mengenai kimchi buatan Yoona.

“Cincayo??” Yoona masih menatap harap pada Halmoni namun sekarang seulas senyum telah menghiasi bibir mungilnya.

“Sebenarnya... ini agak sedikit asin” Halmoni berusaha jujur mengenai rasa kimchi buatan Yoona. “Tapi untuk percobaan pertama, ini sudah sangat baik”.

“Cincayo?” lagi-lagi hanya kata itu yang keluar dari mulut Yoona. Ia sangat ingin mendengar pendapat orang mengenai kimchi pertama yang ia buat ini.

“Sungguh. Lihat saja, Jonghyun-sii bahkan tidak berkomentar sedikitpun” Halmoni melirik Jonghyun yang sedang menikmati makan siangnya bersama mereka di gazebo atap dengan kimchi buatan Yoona sebagai hidangan pelengkapnya.

Yoona mengarahkan pandangannya pada Jonghyun. Lelaki tersebut terlihat menikmati makan siangnya tanpa sedikitpun berkomentar mengenai kimchi buatan Yoona. Yoona yang penasaran dengan pendapat Jonghyun mencoba memberanikan diri bertanya.

“Bagaimana? Enak?” tanya Yoona dengan mata bulatnya yang berbinar kepada Jonghyun yang terlihat masih sibuk dengan makan siangnya.

“Ini masih bisa dimakan” jawab Jonghyun singkat.

“Ya! Memang kau pikir apa yang aku buat sampai tidak bisa dimakan?” Yoona mencoba menahan emosinya terhadap lelaki di depannya ini. Lelaki ini memang hebat. Setiap kalimat yang keluar dari mulutnya selalu berhasil membuat Yoona tersulut.

Halmoni yang melihat pertengkaran kecil antara Yoona dan Jonghyun hanya bisa tersenyum. Ia sungguh senang saat-saat seperti ini. Berkumpul bersama, makan bersama, dan saling bercengkrama. Halmoni sudah lama tidak merasakan hal seperti ini.

“Jonghyun-sii. Gomawo” ucap Halmoni tiba-tiba.

Jonghyun menghentikan kegiatannya dan menatap Halmoni penuh tanya. “Untuk apa?” tanyanya sedikit bingung.

“Terimakasih sudah membawa Yoona ke sini dan mengenalkannya kepadaku” ucap Halmoni dengan senyum yang begitu tulus kepada Yoona.

“Aniyo, Halmoni. Aku tidak __” Jonghyun mencoba menjelaskan kepada Halmoni bahwa bukan ia yang meminta Yoona datang kemari. Ia tidak mau Halmoni salah paham.

“Apapun alasanmu, tapi aku tetap berterimakasih” potong Halmoni. “Kau tahu Yoon-ah, kau mengingatkanku akan cucuku. Kau gadis yang bergitu baik. Aku senang bisa mengenalmu. Sering-seringlah mampir ke sini dan temani nenek tua ini”

“Kamsha Hamnida, Halmoni. Aku pasti akan sering-sering mampir untuk menjenguk Halmoni” Yoona menggenggam tangan Halmoni dan menatap wanita tua di depannya itu. Ia sangat senang Halmoni begitu menyukainya. Yoona juga sudah menganggap Halmoni seperti neneknya sendiri.

“Tapi... Memangnya dimana cucumu sekarang?” tanya Yoona penasaran dengan pernyataan Halmoni mengenai dirinya yang mirip dengan cucunya.

“Ia sudah meninggal 3 tahun yang lalu”

“Ah. Mianhe, Halmoni. Aku tidak bermaksud...” Yoona menyesal. Ia tidak tahu bahwa cucu yang Halmoni ceritakan ternyata telah tiada.

“Aniyo. Gwenchana” ucap Halmoni dengan senyum yang tulus kepada Yoona.

“Cucumu sungguh beruntung memiliki nenek yang sangat baik hati sepertimu” Sejujurnya Yoona merasa sangat iri. “Aku bahkan tidak pernah merasakan kasih sayang seorang nenek dan kakek” lanjut Yoona jujur.

“Waeyo?” Halmoni terlihat penasaran dengan ucapan Yoona.

“Orang tua dari ibuku telah meninggal sebelum aku lahir dan orang tua dari ayahku __” ucapan Yoona terhenti sesaat, ia terlihat berpikir memilih kalimat yang pas. “__ aku tidak pernah bertemu mereka” lanjut Yoona akhirnya.

“Apa mereka juga sudah meninggal?” tanya Halmoni yang masih penasaran dengan jawaban Yoona yang menggantung.

“Ani. Mereka tidak merestui hubungan ayah dan ibuku. Jadi mereka tidak pernah memberi kabar ataupun berkunjung” Terlihat kesedihan yang terpancar dari sorot mata Yoona.

“Ah, Mianhe. Mulai sekarang kau boleh menganggapku sebagai nenekmu sendiri” ucap Halmoni menenangkan Yoona. Yoonapun kembali tersenyum mendengar perkataan Halmoni.

Di sisi lain, Jonghyun masih meneruskan makan siangnya tanpa ikut serta dalam percakapan dua orang di hadapannya itu namun perhatiannya sepenuhnya berada pada pembicaraan Yoona dan Halmoni. Sesekali Jonghyun melirik ke arah Yoona, hanya untuk melihat ekspresi gadis itu. Ekspresi penasarannya, ekspresi sedihnya, dan senyumnya yang tulus sepertinya akan terpatri beberapa saat dalam ingatannya.

 

-ooo-

 

St.Mary Hospital

Pukul 21.30 KST

 

Bagaimana, Hyung? Apa kau sudah bertemu dengan Haera Ahjuma? Kau tidak apa-apa kan? Kapan kau akan pulang? Aku akan menjemputmu” terdengar suara khawatir dari sambungan di seberang sana. Ini sudah ke empat kalinya Jungshin menelpon Yonghwa dalam hari ini hanya untuk menanyakan keadaan Yonghwa ataupun ibunya.

Hari ini Yonghwa memutuskan untuk berkunjung ke Rumah Sakit tempat di mana ibunya di rawat. Ia hanya ingin melihat secara langsung bagaimana kondisi ibunya. Ia tidak bisa diam begitu saja setelah mendengar kabar mengenai kondisi ibunya dari Jungshin tempo hari. Sebenarnya ia tidak menemui ibunya, ia hanya melihat kondisinya dari jauh. Ia tidak ingin ibunya terkejut dan merasa tidak nyaman dengan kehadirannya. Hal tersebut dapat mempengaruhi kesehatannya.

“O, Jungshin-ah. Aku baik-baik saja. Aku bisa pulang sendiri, kau tidak perlu khawatir. Kau istirahatlah” ucap Yonghwa sembari mengakhiri sambungan telponnya dengan Jungshin.

Yonghwa duduk di bangku lorong rawat inap kelas dua Rumah Sakit kecil ini. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan Rumah Sakit ini sudah sepi dari orang-orang yang berkunjung untuk menjenguk keluarganya, mengingat waktu jenguk pasien sudah lewat beberapa menit yang lalu. Yonghwa mencoba menyandarkan kepalanya yang terasa berat di bangku besi panjang. Kepalanya kembali terasa sakit ketika mengingat percakapannya dengan dokter yang merawat ibunya beberapa waktu yang lalu.

Kankernya sudah memasuki stadium empat dan sudah menyebar sampai ke tulang belakang dan livernya. Kemotherapy masih terus kami berikan. Namun kita tidak dapat berharap banyak dari itu terlebih mengingat kondisinya yang mulai menurun

Yonghwa mengusap wajahnya pelan dan mencoba menarik napas dalam-dalam. Ia tidak menyangka kondisi ibunya seburuk itu. Apa yang bisa ia lakukan untuk menyembuhkan ibunya? Mengapa ketika ia dapat menemukan ibunya setelah sekian lama, ia justru malah harus menerima kenyataan pahit ini? Padahal ia mengira ibunya sudah bahagia dengan kehidupan barunya dan keluarga sederhananya. Ini memang tidak adil, baik bagi Yonghwa ataupun bagi ibunya. Tapi Yonghwa berusaha kuat. Bagaimanapun caranya, ia harus membantu ibunya agar dapat pulih. Yonghwa ingin melihat ibunya bahagia.

Setelah lebih tenang, Yonghwa pun bangkit dari duduknya dan berniat pulang. Esok pagi masih banyak pekerjaan yang menantinya di perusahaan. Ia tidak mau masalah pribadinya ini mempengaruhi kinerjanya di perusahaan.

Ketika Yonghwa baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba seseorang dari arah belakang menabraknya. Yonghwa terjatuh cukup keras ke lantai. Iapun mencoba bangkit dan mengedarkan pandangannya mencari pelaku yang menabraknya sembarangan seperti itu. Ia menemukan seorang gadis berambut panjang dengan pakaian pasien tepat di belakangnya. Gadis itu berusaha bangkit dari jatuhnya. Ia tidak meminta maaf atas tindakannya bahkan sepertinya ia tidak mempedulikan keberadaan Yonghwa. Gadis itupun bangkit dengan tergesa dan mencoba kembali berlari walau dengan kaki terseret-seret. Sepertinya tabrakan dengan Yonghwa tadi membuat kaki gadis itu terkilir.

“Tuan!! Tolong tangkap gadis itu” teriak tiga orang suster yang sedang berlari dari kejauhan kepada Yonghwa.

Yonghwa yang bingung dengan keadaan ini refleks segera mengejar gadis itu. Ia mampu dengan mudah mengejar gadis yang berjalan dengan terpincang-pincang itu. Yonghwa segera menggenggam pergelangan tangan gadis itu agar ia tidak dapat melarikan diri. Gadis itupun meronta dalam genggaman Yonghwa.

“Ya! Lepaskan aku!!” teriak gadis itu dengan tatapan tajam kepada Yonghwa.

Gadis itu menendang kaki kanan Yonghwa dan membuat Yonghwa meringis kesakitan. Ternyata Yonghwa tetap tidak juga melepaskan gadis itu. Melihat keadaan yang makin mendesak karena para suster yang makin mendekat ke arahnya, gadis itupun menggigit tangan kanan Yonghwa.

“YA!!! Apa yang kau lakukan???” teriak Yonghwa kaget dan kesakitan dalam waktu yang bersamaan.

Beberapa detik kemudian, para susterpun sampai dan segera mengambil alih gadis menakutkan itu dari Yonghwa. Yonghwa yang masih shock dengan aksi gigit gadis itu, spontan melihat kondisi tangan kanannya. Terlihat jejak gigitan yang tertinggal jelas di pergelangan tangan kanannya.

“Maafkan kami, Tuan. Terimakasih atas bantuan anda” ucap salah seorang suster sambil membungkuk hormat kepada Yonghwa.

“Aku mau pulang!! Biarkan aku keluar dari Rumah Sakit ini!” ucap gadis berpakaian pasien itu dengan nada tinggi kepada para perawat.

“Tidak bisa. Kau masih dalam masa perawatan” ucap seorang suster yang tengah memegang gadis itu agar tidak kembali kabur.

“Aku sudah sehat. Aku tidak perlu lagi dirawat” Gadis itu kini terlihat memohon kepada para perawat yang masih menggenggamnya. “Ini bukan karena aku sakit kan? Tapi karena aku belum mampu melunasi biaya perawatanku, maka dari itu kalian mengurungku di sini. Iya kan? Aku akan melunasi semuanya. Jadi biarkan aku keluar dan bekerja! Dengan begitu semua hutang perawatanku akan aku lunasi” ucap gadis itu mencoba meyakinkan para suster sambil menatap ke tiga suster itu secara bergantian.

“Tidak bisa. Kau harus kembali ke kamarmu” salah seorang suster mencoba mengakhiri aksi ribut-ribut ini.

Gadis itu masih tetap meronta dan berusaha untuk kabur. Yonghwa yang sedari tadi melihat adegan ini, akhirnya memutuskan untuk segera pulang. Ia tidak punya waktu untuk melihat kejadian tidak penting seperti ini.

“YA! Tuan!!!” Tiba-tiba gadis itu berteriak ke arah Yonghwa.

Yonghwa yang merasa dirinya dipanggil akhirnya membalikkan tubuhnya ke arah gadis yang memanggilnya itu.

“Aku?” tanya Yonghwa bingung sambil menunjuk dirinya.

“Iya. Pinjami aku uang untuk membayar biaya perawatanku. Aku akan membayarnya ketika aku sudah mampu mengumpulkan uang” gadis itu berkata dengan nada memelas.

 

-ooo-

 

“Terimakasih karena telah menolongku” gadis berambut panjang itu membungkuk hormat kepada Yonghwa.

Gadis di depannya ini adalah gadis yang beberapa menit yang lalu mencoba kabur dari Rumah Sakit karena merasa dirinya sudah sembuh. Anehnya, gadis dengan wajah innocent ini meminjam uang kepada Yonghwa untuk melunasi biaya perawatannya di Rumah Sakit. Dan yang lebih anehnya lagi, Yonghwa dengan mudahnya setuju untuk membantu gadis tersebut dan meminjamkan uangnya. Yonghwa sendiri tidak habis pikir atas keputusan ekstrimnya tadi. Ia bukanlah orang yang mudah percaya dengan orang asing, namun kenapa ia dengan begitu mudahnya meminjamkan uang kepada gadis asing dan aneh di hadapannya ini?

Gadis itupun mengadahkan tangannya ke hadapan Yonghwa. Yonghwa yang melihatnya hanya bisa mengangkat sebelah alis bingung.

“Berikan kartu namamu kepadaku. Aku akan menghubungimu segera setelah aku mampu mengumpulkan uang yang kupinjam” ucap gadis itu sambil menatap Yonghwa.

Tanpa banyak komentar, Yonghwa segera menyerahkan kartu namanya kepada gadis berambut panjang itu.

“Terimakasih atas bantuanmu, Tuan. Aku pasti akan mengembalikan uangmu” gadis itu membungkuk kepada Yonghwa dan segera membalikkan tubuhnya untuk pergi.

“Tunggu dulu!!” panggil Yonghwa. Gadis itupun berbalik lagi menghadap Yonghwa.

“Namamu. Setidaknya beritahu aku namamu dulu” Yonghwa merasa ia membutuhkan nama gadis itu agar dapat bertemu kembali dengannya.

“Seohyun. Lee Seohyun”

 

-ooo-

 

2 bulan kemudian

Apartement Jonghyun, Yongsan-gu, Seoul

Pukul 20.50 KST

 

“Jonghyun-sii, kenapa kau tidak pernah bisa membuat kamarmu tetap bersih sih?” gerutu Yoona sambil merapikan buku-buku dan kertas-kertas yang berserakan di apartement Jonghyun.

“Aku tidak pernah memintamu merapihkannya” jawab Jonghyun santai sambil membaca koran hari ini yang baru sempat ia baca.

Yoona melirik Jonghyun kesal. Jonghyun memang tidak pernah memintanya untuk merapihkan apartementnya. Namun naluri kewanitaan Yoona tidak bisa membiarkan keadaan seperti ini memenuhi pandangan matanya. Walaupun begitu, Yoona cukup senang. Sudah hampir 2 bulan ini setiap hari Rabu dan Minggu ketika Yoona libur kerja di cafe, Yoona berkunjung ke apartement Jonghyun. Alasannya bukan karena Jonghyun pastinya, tapi karena Halmoni memintanya untuk menemaninya memasak, berkebun, berbelanja, dan lain-lain. Yoona tentu saja tidak dapat menolaknya. Dan dengan begitu, hubungannya dengan Jonghyun juga makin membaik. Tidak banyak perkembangan memang, namun setidaknya sekarang Jonghyun memperbolehkan Yoona masuk ke dalam apartementnya dan merapihkan kamarnya. Itu saja sudah merupakan perkembangan yang baik menurut Yoona.

Hari sudah menunjukkan pukul 9 malam. Yoona sudah berniat untuk pulang namun hujan yang mengguyur kota Seoul semenjak sore tadi tak kunjung reda. Yoona tidak mungkin pulang lebih malam lagi dari ini. Selain jalanan yang makin malam akan makin sepi, ia juga tidak mau mengganggu Jonghyun lebih lama lagi.

“Jonghyun-sii, aku pulang dulu. Sampai ketemu besok di cafe” pamit Yoona ketika ia sudah selesai membersihkan apartement Jonghyun.

“Hmmm...” Jonghyun hanya menjawab dengan gumaman seperti biasa.

Ketika Yoona sampai di pintu keluar di lantai bawah, hujan turun makin deras. Yoona ragu apakah ia harus menunggu hujan sedikit lebih reda atau menerjang hujan lebat ini. Yoona melirik jam tangannya. Sudah menunjukkan pukul 9 lewat 10 menit. Sepertinya ia memang harus nekat untuk hujan-hujanan malam ini.

Ketika Yoona hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba seseorang menarik tangannya. Yoona menoleh dan melihat Jonghyun tengah berdiri di sampingnya kemudian membuka payung. Jonghyun pun melangkah keluar pintu ketika payungnya telah terbuka sempurna dan berbalik menghadap Yoona.

“Kau ingin pulang atau menunggu di sini sampai pagi?” Jonghyun berkata sambil mendekatkan jaraknya dengan Yoona.

Yoona yang masih belum sepenuhnya mengerti perkataan Jonghyun hanya dapat diam mematung menatap Jonghyun. Masih mencoba mencerna maksud perkataan Jonghyun tadi.

Jonghyun berdecak kesal melihat reaksi lambat Yoona. Iapun menarik tangan Yoona agar masuk ke bawah payungnya. Yoona yang kaget akan tindakan tiba-tiba Jonghyun, malah melangkah mundur sehingga membuat punggung dan rambut belakangnya basah terkena hujan.

“Ya!” Jonghyun yang kaget melihat Yoona terkena hujan kembali menarik tubuh Yoona dan aksi Jonghyun kali ini membuat wajah Yoona menempel tepat di dada Jonghyun. Dalam sepersekian detik, otak Yoona terasa kosong. Yang dapat ia rasakan hanyalah aroma tubuh laki-laki itu yang secara tidak sopan menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya dan rasa hangat yang tidak dapat ia jelaskan menjalar dari wajahnya, turun ke tangan dan kakinya.

Jonghyun melihat punggung Yoona yang basah karena hujan, akhirnya melepaskan jaketnya dan menyampirkannya pada bahu Yoona. Yoona benar-benar tidak dapat berpikir secara normal dalam situasi seperti ini. Sikap Jonghyun yang tiba-tiba seperti ini membuat Yoona kaget dan bingung dalam waktu yang bersamaan.

“Kajja” ucap Jonghyun sesaat setelah menyampirkan jaketnya kepada Yoona. Yoona pun hanya menuruti perkataan Jonghyun tanpa sedikitpun bertanya.

Beberapa menit setelah tiba di halte, bus yang akan Yoona tumpangi pun tiba.

“Kamsha Hamnida, Jonghyun-sii” Yoonapun pamit kepada Jonghyun setelah mengucapkan terimakasih.

Yoona masuk ke dalam bus dan memilih bangku nomor dua paling belakang. Kondisi di dalam bus sudah cukup sepi mengingat jam sudah menunjukkan pukul setengah 10 malam terlebih lagi hujan yang turun begitu deras membuat makin sedikitnya penumpang yang menaiki bus. Hanya ada dua orang pemuda yang duduk di bangku belakang, seorang pria setengah baya yang duduk di bangku seberang Yoona, dan seorang wanita berumur 30 tahunan yang duduk di bangku paling depan.

Yoona menatap jendela, bus yang ia tumpangi mulai bergerak. Tiba-tiba ada orang yang duduk di sampingnya. Yoona pun menoleh untuk sekedar melihat sekilas. Namun ketika ia menoleh, tatapannya terpaku pada sosok yang duduk tepat di sampingnya itu.

“Lee Jonghyun-si? Waeyo?” tanya Yoona heran sambil mengerjapkan matanya beberapa kali untuk meyakinkan dirinya bahwa ia tidak salah lihat.

Jonghyun pun menoleh sekilas ke arah Yoona kemudian kembali menatap lurus ke depan. “Memastikanmu sampai di rumah dengan selamat” ucapnya singkat tanpa menoleh kembali ke arah Yoona.

Yoona benar-benar terpaku pada posisinya saat ini. Ia tidak menyangka jawaban seperti itu yang akan keluar dari mulut seorang Lee Jonghyun. Yoona pun kembali menatap jendela di samping kanannya. Mencoba menyembunyikan senyum yang tiba-tiba terkembang di bibirnya. Dalam hati ia berterimakasih pada hujan dan berjanji mulai hari ini dan seterusnya, ia akan menyukai hujan.

Tidak ada pembicaraan selama di perjalanan. Yoona yang biasanya terlebih dahulu mencoba membuka pembicaraan dengan Jonghyun, kali ini sibuk mengatur detak jantungnya yang tidak beraturan sedari tadi. Sikap Jonghyun yang seperti ini baru pertama kali Yoona lihat. Lelaki di sampingnya ia memang bukan orang yang mampu menunjukkan ekspresinya dengan kata-kata. Dan sifatnya yang seperti itu yang terkadang membuat Yoona sebal. Namun Yoona tidak menyangka, justru tindakannya yang tanpa banyak kata-kata seperti ini dapat terasa berkali-kali lipat lebih manis.

Bus yang Yoona dan Jonghyun tumpangi telah sampai pada halte yang dituju. Merekapun turun dari bus. Hujan sudah mulai reda dan hanya menyisakan rintik-rintik gerimis yang masih membasahi kota Seoul malam ini.

“Jonghyun-sii, sampai di sini saja. Rumahku sudah dekat. Aku bisa pulang sendiri”

Yoona tidak ingin Jonghyun mengetahui rumahnya. Ia selama ini berusaha keras menyembunyikan identitasnya sebagai anak dari salah satu pengusaha tersukses se-Daehan Minguk. Jika Jonghyun mengantarnya sampai di rumahnya sekarang, dapat dipastikan Jonghyun segera mengetahui identitas aslinya.

“Sungguh, aku bisa sendiri dari sini” Yoona mencoba meyakinkan.

“Hmmm... Pergilah. Aku akan mengawasimu dari sini” Jonghyun juga tidak mau memaksa Yoona untuk mengantarkan gadis itu sampai rumahnya jika ia merasa tidak nyaman.

“Gomawo” ucap Yoona sembari pamit pergi dari hadapan Jonghyun.

Jonghyun dapat melihat Yoona berjalan menjauh dan berbelok ke arah kiri di sudut jalan. Kondisi jalan di daerah ini sudah sangat sepi. Jonghyun yang khawatir akan keadaan Yoona, mencoba mengikuti Yoona dari belakang hanya untuk memastikan gadis itu selamat sampai di rumahnya.

Setelah beberapa menit mengikuti Yoona dari jarak jauh, Jonghyun melihat Yoona berhenti tepat di depan rumah besar dengan gerbang besi hitam setinggi kurang lebih 3 meter. Jonghyun dapat melihat Yoona menekan intercom dan berbicara dengan orang di dalam rumah. Dari jarak sejauh ini, Jonghyun tidak dapat mendengar apa yang Yoona katakan. Tidak beberapa lama, pagar rumah besar itu terbuka secara otomatis. Jonghyun dapat melihat Yoona melangkah masuk dengan di sambut beberapa oarang berjas hitam yang terlihat memberi hormat kepadanya.

“Itu... Apa itu rumahnya??” tanya Jonghyun tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.

 

-ooo-

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK