home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > SIBLING

SIBLING

Share:
Author : rinaayo
Published : 04 Sep 2013, Updated : 04 Sep 2013
Cast : All of B2ST member, Yorin (you), Hoya Infinite, Peniel BTOB
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |2502 Views |2 Loves
SIBLING
CHAPTER 1 : First And Last Chapter: SIBLING

Perkenalkan namaku Yang Yorin, anak kedua dari dua bersaudara yang sejak masuk SMP –dan akhir-akhir ini menyesal— memilih tinggal bersama kakak kandungku dan kelima kakak sepupuku di rumah kakek-nenek kami di Seoul yang sudah lama meninggal. Ah dan perlu digaris bawahi bahwa, kami tinggal tanpa orang tua! Ya, orang tua kami tinggal di luar kota, kecuali orang tua DooJoon Oppa –kakak sepupuku yang paling tua—yang sampai sekrang masih tinggal di kota yang sama dengan kami, namun DooJoon Oppa memilih tinggal bersama kami karena rumah orang tuanya jauh dari kampusnya. Dan satu hal lagi yang perlu digaris bawahi, aku di sini satu-satunya yeoja yang tinggal bersama enam namja –yang kata orang memiliki ketampanan di atas rata-rata--! Alih-alih senang, aku malah merasa sangat sebal dengan semua Oppaku itu. Bagaimana tidak? Tujuan awalku tinggal jauh dari Appa Omma adalah agar tak ada lagi yang mengatur-aturku, tak ada lagi yang melarangku main sana-sini dengan teman-temanku, tak ada lagi yang melarangku jalan dengan namja. Tapi apa aku mendapat semua itu? TIDAK! Semua Oppaku masih saja memperlakukanku seperti anak kecil –padahal sekarang aku sudah kelas 1 SMA--, melarangku ini-itu. Huh! Bahkan aku juga tak bisa bebas di sekolah karena terus diawasi Dongwoon –ah dia seumuran denganku, hanya saja dia lahir 5 hari lebih awal--, Yoseop Oppa –kakak kandungku—yang berada dua tingkat di atasku, dan Gikwang Oppa yang sekelas dengan Yoseop Oppa.

Dan yang lebih menyebalkan lagi adalah, teman-temanku tak ada yang tahu kalau Dongwoon dan Gikwang Oppa adalah sepupuku! Mereka hanya tahu kalau Yoseop Oppa kakakku, dan mereka MENGIRA kalau Dongwoon itu pacarku gara-gara ia selalu saja menempel di belakangku. Uuugh aku benci sekelas dengannya! Kalau sudah begini, bagaimana ada namja yang mendekatiku coba? Mereka keburu nggak percaya diri setelah melihat Dongwoon. Err aku akui memang namja satu ini tampannya nggak ketulungan. Dan ini juga yang merepotkanku! Aku sering sekali diteror fansnya Dongwoon gara-gara dikira aku kegatelan sama dia. Hei sekarang siapa coba yang selalu menempeliku seperti permen karet ini? Nggak cukup diteror fansnya Dongwoon, fansnya Gikwang Oppa juga tak jarang mencibirku. Seringkali mereka menggosip di kamar mandi, melirikku jijik saat aku masuk. Uuuggh punya kakak-kakak tampan itu merepotkan! Dan alhasil, sampai sekarang –setelah 6 bulan sekloah di sini-- aku nggak punya teman selain Dongwoon, Yoseop Oppa, dan Gikwang Oppa yang memang selalu menemaniku saat istirahat.

Seperti biasa, sore ini saat bel pulang sekolah telah beberapa menit yang lalu berdering dengan nyaringnya, aku dan Dongwoon berjalan beriringan menuju halaman parkir, menunggu Yoseop Oppa dan Gikwang Oppa yang membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk sampai di parkiran karena kelas mereka berada di ujung lantai 4. Kami memang selalu berangkat-pulang bersama berempat, kecuali kalau Yoseop Oppa dan Gikwang Oppa ada jam tambahan malam karena mereka sudah berada di tingkat senior yang sebentar lagi akan mengikuti ujian kelulusan.

“Ah kau tunggu dulu di parkiran sebentar ya. Aku lupa mau nyerahin berkas pendaftaran club.” Ujar Dongwoon tiba-tiba.

“Hah? Club apa?” Tanyaku bingung.

“Club Penelitian. Sudahlah kau tunggu saja di sana,” jawabnya buru-buru. Tanpa menunggu balasanku, ia langsung pegi begitu saja, berbelok ke kanan menuju gedung kegiatan club. Ah ya.. Dongwoon memang siswa pintar. Ia suka sekali dengan penelitian-penelitian di lab seperti itu.

Tanpa peduli lagi, aku terus melangkah ke parkiran, merasa jengah dengan tatapan para siswi yang kuduga adalah fans Dongwoon. Ah, aku sudah biasa mendapat tatapan seperti itu. Kuputuskan untuk mendengarkan lagu-lagu dari Ipodku, namun sesaat sebelum aku memasang headsetku di telinga, kurasakan ada seseorang menepuk bahuku sambil meneriaki namaku. Aku cukup kaget dibuatnya, namun ia hanya tertawa innocent melihat tampang kagetku.

“Wae?!” Tanyaku dengan sedikit membentak. Sejujurnya aku tak begitu dekat dengan namja yang membuat jantungku hampir copot ini, namun aku pernah melihatnya karena kelasnya berada tepat di sebelah kelasku.

“Hya.. kau marah? Haha mian mian! Aku hanya ingin menawarimu bergabung di club majalah. Ini..” Ia menjulurkan sebuah brosur dan formulir pendaftaran ke arahku, dan dengan ragu kumabil brosur dan formulir itu. “Kudengar, kau suka menulis. Benar kan? Kebetulan kami sedang membutuhkan anggota tim reportase, dan kurasa hobi menulismu itu bisa disalurkan di sini.” Lanjut namja yang baru kuingat namanya adalah Hoya setelah melihat nametag di bajunya.

“Bagaimana kau bisa tahu kalau aku suka menulis?” Tanyaku heran. Yah, kurasa aku tak cukup terkenal di sekolah sampai semua orang bisa tahu hobiku.

“Ah? Ah.. itu.. tak penting aku tahu dari mana. Keke.. Bagaimana? Kau mau kan?” Balasnya gugup. Entahlah aku merasa dia sedang gugup saat ini. Belum sempat aku menjawab, Yoseop Oppa dan Gikwang Oppa datang dengan tatapan heran. Oke, kuakui ini pertama kalinya aku mengobrol dengan teman namja di sekolah. Yoseop Oppa menatap Hoya tak suka, kemudian merangkul bahuku.

“Woonie eodiesseo?” Tanya Yoseop Oppa tanpa memedulikan Hoya.

“Emm.. aku pikir-pikir dulu deh.” Tanpa menghiraukan pertanyaan Yoseop Oppa, kujawab pertanyaan Hoya seraya mengibaskan brosur yang diberikannya tadi. Aku merasa tak enak hati padanya karena kedatangan Yoseop Oppa yang jelas memandangnya tak bersahabat.

Geurreu.. aku tunggu besok di ruang redaksi.” Jawab Hoya yang kemudian sedikit membungkuk ke arah Yoseop Oppa dan Gikwang Oppa sebelum pergi.

“Nuguya?” Tanya Yoseop Oppa penuh selidik setelah Hoya pergi.

“Bukan urusan Oppa.” Jawabku tak acuh dan segera pergi melangkahkan kaki menuju parkiran.

“Hya! Yang Yorin!” Teriak Yoseop Oppa yang masih tak kupedulikan. Samar-samar kudengar ia ngedumel pelan dengan Gikwang Oppa. Hihi..

“Yorin-ah.. Woonie kemana?” Tanya Gikwang Oppa saat kami sudah tiba di sebuah mobil warna merah metallic milik Gikwang oppa. Tanpa menunggu jawabanku, Gikwang Oppa membuka pintu kemudi, dan segera masuk. Diikuti Yoseop Oppa yang selalu duduk di bangku depan sebelah kemudi, dan aku segera menyusul di bangku belakang.

“Masih ngumpulin berkas pendaftarn Club Penilitian.” Jawabku tak acuh.

“Woooow dia ikut Club Penelitan? Daeeebak,” komentar Gikwang Oppa seraya menyalakan mesin mobil. Hawa sejuk AC mobil segera menyelimuti kami. Dinyalakannya radio, yang kebetulan tengah mendendangkan lagu kesukaanku, Ailee U & I. Aku ikut bersenandung kecil sambil sibuk sendiri dengan ponselku, sibuk berkutat di twitter.

“Dia kan memang suka hal-hal semacam itu,” jawab Yoseop Oppa santai seolah itu adalah hal biasa yang sering dilakukan Dongwoon.

Beberapa menit kemudian Dongwoon datang, membuka pintu di sebelahku, mendorongku secara paksa agar aku menggeser dudukku. Issh kenapa dia nggak lewat pintu sebelah saja?! Menyebalkan!

“Hya Woonie-ah.. kau ini kemana saja? Jangan lupa tanggung jawabmu buat ngejagain Yorin ya!” Sergah Yoseop Oppa tiba-tiba.

“Oppa! Apaan sih! Aku bukan anak kecil lagi Oppa!” Bentakku. Nah ini nih.. ini yang selalu terjadi jika aku ketahuan jalan sama namja. Hei bahkan tadi bukan jalan! Hanya mengobrol! Yoseop Oppa memang berlebihan protectivenya padaku.

 Aku ingat betul kenapa Yoseop Oppa jadi seperti ini. Ini gara-gara aku pernah dijebak teman namjaku saat malam tahun baru satu tahun lalu, tepatnya saat aku berada di tingkat 3 SMP. Malam itu aku dan teman-temanku sekelas tengah berpesta merayakan malam pergantian tahun. Entah bagaimana, tanpa kusadari aku meminum minuman beralkohol yang disodorkan temanku. Waktu itu kupikir itu hanya jus biasa, jadi tanpa ragu aku meminumnya. Aku yang memang tak pernah sekali pun menyentuh minuman beralkohol, baru segelas pun aku sudah mabuk kehilangan kesadaran. Hal itu tentunya dimanfaatkan teman namjaku yang memang kutahu ia menyukaiku sejak lama hanya saja aku selalu menolaknya karena aku tak suka dengan perangainya. Ia menciumku secara paksa, dan masih kuingat betul bagiamana caranya ia melumat bibirku. Bodohnya, aku diam saja mendapat perlakuan seperti itu. Bahkan teman-temanku juga hanya tertawa kesenengan melihat kami ciuman seperti itu. Cowok brengsek itu sudah hampir meraba tubuhku kalau saja Yoseop Oppa tak datang menghentikannya. Dengan sangat marah Yoseop Oppa memukul cowok brengsek itu hingga babak belur, dan segera menggendongku pulang. Dan aku baru mengingat semua itu ketika aku terbangun keesokan harinya. Err sebenarnya aku sangat jijik mengingat hal ini! -.- Dan sejak saat itu lah Yoseop Oppa melarangku berteman dengan sembarang orang. Namun tetap saja aku tak suka dengan sikap protectivenya  yang berlebihan itu padaku. Bukankah tak semua orang seperti itu?

Setibanya di rumah aku langsug nyelonong masuk ke kamarku tanpa memedulikan teriakan Yoseop Oppa lagi. DooJoon Oppa yang kebetulan sore itu tak ada jadwal kuliah tampak kebingungan melihatku uring-uringan.

“Apa yang terjadi?” Samar-samar dari dalam kamar aku mendengar pertanyaan DooJoon Oppa itu.

“Molla,” jawab Dongwoon malas.

Semua tahu kalau Yoseop Oppa dan aku sedang bertengkar, tak ada yang bisa menganggu kami. Lebih baik membiarkan kami sendirian.

***

Semalaman aku mengurung diri di kamar, kupasang headset dengan volume maksimum, sibuk chatting dengan sahabat mayaku. Yah, inilah yang kulakukan sejak Yoseop Oppa membatasi pergaulanku. Aku hanya bisa berteman di dunia maya. Itu sebabnya aku aktif di beberapa jejaring social seperti facebook, twitter, dan skype.

Seperti biasanya, kuceritakan semua kejadian memuakkan seharian ini pada ‘specialnamja’, sahabat dunia mayaku yang sudah setahun ini jadi tempat curhatku. Anehnya, sampai sekarang aku tak tahu siapa nama aslinya, bagaimana wajahnya, dimana dia tinggal, dimana dia bersekolah. Aku hanya tahu bahwa ia seorang namja dan umurnya setahun lebih tua dariku –ini baru kutahu 2 bulan lalu--. Haha sudah kukatakan bukan kalau ia hanya teman mayaku?

Sudahlah jgn sedih terus. Jangan kau pedulikan ‘Satpammu’ itu. J

Itulah kata-katanya yang selalu diluncurkannya untuk menghiburku. Tapi anehnya meskipun ia sudah ratusan kali mengatakan itu, aku tetap saja tak bosan membacanya. Ada ketenangan sendiri saat aku membacanya.

“Yorin-ah.. ayo makan!” Teriak Junhyung Oppa dari luar kamarku. “Ini Oppa bawakan makan malammu. Oppa masuk ya?” Lanjutnya. Junhyung Oppa memang selalu seperti ini. Ia seperti Omma kami di rumah ini, selalu care sama semuanya. Ia juga yang selalu menemani dan membujukku jika aku bertengkar dengan Yoseop Oppa.

Tanpa menunggu jawabanku, Junhyung Oppa nyelonong masuk begitu saja. Kututup asal laptopku, takut ketahuan olehnya kalau aku suka chatting dengan orang tak dikenal –setidaknya tidak dikenal semua Oppaku--. Ia membawa nampan berisi penuh makanan dan meletakkannya di meja kecil di samping tempat tidurku.

“Makanlah dulu sebelum jatah makanmu dihabiskan Dongwoon,” Ujarnya yang sukses membuatku terkikik geli.

“Hya Oppa! Kau selalu saja membawa nama Dongwoon tiap membujukku makan!”

“Hahaha tapi benar kan? Dia yang selalu merampok jatah makan anak-anak.”

Malam itu, Junhyung Oppa menemaniku makan sambil terus meluncurkan leluconnya. Malam itu, semua kekesalanku sirna tergantikan dengan canda-tawa bersama Junhyung Oppa.

***

Pagi ini, setibanya di sekolah, setelah Yoseop Oppa dan Gikwang Oppa pergi ke kelasnya, setelah Dongwoon sibuk bergerombol dengan anak-anak cowok di kelas, setelah aku meletakkan tasku di bangku sebelah Dongwoon, aku diam-diam pergi ke gedung kegiatan club. Ah ya, semalam aku sempat cerita ke Junhyung Oppa mengenai club majalah itu, dan ia setuju kalau aku bergabung di club itu. Maka pagi ini, kuputuskan untuk menyerahkan formulir pendaftaran yang sudah kuisi semalam.

Dengan ragu aku melangkah menuju ruang redaksi, lambat-lambat kuperhatikan ruangan itu dari luar, dan aku baru tersadar ketika seseorang menepuk pundakku dari belakang. Ah.. dia namja yang kemarin kan?

“Hoya-ssi?” Ujarku ragu. Jujur sebenarnya aku agak ragu apa itu Hoya atau bukan karena aku agak susah mengingat wajah orang. Apalagi saat ini ia tengah memakai seragam PO, tak ada nametag yang terpasang di dada.

“Eung? Kau mencari Hoya hyung? Sepertinya ia tak ada di sini,” jawabnya seraya menjulurkan kepalanya ke dalam ruangan, mencari-cari seseorang. Sial, jadi dia bukan Hoya? Aish.. ingatanku benar-benar payah! Tapi ia benar-benar mirip Hoya! Eh tunggu! Hyung? Jadi Hoya bukan siswa kelas satu? Lalu yang sering kulihat di kelas sebelah kelasku itu bukan Hoya? Atau jangan-jangan itu namja ini?

“Ah.. ani.. aku hanya ingin mengumpulkan ini.” Kataku cepat seraya menyerahkan formulir yang dari tadi kubawa.

“Oh.. kau mau daftar di club ini? Oke, nanti aku serahkan ke Hoya hyung.” Balasnya dengan senyuman.

“N.. ne gomawo…”

“Peniel. Peniel imnida,” potongnya seraya setengah membungkuk. Hmm nama yang unik. “Haha ternyata aku tak terkenal ya di sini. Padahal kelas kita sebelahan.” Lanjutnya sambil menggaruk kepala bagian belakangnya.

“Haha. Oke gomawo Peniel-ssi.” Balasku dengan tawa yang kupaksakan. Aku cukup malu saat ini. Aku membungkuk ala kadarnya, dan beranjak pergi.

***

Seminggu berlalu sejak aku dipanggil untuk wawancara calon anggota klub majalah. Dan pagi tadi, aku mendapat sms pemberitahuan bahwa aku diterima di club itu. Senang? Tentu saja! Ini bisa jadi langkah awal buatku untuk mencari teman baru. Nggak mungkin kan Dongwoon selalu mengikutiku di kegiatan club? Lagipula dia juga sudah ikut club Penelitian. Yeay! Akhirnya aku bisa bebas dari ‘satpam’ku! Haha.. Dan yang lebih menyenangkan lagi, Yoseop Oppa tak melarangku! Haha tentu saja ia tak bisa melarangku karena ini kegiatan sekolah yang bisa menambah poin keaktifan sebagai bekal kelulusan kami nantinya.

Seperti malam-malam minggu biasanya, malam ini semua Oppaku sedang berkumpul di kamarku, sibuk bercanda. Ohya kebetulan hanya kamarku yang paling luas, dan hanya di kamarku juga yang ada TVnya. Nah ini salah satu hal yang menyenangkan menjadi satu-satunya yeoja yang tinggal bersama enam namja. Haha.. aku benar-benar diistimewakan di rumah ini.

Kuperhatikan DooJoon Oppa yang tengah fokus pada game di depannya sambil sesekali menendang-nendang Junhyung yang kini tengah menjadi lawan mainnya. DooJoon Oppa memang senang sekali membully kami semua. Yoseop Oppa sibuk dengan Ipadnya sambil tiduran di kasur –di sebelahku--, sesekali menunjukkan sesuatu pada Dongwoon yang sibuk menggangguku yang tengah berkutat di dunia maya, kemudian tertawa bersama, entah apa yang ditertawakannya karena tiap aku ikut melongokkan kepalaku Yoseop Oppa langsung menyembunyikan Ipadnya. Sedangkan Gikwang Oppa dan Hyunseung Oppa asyik menirukan gerakan-gerakan dance yang ditontonnya di TV di pojokan kamar. Mereka berdua memang jago ngedance dan suka sekali mengoleksi video-video dance.

“Oppa! Kalian ini kenapa nggak ada yang pengen punya pacar sih? Kalau kalian punya pacar kan aku bisa punya teman yeoja!” Gerutuku saat aku sudah sebal sekali dengan Dongwoon yang terus menggangguku. Segera kututup notebookku, dan kulayangkan tatapan ancaman pada Dongwoon yang hanya ditanggapi dengan cengiran.

“Bagaimana kita bisa punya pacar kalau kita disuruh ngejagain kamu terus,” ceplos Gikwang Oppa asal yang diikuti gelak tawa oleh Junhyung Oppa dan DooJoon Oppa. Aku memukuli Gikwang Oppa dengan bantal tanpa ampun. Aku baru menghentikannya saat Hyunseung Oppa mengambil bantal itu dari tanganku.

“Lagian siapa juga yang minta dijagain? Kalian saja yang berlebihan!” Ujarku sebal yang sukses mendapat tatapan ancaman dari Yoseop Oppa. Aku langsung nyengir takut kena marah Yoseop Oppa lagi.

“Yorin-ah.. kau tenang saja. Sebentar lagi sudah ada yang punya pacar kok di antara Oppamu ini,” celetuk DooJoon Oppa tanpa kumengerti maksudnya. Ia melirik Junhyung Oppa penuh arti, dan diikuti tatapan ingin tahu dari Gikwang Oppa, Yoseop Oppa, dan Dongwoon. Hyunseung Oppa hanya tertawa geli melihatnya.

“Hya wae wae wae?” Junhyung Oppa merasa risih dilihatin seperti itu.

“Haha siapa yeoja itu Oppa? Apa aku mengenalnya?” Tanyaku dengan nada candaan pada Junhyung Oppa. Aku segerang bangkit dari kasur, dan duduk lesehan di sebelah Junyung Oppa. Kuendus-enduskan kepalaku ke bahunya manja, namun aku malah mendapat pukulan di jidatku.

“Aak! Appo!” Teriakku kesal sambil memegangi jidatku yang kurasa memerah.

“Siapa hyung? Yeoja yang kemarin kau antar pulang itu?” Tanya Dongwoon masih dengan cekikikan.

“Bingo! Hahaha,” jawab Hyungseung Oppa disertai dengan tawa 4Dnya. DooJoon Oppa langsung mengajak high five Hyunseung Oppa, masih sambil terus tertawa dengan kerasnya. Ohya, kebetulan Junhyung Oppa, Hyunseung Oppa, dan DooJoon Oppa kuliah di satu kampus yang sama hanya saja jurusan mereka berbeda-beda. Dan lagi, DooJoon Oppa berada satu tingkat di atas Junhyung Oppa dan Hyunseung Oppa.

“Nugu nugu nugu?” Yoseop Oppa penasran. Obrolan ini semakin menarik. Semua kegiatan terhenti dan beralih menggoda Junhyung Oppa.

Kuamati wajah Junhyung Oppa yang memerah, dan ini membuatku semakin senang menggodanya. Alhasil malam ini berakhir dengan menggoda Junhyung Oppa yang terpojokkan. Hahaha.

***

Senin paginya, aku marah-marah sendiri karena Yoseop Oppa lupa membangunkanku. Ya, biasanya Yoseop Oppa yang selalu membangunkanku karena kamarnya tepat di sebelah kamarku. Dongwoon sudah meneriakiku dari lantai satu, aku segera turun tergopoh-gopoh masih sambil membenahi dasiku. Ternyata Yoseop Oppa sudah berangkat lebih awal dengan Gikwang Oppa karena ada jam tambahan katanya. Jadi pagi ini aku berangkat berdua dengan Dongwoon, dibonceng olehnya dengan motor sportnya. Dongwoon benar-benar ngebut karena takut kami terlambat. Aku memeluk pinggang Dongwoon sekuat-kuatnya karena takut jatuh. Selain itu aku memang takut dibonceng dengan kebut-kebutan seperti ini. Tapi mau gimana lagi? Aku juga tak mau dihukum gara-gara terlambat datang.

Beruntung pagi ini aku tak berangkat dengan Yoseop Oppa, karena ternyata sorenya sepulang sekolah ada pertemuan di club majalah. Dan kebetulan Dongwoon juga ada urusan di clubnya. Aku mengatakan padanya untuk tak usah menungguku kalau ia sudah selesai dengan urusannya, karena nampaknya pertemuanku ini akan sedikit lebih lama.

“Hmm oke..” Jawab Dongwoon setelah berpikir lama. Refleks aku langsung mencium pipi Dongwoon saking senangnya. Aku lupa kalau saat ini kami masih berada di sekolah. Dan ternyata benar, hampir seluruh murid yeoja yang ada di sekitar kami menatpku kesal sambil menggerutu pelan. Ah masa bodoh dengan mereka. Kutepuk pipi Dongwoon pelan. “Gomawoyoo..” ujarku tanpa bisa menyembunyikan senyumanku.

“Aah kau ini memalukan saja!” Teriak Dongwoon seraya memegangi pipinya. Aku tak menggubrisnya dan segera berlari ke ruang redaksi.

 Dan ternyata benar dugaanku. Di tengah-tengah obrolan pertemuanku di club, Dongwoon mengirim pesan padaku bilang kalau ia sudah selesai dan ia akan keluar dengan teman-temannya agar Yoseop Oppa mengira kalau aku bersamanya. Dan ia juga bilang akan menjemputku kalau aku sudah selesai, karena ia benar-benar takut pada Yoseop Oppa. Uughh oke kuturuti saja sarannya. Sebenarnya aku juga sedikit takut kalau Yoseop Oppa marah. Oppaku itu memang ramah sekali, lucu, dan menyenangkan, tapi kalau sudah marah ia benar-benar menakutkan! Bahkan aku lebih mending dimarahi oleh DooJoon Oppa daripada dimarahi Yoseop Oppa.

“Yorin-ssi, kau ada janji? Sepertinya kau dari tadi sibuk dengan ponselmu.” Aku benar-benar kaget saat tiba-tiba Hoya sunbae –ah aku baru tahu kalau dia ternyata kelas 2—menegurku. Buru-buru kumasukkan ponselku di saku blazerku, dan menggeleng canggung padanya. Ia tersenyum dan mengangguk pelan kemudian melanjutkan obrolannya.

“Jadi sekali lagi saya ucapkan selamat bergabung untuk anggota baru di sini,” Hoya sunbae mengakhiri ucapannya yang kemudian disambut tepuk tangan oleh 30 orang yang ada di ruangan ini. Ohya aku juga baru tahu kalau ternyata Hoya sunbae adalah ketua umum club ini.

“Yorin-ssi, kau ada acara setelah ini?” Tanya Hoya sunbae sesaat setelah pertemuan ditutup.

“Eng.. ani.. wae?” Sebenarnya aku ragu untuk mengatakan tidak. Masalahnya aku tak enak pada Dongwoon yang tak bisa pulang sebelum aku pulang.

“Bisa minta tolong ?” Aku menatap Hoya sunbae ingin tahu. “Ah katakan saja ini tugas pertamamu.” Lanjutnya yang masih bertele-tele. “Kau tahu kan kalau malam ini band sekolah kita akan tampil mewakili sekolah kita di acara charity concert? Kau bisa menemaniku dan Peniel untuk meliputnya? Kami benar-benar membutuhkan reporter saat ini. Ohya kau sudah tahu kan kalau Peniel itu fotografer di sini? Dan tentu saja aku tak bisa menulis laporan beritanya karena aku tak punya bakat reportase. Hehe jadi ya.. sebenarnya aku hanya menemani kalian kesana karena sebenarnya aku yang mendapat undangan itu.” Jelasnya panjang lebar.

“Ne? Ah.. “

“Jebal.. Emm?”

“Ah.. geurreu.” Jawabku akhirnya. Aku tak enak menolak tugas pertamaku. Aku tak mau Hoya sunbae menganggapku tak bertanggung jawab dengan tugasku.

Segera kuhubungi Dongwoon dan menjelaskan semuanya. Untungnya Dongwoon bilang kalau sebenarnya ia juga masih ingin bermain-main dengan teman-temannya itu karena sudah lama mereka nggak nongkrong bareng. Ia bilang ia tetap akan menjemputku nanti kalau aku sudah selesai. Ia juga bilang agar aku tak usah khawatir dengan Yoseop Oppa karena ia sudah bilang ke Yoseop Oppa kalau aku sedang keluar nonton dengannya. Aaah aku benar-benar mencintai Dongwoon di saat-saat seperti ini!

Tepat pukul 18.00 saat mobil Peniel kelar gerbang sekolah. Ya kami bertiga pergi dengan mengendarai mobil Peniel.

“Ohya kau tak akan kena marah Oppamu itu kan?” Tanya Hoya sunbae dari bangku depan sambil menoleh kebelakang, ke arahku yang duduk di bangku belakang.

“Tenang saja, aku sudah membuat alasan yang sempurna padanya. Keke..” jawabku senang. “Ah bagaimana sunbae bisa tahu kalau Oppaku suka memarahiku?” Tanyaku setelah sadar.

“Ah? Oh.. itu.. ah waktu aku menyerahkan brosur padamu waktu itu kurasa Oppamu membenciku.” Jawab Hoya sunbae yang kurasa sedang salah tingkah. Namun aku tak memedulikannya dan hanya mengangguk mengerti.

“Ohya kalian berdua apakah bersaudara?” Tanyaku takut-takut. Sebenarnya ini sudah lama ingin kutanyakan karena wajah mereka benar-benar mirip.

“Mwo?? Hahahaha” Alih-alih menjawab pertanyaanku, mereka berdua malah tertawa dengan kerasnya. Aku merasa malu karena sudah bertanya seperti itu.

“Memangnya kita mirip ya? Haha” Tanya Peniel di balik kemudinya yang masih belum bisa menghentikan tawanya.

“Iya! Jujur saja awalnya dulu aku pernah salah mengenali kalian. Dan kupikir malah Hoya sunbae yang kelasnya di sebelah kelasku.” Jawabku jujur. Mereka berdua masih saja tertawa mendengar jawabanku.

Kami terus bercanda di dalam mobil. Kurasa aku semakin akrab dengan mereka. Mereka orangnya asyik. Mirip dengan Oppa-oppaku yang suka sekali bercanda.

***

Seoul University. Kubaca papan nama Universitas itu sesaat sebelum mobil kami memasuki gerbang utama Universitas itu. Kaget, takut, bingung, itulah yang kurasakan saat ini. Hei! Ini adalah kampus DooJoon Oppa, Hyunseung Oppa, dan Junhyung Oppa! God, kalau mereka ada di sini dan melihatku bagaimana? Tanganku sibuk meremas rokku, berusaha mengurangi kegugupanku sambil berharap agar oppa-oppaku itu tidak melihatku di sini.

Mobil terus meluncur memasuki halaman parkir gedung pertemuan terbesar di Universitas ini. Kami segera turun dari mobil setelah mobil terparkir dengan sempurna. Aku berjalan di belakang, mengikuti Hoya sunbae dan Peniel yang jalan di depanku. Was-was kuamati sekitar, takut kalau oppaku ada di sini.

Acara telah dimulai saat kami memasuki gedung pertemuan tempat diadakannya charity concert itu. Hoya sunbae langsung mengajak kami ke back stage untuk mewawancarai personil band sekolah kami. Banyak guest star lainnya di sana. Tak sedikit juga yang tengah latihan ngedance di lorong sempit itu sambil mengenakan headset. Kurasa mereka adalah dancer yang akan ikut mengisi acara ini. Ah aku jadi teringat Hyunseung Oppa. Kalau tidak salah ia juga tergabung dalam sebuah komunitas dancer di kampusnya. Tunggu! Namja berambut pirang yang di pojokan itu bukannya….

“Yorin-i?” Ah ternyata benar. Namja itu adalah Hyunseung oppa! Ia menghampiriku yang tengah berdiri mematung karena kaget melihat Hyunseung Oppa di sini.

“Kau sedang apa di sini? Kau datang dengan Yoseop?” Tanya Hyunseung Oppa menyadarkan lamunanku.

“Yorin-ssi! Kemari.. kau bisa melakakukan wawancaranya sekarang.” Belum sempat aku menjawab pertanyaan Hyunseung Oppa, Hoya sunbae keburu memanggilku. Kuperhatikan Hyunseung Oppa tampak bingung melihat Hoya sunbae.

“Ah oppa.. kumohon jangan laporkan pada Yoseop Oppa, oke? Aku ke sini atas tugas clubku.” Jelasku pada Hyunseung Oppa.

“Ne? Ah.. tapi..” Hyunseung Oppa menggantung kalimatnya. Aku menatapnya memohon. “Kurasa kau dalam masalah besar Yorin-ah.” Lanjut Hyunseung Oppa seraya menatap seseorang di belakangku yang kurasa orang itu berjalan mendekat ke arahku. Aku segera berbalik, mencari tahu siapa orang itu. Sial! Bagaimana bisa Yoseop Oppa ada di sini? Aaah.. bagaimana aku baru ingat kalau Yoseop Oppa adalah mantan ketua club music? Tentu saja Yoseop Oppa di sini diundang oleh club music sekolahku!

“Oppa,” ujarku tertahan.

“Yorin-ssi!” Hoya sunbae memanggil namaku lagi. Melihat aku yang tak segera datang, Hoya sunbae pun datang menghampiriku. Kurasa ia cukup kaget juga melihat Yoseop Oppa, karena ia buru-buru berbalik, tak jadi menghampiriku.

Yoseop Oppa tak mengucapkan sepatah kata pun. Tapi aku tahu kalau ia sedang sangat marah padaku, karena tak ada senyuman yang dilontarkannya padaku seperti setiap kali ia tak sengaja bertemu denganku di suatu tempat. Ia berjalan melewatiku, menepuk bahu Hyunseung Oppa pelan memberi semangat, kemudian berjalan pergi.

***

Sesuai janjinya, Dongwoon menjemputku di sekolah. Aku memang kembali ke sekolah lagi bersama Peniel dan Hoya sunbae untuk menaruh kamera dan laporan beritanya di ruang redaksi.

Kuceritakan pada Dongwoon tentang pertemuanku dengan Yoseop Oppa barusan, dan Dongwoon benar-benar marah, merutuki kebodohanku. Aku tahu dia marah seperti ini karena takut dimarahi Yoseop Oppa. Bagaimana pun juga Dongwoon telah bersekongkol membantuku, berbohong pada Yoseop Oppa. Berkali-kali aku meminta maaf pada Dongwoon tapi ia tetap tak menerima permintaan maafku. Ia tak berbicara satu kata pun sampai kami tiba di rumah. Ia langsung masuk begitu saja ke kamarnya, tak menghiraukan pertanyaan DooJoon Oppa yang menyambut kedatangan kami.

“Apa yang terjadi?” Tanya DooJoon Oppa bingung.

“Yoseop Oppa sudah pulang?” Tanpa menjawab pertanyaan DooJoon Oppa, aku meluncurkan pertanyaan itu. Sebelum DooJoon Oppa menjawab pertanyaanku, aku segera berlari ke atas, masuk ke kamar Yoseop Oppa. Namu ia tak ada di kamarnya.

“Ia belum pulang!” Teriak DooJoon Oppa dari bawah.

Kuperhatikan kamar Oppaku itu, tak seperti kamar cowok biasanya yang cenderung berantakan, kamar Yoseop Oppa benar-benar rapi. Bahkan kamarnya lebih rapi daripada kamarku. Aroma khas cowok yang lembut tercium memenuhi kamar berukuran 5 x 6 ini. Suasana di kamar ini benar-benar menenangkan, dengan aksesoris-aksesoris peralatan music memenuhi setiap ruang di kamar ini. Itu sebabnya aku selalu suka berlama-lama di kamar ini, bercanda bersama Yoseop Oppa, merebutkan sesuatu seperti anak kecil. Yoseop Oppa juga sering memainkan gitarnya sambil bernyanyi lembut mengikuti irama gitarnya. Suara Yoseop Oppa selalu membuatku nyaman, begitu menenangkan. Ah dan satu lagi yang kusuka dari kamar ini adalah balkonnya yang menampilkan pemandangan indah setiap malam. Kubuka pintu balkon itu dan seketika itu udara sejuk malam hari segera menerpa wajahku. Aku berjalan mendekat pagar balkon, menengadah memandang langit malam yang tengah terselimuti awan mendung.

Beberapa menit kemudian, terdengar keributan di bawah, lalu tak lama setelah itu terdengar sesorang membuka pintu kamar ini. Kurasa itu Yoseop Oppa. Aku segera membuka pintu balkon dan melangkah masuk ke kamar ini. Kudapati Yoseop Oppa tengah melepas kemejanya, dan menatapku kaget saat tatapan kami bertemu. Ia kemudian membuang muka seolah tak melihatku.

“Oppa.. mianhae..” ujarku takut. Yoseop Oppa masih tak menggubrisku. Ia mencomot asal sebuah kaos dari lemarinya dan segera memakainya. Kupeluk Yoseop Oppa dari belakang seperti biasa tiap aku melakukan kesalahan. Betapa kagetnya aku ketika Yoseop Oppa menepis tanganku dan menyeretku lembut untuk keluar dari kamarnya.

“Oppa.. jebal.. mianhae..” rengekku manja, menahan diri, memberontak. Yoseop Oppa melepaskan tanganku, menatapku marah.

“Oppa tak pernah mengajarimu berbohong seperti itu.” Ujar Yoseop Oppa dingin. Aku benar-benar takut mendengarnya.

“Arasseo.. aku tahu Oppa.. aku tahu aku salah. Aku terpaksa melakukan ini karena aku tahu oppa pasti tidak akan mengijinkanku kalau aku berkata jujur pada Oppa.” Jelasku tanpa berani menatapnya.

“Ya aku tak akan mengijinkanmu.” Balas oppa dingin. “Tapi kurasa kau tahu kenapa oppa bersikap seperti ini padamu.” Lanjutnya.

“Aku tahu oppa. Aku tahu. Tapi kumohon oppa.. tak semua orang seperti pria brengsek itu.” Balasku tak mau kalah.

“Kau tidak tahu, Yang Yorin. Kau tidak pernah tahu. Kau selalu saja menyalahkan oppa! Asal kau tahu, Oppa melakukan semua ini karena oppa menyayangimu!” Bentak Yoseop Oppa.

“Oppa! Apa oppa pikir aku senang dengan perlakuan oppa seperti ini? Tidak oppa! Aku tidak suka dikekang seperti ini!” Bentakku tak mau kalah. Aku segera keluar dari kamar oppa, masuk ke kamarku dan menutup pintu dengan kerasnya.

“Perang dingin dimulai.” Samar-samar kudengar Gikwang Oppa mengatakan ini dari lantai bawah.

***

Sudah tiga hari aku diam-diaman dengan Yoseop Oppa. Sudah tiga hari ini juga aku berangkat sekolah dengan diantar DooJoon oppa, karena Dongwoon juga masih marah padaku. Namun aku tak peduli dengan Dongwoon, karena ia tak pernah bisa marah padaku lebih dari tiga hari. Lihat saja, pasti nanti malam juga dia sudah mengajakku belajar bersama, minta diajari Bahasa Inggris. Inilah satu-satunya pelajaran yang aku unggul dari Dongwoon. Dan kebetulan besok kami ada ujian Bahasa Inggris.

“Yorin-ah.. kau tahu bagaimana grammar yang benar untuk kalimat ini?” Nah kan! Tepat dugaanku. Malam ini, Dongwoon nyelonong masuk begitu saja ke kamarku, seolah tak ingat bahwa sudah tiga hari ini ia ngambek tak mau bicara denganku.

“Kau sudah tak marah lagi padaku, huh?” Tanyaku basa-basi sambil membiarkan Dongwoon mendesakku, ikut tengkurap di atas kasur.

“Kurasa itu hanya pertanyaan retoris yang tak perlu kujawab. Ayolah.. cepat ajari aku ini,” desak Dongwoon manja. Kuambil pensil yang dibawanya, dan kupukul kepalanya. Ia mengaduh kesakitan dan aku hanya tertawa lega. Aah.. tanpa kusadari aku merindukan namja ini. Setelah puas menertawainya, aku pun mengambil buku dari tangan Dongwoon dan mencoba menjelaskan bagian yang tak dimengerti olehnya. Tak butuh waktu lama untuk menjelaskannya pada Dongwoon karena memang ia mempunyai otak cerdas.

Keadaanku dengan Yoseop Oppa semakin hari semakin canggung. Kami selalu menghindari tatap muka. Aku selalu memilih membawa makananku ke kamar daripada harus duduk di meja makan menatap Yoseop Oppa canggung. Kurasa ini adalah pertengkaran kami yang paling lama. Di antara kami tak ada yang mendahului bicara. Aku juga takut mau bicara dengannya.

Junhyung Oppa dan DooJoon Oppa tiba-tiba masuk ke kamarku di saat aku tengah chatting dengan si ‘specialnamja’, menghabiskan malam mingguku sendirian. Sepertinya seluruh penghuni ini mengerti benar keadaanku dengan Yoseop oppa sehingga tak ada rutinitas malam minggu seperti biasanya.

“Yorin-ah kau sedang apa?” Tanya Junhyung Oppa lembut. Ia duduk di tepi kasur sebelah kananku, membelai rambutku lembut yang tengah tengkurap, masih sibuk dengan notebookku. Hanya saja window chattingku sudah kututup dan beralih ke twitter. Sementara DooJoon Oppa langsung menghempaskan tubuhnya di sebelah kiriku, ikut tengkurap dan berusaha merebut notebookku. Aku membiarkannya karena aku sedang malas rebutan dengannya.

“Sampai kapan kau akan merahan dengan oppamu itu huh?” Tanya Junhyung Oppa mencubit pipiku. Aku mengerang kesakitan, tapi Junhyung Oppa hanya nyengir innocent.

“Huh molla”

“Yorin-ah.. kau tahu? Oppamu itu sangat menyayangimu,” DooJoon Oppa angkat bicara. Ia menyerahkan notebookku kembali setelah beberapa detik mengotak-atiknya, entah apa yang dilakukannya aku tak ingin tahu.

“Tapi ia tak pernah mau tahu kalau aku tak suka diperlakukan seperti ini.”

“Ara.. Aku tahu mungkin selama ini kami berlebihan menjagamu. Tapi itu semua kami lakukan karena Yoseop tak mau kejadian menjijikkan itu terulang lagi padamu.”

“Tapi kan…”

“Tapi kan semua orang tak seperti itu? Ara.. Arasseo.. tapi apa salahnya berjaga-jaga? Tapi memang oppa akui kalau Yoseop itu terlalu berlebihan.” Potong DooJoon Oppa sebelum aku menyelesaikan kalimatku.

“Cobalah untuk mengalah kali ini. Ajak Oppamu itu biacara. Kau tahu? Yoseop sebenarnya merindukanmu.” Tambah Junhyung Oppa.

“Aku juga merindukannya.” Balasku pelan. Malu.

***

Balkon kamarku. Sekarang.

Kubaca berkali-kali pesan yang dikirim Yoseop Oppa itu. Apa aku salah baca? Benar kan ini dari Yoseop Oppa? Aah jam berapa ini? Kurasa sudah berjam-jam aku mencoba tidur tapi tak bisa juga. Omongan Junhyung Oppa dan DooJoon Oppa beberapa jam yang lalu terus mengusikku.

Pukul 00.15.

Aku berjalan pelan keluar kamar, mengetuk pintu kamar Yoseop Oppa. Tak ada sahutan, aku pun langsung membukanya dan masuk. Tak ada orang di kamar ini. Aku berjalan mendekati balkon kamar, kubuka pintunya, dan barulah kudapati Yoseop Oppa tengah berdiri mematung, menengadah ke atas, menatap gemerlap bintang dengan tatapan kosong menerawang.

“Oppa..” panggilku pelan. Takut. Yoseop Oppa berbalik melihatku, melemparkan minuman kaleng kesukaanku. Dengan sigap aku menangkapnya.

“Apa kabar?” Itulah kalimat pertama yang diucapkannya. Ia tersenyum kaku ke arahku, kemudian kembali memandang langit, membiarkan angin malam menerpa wajahnya.

“Buruk.” Jawabku cemberut. Aku segera mendekati Yoseop Oppa, berdiri di sebelahnya dan ikut memandang langit. Yoseop Oppa menoleh ke arahku, memandangi wajahku. “Bagaimana bisa kabarku baik-baik saja kalau Oppa masih marah padaku.” Lanjutku, masih tanpa menatapnya. Yoseop Oppa tersenyum.

“Mianhae,” ucap Yoseop Oppa lembut seraya merangkul pundakku. Aku tersenyum menoleh ke arahnya. “Ah ya.. aku juga merindukanmu,” lanjutnya.

“Juga? Kapan aku pernah mengatakan kalau aku merindukan oppa?”

“Emm? Hya.. kau sudah pikun ya? Kau kan tadi mengatakan itu di twitter!”

“Hah? Kapan aku mengatakannya?” Tanyaku semakin bingung.

Yoseop Oppa buru-buru mengambil ponselnya dari dalam kamar, dan menunjukkan interactions di twitternya. Di situ ada aku yang mementionnya, mengatakan kalau aku rindu padanya. Hei! Tapi aku tak pernah mengetik itu!

“Ah.. kurasa aku tahu siapa pelakunya! Si tukang bully!” Kataku cepat.

“DooJoon hyung?”

“Ne! Ah.. jadi tadi yang dilakukannya di netobookku itu ini.. uughh awas kau DooJoon Oppa!”

Yoseop Oppa hanya tertawa geli melihatku. Dan malam ini kami kembali tertawa seperti biasanya, tak ada lagi canggung yang menjadi penghalang kami. Malam ini Yoseop Oppa memintaku untuk tidur di kamarnya, seperti biasanya yang sering kulakukan kalau aku sedang ketakutan setelah nonton film horror. Aku pun menurutinya, karena malam ini aku ingin terus bersama Oppaku ini, sebagai ganti hari-hari canggung kami akhir-akhir ini.

Yoseop Oppa bersenandung kecil, menatap wajahku yang tidur di sebelahnya. Aku tersenyum senang ketika ia menyelesaikan satu lagu yang selalu aku suka suruh dia nyanyiin. Ia kemudian mengecup dahiku lembut, memelukku, pelukan sayang seoarang kakak pada adiknya. Dan malam ini pun aku tertidur dalam pelukan Yoseop Oppa.

***

Hari minggu ini, hari minggu kedua setelah aku berbaikan dengan Yoseop Oppa di malam minggu seminggu yang lalu, aku habiskan hari minggu ini dengan bermain-main bersama semua Oppaku. Sudah lama kami tak menghabiskan hari minggu bersama. Maka pagi ini, DooJoon Oppa membawa kami ke pantai. Dua mobil cukup untuk mengangkut kami semua. Aku berada semobil dengan Gikwang Oppa, Yoseop oppa, dan Dongwoon, seperti biasanya.

Kami yang memang sudah lama sekali tak melihat pantai pun kegirangan ketika kaki-kaki kami menginjak pasir putih pantai. DooJoon Oppa seperti biasanya, sibuk mengerjai dongsaeng-dongsaengya. Ia mencipratkan air laut ke arah kami, dan aku yang mempunyai refleks paling lambat pun basah kuyup dibuatnya. DooJoon Oppa tertawa kegirangan. Dongwoon malah ikut-ikutan bersekongkol dengan DooJoon, mencipratkan lebih banyak air ke arahku. Aku berlari menghindar, tapi tetap saja air-air itu sukses mendarat di tubuhku. Kuseret Yoseop Oppa, kujadikannya tameng. Yoseop Oppa meronta, berusaha melepaskan cengkramanku, tapi keburu ia basah oleh air cipratan Dongwoon dan DooJoon Oppa. Yoseop Oppa menatapku marah dan berlari mengejarku. Aku berlari menghindar sambil terus tertawa. DooJoon Oppa dan Dongwoon masih sibuk mencipratkan air. Kali ini Junhyung Oppa yang menjadi sasarannya. Aku terus berlari menghindari kejaran Yoseop Oppa, namun karena aku tak melihat ke depan, aku pun sukses menabrak tubuh kekar Gikwang oppa. Kami berdua jatuh terjengkang. Tubuh kami kotor oleh pasir. Yoseop Oppa tertawa puas, sedangkan aku dan Gikwang Oppa hanya meringis, membersihkan pasir-pasir dari tubuh kami. Gikwang Oppa segera bangkit, membantuku berdiri, kemudian berlari mengejar Yoseop Oppa ingin balas dendam. Yoseop Oppa menyeret Hyunseung Oppa, melibatkannya dalam kejar-kejaran ini. Hahaha.. aku hanya tertawa dengan kerasnya melihat ekspresi Hyunseung Oppa yang tak tahu apa-apa.

Lelah bermain seharian di pantai seperti anak kecil, kami bertujuh pun duduk sebaris di pasir, sekitar dua meter dari bibir pantai. Sambil menikmati minuman kaleng yang sengaja Hyunseung Oppa bawa dari rumah, kami menikmati matahari senja dalam diam. Kami berencana menunggu sunset sampai matahari benar-benar tenggelam barulah kami akan pulang. Ah… kusadari bahwa aku benar-benar menyayangi semua Oppaku ini. Mereka memang yang terbaik. Ohya, mereka sudah berjanji padaku untuk tidak lagi terlalu berlebihan mengekangku, asal aku harus selalu lapor kemana dan dengan siapa aku pergi.

***

Sejak saat itu, aku mulai membuat teman-teman baru di kelas maupun di club majalah. Aku merasa bebas sekarang. Aku bisa berteman dengan siapa saja. Dan lagi, aku juga semakin akrab dengan Peniel dan Hoya Oppa –seminggu yang lalu ia berkata padaku bahwa ia tak suka dipanggil sunbae. Maka sejak saat itu aku memanggilnya Oppa--. Namun tentu saja keakraban itu tak lebih dari sekedar teman. Sebenarnya Yoseop Oppa masih sedikit membatasi pergaulanku dengan namja.

Hari ini, sepulang sekolah aku tak langsung pulang. Aku ijin pada Yoseop Oppa kalau aku masih ada kegiatan di club. Maka sepanjang sore ini, kuhabiskan waktuku di ruang redaksi bersama anggota lain. Kami sibuk merencanakan majalah edisi terbaru. Awalnya memang banyak anggota yang hadir, namun lama-kelamaan satu-dua mulai izin pulang. Katanya ada urusan penting yang tak bisa ditinggalnya. Begitu juga dengan Peniel, pulang meninggalkan aku dan Hoya Oppa yang tinggal berdua di ruang redaksi. Kami masih bertahan di sana, sibuk dengan komputer masing-masing, sampai jam menunjukkan pukul 19.00. Hoya Oppa berdiri dan mengajakku pulang. Aku menangguk, dan mengatakannya akan pulang sebentar lagi setelah kerjaanku selasai. Aku menyuruh Hoya Oppa pulang terlebih dulu tapi ia malah memilih menungguku. Aku tak bisa menolaknya.

Dan sore itu, saat aku menyelesaikan kerjaanku, saat aku dan Hoya Oppa jalan beriringan keluar dari ruang redaksi, aku dikejutkan oleh pengakuan Hoya Oppa. Astaga.. aku bahkan tak pernah memikirkan ini sebelumnya. Masih ingat dengan ‘specialnamja’? Dia.. Dialah orangnya. Hoya Oppa lah si ‘specialnamja’ itu!

“Mianhae.. aku baru mengatakannya sekarang,” ujar Hoya Oppa memecahkan kebisuan di antara kami. Aku masih kaget dengan semua ini. “Sejak pertama kali melihatmu, sekitar 8 bulan lalu saat kau baru masuk di sekolah ini, sejak saat itu sebenarnya aku sudah ingin menceritakannya padamu. Waktu itu aku juga benar-benar kaget melihatmu di sekolah ini. Tapi aku terus berpikir bagaimana caranya mendekatimu karena ketiga Oppamu itu terus saja bersamamu. Aku berencana menceritakannya padamu lewat chatting, tapi kuurungkan niatku. Aku bertekad untuk mengatakan ini secara langsung. Mian..” Jelasnya panjang lebar. Ohya, berbeda dengannya yang tak pernah menunjukkan foto aslinya, aku malah terang-terangan memakai foto profil dengan foto asliku. Itu sebabnya kenapa Hoya Oppa bisa langsung mengenaliku dalam sekali lihat.

“Maka hari itu, aku menawarkan club majalah ini padamu. Ah.. kau pernah bertanya bagaimana aku bisa tahu kalau kau suka menulis bukan? Dan kau juga pernah bertanya bagaimana aku bisa tahu kalau Oppamu suka memarahimu? Haha.. tentu saja aku tahu! Kau kan selalu menceritakannya padaku.” Lanjutnya yang membuatku teringat akan pertanyaan-pertanyaan itu. “Mian.. aku harus berbohong saat menjawabmu dulu. Kurasa waktu itu belum tepat untukku mengatakan yang sebenarnya. Jeongmal mianhae..”

“Oppa.. aku benar-benar tak menyangka ini.” Kutatap wajahnya lekat-lekat. Kami sudah lama berhenti di halaman sekolah kami yang sudah sepi. Hanya ada beberapa murid yang berjalan keluar gerbang. Mungkin juga habis ada kegiatan club.

“Jadi.. specialnamja itu benar kau Oppa?” Tanyaku masih tak percaya. Hoya Oppa mengangguk pelan. “Nappeun neo,” ujarku seraya memukul bahunya. Antara senang, malu, semuanya bercampur menjadi satu. Senang karena akhirnya aku bisa bertemu langsung dengan sahabat mayaku itu, tapi juga malu karena Hoya Oppa tahu semua rahasiaku.

Maka sejak hari itu, hubunganku dengan Hoya Oppa semakin dekat. Namun tetap saja aku tak berani menganggapnya apalagi memintanya lebih dari sekedar teman karena aku sudah berjanji pada semua Oppaku. Aku berjanji tidak akan pacaran sebelum aku lulus SMA. Yah itu perjanjian kami waktu itu. Aku dan Hoya Oppa masih terus bersahabat, sampai akhirnya Hoya Oppa menyatakan perasaannya padaku. Ia menembakku. Dengan jujur kukatakan padanya bahwa aku tidak bisa berpacaran dengannya. Sebenarnya perasaanku padanya juga hanya sekedar teman. Aku tak pernah merasakan yang lebih. Maka setelah hari penembakan itu, hubunganku dengan Hoya Oppa malah jadi canggung. Kami tak bisa lagi saling bercanda menertawakan satu sama lain. Kami hanya bertukar sapa saat kami tak sengaja bertemu, atau hanya bicara seperlunya saat di club. Sebenarnya aku agak kecewa dengan sikapnya ini. Sebenarnya aku ingin terus bersahabat dengannya. Tapi.. ya sudahlah. Aku tak berhak meminta itu.

 

**FIN**

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK