Yura POV
Hai, aku yura. Seorang gadis biasa yang bisa dikatakan cukup beruntung karena dapat berkuliah di salah satu Univ Negeri di Medan. Bagaimana tidak, otak yang kumiliki hanya pas-pasan, wajah juga ga cantik-cantik amat, kulit lebih mengarah ke sawo matang, begitu juga dengan kondisi keuangan keluargaku yang masuk golongan menengah ke bawah.
Disini aku hanya tinggal berdua dengan mama. Seorang wanita yang cukup tegar untuk membesarkan anak sepertiku tanpa didukung keluarga dekatnya dan pria yang biasa disebut dengan 'ayah'. Menurut pengakuan mama, ayah pergi meninggalkan kami berdua sewaktu aku berusia seumur jagung. Mama juga pernah bilang kalau ayahku itu asli orang korea. Tapi jujur, aku sedikitpun tidak tertarik dengan cerita mama yang selalu berusaha melindungi kesalahan yang diperbuatnya. Karena tindakannya yang meninggalkan kami itulah, aku sekarang sama sekali tidak suka hal-hal yang berbau korea. Aku juga tidak punya keinginan untuk mencari tau seperti apa wujud dan rupa ayahku itu.
Berbeda dengan Ve, sahabatku. Ve sangat amat teramat menyukai segala sesuatu tentang Korea. Bahkan dia rela terbang ke Thailand atau Singapura hanya untuk menonton konser. Ve juga bersusah payah meracuniku dengan hal-hal itu. Tapi ya namanya juga udah benci dari sononya, aku selalu menolak dan pasang muka yang bilang 'plis deh. Apa bagusnya coba korea itu'. Kalau udah kek gitu, Ve pasti langsung nyerah. hahaha.
* * *
Author POV
Siang yang terik, di DPR (Dibawah Pohon Rindang) terlihat 1 gadis yang seolah tidak merasakan sengatan matahari di kulitnya dan gadis yang lainnya berpangku tangan sambil berusaha untuk tetap menyimak ucapan temannya. Pembicaraan mereka pun terhenti karena suara Handphone. Gadis yang tadinya berpangku tangan langsung merogoh tasnya dan berbicara dengan seseorang di seberang sana.
"Halo" jawabnya.
"Iya, saya Yura." jawabnya lagi tapi dengan air muka yang mulai berubah.
Entah apa yang didengarnya di telfon. Mata Yura terbelalak dan mulai berair. Handphone di genggamannya pun perlahan merosot. Kalau Ve, sahabat yang tadinya cerita dengan semangat tidak menangkapnya, mungkin Handphone itu sudah hancur menghantam tanah. Handphone itu berpindah ke telinga Ve. Setelah berbicara sebentar dan memutuskan panggilan. Ve langsung menarik tangan Yura dan melaju ke tempat yang dikatakan di telfon tadi.
* * *
Yura dan Ve berlari menyusuri lorong Rumah Sakit dengan terburu-buru. Mata Yura sudah banjir dengan air mata. Mereka tiba di ruang yang sudah dipenuhi dengan suster dan dokter yang menangani seorang wanita paruh baya. Yura memaksa masuk untuk menemui wanita yang tak lain adalah mamanya sendiri.
"Biarkan aku masuk!!!" teriak Yura dari pintu.
"Maaf, selain dokter dilarang masuk" dua perawat mencegah Yura masuk.
"Ma, ini Yura. Mama!! Mama!!" Yura terus berteriak memanggil mamanya.
"Nona, kami mohon anda keluar dari ruangan ini!!" tegas seorang perawat.
Melihat hal itu, Ve langsung menarik tubuh Yura keluar ruangan. Sementara Yura masih terus menangis terisak membayangkan hal terburuk yang akan terjadi.
Sudah hampir 30 menit, ruangan itu masih tetap tertutup dan selama itu pula Yura terduduk dengan mata sembab dan tangan terlipat seraya berdoa demi mamanya. Tapi semuanya kembali kepada yang diatas. Tepat disaat Yura mengucapkan 'amin' dalam hati, terdengar teriakan dokter yang meminta salah satu perawat untuk melakukan CPR. Mendengar itu, Yura dan Ve serentak berdiri menghadap ke dalam ruangan. Keduanya berharap yang terbaik. Tapi ternyata Tuhan lebih sayang sama mamanya Yura dan membawanya pergi.
* * *
Sudah sebulan sejak kepergian mamanya, Yura masih tetap aja belum bisa menerimanya. Yura masuk ke kamar mamanya untuk melepas rindu. Yura duduk di atas tempat tidur mamanya dan memandangi dengan tatapan sedih. Tapi kemudian pandangannya beralih ke kotak besar yang terletak di samping lemari.
Yura membukanya dan terkejut mendapati isinya berupa uang korea dengan pecahan 50.000 won. Di paling atas ada buku yang tertulis 'Untuk anakku, Yura', sebuah foto mamanya dengan seorang pria, passport atas namanya, sebuah kalung dengan bandul berbentuk clover dan secarik kertas bertuliskan sebuah alamat. Di halaman pertama buku itu, tertulis pesan singkat mamanya.
"Pergilah ke Korea, nak. Temukan ayahmu."
Yura tidak percaya akan apa yang dibacanya. Bagaimana bisa mamanya menyuruh Yura untuk mencari ayah yang selama ini tidak ingin ditemuinya. Yura ingin marah tapi yang keluar justru air mata kesal.
* * *
TO BE CONTINUE....
maaf kalo ceritanya sedikit dipercepat plotnya dan rada gaje juga :p
mudah-mudahan next chapter bisa lebih baik :)
Selamat Membaca
Kritik dan Saran sangat diperlukan demi kemajuan ff ini
Peace, Love and Enjoy it