Sixth Chapter
Jam 4.30 pagi.
Dongwoo masih di studio tarinya dari tadi tidak berhenti latihan. Meskipun ia tidak tahu lawannya tapi yang pasti ia harus latihan keras. Rookies sekarang kemampuan menarinya luar biasa, dan Dongwoo tidak mau kalah dalam dance battle solonya kali ini. Ia tetap berusaha sebaik mungkin.
Jam 8.30 pagi.
Dongwoo sedang duduk di pojok ruangan dance studio untuk mengistirahatkan dirinya yang dari kemarin jam 11 malam sampai jam 8 tadi. Ia bisa mati kehabisan napas kalau tidak beristirhat. Ia menyenderkan kepalanya ke dinding di belakangnya. Tiba-tiba, bunyi ponsel Dongwoo yang nyaring memecahkan kesunyian dance studionya.
“Halo?”
“Dongwoo! Kau kemana saja? Pagi-pagi begini sudah menghilang” tanya Taewoon khawatir.
“Aku di dance studio, hyung. Aku tidak pulang semalam,”
“Kau gila? Dance battlenya akan diselenggarakan 1 ½ bulan lagi, kenapa sampai tidak pulang begitu?” omel Taewoon panjang lebar.
“Aku tahu, hyung. Aku hanya terlalu banyak pikiran semalam, jadi aku memilih untuk latihan saja daripada di rumah juga tidak akan bisa tidur,” jelas Dongwoo.
“Baiklah, aku akan ke sana membawa makanan. Mau makan apa?”
“Bulgogi ya, hyung,” jawab Dongwoo dengan sedikit terkekeh.
“Uh, dasar. Baiklah, tunggu disana,” terdengar suara sambungan telepon yang terputus.
“Aku datang,” teriak sebuah suara dan pintu dance studio terbuka.
“Oh, hyung,” sahut Dongwoo dengan suara mengantuk.
“Setelah makan, pergilah tidur. Kau terlihat sangat lelah, untuk minggu ini kau tidak punya jadwal apapun. Untuk hari ini latihannya cukup, nanti kau bisa pingsan,” celoteh Taewoon.
“Hm, baiklah. Yang penting sekarang makan dulu,” ia mengambil kantung plastik yang berisi Bulgogi hangat.
Taewoon dan Dongwoo menikmati Bulgoginya. Meskipun di mulut Dongwoo tidak terasa apa-apa, hanya tawar. Ia kembali ke perkataan Soo-Jin kemarin malam, Aku tidak suka kau terlalu dekat dengan Kim Yoona. Kenapa Soo-Jin tiba-tiba mengatakan itu?
****
“Aku tidak suka kau terlalu dekat dengan Kim Yoona?” kata Soo-Jin dengan sedikit terbata-bata.
“Ya?” tanya Dongwoo yang duduk terpaku di depannya.
“Aku hanya tidak suka. Menjauh sedikit,”
“Tapi, itu hanya acting,” jelas Dongwoo yang masih kebingungan.
“Lupakan saja,”
Soo-Jin mengetuk kepalanya dengan sendok yang ada di tangan kanannya.
“Kau bodoh sekali, Soo-Jin! Terlalu bodoh,” ia memarahi dirinya sendiri.
“Bukannya itu memang kenyataannya?” sahut Hoya yang sedang mengambil air dari dalam kulkas.
“Diamlah. Tidak sarapan?”
“Aku sudah sarapan duluan sebelum kau sempat membuka matamu. Jadi perempuan tapi bangun selalu kesiangan,” gerutu Hoya.
“Untuk apa bangun pagi-pagi? Lagian tidak ada kerjaan. Jadi orang itu harus tahu menikmati hidup, bodoh,”
“Kau lebih bodoh,” kata Hoya ketus dan berjalan ke dalam kamarnya.
Soo-Jin sangat ingin melemparkan sendok ini ke belakang kepala Hoya tetapi ia sedang tidak mood mencari masalah di pagi ini. Ia menghabiskan sarapannya dan tiba-tiba mendapat telepon dari Taewoon.
“Ya, Taewoon-ssi?”
“Bisa kita bertemu sebentar?” tanya Taewoon.
“Tentu, jam berapa?”
“Jam 1 siang nanti, di café dekat perusahaan,”
“Baiklah,” Soo-Jin segera menutup teleponnya dan pergi bersiap-siap.
Soo-Jin duduk di pojok café sambil mengaduk-ngaduk minumannya menunggu Taewoon.
“Maaf, aku telat,” kata Taewoon yang duduk di depannya.
“Oh?” Soo-Jin terbangun dari lamunannya, “Tidak apa-apa, aku belum menunggu lama,”
“Ada apa, Taewoon-ssi?”
“Aku dengar, kau akan mengambil cuti selama 3 minggu?” tanya Taewoon dengan sedikit terkejut.
“Kau sudah tahu rupanya. Ya, aku akan cuti 3 minggu. Lagian sudah cukup lama aku tidak bertemu dengan ibuku,”
“Ya! 3 minggu itu bukan waktu yang singkat,”
“Aku tahu,”
“Lalu, kau mau aku yang mengurus kedua orang keras kepala itu?” gerutu Taewoon.
“Maafkan aku. Untuk satu minggu kedepan, Hoya tidak banyak jadwal. 2 minggu kedepannya juga tidak terlalu padat, hanya beberapa saja. Tolong lah, untuk 3 minggu saja,” mohon Soo-Jin
“Baiklah. Tapi, kau berhutang padaku, Nam-ssi,” Taewoon mengedipkan sebelah matanya.
“Ya, akan ku lunasi saat aku kembali. Aku titip ini kepadamu, kalau mereka bertanya tentangku baru diberikan. Aku akan mematikan teleponku,” Soo-Jin memberikan 2 amplop kepada Taewoon.
“Aku mengerti, kapan kau akan pergi?”
“2 hari lagi. Jangan beritahu mereka dulu, aku akan pergi pagi-pagi,”
“Baiklah. Itu saja, jaga dirimu. Sampai jumpa lagi,” Soo-Jin bangkit dari tempatnya duduk, membungkuk berterima kasih kepada Taewoon lalu pergi meninggalkan Taewoon.
“Hei,” panggil Soo-Jin.
“Oh, ada apa Nam-ssi?” jawab Hoya yang sedang berguling di atas sofa.
“Tidak ada. Hanya ingin bertanya, sudah sampai mana persiapan dance battle mu?” Soo-Jin duduk di sofa membuat Hoya bangkit dan duduk di sebelahn Soo-Jin.
“Sudah lumayan. Tapi, kapan dance battle itu akan diadakan?”
“1 ½ bulan lagi, kau masih punya sangat banyak waktu. Kalau kau sampai kalah, awas kau,” ancam Soo-Jin.
“Hei, Nam-ssi. Kau yakin seorang Hoya bisa kalah? Hoya adalah dance machine paling keren sedunia. Tidak usah terlalu khawatir,” kata Hoya membanggakan diri.
“Jangan belagu. Satu lagi, kau ada waktu malam ini?”
“Uhm.. ada, kenapa? Kau mau mengajakku kencan?” Hoya menggoda Soo-Jin dengan bibir dan terangkat sebelah.
“Pantatmu. Hanya makan malam biasa. Lagian kita tidak pernah keluar berdua, pastikan kau menyamar. Aku tidak ingin makan malamku yang nikmat diganggu,”
“Uh, baiklah. Sampai ketemu nanti malam,” Hoya melambai dan pergi ke dalam kamarnya.
Sebenarnya untuk makan malam perpisahan, batin Soo-Jin.
Setelah memesan chicken chop kesukaan Hoya dan steak untuk Soo-Jin, mereka berdua duduk berhadapan dan hanya menikmati wine yang sudah tersedia.
“Wah, manager kita punya banyak duit juga ya, hahaha,” kata Hoya dengan tawa mengejek.
“Diamlah atau kau yang akan ku makan,” dengus Soo-Jin dan tepat pada saat itu, makanan yang mereka pesan datang. Mereka berdua makan dengan lahap dalam ketenangan musik yang di mainkan oleh live band di café tersebut.
Selesai makan, Soo-Jin pun membuka mulut, “Jaga dirimu baik-baik, eo?”
“Ah. Kalau kau ada di sini untuk apa aku menjaga diriku? Aku harusnya dijaga,”
“Aish. Kau kira aku ibumu?”
“Seperti itulah, karena kau sama bawelnya dengan ibuku,” Hoya terkekeh.
“Baiklah. Terserah apa katamu, tapi yang pasti jaga dirimu,”
“Kau berkata seperti itu macam mau pergi jauh atau sudah mau mati saja. Atau, jangan-jangan….kau punya penyakit?” tanya Hoya dengan nada suara yang tiba-tiba berubah menjadi khawatir.
“YA! Aku belum mau mati. Dan jangan berasumsi yang tidak-tidak, aku tidak mengatakan apa-apa, kau sudah gila rupanya,” jerit Soo-Jin dengan nada suara yang naik dua nada.
“Ya…Habis, kau tiba-tiba menyuruhku untuk menjaga diriku. Itu sangat aneh,”
“Terserahlah, mau mendengarkan atau tidak. Ayo, sekarang pulang,” ajak Soo-Jin yang sudah berdiri.
“Eung. Baiklah,” Hoya yang juga sudah berdiri, berjalan duluan ke arah pintu keluar.
Suara burung berkicauan dan cahaya matahari sudah masuk melalui celah tirai jendela yang menyilaukan mata Soo-Jin. Ia pun bangkit dari tempat tidurnya dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Ia tidak pernah bangun sepagi ini. Cuma, ada yang harus dilakukannya siang nanti. Mau tidak mau ia harus bangun pagi. Ia menyiapkan sarapan untuk Hoya yang ditinggalkan di meja makan. Lalu pergi bersiap-siap.
****
–Dongwoo-nim, aku ingin makan siang denganmu. Di café dekat perusahaan, ya. –
Dongwoo tersenyum kecil membaca pesan tersebut, meletakkan ponselnya di atas meja kecil yang terletak di samping tempat tidur lalu tertidur.
Pagi yang cerah, matahari sudah hampir berada di tengah bumi. Jam yang menunjukkan pukul 10 tepat menyadarkan Dongwoo dari mimpi indahnya.
Ia segera ke dapur, mengambil segelas susu. Setelah selesai meneguk susu tersebut, ia pun segera pergi untuk bersiap-siap. Ia sudah merindukan Soo-Jin, meskipun baru 2 hari tidak bertemu.
Dongwoo mengaduk Americano yang ada di depannya dan meneguk Americano tersebut yang terasa lebih manis dari biasanya.
“Dongwoo-nim!” sahut Soo-Jin seraya duduk di hadapannya.
“Eo? Kau sudah datang rupanya,” Dongwoo tersenyum kecil dan menambahkan, “Ada apa?”
“Hanya merindukanmu,” Soo-Jin tertawa kecil.
“Kau bisa saja. Sedang sibuk apa akhir-akhir ini?” tanya Dongwoo yang hatinya berdetak 1 kali lebih cepat.
“Tidak terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Hanya mengurus partnermu itu dan yah menulis laporan. Kau sendiri?”
“Aku juga tidak banyak. Lagian, aku mengambil vakum untuk beristirahat. Paling bulan depan ada dance battle, itu saja,” jawabnya.
Soo-Jin mengangguk kecil. Keheningan menyelimuti mereka berdua tetapi itu membuat jantung Dongwoo berdetak lebih cepat. Hanya diam, dengan senyuman Soo-Jin yang menyinari ruangan itu. Tiba-tiba, Soo-Jin memecah keheningan dengan berkata, “Jaga dirimu, eo Dongwoo-nim?”
“Eo? Oh…Ada apa?” tanya Dongwoo seraya menyeruput Americanonya yang tiba-tiba terasa lebih pahit dari biasanya.
“Tidak ada apa-apa. Hanya jaga dirimu, jangan sampai jatuh sakit,” Soo-Jin tersenyum kecil.
“Tidak.. Kenapa tiba-tiba berkata seperti itu?”
“Hanya ingin mengingatkan. Jangan menunjukkan muka seperti itu, membuatku sedih saja,” Soo-Jin mengerucutkan bibirnya dan Dongwoo pun memaksakan segaris senyum.
“Baiklah, itu saja. Sampai ketemu lagi, Dongwoo-nim,” Soo-Jin bangkit dari tempat duduknya, membungkuk dan pergi meninggalkan Dongwoo.
Ia duduk termenung memikirkan peringatan Soo-Jin, aneh….
****
[SPECIAL POV]
Hoya bangkit dari tempat tidurnya dan bergerak menuju dapur. Ia membuka tudung saji dan melihat ada catatan kecil di sebelah makanan yang tersedia. Hoya mengambil catatan tersebut dan membacanya,
-- Aku akan pergi untuk 3 minggu. Untuk lebih jelas tanyakan pada Taewoon-ssi. --
Hoya membelalakkan matanya dan segera meraih ponselnya.
“Datanglah jam 1 nanti ke café perusahaan,” kata Taewoon sebelum Hoya sempat berbicara.
Ia tidak percaya ini kenyataan, Ia menampar dirinya sendiri dan menyadari kalau ini bukan mimpi…
-------
Dongwoo menguap dan mengucek pelan matanya. Ia bangkit dari tempat tidur dan pergi ke dapur untuk meminum susunya. Saat ia berada di depan kulkas, terlihat sebuah catatan kecil tertempel di pintu kulkas. Dongwoo melepaskannya dan membacanya.
-- Aku akan pergi untuk 3 minggu. Untuk lebih jelas tanyakan pada Taewoon-ssi. [dari : Nam Soo-Jin]--
Dongwoo segera mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Taewoon.
“Datanglah jam 1 nanti ke café perusahaan,” kata Taewoon yang sepertinya sudah mengira kalau ini akan terjadi.
Dongwoo terduduk lemas dan tidak mempercayai bahwa ini benar-benar terjadi.
--------
Sudah diduga kalau mereka berdua akan terkejut seperti ini. Uh, Nam-ssi memang ada-ada saja.
Tepat jam 1, Hoya yang tiba duluan segera menghampiri tempat Taewoon berada yang di susul oleh Dongwoo. Mereka bedua duduk di depannya dengan wajah serius bercampur khawatir bercampur sedih dan tidak percaya.
“Hyung! Ada apa ini?” tanya Hoya dan Dongwoo bersamaan.
“Tenanglah. Kalian macam kehilangan kekasih saja. Baca ini,” Taewoon menyodorkan amplop ke arah mereka berdua.
Hoya dan Dongwoo mengambil masing-masing surat yang bertuliskan nama mereka.
Dongwoo membuka amplop tersebut dan mulai membaca.
----
Kepada : Dongwoo-nim.
Dongwoo-nim, mungkin saat kau membaca surat ini, aku sudah pergi. Pergi untuk selamanya… hahaha, aku hanya bercanda. Aku akan pergi untuk tiga minggu saja. Pergi kemana? Kasih tahu ga ya…? baiklah, aku akan pergi ke Daegu. Kampung halamanku. Tapi, jangan datang untuk mencariku karena aku akan baik-baik saja. Awas saja kalau kau datang menemuiku, aku tidak akan mau kembali lagi ke Seoul. Aku hanya ingin bersama ibuku sebentar, sudah lama tidak menemuinya.
Alasan kenapa aku tidak memberi tahumu adalah aku tidak ingin merepotkanmu. Pasti kau akan bersikeras untuk mengantarku ke Daegu ataupun berusaha menghentikanku agar tidak pergi. Terkadang aku tidak bisa menolak kalau kau memohon. Maafkan aku.
Jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Kau jaga dirimu baik-baik, ya? Mungkin kau sudah bisa mengira ini akan terjadi karena makan siang kemarin. Aku benar-benar minta maaf, kau boleh menghukumku saat aku kembali nanti. Makanlah yang teratur, kau harus seperti semula saat aku kembali nanti. Awas saja! Dan satu lagi, jangan menghubungiku. Aku akan mematikan ponselku, aku hanya ingin menghabiskan waktuku dengan ibuku, jadi supaya tidak ada yang mengganggu, aku mematikan ponselku. Jangan khawatir, aku benar-benar akan baik-baik saja. Jaga dirimu.
Dari,
Nam Soo-Jin
----
Kepada : Hoya-ssi
Oi, anak keras kepala. Kau tidak mungkin sedih saat membaca surat ini dan mungkin kau tidak akan membaca karena ‘manager bawel’mu akan menghilang untuk tiga minggu, pasti kau sangat senang. Baiklah, bersenang-senanglah selama aku tidak ada. Tapi, pastikan kau jangan lupa latihan untuk dance battle bulan depan. Awas saja kalau kau sampai kalah, akan ku patahkan kakimu.
Aku hanya ingin pesan agar kau tidak khawatir. Tidak, kau tidak akan mungkin khawatir juga. Jadi, jagalah dirimu baik-baik. Aku akan pergi ke Daegu, kampong halamanku. Jangan datang untuk mencariku, mana tahu kalau kau merindukanku, hahaha. Tapi jangan datang atau aku tidak akan kembali ke Seoul lagi. Dan juga jangan menghubungiku karena kau hanya akan menghabiskan waktumu, aku akan mematikan ponselku supaya kau tidak mengganggu! Aku akan baik-baik saja. Makan yang teratur, jaga kesehatanmu. Ya, mungkin itu saja. Jaga dirimu, eo?
Dari,
Nam Soo-Jin
----
Dongwoo dan Hoya saling berpandangan setelah selesai membaca surat dari Soo-Jin.
Mereka berdua benar-benar masih belum bisa percaya dengan kenyataan yang sangat berat ini. Mereka berharap ini hanya mimpi yang mirip kenyataan.
Taewoon meninggalkan mereka berdua yang masih kebingungan dan tidak percaya, sama sekali.