Handphoneku kembali berdering untuk kesekian kalinya.
“Aisssh,jinjja..Apa mereka tidak lelah menggangguku terus?” gerutuku. Aku mengambil handphoneku lalu mematikannya. Rasanya aku bisa gila kalau terus seperti ini. Mereka yang menggangguku itu adalah teman-temanku. Ah, lebih tepatnya mungkin orang yang berpura-pura jadi temanku. Bagaimana bisa mereka mengaku sebagai temanku, jika setiap hari yang mereka tanyakan hanya Jung Yonghwa, oppa-ku. Oppa-ku hanyalah trainee dari sebuah perusahaan entertainment yang baru saja akan debut bersama bandnya. Entah apa yang terjadi padaku jika nanti oppa-ku itu sukses bersama bandnya. Membayangkannya saja sudah membuatku gila.
Hidup dengan bayang-bayang seseorang sangat sulit untukku. Sulit bagiku untuk mempunyai teman, yang benar-benar menganggapku seperti apa adanya aku. Untuk itu, aku memutuskan untuk meninggalkan Busan, kota tempat aku dilahirkan ini saat lulus sekolah nanti. Yonghwa oppa memintaku untuk melanjutkan kuliah di Seoul. Dia bilang, kehadiranku disana akan membuatnya lebih tenang. Dia bilang dia akan menjagaku.
Awalnya aku sempat menolak tawaran oppa-ku itu, namun dorongan orang tuaku agar aku bisa mendapatkan pendidikan yang lebih layak di Seoul membuatku menerimanya. Sebelum oppa-ku debut, akhirnya aku memberanikan diriku untuk menyampaikan sesuatu yang sudah lama sekali aku pendam dalam hatiku.
“Apa yang kau inginkan In Hae-ah? Oppa-mu ini akan melakukan apapun untukmu.” Jawabnya tanpa ragu.
Aku mengatakan padanya, bahwa aku tak ingin ada yang mengetahui bahwa aku adalah adiknya selain member cn blue dan juga manager mereka.
“In Hae-ah, apa kau yakin? Akan sangat sulit bagiku melindungimu jika seperti itu.”
Aku memandang oppa-ku. Aku dapat melihat sorot matanya menunjukkan keraguan. Aku tahu ini sulit baginya, tapi aku dia tentunya tahu bahwa ini juga sulit bagiku.
“Keputusanku sudah bulat oppa. Aku hanya ingin hidup tanpa bayang-bayangmu.”
“Mianhae, In Hae. Selama ini aku tidak sadar aku menyulitkanmu.”
“Aniyo, oppa. Kau adalah kakak yang terbaik. Kau tahu, meski sulit menjadi adikmu, tapi kebanggaanku terhadapmu jauh lebih besar dari itu.”
Air mata mulai menetes dari mata kami berdua. Aku mengelap air matanya dan ia memelukku. Keputusan ini adalah keputusan yang sangat berat untukku, tapi aku tahu ini yang terbaik untuk kami.
Mianhae, oppa. Mianhae.
***
Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul 10 malam. Tiba-tiba saja aku merasa lapar dan ingin makan ramen, makanan kesukaanku. Baru saja aku memanaskan air, bel apartemenku berbunyi.
“Aissh, jinjja..Siapa yang berani menggangguku malam-malam begini?”
Aku pun bergegas membuka pintu. Seorang laki-laki dengan masker dan kacamata yang menutupi wajahnya langsung masuk ketika pintu terbuka.
“Rupanya kau..Ada apa datang ke sini malam-malam begini? Mana topimu? Kalau ada orang yang mengenalimu, aku dalam masalah besar.”
“Aissh In Hae-ah, aku ini oppa-mu. Sejak kapan aku menjadi masalah buatmu, hah ! Aku kesini karena aku mengkhawatirkanmu, seharusnya kau berterimakasih.” Seru namja berwajah tampan itu.
Aku terdiam mendengar ucapannya. Aku tidak bermaksud berlaku tidak sopan. Hanya saja, nama besarnya itu seringkali membuatku takut untuk berdekatannya. Sejak tiga tahun yang lalu, aku bahkan sudah jarang bertemu dengannya karena kesibukannya bersama cn blue.Ya, orang yang datang itu adalah oppa-ku, Yonghwa. Kini dia sudah sukses bersama bandnya. Jika ada orang yang melihat seorang Yonghwa mengunjungi seorang gadis di apartemennya malam-malam begini, tentu itu akan sangat menyulitkan.
“Yonghwa oppa, duduklah. Aku sedang membuat ramen, akan kubuatkan untukmu juga.”
Yonghwa oppa pun duduk di ruang tamu sembari menunggu aku selesai masak. Tak lama, ramen pun telah siap di santap dan kami menikmatinya bersama di meja makan.
“Oppa, mianhae. Aku sudah membuatmu marah. Tinggalah di sini malam ini. Aku merindukanmu, Yonghwa oppa.”
“Aniyo, aku tidak marah. Aku yang salah. Malam ini, aku milikmu In Hae-ah.” Jawabnya sembari menunjukkan senyum menggodanya.
“Kau iniii..apa kau selalu menunjukkan senyum itu setiap hari? Pantas saja, fansmu tak terhitung jumlahnya.”
“Gomawo, In Hae. Secara tidak langsung kau mengatakan bahwa oppa-mu ini sangat tampan.”
Aku melihatnya tertawa puas. Rupanya dia tetap tidak berubah, selalu saja merasa bahwa dirinya tampan.
“Aku tidak mengatakan itu oppa. Jonghyun oppa bahkan jauh lebih tampan darimu.”
“Aaah,jinjja..Kau selalu saja membelanya dibanding aku.” Jawabnya sembari melahap ramen buatanku.
“Aku hanya berbicara fakta. Cepat habiskan makananmu, oppa. Banyak hal yang ingin kuceritakan padamu.”
“Ne, baiklah.”
***