Ji Eun bangun pagi hari itu, ia baru saja akan bersiap-siap untuk mengantar kepulangan Henry di bandara saat ia melewati ruang keluarga yang sepi. Padahal ibu, ayah dan kakaknya sedang duduk di sana, tapi tidak ada seorangpun yang mengeluarkan suara, menimbulkan suasana tegang. Bingung dan penasaran, ia menarik sebuah kursi tinggi dari mini bar samping dapur dan duduk di sana untuk menjadi pendengar yang baik dan melupakan acara bersiapnya menuju bandara.
“Lee Ji Na. Berapa usiamu?” Tanya ayahnya membuka pembicaraan. Pertanyaan pertama yang selalu ayahnya tanyakan setelah menyebut nama lengkap anaknya dan sebelum mengeluarkan semua amarahnya.
“Dua puluh tiga, appa.” Jawab Ji Na sambil menunduk. Jarang sekali Ji Eun melihat kakaknya dalam posisi seperti itu, menjadi tersangka yang akan dihukum. Biasanya, kakaknya selalu disanjung dan dipuji.
“Lalu, apa yang sudah kau lakukan di usiamu itu?”
“Aku, aku. Tidak ada, appa. Maafkan aku.”
“Maaf? Setelah kau membohongiku dan menghabiskan lima tahun sia-sia di sana, hah?”
“Maafkan aku, sungguh. Aku tidak bermaksud seperti itu, appa.”
“Lalu, apa? Kau kira kau sudah dewasa dengan usiamu yang baru dua dekade itu sampai-sampai bisa membohongiku lima tahun ini?!” Ayah sudah marah dan bangkit berdiri di depan Ji Na, menuntut kejelasan.
“Maafkan aku, appa. Aku tidak bermaksud seperti itu, sungguh. Dengarkan aku dulu, appa. Aku punya alasannya.”
“Nampyeon, duduklah. Biarkan Ji Na bicara.” Ucap Ibu yang duduk di sebelah ayah menarik-narik lengan baju ayah dan memintanya duduk dan bersabar. Ayah pun kembali duduk, namun matanya tidak terlepas dari Ji Na.
Beberapa menit setelahnya Ji Na menceritakan semua hal yang ia lalui selama lima tahun di negeri orang lain selagi menimba ilmu. Ia menjelaskan mengapa ia berpindah jalur studi setelah tiga tahun menghabiskan waktunya di kedokteran dengan sia-sia dan mengapa sekarang ia lebih memilih jalur hukum yang berbeda seratus delapan puluh derajat dari kedokteran. Ayah, ibu dan Ji Eun hanya bisa mendengarkan dengan baik tanpa menyela penjelasan Ji Na yang kadang diselingi dengan isakan tangisnya sendiri, merasa bersalah dengan keterpurukan dan kebodohannya dua tahun lalu. Dan juga rasa malunya karena tidak bisa menjadi dokter seperti yang ayah ibunya harapkan sebelumnya. Ji Eun menangis bersama kakaknya di kamar setelah pembicaraan di ruang keluarga diakhiri oleh ayahnya yang akhirnya memaklumi tindakan Ji Na itu dengan syarat tahun depan Ji Na harus sudah menyelesaikan masa kuliahnya.
***
“Unnie. Mian~” Kata Ji Eun di sela isak tangis mereka yang memenuhi ruangan kamar, “sebelumnya aku tidak terlalu sensitif tentang kabar-kabar darimu. Mian~ mungkin karena aku juga yang mempersulit keadaanmu, terus memintamu menjadi dokter yang baik, aku bodoh. Haa.”
“Anniyo, Ji Eun-ah. Lupakan saja, mian, aku tidak bisa membanggakanmu.”
“Ah, jangan bicara seperti itu, unnie. Aku adik jahat, tidak peduli padamu.”
“Sudahlah,” ucap Ji Na sambil mengelus rambut kepala adiknya setelah menyeka air matanya yang banjir di kedua pipinya, “sekarang bagianmu untuk membanggakanku, Ji Eun.”
“Haa, unnie.” Ji Eun menangis semakin kencang mendengar ucapan kakaknya yang sepertinya menjadi beban baginya.
“Hei, Ji Eun! Bukankah kau mau mengantar kepergian Henry hari ini?” Tanya Ji Na mengingatkan setelah isakan Ji Eun mulai berhenti. Ji Eun yang mendengarnya langsung melompat berdiri dan menatap jam dinding di kamarnya. Pukul sembilan lebih! Padahal pesawat Henry akan berangkat pukul sebelas.
“Aigoo, unnie! Kenapa kau baru mengingatkanku?” Tanya Ji Eun menghakimi.
“Siapa yang suruh kau seru menangis sendiri? Aku saja sudah tidak menangis.”
“Ah!”
***
Henry bersiap di gerbang keberangkatannya, sebuah ransel bertengger rapi di punggungnya. Ia menatap arlojinya, lima belas menit lagi, batinnya. Ia masih belum menemukan wajah Ji Eun dari berpuluh-puluh orang yang berkumpul di belakang batas garis masuk untuk mengantar kepulangannya. Wajahnya menunjukkan wajah kesal.
“Kenapa? Kau menyesal? Tidak mau pulang, dongsaeng?” Goda Kyuhyun.
“Ah, anniyo hyung.” Jawabnya.
“Keundae, wae? Bukankah tinggal lima belas menit lagi? Kau tidak masuk?”
“Ah, ne. Arraseo.”
“Cih, anak ini, kenapa tidak jujur saja sih kalau mencari Ji Eun?” Cibir Kyuhyun melihat Henry yang berjalan menjauh darinya.
***
“Hosh, hosh..” Ji Eun mengatur napasnya sambil membungkukkan badannya, lelah setelah berlari-larian di bandara mencari-cari pintu keberangkatannya Henry yang menuju Hongkong, Cina. Di sekitarnya suasananya tidak terlalu ramai, tidak seperti yang ia pikirkan akan dipenuhi banyak orang, wartawan dan penggemar yang juga mengantar kepulangan Henry.
“Kau habis berlari, Ji Eun?” Tanya sebuah suara. Ji Eun sendiri hanya mengangguk-anggukan kepalanya untuk menjawab.
“Ingin membatalkan kepulangan Henry?” Tanya suara itu lagi. Kali ini Ji Eun bergeming, ia mengangkat kepalanya dan melihat wajah Kyuhyun di depannya. Wajah yang penuh dengan kecemburuan.
“Mana dia?” Tanya Ji Eun setelah selesai mengatur napasnya.
“Kau terlambat.” Jawab Kyuhyun ketus.
“Ya, kau terlambat.” Timpal seseorang dari belakang Ji Eun.
“Henry! Kau belum berangkat?”
“Kau tidak berangkat?” Tanya Kyuhyun dan Ji Eun bersamaan. Henry sendiri hanya mengangkat kaleng minuman di tangannya.
“Aku baru mau masuk gerbang keberangkatan. Aku haus, jadi aku beli minuman dulu sebentar. Teh daun.” Jelasnya. “Kau hampir terlambat Ji Eun. Kau pasti menyesal kalau terlambat melihatku, kan?” Canda Henry. Tapi Ji Eun tidak mengelak candaan Henry itu, wajahnya tetap serius.
“Apakah kalau aku memanggilmu oppa malam itu, kau tidak akan pulang?” Tanya Ji Eun serius sambil menahan tangis dan rasa harunya mengingat kepasrahan Henry malam itu saat di tepi trotoar. Jauh ke dalam hatinya ia menyayangi Henry, tapi bukan sebagai seorang perempuan hanya sebatas sahabat.
“Entahlah, aku hanya ingin mendengarmu memanggilku oppa, walaupun hanya sekali.” Jawab Henry sambil mengembangkan sebuah senyuman manisnya.
“Kalau begitu, aku tidak akan memanggilmu oppa.”
“Apakah menyenangkanku sangat sulit bagimu, Ji Eun?”
“Bukan. Ah, sudahlah, jangan buat kepulanganmu hari ini seperti sebuah akhir cerita. Aku pasti akan bertemu denganmu lagi. Jadi, ya, aku akan menyimpan panggilanmu itu sampai kita bertemu lagi.” Ujar Ji Eun dengan memaksakan sebuah senyum. Ia merasa bersalah dengan kepulangan Henry kali ini.
“Haha, sudahlah. Aku sudah tahu kau itu menyebalkan tapi kau juga pintar. Jaga Ushiro dan Mae baik-baik ya.” Pesan Henry.
***
Ji Eun tersenyum senang melihat emailnya yang terisi sebuah pesan masuk. Pesan dari Henry. Ia lalu duduk di salah satu kursi kafetaria kampusnya dan mulai membaca isi pesan Henry itu.
Bagaimana kuliahmu? Kau sudah mulai kerja praktik? Aku sudah tahu kedokteran itu sulit, kenapa kau mau masuk jurusan yang menyulitkan dirimu sendiri seperti itu? Well, Aku menemukan jodohku hari ini. Tadi pagi, ibu pulang dari pasar diantar oleh seorang gadis cantik. Ia seorang guru matematika tapi memiliki suara yang merdu. Kau tahu, aku jatuh hati pada pandangan pertama dan yang paling penting, dia sudah menolong ibuku! Tapi, sulit sekali mengatakan isi hatiku padanya. Kali ini bukan gadis yang dijodohkan ibu jadi pasti akan sulit sekali melakukan pendekatan. Bagaimana ini dokter? Ah, lupakan tentang aku. Bagaimana kau di sana? Bagaimana Kyuhyun, Yesung dan Jong Jin? Ushiro dan Mae sudah memiliki berapa anak? Balas secepatnya, Ji Eun!
Note: Aku tahu kau penasaran dengan jodohku, haha. Jadi ini aku kirimkan fotonya, namanya Melissa.
“Apa yang kau tertawakan?” Tanya Kyuhyun mengagetkan Ji Eun yang tengah memandang ponselnya sambil tersenyum sendiri, selesai membaca email dari Henry. Kyuhyun lalu mengambil posisi duduk di depan Ji Eun.
“Kau mengagetkanku, oppa! Dan, siapa yang tertawa? Ini sebuah senyuman, kau tahu?”
“Mianhae, Ji Eun kecil. Pasti kau baru saja membaca email Henry, kenapa kau begitu senang menerima email darinya?” Tanya Kyuhyun dengan sedikit nada cemburu, ia mengacak-acak rambut kepala Ji Eun.
“Kau cemburu?”
“Tidak, siapa yang cemburu.” Elak Kyuhyun sambil memonyong-monyongkan bibirnya.
“Lalu, apa yang kau lakukan di sini? Tidak punya kerjaan tuan terkenal? Grupmu sudah tidak laku?” Tanya Ji Eun jutek dan mengeluarkan sebuah buku tebal dari tasnya.
“Ish, kau ini! Harusnya kau senang ditemui seorang Cho Kyu Hyun yang terkenal ini.”
“Sayangnya kau hanya mengganggu konsentrasi belajarku.”
“Mianhae, aku memang tidak berguna. Tapi, kapan kuliahmu selesai? Lama sekali, kau tahu? Kau menggantungkanku!”
“Siapa yang menggantungkanmu? Aku bahkan tidak menjawab apapun dan kau tidak bertanya apapun padaku, oppa!”
“Lee Ji Eun, aku bisa mati muda kalau kau terus seperti ini. Kau selalu mengatakan ingin fokus dengan kuliahmu, tapi kau tidak memperdulikan aku.”
“Kau mengganggu kuliahku, selalu datang dan mengganggu, oppa. Kau kan bintang terkenal, daripada kau lelah bulak-balik terus menemuiku, lebih baik kau fokus dengan duniamu juga. Dan kalau kau setia, ya silahkan tunggu aku sampai menyelesaikan kuliahku ini.”
“Sudahlah, tidak akan ada habisnya berdebat denganmu.” Kyuhyun lalu merenggangkan kedua tangannya dan menguap lebar, tapi sedetik kemudian dia mengerjap kaget. “Ah! Aku hampir lupa, aku ke sini untuk memberitahumu sesuatu.” Kyuhyun memindahkan kursinya dan duduk di sebelah Ji Eun.
“Mwo?” Tanya Ji Eun sambil pura-pura sibuk menenggelamkan wajahnya serius pada buku tebal di depannya.
“Akhir tahun ini aku akan wamil.” Jawab Kyuhyun mantap.
“Wamil?” Ulang Ji Eun, kali ini matanya sudah tidak lagi menatap buku tebalnya melainkan menatap lurus kedua mata Kyuhyun, memastikan. Dan pertanyaannya langsung dijawab dengan anggukan antusias Kyuhyun. “Bagaimana dengan grupmu, oppa?” Tanya Ji Eun.
“Grupku lulus tahun depan, jadi bukan masalah besar.” Jawab Kyuhyun.
“Kau benar-benar akan wamil? Kau kan bahkan belum mendapat panggilan.”
“Siapa bilang? Aku mendapatkan panggilan tahun lalu, tapi karena aku sedang sibuk tahun lalu akhirnya pelayananku ditunda. Dan aku sudah bertekad untuk melakukan pelayanan tahun ini. Jadi, Ji Eun, setelah aku pulang wamil nanti, jawablah pertanyaanku, ya.” Ujar Kyuhyun panjang dengan tersenyum.
“Baguslah, aku bisa fokus dengan kuliahku selama tiga tahun ke depan.”
“Tiga tahun? Siapa yang bilang tiga tahun?” Protes Kyuhyun.
“Kau tidak mendengarnya, kan barusan aku yang mengatakan kau akan menghabiskan tiga tahun di sana.”
“Enak saja, teman-temanku hanya menghabiskan waktu selama dua tahun untuk pelatihan. Kenapa aku tiga tahun?”
“Bukankah itu bagus? Artinya kau warga negara yang baik, oppa.”
“Ah, sudahlah. Lupakan saja, ya mungkin aku akan menghabiskan tiga tahun biar kau puas. Tapi, semudah itukah kau membiarkan aku pergi wamil?”
“Itu bagus, kan? Pelayanan negara, itu sesuatu yang keren buatku, oppa. Hwaiting!” Ucap Ji Eun memberi semangat dengan kepalan tangan kanan dan mimic member semangat yang dibuat-buat olehnya.
“Tidak apa-apakah?”
“Aku hanya merasa sayang sekali, biasanya para artis akan menerima wamil setelah usia tiga puluhan karena usia dua puluhan masih bisa menerima banyak pekerjaan. Tapi, aku rasa, kau hebat memiliki keinginan wamil dini seperti ini.” Ujar Ji Eun dengan mata yang masih terpaku pada buku tebalnya. Sedangkan Kyuhyun hanya bisa mendesis frustrasi melihat ketidakpedulian Ji Eun.
***
“Terima kasih semuanya untuk dukungan kalian, aku senang sekali. Tapi, aku juga merindukan teman-teman lama di kamp. Untuk itu, sebuah lagu yang ingin kunyanyikan untuk semuanya keluargaku, teman-teman, penggemar, dan juga kau Lee Ji Eun yang kabur dariku, kupersembahkan sebuah lagu, lagu tebaikku,” Kyuhyun yang masih berambut cepak itu mulai memainkan keyboard dan menyanyikan lagu terbaiknya. Suaranya semakin merdu dan ia menyanyikannya dengan penuh perasaan. Di akhir penampilannya, MC bertanya padanya.
“Kami dengar kau memperpanjang masa pelayananmu, sebenarnya ada apa ini? Di tengah-tengah keadaan para artis yang menghindari wamil, kau malah sukarela menambah masa pelayananmu?” Tanya si MC penasaran.
“Oh, itu. Sebenarnya, bukan keinginanku, haha,” Kyuhyun berhenti sebentar untuk tertawa, “aku, aku dihukum tiga bulan penambahan masa pelayanan karena ketahuan bermain dan membawa games ke kamp.” Jawab Kyuhyun jujur dan malu-malu. Kontan pernyataannya langsung disoraki para penonton dan mengundang senyuman MC.
“Hahaha. Kau ini masih seorang GameGyu rupanya. Tapi, kan hanya dihukum tiga bulan kenapa kau baru keluar sekarang?”
“Ya, aku hanya merasa bersalah dan ingin menebus kesalahanku sedikit lebih lama.” Jawab Kyuhyun yang diikuti tepukan riuh dari penonton.
“Haha, kau benar-benar baik. Lalu, Cho Kyuhyun masihkah kau ingin dipanggil seorang Super Junior?” Tanya MC itu.
“Ya, aku masih akan menjadi seorang Super Junior.” Jawabnya tegas.
“Tapi kan, sekarang kau sudah tidak muda lagi, sudah dua puluh sembilan tahun, apa yang akan kau lakukan? Kembali ke dunia hiburan atau yang lainnya?”
“Yang ingin aku lakukan?” Tanya ulang Kyuhyun. “Aku ingin melamar seseorang.” Jawaban ini langsung dibalas dengan gemuruh dari para penonton dan senyuman tertahan MC.
“Aku rasa aku tahu siapa dia, Lee Ji Eun kah?” Tanya MC.
“Wah, kau bisa menjadi seorang peramal!” Canda Kyuhyun.
“Itu sudah menjadi rahasia umum untuk para penggemarmu dan publik, kami sering menyebutnya sebagai cinta setia seorang gamegyu.”
“Ah, benarkah?” Tanya Kyuhyun kaget. “Aku benar-benar tersanjung.” Jawabnya yang lagi-lagi mendapat respon dari penonton berupa tawa dan senyum.
“Tapi, kenapa kalau kau ingin melamarnya kenapa kau menyanyikan lagu Nayoseumyeon tadi? Itu kan bukanlah sebuah lagu yang romantis.” Tanya MC bingung.
“Itu, itu karena itulah lagu yang paling aku hafal.” Jawab Kyuhyun polos yang langsung disenyumi MC.
“Baiklah, kalau begitu, kau ingin melamarnya sekarang?” Tanya MC lagi.
“Sayangnya tidak bisa, dia kabur ke entahlah aku tidak tahu kemana. Kata Jong Jin-ah, dia sedang tugas ke daerah. Menyebalkan sekali, bukan?” Keluh Kyuhyun. “Tapi, aku sudah menunggunya lima tahun, menunggunya lagi bukan masalah untukku.”
“Kau benar-benar hebat, Kyuhyun-ssi!” Ucap MC setelah mendengar keluhan Kyuhyun itu diikuti tepuk tangan penonton.
“Ah, mianhae. Aku mengeluh di sini, padahal aku tidak boleh mengeluh, mianhae.” Kyuhyun pun menunduk dalam ke arah penonton.
“Haha, sudahlah, Kyuhyun. Nah, sekarang aku punya hadiah untukmu.” Kyuhyun bingung dengan pernyataan MC itu, tapi sedetik kemudian seseorang benyanyi dari arah belakangnya. Suara Ji Eun, dalam satu gerakan ia menoleh ke belakang tapi tidak menemukan satu orang pun. Tapi, ia pun akhirnya menyadari gambar diri Ji Eun di layar. Ji Eun menggunakan pakaian tebal dengan setting sebuah klinik kecil di pegunungan. Ji Eun menyanyikan lagu Sunday Morningnya Maroon5 dengan merdu, lagu yang juga pernah Kyuhyun bawakan untuknya lima tahun lalu.
“Ji Eun-ah, kau dimana?” Tanya Kyuhyun setelah Ji Eun selesai menyanyikan lagunya itu.
“Aku? Di gunung.” Jawab Ji Eun pendek.
“Bukan itu, dimana kau sekarang, di daerah mana?” Tanya Kyuhyun gemas.
“Aku tidak akan memberitahunya. Kau pasti akan menggangguku kalau aku beritahu.” Jawab Ji Eun mengesalkan yang lagi-lagi diikuti senyuman penonton.
“Tapi, kau sudah janji untuk menjawab pertanyaanku, kenapa kau kabur sekarang?” Tanya Kyuhyun mendesak.
“Aku tidak meninggalkanmu, aku tidak kabur. Aku hanya menjalankan tugasku, lagipula salah siapa mendapat hukuman? Katamu kau tidak akan menghabiskan tiga tahun di sana, tapi dua tahun seperti yang lainnya.” Omel Ji Eun.
“Kan aku sudah bilang aku akan menghabiskan tiga tahun biar kau puas, Ji Eun kecil.”
“Ya, ya. Lupakan saja. Baiklah, sekarang kau sudah pulang, apa yang ingin kau tanyakan padaku, oppa?”
“Ah, sekarang?” Tanya Kyuhyun bimbang, ia menoleh pada para penonton. “Kau tidak akan mempermalukanku, bukan?” Tanya Kyuhyun lagi. Tapi, Ji Eun menjawabnya dengan wajah mengesalkannya.
“Kau tidak akan tahu kalau tidak mencoba bertanya.” Jawab Ji Eun bijak.
“Tapi, aku malu kalau harus mengatakannya sekarang.” Aku Kyuhyun yang langsung diikuti gemuruh para penonton.
“Sekarang atau tidak sama sekali?” Tantang Ji Eun dengan senyum menggemaskan Kyuhyun.
“Baiklah, Ji Eun kecil! Saranghae, Lee Ji Eun. Aku tidak bisa menunggumu sampai selesai kuliah. Jadi, maukah kau menjadi wanitaku sekarang?” Tanya Kyuhyun lantang. Ji Eun tersenyum lebar.
“Bersediakah kau berhubungan jarak jauh denganku selama setahun ke depan, oppa?” Tanya Ji Eun yang langsung diikuti tepukan gemuruh penonton dalam studio.
“Aku sudah menunggumu lima tahun, apalah artinya setahun ke depan kalau kau sudah menjadi wanitaku? Saranghae Lee Ji Eun!”
-end