“Ji Eun-ssi, maaf merepotkanmu. Mohon bantuannya.”
“Ah, anniyo, eomoni. Ini memang tugasku. Bersenang-senanglah.” Ji Eun menunduk dalam ke arah bibi di depannya yang sudah berjalan menjauh. Bibi itu melambaikan tangannya mengucapkan selamat tinggal. Saat Ji Eun sudah menegakkan tubuhnya lagi, sebuah senyuman mengembang di wajahnya.
“Ddangkoma! I’m coming!” Seru Ji Eun bersemangat dalam hatinya. Ji Eun masuk ke dalam toko hewan kakaknya dengan tergesa-gesa. Senang sekali rasanya bisa berbicara dengan hewan peliharaan idolanya.
“Ddangkoma! Yesung-oppa orang yang bagaimanakah?” Tanya Ji Eun setelah memposisikan dirinya duduk di depan kandang Ddangkoma, kura-kura peliharaan Yesung. Ji Eun membuka kandang Ddangkoma yang sudah bertengger di atas meja sedari tadi, ia mengeluarkan Ddangkoma dan memindahkan kandangnya ke lantai sehingga ia bisa meletakkan Ddangkoma bebas di atas meja. Ia mulai mengelus tempurung Ddangkoma dan berceloteh sendiri, “Nah, kau sudah menatapku sekarang. Ayo bicaralah!”
Satu jam kemudian Ji Eun mengeluh, “Sekarang aku tahu mengapa Yesung-oppa bosan kalau bersamamu dan mulai mengoleksi pet lain. Aigoo, tidak bisakah kau mengeluarkan sedikit suara? Ayo menyalak!” Ji Eun mengerang frustrasi dan mengacak-acak rambutnya sendiri di tengah-tengah showroom pet tokonya yang sepi. Hewan-hewan di sana kaget dan menatap bingung kelakuan tuannya yang aneh itu dari masing-masing etalase kandang buatan mereka.
***
Ji Eun menenteng belanjaannya dan bersiul pelan irama canon sepanjang jalan menanjak menuju toko hewannya. Dari kejauhan ia melihat seorang laki-laki mencurigakan berpakaian serba hitam berdiri di depan tokonya sambil memandang papan nama tokonya dengan serius. Laki-laki berkacamata dan bertopi itu mengenakan mantel hitam dan matanya masih saja tertuju pada papan nama yang bertuliskan ‘Betty Pet Hotel Shop’ berwarna pink dengan Hangeul untuk nama ‘Betty’, toko hewannya –tepatnya toko hewan milik kakak Ji Eun yang Ji Eun kelola sepanjang liburan masuk universitasnya. Ji Eun mempercepat langkahnya mendekati toko hewannya.
“Ahjussi! Apa yang kau lakukan di depan toko orangkah?” Tanya Ji Eun dengan tatapan penuh selidik kepada laki-laki bermantel hitam mencurigakan di depannya. Laki-laki itu sangat mencurigakan memang, mengenakan mantel hitam bertudung dengan topi dan kacamata hitam.
“Ah, aku? Aku, aku hanya memastikan apakah ini benar ‘Betty Pet Hotel Shop’.” Jawabnya kaget karena ditanya dengan tatapan menghakimi milik Ji Eun.
“Ya, ini memang ‘Betty Pet Hotel Shop’. Namanya kan terpampang jelas di sana,” tunjuk Ji Eun pada papan nama yang sedari tadi diperhatikan laki-laki itu dengan tampang serius, “tidak bisakah kau membacanya? Dan tulisan itu?” Kali ini Ji Eun menunjuk keterangan di balik pintu toko hewan yang bertuliskan ‘Close’.
“Aigoo, eomma,” Laki-laki itu mendesah keras mengagetkan Ji Eun, “tapi, aku harus membawa Ddangkoma kembali.”
“Ddangkoma? Siapa kau ingin mengambil Ddangkoma?” Tanya Ji Eun curiga.
“Aku, aku Kim Jong Woon.” Jawab laki-laki itu gagap, ia masih tidak nyaman dengan tatapan mata Ji Eun yang penuh selidik dan nada suara Ji Eun yang penuh curiga.
“Oh, jadi, Tuan Kim. Siapa kau sebenarnya? Orang suruhannyakah?” Tanya Ji Eun mendesak, tentu ia tidak akan memberikan Ddangkoma dengan mudah kepada laki-laki mencurigakan di depannya ini. Hening lama, laki-laki itu belum juga menjawab pertanyaan Ji Eun. Laki-laki itu hanya mematung dan menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal dengan kikuk. Tapi, setelah beberapa lama, dengan perlahan laki-laki itu membuka tudung dan topinya lalu melepaskan kacamatanya.
***
Ji Eun tidak percaya dengan penglihatannya. Hari ini adalah hari yang paling membahagiakan baginya sepanjang sejarah hidup seorang Lee Ji Eun. Bahkan dalam mimpi pun dia tidak dapat mengukir wajah idolanya secara tepat, tapi sekarang, Yesung, pemilik suara indah itu duduk di depannya sambil mengelus tempurung Ddangkoma sama seperti yang ia lakukan tadi siang! Rasanya sungguh, sungguh menyenangkan dan memalukan. Bagaimana ia bisa melupakan nama asli idolanya itu! Tapi, dibandingkan rasa malunya, Ji Eun sekarang lebih merasa senang. Rasanya seperti ingin memekik sekencang-kencangnya tapi tentu saja tidak ia lakukan, ia harus menjaga imagenya di depan idolanya itu.
“Yesung-ssi, mianhae. Aku tidak tahu kalau itu kau, dan memanggilmu ahjussi. Mianhae.” Ucap Ji Eun rendah sambil menunduk dalam menatap kolong meja, meminta maaf pada Yesung.
“Ah, anniyo, Ji Eun-ssi. Mungkin aku memang sudah terlihat seperti ahjussi sekarang.” Jawabnya dengan senyum lebar, masih sambil mengelus tempurung Ddangkoma di atas meja.
“Anniyo!” Tuka Ji Eun cepat sambil menyilangkan kedua tangannya tinggi di depan wajahnya. “Kau belum tampak seperti seorang ahjussi, hanya saja pakaianmu sungguh mencurigakan di depan toko tadi.” Ji Eun lalu dengan cepat menunduk kembali, malu setelah menyadari kesalahannya. Kata-katanya barusan seperti sudah mencurigai idolanya itu, matanya tertuju pada kedua tangannya yang mengepal di pangkuannya, gemetar.
“Ne! Kau boleh memanggilku oppa kalau begitu.” Yesung tiba-tiba berdiri dari kursinya sambil mengangkat Ddangkoma dengan kedua telapak tangannya. Melihat gerakan ini, wajah Ji Eun pun terangkat untuk melihat apa yang dilakukan Yesung. “Gamsahabnida, untuk perawatan Ddangkoma hari ini, chusunghaeyo, sudah merepotkanmu.” Yesung menundukkan kepalanya sedikit, lalu dengan satu gerakan Yesung memasukkan Ddangkoma kembali ke kandangnya. Ji Eun baru saja akan menjawab ucapan terima kasih Yesung saat seseorang memanggil Yesung dari luar pintu masuk tokonya.
“Hyung!” Panggil laki-laki itu dengan suara nyaring yang langsung membuat Yesung dan Ji Eun menoleh kaget ke asal suara. Henry masuk ke dalam ruang showroom pet dengan senyum mengembang di wajahnya, “Waktunya berangkat! Ada latihan malam dan yang lain belum makan sedikit pun.”
“Latihan malam?” Tanya Yesung ulang dan langsung dijawab dengan anggukan Henry, “tapi kan aku bukan M.”
“Kata Manajer Park, KRY juga ikut ke Hongkong lusa. Ayo, hyung!” Ajak Henry kembali, sekilas ia melihat wajah Ji Eun yang masih bingung melihat suasana aneh ini. Sedangkan Yesung sendiri masih mematung di tempat, berpikir dan menimbang-nimbang. Ia baru saja akan menyatakan penolakannya saat Henry menarik tubuhnya dan menyeretnya paksa tubuhnya keluar dari toko Ji Eun. “Ayolah, hyong! Yang lain hampir mati kelaparan menunggumu.” Katanya setelah berhasil menyeret tubuh seniornya itu keluar dari toko Ji Eun. Sebelum menutup pintu toko, ia menyempatkan diri untuk berbalik dan menatap Ji Eun sekilas. Henry meninggalkan Ji Eun dengan sebuah senyuman, bukan senyuman ramah melainkan senyuman sinis yang mengejek.
“Aiich!” Ji Eun menghentak-hentakkan kakinya kesal, “Apa-apaan dia, hah? Mengganggu waktuku dengan Yesung-oppa!” Ji Eun mendesis kesal dengan tatapan masih ke arah pintu yang tadi dilalui Yesung dan Henry Si Pengganggu.
***
Ji Eun baru saja memasak mie instan, kekesalannya pada Henry membuatnya kelaparan. Tapi, sebuah telepon masuk menghentikan kegiatannya yang sedang meniup mie panasnya itu.
“Yoboseyo.” Salam Ji Eun sambil sedikit menundukkan kepalanya.
“Yoboseyo, ah anyeonghaseyo Ji Eun-ssi. Jong Woon-ah, sudah kesanakah mengambil Ddangkoma?” Tanya bibi di seberang sana.
“Ah, ya, Yesung-oppa sudah ke sini dan mengambilnya, ah…” suara Ji Eun terputus dan mengambang di udara saat ekor matanya melihat kandang Ddangkoma yang masih bertengger manis di meja, “aigoo, eommoni! Dia melupakan Ddangkoma!” Pekik Ji Eun panik.
***
Ji Eun memandang bangunan berasitektur modern di depannya dengan wajah sumringah yang berjarak sekitar dua ratus meter di depannya. Super Junior’s Dormitory, tempat tinggal idolanya! Kenyataan ini membuat Ji Eun melambung di udara saking senangnya, juga dengan kenyataan bahwa ia mendapat nomor telepon Yesung semalam!
“Ji Eun-ssi! Ddangkoma! Ddangkoma ada bersamamu, kan?” Tanya Yesung panik.
“Ya, kau melupakannya, oppa.” Jawab Ji Eun tak bernada, ia bersusah payah menjaga suaranya agar tetap terdengar normal, tapi hasilnya malah terlalu datar.
“Aigoo! Bagaimana ini? Aku tidak bisa ke sana dan mengambilnya. Aiich! Aku frustrasi!” Nada suara Yesung benar-benar terdengar frustrasi. Lalu, Ji Eun mendengar Yesung menjauhkan ponselnya dan mendumel, ‘Bagaimana ini? Henry, ini semua salahmu.’
“Ah, Ji Eun-ssi, bisakah kau membantuku?” Tanya Yesung lemah.
“Mwo, oppa?”
Ji Eun berjalan penuh semangat menuju dorm idolanya itu, sebuah senyuman menghiasi wajahnya megingat percakapannya dengan Yesung semalam.
“Sepertinya aku akan menitipkan Ddangkoma, Ddangkonim dan Ddangkoming juga Gomingku selama seminggu di Pet Hotelmu. Besok datanglah ke dorm Super Junior, aku akan menyiapkan semua kebutuhan mereka.”
***
Ji Eun memandang jam tangannya, 07.56. Ia datang terlalu cepat. Ji Eun menunggu di depan lobi dalam diam sambil mencari sesuatu yang menarik dari ujung-ujung sepatunya.
“Ji Eun-ssi, sudah lama menunggu?” Tanya sebuah suara yang datang mendekat ke arah Ji Eun.
“Ah, anniyo, oppa!” Ji Eun mengangkat kepalanya cepat dan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, tapi ucapannya terhenti saat melihat sosok di depannya itu ternyata bukan idolanya.
“Anyeonghaseyo, aku Liu Xian Hua.” Ucap Henry memperkenalkan diri dengan nama aslinya sambil menjulurkan tangannya ke Ji Eun hendak menjabat tangan, tapi Ji Eun tidak menyambutnya. Ji Eun masih kesal dengan kejadian semalam, masih kesal dengan wajah Henry dan senyum sinis ejekannya itu. Ia membuang mukanya ke arah jendela seolah-olah ada sesuatu yang menarik di sana.
“Kenapa? Kau mengharapkan aku ini hyung?” Tanya Henry tepat sasaran. Ia menarik kembali tangannya yang sudah terulur dan tak tersambut itu. “Salam kenal.” Katanya sambil menundukkan sedikit kepalanya, mengikuti kebiasaan orang-orang Korea yang ia tahu. Hening merambat di antara mereka.
“Kau pasti masih kesal dengan kejadian kemarin,” celoteh Henry dengan cengiran lebar yang tidak disukai Ji Eun, cengiran yang memamerkan deretan gigi putih rapi Henry, “kau pasti berharap bisa lebih lama menghabiskan waktu berdua bersama hyung, tapi sayangnya aku harus datang dan menyeretnya untuk latihan. Dan aku rasa aku benar, dia harus mementingkan latihannya dibandingkan seorang fans.” Jelas Henry tanpa merasa bersalah.
Dalam pikiran Ji Eun sendiri, ia sudah memikirkan banyak sekali rencana untuk membalas Si Pengganggu Henry. Menendangnya mungkin, membantingnya atau menjambaknya. Lalu mengadu pada Yesung oppa. Tapi, tentu saja semua itu tidak ia lakukan, ia cukup tahu diri.
“Anniyo, aku rasa kau benar. Dia memang seharusnya lebih mementingkan waktu latihannya,” Ji Eun berhenti sejenak merangkai kelanjutan ucapannya, “ya, dibandingkan Ddangkoma, seharusnya. Tapi aku rasa, dia pasti akan tetap memilih datang ke tempatku menjenguk Ddangkoma dibandingkan latihan bersamamu.
Dan aku tidak perlu memperkenalkan diri, kau sudah tahu namaku dan siapa aku. Aku juga sudah kenal dan tahu siapa kau, Prince Violint.” Ujar Ji Eun.
“Seterkenal itukah aku?” Tanya Henry sambil mengacak-acak rambutnya salah tingkah. Percaya sekali kau, pikir Ji Eun.
“Sebenarnya kau lebih terkenal dengan julukan Mochi.” Jawab Ji Eun datar menghapus rasa bangga Henry yang baru dipuji dalam sekejap. “Mana Yesung oppa?” Tanya Ji Eun mengalihkan topik pembicaraan. Tapi, Henry tidak langsung menjawab dan malah menyodorkan sebuah tas seukuran tas perlengkapan bayi pada Ji Eun.
“Mwo?” Tanya Ji Eun tidak mengerti, ia tanpa sadar mengangkat sepasang alisnya dengan pandangan bertanya dan bingung.
“Perlengkapan Ddangkoma, Ddangkonim, Ddangkoming dan Goming. Makanan, mainan, alat mandi, handuk, ya, pokoknya perlengkapan mereka.” Jelas Henry panjang.
“Tapi,” Kata-kata Ji Eun terputus saat seseorang membekap mulut Henry dari belakang. Henry meronta dan berteriak-teriak tidak jelas yang hanya terdengar seperti gumaman hung atau ong yang ditangkap telinga Ji Eun. Dari balik tubuh Henry, Yesung menampakkan dirinya dengan cengiran lebar. Ia melambaikan tangannya yang bebas kepada Ji Eun yang hampir saja dibalas dengan pekikan girang Ji Eun melihat idolanya itu, ditambah dengan kenyataan idolanya sedang menjahili orang menjengkelkan di depannya itu.
Henry masih saja meronta-ronta, kedua tangannya mencoba melepaskan tangan orang yang sedang membekapnya. Hingga akhirnya ia berhasil menggigit telapak tangan seniornya yang paling usil itu. Yesung meringis sebentar sebelum kembali memperlihatkan senyumnya seperti sedia kala, ia mengacak-acak rambut Henry.
“Berhenti menepuk kepalaku dan mengacak-acaknya, hyung!” Seru Henry sambil menepis tangan seniornya itu.
Aich! Anak ini, tidak bisakah sedikit sopan dengan seniornya, hah? Pikir Ji Eun kesal. Rasanya ia ingin menjitak kepala Henry saat melihat Henry menepis tangan idolanya. Padahal kalau boleh Ji Eun mau menggantikan posisi Henry saat itu, ditepuk kepalanya oleh Yesung, si suara emas! Kenapa tidak?
“Ji Eun-ssi, apakah Pet Hotelmu menerima hewan lain seperti kucing dan anjing?” Tanya Yesung saat mereka berdua sudah duduk berhadapan di salah satu meja taman.
“Tentu! Tokoku menerima semua jenis hewan, tikus, katak atau ikan. Bahkan cacing, kera dan ular pun juga bisa aku rawat, aku kan calon dokter hewan handal!” Jawab Ji Eun berapi-api membanggakan toko dan dirinya.
“Baguslah! Anggota lain berencana menitipkan pet mereka di Pet Hotelmu. Aku mempromosikannya, loh. Eomma sangat menyukaimu, Ji Eun-ssi dan aku rasa aku perlu mempromosikanmu, untuk menyenangkan eomma.” Ujar Yesung. Ji Eun merona merah mendengar pernyataan Yesung barusan. Aigoo, dia mempromosikan tokoku! Pekik Ji Eun girang dalam hati.
“Ah, ya, Ji Eun-ssi, biar Henry yang mengantarmu. Mianhae, aku tidak bisa mengantarmu, aku harus latihan sebuah lagu mandarin dan itu sangat sulit. Aku rasa aku hampir gila menghafalkan lagu mandarin.”
“Fighting, oppa!” Ji Eun memberi semangat, “Oh, ya. Katakan pada Henry tidak perlu repot-repot mengantarkanku, aku bisa pulang sendiri.”
“Tidak bisa, mana mungkin kau bisa pulang sendiri Ji Eun-ssi. Kau kan harus membawa Ddangkonim, Ddangkoming, Goming, Heebum, Bangsin, Champagne, Hyakku, Sen, Ari, Ali, Meo, Bada, Jiuwei, Teushirie, Choco dan Rong-rong.” Ujarnya menyebutkan semua pet anggota Super Junior. “Bagaimana kau bisa pulang membawa banyak pet seperti itu? Itu jumlah yang banyak, kan? Lagipula aku memang sengaja menyuruhnya mengantarkanmu untuk memblasnya kemarin.”
...to be cont