Hari ini Dae Sung berada di kampus. Sudah berkali-kali ia membolos kelas Tata Bahasa, dan kali ini ia berusaha agar tidak ada pekerjaan yang menahannya lagi. Untunglah Ma Ri selalu ada untuk meminjamkan catatan dan membantunya mengerjakan tugas di sela-sela kerjanya di Panda Cafe. Saat ini, setelah kelas usai, Dae Sung duduk sendirian di bangku panjang bawah pohon untuk menunggu kelas selanjutnya.
“Dae Sung!” Ma Ri berjalan ke arahnya. Ia terlihat bersemangat siang ini. Tumpukan kertas ada di tangannya. “Ini brosur toko bunga tempatku kerja sekarang,” jelas Ma Ri sebelum Dae Sung bertanya.
“Toko bunga?”
“Sekarang aku kerja di sana tiap hari Selasa dan Rabu. Hanya jaga toko kok. Tapi sekarang aku sedang bantu promosi, jangan lupa datang ya,”
Tak terasa sudah tiga bulan ini Ma Ri tetap bekerja di Panda Cafe. Karena ia masih saja membutuhkan uang, ia juga mencari pekerjaan tambahan lain.
“Ya ampun, kau benar-benar butuh uang ya, sampai kerja keras begini.”
“Ya begitulah. Aku juga harus mengirim uang untuk bayar sewa rumah Ibuku, lalu bayar sewa apartemenku sendiri di sini, oh ya bayar uang ku...” Ma Ri mengingat-ingat semua tagihannya.
“Ngomong-ngomong, kau sudah tahu kan, besok Panda Cafe libur lho,”
“Oh iya, besok kan acara pernikahan Bos,”
“Besok aku jadi pelayan di acara itu lho. Kau tidak mau ikut? Lumayan untuk menambah uang saku,”
“Tidak ah. Aku kerja menjaga toko bunga saja. Semangat ya untuk besok,”
Dae Sung menghela nafas karena lelah. Matanya menerawang menatap langit yang silau. “Aku juga bekerja keras setiap hari, mencari uang untuk mempelajari puisi, rasanya benar-benar,...”
“Dae Sung, aku sebar brosur lagi ya,” Ma Ri berlari pergi, masih dengan ceria.
XXX
Semua orang terlihat sibuk. Hari ini ballroom hotel itu akan disewa untuk sebuah acara pernikahan. Hiasan-hiasan berwarna serba putih juga sudah terpasang rapi di sana. Meski hanya mengundang sedikit orang, hal itu tidak mengurangi kesibukan mereka.
Dae Sung sedang bersiap dengan seragam hitam putihnya. Ia akan menjadi pelayan yang akan membawakan makanan dan minuman di acara nanti. Di sampingnya, Young Bae, juga dengan seragam yang sama. Di sekitarnya juga ada beberapa pelayan lain yang sedang bersiap.
“Ah, keren juga diriku,” gumam Young Bae sambil merapikan pita hitam di lehernya. Dae Sung hanya mencibirnya dalam hati melihat itu.
Seorang wanita tiba-tiba memasuki ruangan. Ia juga memakai seragam hitam putih, sama seperti semua pelayan di acara ini. Seikat bunga ada di tangannya. “Di mana Nona Kim?” katanya panik.
“Nona Kim? Bukannya dia di ruang sebelah?” jawab Dae Sung. Pelayan wanita itu mengatakan kalau ia sudah mencari Nona Kim di mana pun tapi tidak menemukannya.
“Memang kenapa sih?” tanya Dae Sung yang mencoba berbaik hati.
“Bunganya layu, bagaimana ini?”
Dae Sung meraih bunga yang sudah berwarna putih kecoklatan itu. Sebagian batangnya juga ada yang sudah patah. “Ini bunga untuk pengantin wanita kan? Kenapa bisa seperti ini? Bagaimana sih caramu menyimpan?”
“Celaka kalau Nona Lee Chaerin tahu, huh ini salahku,” nampaknya wanita itu tidak berani melapor pada Chaerin, apalagi pada Seungri, walaupun hanya masalah kecil seperti ini.
“Masa tidak ada bunga lainnya? Atau ini dipotong saja, masih ada yang bagus kok,” ujar Young Bae sekenanya.
“Ah! Beli saja yang baru! Bukannya Ma Ri kerja di toko bunga?” usul Dae Sung. Ia meraih ponsel di saku celana. “Halo, Ma Ri, aku butuh bantuanmu. Kau bisa kirim mawar putih ke sini tidak?”
XXX
Salah kamar di hotel itu tampak sangat sepi. Hanya satu orang yang sedang duduk di sana. Hanya ada Seungri yang sudah mengenakan tuxedo hitam dengan hiasan bunga putih di bagian dada. Ia nampak gugup, tapi lebih daripada itu ia sedang menghitung sudah berapa banyak uang yang ia keluarkan untuk semua ini.
“Bos!” Dae Sung dan Young Bae tiba-tiba masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk, membuat Seungri terkejut di tengah lamunannya.
“Ya ampun kalian ini! Kenapa aku selalu bertemu kalian sih? Kenapa kalian di sini?”
“Kita kan jadi pelayan untuk acara nanti,”
“Lalu kenapa pelayan seperti kalian masuk ke sini? Bukannya kalian harus siap di dapur?”
“Kami ingin mengucapkan selamat untukmu Bos,” kata Dae Sung.
“Kau pasti gugup kan, makanya kami datang untuk memberikan semangat,” tambah Young Bae.
“Ngomong-ngomong, kenapa kau murung begitu? Aku tahu kau gugup, tapi harusnya kau senang kan? Wah, tinggal satu jam lagi acara dimulai,” Dae Sung melihat jam tangannya.
Seungri merebahkan diri ke sandaran sofa. Ia menatap langit-langit ruangan. “Rasanya aku ingin kabur saja, huh!” gumamnya.
“Jangan begitu Bos! Kau sungguh beruntung akhirnya kau menikah juga, tidak seperti aku yang menyedihkan ini,” kata Young Bae. Ia seakan meratapi nasibnya sendiri dan melihat Seungri dengan tatapan iri.
Pintu ruangan itu terbuka lagi. Tanpa mengetuk, seorang pelayan wanita masuk dengan tergopoh-gopoh. “Tuan, ...”
“Ada apa sih? Bunganya sedang dikirim, kau tenang saja,” kata Dae Sung. Wanita itu adalah pelayan yang mencari Nona Kim karena masalah bunga yang layu.
“Bunga apa?” tanya Seungri penasaran.
“Bunga untuk pengantin wanita ternyata rusak. Tapi kami sudah mengurusnya dengan baik kok,” jelas Young Bae. Ia ingin Seungri memujinya karena sudah berjasa mengatasi keadaan darurat.
Wanita itu masih saja panik, namun ia seperti tidak berani bicara. “Ehm,.. aku menemukan ini di kotak gaun pengantin,..” katanya takut-takut. Di genggaman tangannya sudah terdapat secarik kertas.
Seungri segera merebut kertas itu. Dalam hitungan detik raut wajahnya mendadak pucat. Ia terhuyung dan hampir saja terjatuh ke lantai.
“Ada apa Bos?” Dae Sung penasaran, namun Seungri seperti tidak punya kekuatan untuk berbicara. Bahkan air matanya mulai menggenang di pelupuk matanya yang menghitam karena kurang tidur selama dua hari kemarin. Tanpa bicara, Young Bae segera merebut kertas kecil itu dan membaca isinya.
Aku tidak bisa melanjutkan ini. Seung Hyun sudah kembali padaku. Aku akan ikut pergi dengannya. Maaf. Chaerin.
“Apa-apaan ini? Siapa itu Seung Hyun?” Young Bae bingung.
“Nona Lee tadi sudah ada di ruangannya. Tapi tiba-tiba dia menghilang dan meninggalkan itu,” kata pelayan wanita itu.
“Tolong jangan beritahu yang lain agar tidak ada keributan,” kata Young Bae. Wanita itu mengangguk. Karena tidak tega melihat nasib Seungri, ia segera pergi dari ruangan itu.
Dae Sung terkejut. Namun Seungri lebih terkejut lagi. Ia menjatuhkan dirinya ke sofa. Tatapannya kosong. “B, Bos. Kuatkan dirimu, ini pasti hanya salah paham,” Dae Sung berusaha menghibur meski ia tahu itu sia-sia. Kalau bisa ia ingin menangis bersama bosnya.
“B, bagaimana ini?” akhirnya kata-kata itu meluncur dari mulut Seungri setelah beberapa menit diam.
“Tentu kita harus membatalkan acara,” kata Young Bae seakan tanpa perasaan.
“Tidak bisa! Gedung ini..., gaun, makanan, semuanya! Siapa yang akan mengembalikan uangku!” Seungri histeris. Sepertinya ia lebih mengkhawatirkan uang daripada Chaerin yang sekarang sudah pergi entah ke mana. Setelah marah-marah tidak jelas, mendadak ia menangis seperti anak kecil, membuat Dae Sung dan Young Bae kebingungan. Ia tahu ini menyedihkan, tapi sikap Seungri yang seperti itu juga membuat mereka kesal.
“Huhuu..! Orang tuaku juga akan datang dari Amerika, hiks, bagaimana ini? Mereka pasti akan membunuhku,..”
“Tidak mungkin, mereka pasti memaklumi ini,”
“Tidak bisa! Semua tamu yang datang adalah tamu ayahku! Aku bisa membuat Ayah malu! Mau ditaruh mana wajahku yang tampan ini!”
Pintu ruangan itu terketuk lagi. Seungri ketakutan mendengar suara itu, seakan setelah pintu terbuka akan ada orang-orang lain yang mengabarkan berita buruk. Dan lebih parah lagi, bagaimana kalau itu adalah orang tuanya yang datang?
“Permisi, aku mencari Dae Sung. Apa Dae Sung ada di dalam?” kata suara dibalik pintu.
Dae Sung yang mendengarnya segera membuka pintu. Di sana sudah ada Ma Ri yang membawa seikat mawar putih di tangannya. “Aku tidak terlambatkan?” tanya Ma Ri polos. Nafasnya tersengal karena berlari cepat. Ia buru-buru naik ke lantai tiga setelah petugas hotel mengatakan Dae Sung ada di sana. Dae Sung justru membuang nafas kesal melihat seikat bunga yang dibawa Ma Ri.
“Sekarang tidak berguna lagi,” kata Young Bae di dalam sana.
“Hah? Kenapa? Pasti karena aku terlambat datang ya? Maaf aku tadi naik bus dan terjebak macet, tapi bunganya masih segar kok,” ujar Ma Ri. Seketika matanya beralih pada sosok pria yang tertunduk di sofa. Ia menyadari ada yang tidak beres. “... Apa yang terjadi?”
Tidak ada yang mau menjawab pertanyaan Ma Ri.
“Bos!” Young Bae tiba-tiba berteriak kencang, membuat jantung Seungri yang rasanya sudah tercabik-cabik terlepas dari tempatnya. Belum sempat Seungri memaki, Young Bae sudah menarik Ma Ri yang berdiri kebingungan di depan pintu untuk masuk.
“Aku punya ide!” kata Young Bae yakin.
“Hey, mau apa kau?” Dae Sung heran, terutama Ma Ri yang tangannya digenggam erat oleh Young Bae.
“Ma Ri saja yang menggantikan Chaerin!”
XXX
Semua orang di ruangan itu serasa terkena sambaran petir, kecuali Young Bae. “Hah? Kau gila!” bentak Dae Sung. Sementara Seungri sudah tidak sanggup bicara untuk menanggapi itu.
“Apa? Menggantikan apa?” tanya Ma Ri yang masih bingung.
“Pengantin wanita baru saja kabur. Kalau acara ini batal, Bos pasti akan malu di hadapan semua tamu,” jelas Young Bae.
“Apa?!”
“Jadi kau harus menggantikan Chaerin untuk sementara,”
“Mana bisa begitu! Semua tamu pasti mengenal Chaerin. Apalagi orang tua Bos. Mereka pasti tahu kalau Ma Ri bukan Chaerin,” sanggah Dae Sung.
“Tidak,... mereka semua tidak mengenal Chaerin. Orang tuaku juga belum pernah bertemu Chaerin,” lirih Seungri. Ia seakan sedang bicara sendiri.
“Kenapa bisa begitu? Aneh sekali,” Dae Sung heran. Jadi keluarga dan tamu di sini tidak ada yang tahu tentang Chaerin?
“Nah, bagus kalau begitu!” Young Bae merasa idenya sangat sempurna.
“M, mungkin bisa juga pakai rencana itu,” gumam Dae Sung yang kini nampaknya mulai mendukung rencana Young Bae.
“Hey! Kenapa harus aku yang melakukannya? Cari saja wanita lain! Sekarang bayar bunga ini! Semuanya seratus ribu won!” Ma Ri kesal. Ia tidak peduli Bosnya sedang merana atau apa di sofa itu. “Pokoknya aku akan terus di sini sampai kau membayar bunganya!” Ma Ri duduk di sebuah kursi, masih di ruangan itu. Ia bahkan masih menggenggam mawar putihnya.
“Jangan menagih itu padaku! Biar Bos saja yang membayarnya,” ujar Dae Sung.
“Tapi kalau seperti ini sepertinya dia tidak akan mau membayarnya,” kata Young Bae santai.
Ma Ri sedikit panik. Bagaimanapun caranya, salah seorang dari mereka harus membayar bunga ini, atau dia yang harus membayarnya kalau tidak ingin dipecat dari toko bunga.
“Ayo ikut!” Dae Sung dan Young Bae menarik Ma Ri pergi dari sana. Ma Ri yang terus meronta tidak sanggup melarikan diri hingga mereka membawanya ke ruangan lain yang kosong.
“Ayolah Ma Ri. Hanya dua jam saja, lalu kau boleh pergi. Kau hanya berpura-pura menjadi pengantin wanitanya, itu saja, gampang kan?” kata Dae Sung yang sudah memojokkan Ma Ri ke tembok.
“Nanti Bos akan memberi kita uang tutup mulut,” ujar Young Bae yang tak kalah seriusnya.
“Kita bagi rata uang itu!” Dae Sung yang biasanya baik hati pun jadi seperti ini demi uang.
“Tidak! Itu penipuan! Cari saja orang lain!” teriak Ma Ri. Bagaimanapun juga ia masih waras.
“Ma Ri, kau butuh uang kan? Untuk bayar sewa apartemen, untuk bayar hutang Ibumu, untuk uang kuliahmu? Iya kan?” kata Dae Sung lagi. Ma Ri teringat pada semua tagihannya yang menumpuk. Ia memang sedang butuh uang. Si pemilik apartemen sewaanya juga sudah memberi peringatan untuk segera pindah karena terlalu lama tidak membayar. Sementara ia bekerja rodi seperti ini dan hanya bisa menumpuk uang sedikit demi sedikit. Hatinya bimbang.
XXX
Mata Seungri sembab karena menangis. Uang yang sudah habis terbuang tidak mungkin dikembalikan lagi. Ia berjalan mondar-mandir di tepi jendela untuk menyiapkan diri pada apa yang akan terjadi setelah ini. Pintu terbuka. Nona Kim berjalan dengan tergopoh-gopoh. Ia sudah tahu apa yang terjadi.
“Batalkan acaranya. Tolong kau urus...”
“Bos!” Dae Sung berlari memasuki ruangan. Untuk sesaat Seungri berharap Dae Sung akan mengatakan kalau mimpi buruk ini tidak pernah terjadi, atau setidaknya, ia mengatakan kalau Chaerin sudah kembali.
“Acaranya dimulai lima belas menit lagi. Kau harus bersiap,” ujar Dae Sung.
“Apa Nona Lee sudah kembali?” tanya Nona Kim. Ia hampir saja bernafas lega.
XXX
Ballroom hotel sudah penuh dengan tamu. Tidak terlalu banyak, namun bagi Seungri ini seperti dikepung oleh ribuan orang. Ia berdiri di depan altar sambil terus berdoa. Dae Sung berada di depannya dengan tatapan damai. Ia merasa seperti seorang penyelamat hari ini.
Seungri menggerakkan kepalanya yang berat. Ia melihat orang tuanya sudah hadir di sana, memandangnya dengan bahagia. Harusnya ia menemui dan menyambut mereka dengan baik, tapi situasi ini sungguh mencekiknya.
“Kau yakin ini akan berhasil?” bisik Seungri.
“Tenang saja Bos. Aku sudah mengurusnya,” Dae Sung balas berbisik,”Sebentar lagi dia datang,”
Seungri terus-terusan berdoa. Bahkan kalau bisa ia ingin tersambar petir saat itu juga, agar pingsan atau mati, dan tidak perlu melakukan ini.
“Wah, dia datang,” terdengar suara dari arah bangku tamu.
Secara refleks Seungri menoleh ke arah belakang. Jantungnya serasa berhenti berdegup. Dari kejauhan, seorang pria yang mengenakan jas hitam berjalan mendekat. Tangan kanannya menggandeng sesosok wanita bergaun putih panjang dengan cadar putih yang mengaburkan wajahnya.
Sekitar dua puluh menit yang lalu, Ma Ri sedang berjalan takut-takut menuju sebuah kamar. Ia lalu membuka pintu pelan-pelan dan mengamati keadaan. Hiasan-hiasan serba putih masih terpasang di sana. Ia membayangkan berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk semua ini.
“Nona Lee?” panggil seorang wanita berblazer abu-abu yang berada dalam kamar itu. Wanita itu berlari ke arah pintu dengan panik lalu menatap Ma Ri heran. Ia tidak yakin kalau wanita dengan jaket lusuh di hadapannya adalah Chaerin. “Anda pengantinnya atau bukan?” ia memastikan.
“Iya, aku Chaerin,...” lirih Ma Ri, nyaris tak terdengar. Bibirnya bergetar hebat saat mengatakan itu. Ia sedang berbohong.
“Maaf, acaranya sangat mendadak. Saya belum pernah bertemu Nona Lee jadi tidak mengenali anda. Aku juga baru saja tiba,” kata wanita itu sambil buru-buru membuka sebuah kotak di meja. “Tinggal sepuluh menit lagi, bersiaplah,” katanya sambil memperlihatkan sebuah gaun putih. Gaun yang sekarang sedang dikenakan Ma Ri.
“Wah anggunnya...,” komentar seorang tamu, diikuti oleh suara-suara lainnya yang turut memuji pengantin wanita itu. Mereka tidak tahu kalau saat itu Ma Ri sangat ketakutan. Tangan kanannya hampir saja menghancurkan batang mawar putih yang ia genggam. Ia terus memejamkan mata dan hanya mengandalkan Young Bae untuk membantunya berjalan di sebelah kiri. Ia berharap gaun panjang ini tidak akan membuatnya terjatuh di karpet merah.
Seungri nyaris tidak bisa bernafas saat Ma Ri sudah berada di sampingnya. Ia bisa merasakan aroma wangi yang menguap ke mana-mana. Mungkin itu karena mawar putih di tangannya. Tapi seingatnya bunga itu tidak sewangi ini tadi.
Dae Sung mulai berbicara. Entah apa yang ia bicarakan, mungkin doa-doa atau apa. Sebenarnya Dae Sung sedang berdoa untuk dirinya sendiri, memohon ampunan atas perbuatannya menjadi pendeta palsu.
“Lee Seungri,... apa kau bersedia?” tanya Dae Sung dipenghujung doanya. Seungri terkesiap. Ia hampir saja pingsan sebelum mendengar pertanyaan Dae Sung. Aroma wangi ini seakan menjadi obat tidur yang memabukkan.
“YA!” teriaknya. Para tamu di sana tertawa, mengira kalau Seungri terlalu bersemangat. Mereka tidak tahu kalau sebenarnya dia sedang gugup setengah mati sampai seperti itu.
“Lee Chaerin,... apa kau bersedia?”
Ma Ri masih saja diam, menatap ke depan dengan hampa. Sama seperti Seungri, ia juga nyaris kehilangan kesadaran. “Apa?” tanyanya pada Dae Sung.
“Apa kau bersedia?” Dae Sung mengulang pertanyaannya. Ma Ri gemetar.
Tenanglah. Aku sedang berpura-pura, ini tidak nyata, aku melakukan ini bukan sebagai diriku!
“Chaerin? Kau mendengarku?”
Para tamu mulai riuh. Mereka merasa heran dan tidak sabar.
Dari samar-samar penglihatan di balik cadar buram itu, sudut mata Ma Ri melirik ke arah Seungri yang ternyata sedang menatapnya. Entah apa yang membuatnya melihat dengan cara seperti itu. Tak ada cara lain. Sudah terlanjur. Lakukan saja!
“Ya,..” jawab Ma Ri pelan, namun Dae Sung bisa mendengarnya dengan jelas. Jantung mereka sama-sama mencelos karena lega. Dae Sung segera merapalkan doa. Para tamu pun terlihat senang dan lega.
“Pengantin pria dipersilahkan membuka penutup wajah pengantin wanita,” kata Dae Sung yang membaca tulisan dalam map ia pegang, isinya adalah susunan skenario dan dialog yang buru-buru ditulis Young Bae tadi.
Seungri semakin tegang. Dae Sung sudah berpesan untuk mengikuti saja apa yang ia katakan. Lakukan saja semua dengan natural. Tangannya yang bergetar mulai bergerak ke arah Ma Ri. Ma Ri tetap tidak bergeming. Ia tidak menoleh pada Seungri di sampingnya sedikitpun. Matanya tertuju ke karpet saat perlahan cadar itu tersingkap.
“C, cantik,..” gumam Seungri tanpa sadar. Ia masih diam menunggu instruksi Dae Sung selanjutnya.
“Eh, selanjutnya apa ya?” Dae Sung mendadak bingung. Ia lalu membuka lembar berikutnya dalam map berwarna cokelat tua di tangannya. “Kedua pengantin dipersilahkan berciuman,”
“Hah?!” Ma Ri nyaris saja berteriak. Matanya menatap Dae Sung tajam. Tidak ada perjanjian soal ini tadi. Ia hanya perlu berpura-pura menjadi pengantin wanita, mengenakan gaun, memasuki ballroom, lalu mengatakan ‘ya’ saat sumpah pernikahan.
“Aku tidak mau!” bisik Ma Ri. Hanya Dae Sung yang bisa mendengarnya.
“M, maaf, di sini tertulis begitu,” bisik Dae Sung. Hanya Ma Ri juga yang bisa mendengarnya.
“Aku tidak mau! Awas kau!” Ma Ri masih saja bersikeras. Sementara Seungri disebelahnya tidak sanggup mengatakan apapun. Wajahnya bersemu merah karena malu.
“Lakukan saja Ma Ri, aku terlanjur bilang begitu,” bisik Dae Sung.
“Apa yang terjadi dengan mereka?”
“Kenapa lama sekali?”
“Ada apa ini?”
Para tamu mulai terheran-heran. Mereka sibuk bicara satu sama lain karena merasa curiga.
Dae Sung mengedipkan mata pada Seungri, memberi kode untuk segera melakukannya, atau sandiwara ini akan terbongkar. Tak ada pilihan lain. Semua telah terjadi sejauh ini. Seungri menarik nafas dalam-dalam. Ia sedang menguatkan dirinya. Sementara Ma Ri hanya bisa memejamkan mata. Ia ingin pura-pura pingsan tapi tidak bisa. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya mengutuk semua orang di sini. Ia berjanji akan membunuh Dae Sung dan Young Bae setelah acara selesai.
Belum sempat Ma Ri menyelesaikan rencana pembunuhan itu, tiba-tiba sebuah tangan meraih wajahnya. Ia tidak sempat menghindar saat Seungri mencium pipinya sekilas. Sedetik kemudian ruangan itu riuh lagi oleh para tamu yang bersorak gembira.
XXX