home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Love At The First Sight

Love At The First Sight

Share:
Author : amalamal
Published : 07 Feb 2014, Updated : 13 Dec 2018
Cast : Kris, Sarah
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |23121 Views |5 Loves
Love at The First Sight
CHAPTER 3 : Another Side

Drrrt... drrrrt...

Aku segera menyambar hapeku yang bergetar tepat disampingku. Nama Sehun tertulis di layar hapeku.

“Yoo Saraaaaah!” suara lantang Sehun terdengar di ujung telepon bahkan sebelum aku sempat berkata ‘halo’.

“Ya!” bentakku kaget. “Ada apa?”

“Temani aku, aku ingin keluar,”

“Yaaa micheosseo? Kau besok lomba!” aku tidak habis pikir dengan namja yang satu ini. Bisa-bisanya dia mengajakku keluar padahal besok ada lomba matematika yang harus diikutinya.

“Aku ingin makan tteokbokki...” ucapnya dengan nada yang terdengar seperti anak kecil di ujung telepon sana.

“Shiro! Kau harus belajar Sehunie. Bukannya kau benar-benar ingin memenangkan lomba ini? Lagipula ini sudah pukul tujuh malam!”

“Aku bosan belajar terus. Eomma juga memintaku untuk tidak belajar malam ini, aku sudah cukup belajar berhari-hari kemarin. Aku butuh refreshing sebelum berjuang besok. Jebal temani aku malam ini,” pintanya. Sebenarnya aku juga tidak mau menolak ajakan Sehun. Aku juga merasa bosan malam ini. Namun aku hanya tidak ingin mengganggu waktu belajarnya.

“Oke, mau kemana kita?”

“Tunggu aku saja, hitung dalam tiga hitungan,”

“Maksudmu?” aku tidak paham apa yang sedang ia bicarakan.

“Hitung saja ‘satu dua tiga’! Aku akan datang tepat di hitungan ke tiga,”

“Hah?” aku masih tidak paham. Bagaimana bisa dia datang dalam tiga hitungan, rumahku dengannya tidak sedekat itu.

“Ya pallli! Hitung saja!”

“Arra, satu... dua... tiga...”

Tok tok tok... Pintu kamarku diketuk tiga kali tepat setelah aku melontarkan hitunganku yang ke tiga. Mataku membelalak. Aku segera berlari menuju pintu dan membukanya.

“Annyeong!” ucap Sehun sambil mematikan telponnya. Entah bagaimana caranya ia telah berdiri di depanku persis dan menyunggingkan senyumnya.

“Ottoke?” tanyaku shock.

“Hahaha, aku sudah di sini dari tadi. Aku mengobrol sebentar tadi di bawah dengan Ibumu. Dan aku meneleponmu dari bawah,” jawabnya. “Kajja kita pergi sekarang!”

“Kemana?” tanyaku.

“Molla, yang jelas aku butuh refreshing. Aku sudah meminta izin Ibumu untuk membawamu sampai malam,” jawabnya bersemangat.

“Mwo?!”

“Kajja!”

 

...

 

Sudah dua jam kami berjalan. Menyusuri jalan dari depan rumahku sampai daerah yang entah aku sendiri tidak begitu mengetahuinya. Menikmati dinginnya malam ini dengan Sehun, membeli tteokbokki seperti yang dia inginkan. Entah mengapa malam ini terasa begitu menyenangkan berjalan bersamanya, menghabiskan waktu dengannya. Aku sangat menikmatinya. Saat berbicara dengannya, rasanya kami tidak pernah kehabisan topik pembicaraan.

Dinginnya malam mulai benar-benar terasa menusuk-nusuk tulangku. Sepertinya Sehun menangkap gelagatku yang nampak kedinginan ini.

“Kenapa kau tidak memakai jaket yang lebih tebal eoh?” tanyanya sambil melepas jaketnya dan memasangkannya di badanku.

“Ah gwenchanna, kau pakai saja jaketmu. Nan gwenchanna,” ucapku tak mau melihatnya kedinginan.

“Kau saja yang pakai, aku tidak terlalu merasa dingin,” ucapnya sambil tersenyum.

“Ah gomawo Sehunie,” ucapku. Aku merasa jauh lebih hangat dengan jaket darinya. Sehun mengangkat kerahnya sambil tersenyum dan melirik ke arahku, mengisyaratkan ungkapan ‘aku selalu tahu yang kau butuhkan’. Aku hanya tersenyum melihatnya seperti itu.

“Ya! Kau mau mencoba itu?” Sehun menunjuk penjual gulali di seberang jalan tidak terlalu jauh dari tempat kami berdiri.

“Mau!” ucapku bersemangat. Sudah sangat lama aku tidak makan makanan seperti itu.

“Kajja! Kita beli!” Sehun menarik tanganku tak kalah bersemangat. Kami berlari kecil menuju penjual gulali itu.

Kami hendak menyeberang jalan menuju penjual gulali itu ketika tiba-tiba...

Ciiiit!! Braaaakk!!

Kami melihatnya dengan mata kepala kami sendiri. Sebuah kecelakaan terjadi tepat di depan kami. Mobil dengan kecepatan tinggi menabrak cukup keras motor dari arah yang berlawanan. Waktu tiba-tiba terasa berhenti. Jalanan malam ini tidak terlalu ramai. Beberapa orang yang ada disitu, dan melihat kecelakaan itu nampak tercekat kaget. Beberapa saat kami semua terdiam, baru kemudian kami berhambur mengerumuni mobil dan motor itu.

Aku dan Sehun segera menuju seseorang dengan helm masih terpasang di kepalanya itu. Aku melihat darah mengucur dari lengan namja pengemudi motor itu. Spontan aku keluarkan sapu tanganku dan aku ikatkan pada lengannya. Sehun membantu melepaskan helm yang dikenakannya.

Aku dan Sehun langsung membelalakkan mata begitu melihat wajah namja pengemudi motor itu. Bukan seorang yang asing bagi kami, terutama bagiku. Dia Kris. Tatapan matanya nampak kosong walaupun ia terlihat menahan sakit sambil menggigit bibir bawahnya.

“Kris!” teriakku kaget.

“Kau mengenalnya?” kudengar orang-orang di sekitarku bertanya seperti itu padaku dan Sehun.

Aku tidak melihat ada luka lain selain di lengannya, namun justru itu yang membuatku semakin panik. Bagaimana jika ada luka di bagian dalam?

“Panggilkan taxi palli! Panggilkan taxi!” teriak Sehun. Orang-orang bergegas menghentikan taxi yang lewat. Aku berusaha menyangga tubuhnya untuk bangun.

“Kris!” ucapku lagi sambil menggoncangkan badannya. Tatapannya tetap kosong. Aku benar-benar panik saat itu.

“Sarah, kau bawa dia ke rumah sakit,” pinta Sehun padaku.

“Kau?” tanyaku panik.

“Aku akan mengurus motornya, dan pengemudi mobilnya. Palli!”

Orang-orang membantu Kris masuk ke dalam taxi. Aku hanya mengikutinya masuk ke dalam taxi. Pikiranku sangat kacau saat ini. Aku takut bila terjadi apa-apa padanya. Ia nampak sadar namun tidak bergeming sedikitpun, tatapannya benar-benar kosong. Di tengah kepanikan aku mendengar samar-samar orang-orang berkata bahwa pengemudi mobil yang menabraknya tengah mabuk. Taxi mulai melaju. Aku lihat dari belakang kaca taxi, Sehun membereskan motor yang dikendarai Kris.

Aku benar-benar tidak melihat ada luka selain di lengannya. Tapi mengapa dia hanya terdiam dan tak berbicara sedikitpun, bahkan seperti tidak menyadariku berada di sampingnya? Bicaralah... Katakan kau tak apa...

 

...

 

Sudah lebih dari tiga puluh menit Kris menjalani pemeriksaan. Dokter tidak mengizinkanku masuk. Aku hanya bisa menunggu di luar sambil berharap tidak ada sesuatu yang serius terjadi padanya. Dokter tadi memintaku untuk menghubungi keluarganya. Namun tentu aku tidak mempunyai kontak keluarganya.

Drrrt... drrrt... Hapeku bergetar. Sehun meneleponku.

“Sarah, dia baik-baik saja?” suara Sehun terdengar panik.

“Molla, dia masih menjalani pemeriksaan. Aku harap dia baik-baik saja,” jawabku.

“Aku sudah membawa motornya ke rumahku. Pengendara mobilnya sudah dibawa ke kantor polisi tadi oleh orang-orang. Mungkin aku menyusul ke rumah sakit masih lama Sarah. Aku harus ke kantor polisi dahulu karena polisi masih membutuhkan bantuanku. Disini satu-satunya orang yang tahu Kris hanya aku. Oh ya, tas dan hapenya ada di tempatku, tadi kau meninggalkannya. Aku berusaha menghubungi keluarganya namun aku tidak menemukan nama orang tuanya di hapenya. Aku hanya menemukan nama hyungnya...” jelas Sehun, “Kau tenanglah, Sarah...” lanjutnya menyadari saat ini aku benar-benar ketakutan.

“Gomawo, Sehunie...”

“Tenanglah, hyungnya akan segera ke sana...”

Aku melihat dokter keluar dari ruangan pemeriksaan Kris.

“Sehunie aku matikan dulu teleponnya, dokter sudah keluar. Nanti aku hubungi lagi,” ucapku sambil menutup telepon dari Sehun. Aku segera berlari menuju dokter itu.

“Bagaimana keadaannya?” tanyaku berharap tidak terjadi apa-apa padanya.

“Dia tidak apa-apa, kami tidak menemukan luka serius baik dalam maupun luar. Tapi entahlah, dia terlihat masih sangat shock. Dia tersadar tapi tidak berbicara apapun... Tatapannya masih sangat kosong...” jelas dokter itu, “Kau boleh masuk sekarang. Tolong bantu dia untuk beristirahat dulu malam ini, semoga keadaannya segera pulih,” lanjut dokter itu.

Aku segera masuk ke ruang perawatan Kris. Aku melihat Kris tengah duduk di tempat tidurnya. Ia menyandarkan punggungnya pada tembok di samping tempat tidurnya.

“Kenapa kau duduk disitu? Seharusnya kau tidur dan beristirahat,” ucapku menghampiri ke tempat tidurnya.

Pandangan Kris beralih padaku. Ia menatapku dengan dingin. Perlahan aku lihat badannya bergerak mendekatiku. Aku hanya memandangnya bingung tak tahu apa yang harus aku lakukan.

Tiba-tiba Kris menarik tanganku dan memelukku erat. Badanku membentur badannya dengan cukup keras karena tarikannya. Aku benar-benar kaget dengan apa yang dilakukannya.

“Wae geure??” teriakku sambil mencoba melepaskan pelukannya dan menjauhkan tubuhku. Saat aku mencoba menjauhkan badanku Kris justru menarikku dan memelukku lebih erat.

“Yaaaa! Wae geure??” teriakku lagi.

“Jangkkaman...” suaranya begitu pelan terdengar. “Kajima jebal... Jangkkaman...” ucapnya sambil terus memelukku.

Aku benar-benar merasa tidak berkutik. Jantungku berdegup sangat kencang. Apa yang ia lakukan? hanya itu yang mampu aku pikirkan.

“Biarlah seperti ini dulu, jebal...” ucapnya lagi tanpa bergerak sedikitpun. Semakin aku berusaha lepas dari pelukannya semakin erat dia memelukku. Aku bisa merasakan badannya begitu dingin, suaranya terdengar bergetar. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya di bahuku. Dia terus memelukku entah berapa lama. Aku hanya bisa terdiam dan membiarkannya seperti ini. Entah mengapa ia bersikap seperti ini. “Eomma...” ucapnya sangat pelan hingga hanya terdengar seperti bisikan.

Perlahan aku bisa merasakan tangannya yang ia lingkarkan di leher dan punggungku mulai menghangat.

Krek... pintu kamar perawatan Kris dibuka. Kris masih memelukku meski mengetahui bahwa ada seseorang yang masuk. Aku menarik tubuhku keras melepaskan pelukannya.

“Kau tak apa Kris? Apa yang terjadi?” tanya namja berbadan tinggi itu pada Kris begitu ia masuk. Kris menatapku sebentar lalu mengalihkan pandangannya, tidak menjawab apapun.

“Ia tak apa kata dokter, ia butuh istirahat...” jawabku pelan pada namja itu.

“Oh, annyeonghaseyo. Aku hyungnya, Daniel imnida. Kau? Yeojachingu Kris?” tanya namja yang ternyata hyungnya Kris itu.

Aku begitu kaget mendengar pertanyaannya. “Ah aniyo... bukan...” jawabku. Dia hanya tersenyum.

“Kau istirahat dulu malam ini. Cepatlah pulih, aku begitu mengkhawatirkanmu,” ucap Daniel pada Kris sambil membenahkan selimutnya. Aku lihat Kris mulai memejamkan matanya.

Daniel mengajakku keluar ruangan saat Kris sudah benar-benar terlelap.

 

...

 

“Yoo Sarah imnida,” aku memperkenalkan diri padanya di luar ruang perawatan Kris. Kami duduk di tempatku menunggu saat Kris diperiksa tadi.

“Gamsahamnida Sarah-ssi, jeongmal gamsahamnida,” ucapnya.

“Ah aniyo, tadi aku dan temanku kebetulan sedang berada di tempat yang sama dengannya saat dia kecelakaan...” jelasku.

“Benarkah? Maaf telah merepotkanmu, kau benar-benar yeojachingu yang baik...”

“Aniyo, aku bukan yeojachingunya,” jelasku lagi.

“Hahaha, tak apa. Kau tidak perlu malu mengakuinya. Ah, mungkin Kris yang memintamu untuk tidak mengaku di depanku ya? Hahaha, Kris memang begitu, dia takut aku marah. Padahal aku tidak akan marah, apalagi yeojachingunya seperti Sarah-ssi...” jelasnya sambil tertawa.

Aku benar-benar kehabisan kata-kata untuk mengelaknya bahwa aku bukan yeojachingu Kris. Apalagi aku tahu tadi Daniel sempat melihat Kris saat ia memelukku.

“Tapi...” ucapku dengan nada penasaran, “Kris tadi... Kata dokter dia tidak mengalami luka serius. Mengapa dia bersikap seperti itu?” tanyaku. Sedetik kemudian aku sadar tidak seharusnya aku tanya-tanya hal yang seperti ini. “Ah, maaf... tidak seharusnya aku tanya ini...” ucapku kemudian.

“Oh gwenchanayo. Aku pikir Kris sudah menceritakannya padamu, ternyata belum ya?” tanyanya. Aku hanya terdiam. Bagaimana bisa dia bercerita kepadaku sementara aku bukan siapa-siapanya? batinku.

“Aku akan menceritakannya padamu,” lanjutnya. “Usiaku tujuh belas tahun saat itu, dan Kris masih sepuluh tahun. Sejak kecil Kris selalu menyukai hal-hal yang berhubungan dengan alam. Camping, bermain di pantai, memancing... Oh kau pasti tahu kan dia ikut pecinta alam?”

Aku hanya mengangguk.

“Appa kami adalah seorang pekerja keras. Appa sering bekerja di luar kota dan hanya pulang pada akhir pekan. Saat appa pulang itulah Kris selalu meminta kami untuk bermain ke pantai, camping, atau hal-hal lain. Saat itu ia berulangtahun ke sepuluh. Ia merengek untuk camping saat Appa pulang. Appa dan eomma tentu saja mengabulkan permintaannya. Tapi saat itu, entah mengapa, mungkin Appa terlalu lelah dari pulang bekerja. Mobil yang kami naiki mengalami kecelakaan...” lanjutnya dengan suara tercekat dan semakin pelan.

Aku benar-benar merasa bersalah telah menanyakan hal yang seharusnya tidak aku tanyakan padanya. Aku tidak tau harus berbuat apa saat ini.

“Saat itu, saat kecelakaan itu terjadi, aku tidak melihat apapun. Aku langsung pingsan, aku tidak ingat apapun yang aku alami saat kecelakaan itu terjadi. Tapi Kris... ia melihatnya... ia melihat semua, saat Appa dan Eomma...” Suara Daniel benar-benar menghilang, ia tidak mampu melanjutkan ceritanya. Aku bisa melihat air mata di sudut matanya.

“Mianhaeyo Daniel-ssi... aku... aku tidak bermaksud bertanya seperti...” hanya itu yang bisa aku ucapkan. Aku merasa sangat bersalah telah membuatnya mengingat kembali kenangan itu. Namun di sisi lain aku jadi mengerti mengapa Kris bersikap seperti itu tadi.

“Gwenchanyo...” ucapnya sambil mengusap air matanya yang mulai mengalir dari sudut matanya. “Ah kenapa aku menangis seperti ini, hahaha. Itu sudah berlalu,” tawanya terdengar sedikit dipaksakan. “Setelah itu kami tinggal bersama bibi kami. Namun semenjak aku bekerja, kami tinggal di apartemen sendiri,” lanjutnya.

Sekitar beberapa menit kami hanya terdiam. Suasana rumah sakit sudah sangat sepi karena saat ini sudah larut malam.

Drrrt... drrrt... Hapeku bergetar lagi. Sehun meneleponku.

“Bagaimana Kris? Aku akan ke rumah sakit sekarang,” ucapnya dari seberang telepon.

“Dia sudah baikan, hanya butuh istirahat. Kau tak usah kesini, aku sudah akan pulang sekarang...” jawabku.

“Aku akan menjemputmu,” pintanya.

“Nan gwenchana, aku bisa naik taxi. Sekarang sudah terlalu larut, besok kau harus mengikuti lomba. Sebaiknya kau istirahat. Aku tak mau melihatmu kelelahan besok, aku mau melihatmu menang,” ucapku, “Beristirahatlah...”

“Kau benar-benar tak apa sendirian? Mian...” ucapnya pelan.

“Gwenchana jinjja. Rumah bibiku juga dekat daerah sini. Kalau aku tidak menemukan taxi, aku bisa ke rumah bibiku...”

“Maafkan aku Sarah, maaf jadi seperti ini...” ucapnya lagi.

“Sudahlah, ini bukan salah siapapun. Aku hanya mau tahu kau besok membawa pialanya. Fighting bepu!” ucapku dengan nada bersemangat agar dia tidak merasa bersalah lagi.

“Arraso, hati-hati, fighting!” ucapnya.

Setelah menutup telepon dari Sehun aku segera berpamitan pada Daniel.

“Biar aku antarkan kau pulang,” pinta Daniel.

“Tidak usah, aku bisa naik taksi. Kris lebih membutuhkanmu sekarang,”

“Tapi ini sudah terlalu larut...”

“Aku benar-benar tak apa, taxi di daerah sini banyak,”

“Baiklah, aku akan menemanimu ke depan dan mencari taxi. Jeongmal gamsahamnida Sarah-ssi kau telah menemani Kris sebelum aku ke sini dan menjaganya. Aku harap akan terus begitu, aku harap kau akan terus mampu menjaganya. Sekuat apapun dia terlihat, kau tahu kalau dia juga memiliki sisi lemahnya,” ucap Daniel yang membuatku lagi-lagi kehabisan kata-kata. Tidak mampu mengucapkan apapun apalagi mengelaknya, mengatakan lagi bahwa aku bukan yeojachingu Kris.

Di sepanjang jalan pulang aku hanya memikirkan Kris dan apa yang hyungnya ceritakan padaku. Orang yang selama ini aku kenal karena sikap coolnya ternyata memiliki sisi lain yang baru kali ini aku mengetahuinya.

Tiba-tiba aku teringat bagaimana Kris menarik tanganku dan memelukku tadi. Tubuhnya begitu dingin, tapi pelukannya begitu hangat. Jantungku berdegup kencang lagi. Tanpa kusadari senyum simpul tersungging di bibirku. Semoga dia baik-baik saja, batinku.

 

...

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK