Joohyun yang masih tetap terjaga dalam posisinya diatas tempat tidur. Matanya tidak terpejam. Bahkan ia tidak bisa tidur karena kepalanya masih dipenuhi dengan kejadian yang baru ia alami. Ia tidak bisa tidur karena ia merasa senang padahal jam sudah menunjukan pukul 3 pagi matanya masih tetap terjaga. Ia benar – benar tidak bisa melupakan sedetikpun kejadian saat Yonghwa menciumnya dan memeluknya. Ia memegangi bibir bawahnya dan tersenyum tersipu malu. Ia memejamkan matanya membayangkan kembali saat Yonghwa mengatakan ‘aku mencintaimu’ yang masih sangat jelas terngiang ditelinga Joohyun. Ia tersenyum – senyum sendiri sesekali menutup wajahnya tidak bisa membayangkan semerah apa wajahnya saat ini.
Ia bahkan lebih tidak percaya kalau partner yang ditunjukkan oleh appanya untuk mengajarkan Joohyun diperusahaan appanya adalah Yonghwa. Apakah ini yang disebut dengan jodoh atau ini hanya kebetulan saja. Ia tidak tahu, yang Joohyun tahu saat ini ia merasakan kebahagian yang amat sangat yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara mengekspresikannya.
Ia tahu kalau Yonghwa akan menjadi partnernya diperusahaan appanya saat appanya menunjukkan selembar foto Yonghwa pada Joohyun saat pembicaaran keluarga tentang masuknya Joohyun diperusahaan appanya tadi sepulang ia dengan Yonghwa. Ini benar – benar mengejutkan baginya. “aku tidak sabar melihatmu besok Yonghwa oppa, kira – kira seperti apa ekspresimu besok” Joohyun mematuk – matukan jari telunjuknya ke dagu berfikir membayangkan ekspresi Yonghwa melihatnya besok di kantor.
“ini benar – benar kejutan buatku” Joohyun menarik selimut sampai kedada, ia tidak sabar ingin bertemu Yonghwa besok dikantor.
***
Soojung melihat Yonghwa yang sedang menyiapkan sarapan merasa heran melihat tingkah Yonghwa yang senyum – senyum sendiri. Dia tahu ini pasti karena kejadian tadi malam yang membuat oppanya menjadi seperti ini. Ia senang karena oppanya bisa kembali tersenyum.
“oppa, kau tampak senang sekali. Apa tadi malam terjadi sesuatu yang membuatmu senang?” Tanya Soojung pura pura tidak tahu.
“ini berkatmu dan juga Minhyuk. Gomawo” Yonghwa meletakkan semangkok bubur dihadapan Soojung dan tersenyum sambil mengelus puncak kepala Soojung.
“aku dan Minhyuk oppa ? kami tidak melakukan apapun” Soojung menggeleng masih tetap berpura – pura tidak tahu apapun.
“kau pintar sekali berbohong” Yonghwa melepaskan celemek yang dikenakannya duduk berhadapan dengan Soojung.
“kalau begitu, kapan oppa bisa menikah dengan Joohyun unni. Aku sudah tidak sabar”
Yonghwa meletakkan sendok ia dikenakan disamping mangkuk buburnya. “Soojungie, menikah bukanlah hal mudah. Pernikahan itu juga bukan mainan. Pernikahan adalah suatu ikatan yang sacral, oppa tidak mengambil keputusan yang belum tentu oppa bisa laksanakan. Oppa akan menikah kalau waktunya sudah tepat dan oppa sudah siap untuk menjadi kepala rumah tangga. Oppa harap Soojung bisa mengerti” Soojung diam merasa kecewa dengan apa yang bilang Yonghwa. Perkataan Yonghwa memang benar, tapi ia ingin kalau oppanya memiliki seseorang yang bisa menggantikannya menemani Yonghwa saat ia tidak ada.
Yonghwa melirik jam tangannya dan bangkitdari kursinya kalau dia sudah harus pergi. Yonghwa Melihat keluar jendela menarik nafas dan menghembuskannya perlahan “harinya cerah sekali. Oppa pergi dulu habiskan sarapanmu” Yonghwa mengambil tas kerjanya dan berjalan kepintu keluar rumah.
Soojung yang juga melihat keluar jendela heran dengan apa yang bilang Yonghwa “apanya yang cerah, ini mendung. Dasar efek jatuh cinta” Soojung menggeleng – gelengkan kepalanya.
“Oppa jangan lupa membawa pay…” belum sempat Soojung melanjutkan kata – katanya Yonghwa sudah duluan menghilang keluar rumah.
***
Dan benar saja perkiraan Soojung. Tidak lama Yonghwa berangkat kerja. Pagi yang sibuk dikota Seoul diguyur hujan pagi itu. Yonghwa yang sampai didepan lobi kantornya mengibas – ibaskan kemeja birunya yang terkena rintihan hujan. “aiisshh, seharusnya aku tadi membawa payung”
“Yonghwa !!!” Yonghwa melihat dari mana suara itu berasal. Ia melihat Jonghyun berjalan kearahnya. “kau tidak membawa payung?” Yonghwa hanya menggeleng pelan.
Entah kenapa kalau setiap Jonghyun ingin mengajaknya mengobrol ia ingin rasanya cepat – cepat pergi meninggalkan Jonghyun yang banyak bicara itu.
“Yah Yonghwa, kau cepat sekali berjalan” Jonghyun berlari kecil kearah samping Yonghwa menyamakan langkahnya dengan Yonghwa.
“Seharusnya kau lebih cepat berjalan dariku, badanmu itu lebih tinggi dariku” Jawab Yonghwa sambil berjalan kearah depan pintu lift.
“hey.. kau tahu. Anak presdir hari ini akan masuk. Kau sudah melihatnya?” tanya Jonghyun yang mendapatkan gelengan dari Yonghwa.
“kau tidak bosan membicarakan hal itu setiap hari?” pintu lift terbuka. Yonghwa masuk tanpa mendengarkan Jawaban Jonghyun.
Yonghwa menekan tombol 3 tempat dimana ruangan kerjanya terletak.
“aku tidak pernah bosan jika hal itu seorang yeoja” Jonghyun menyandarkan tubuhnya ke dinding lift berlipat tangan ke depan dadanya tertawa ringan.
Yonghwa berdecak. Pintu lift terbuka. Yonghwa berjalan kearah ruangan kerjanya yang berada persis disamping lift itu berada. Ruangan kecil namun bisa muat menata meja kerja sebanyak lima buah untuk lima karyawan yang bekerja dibawah pengawasan Yonghwa termasuk Jonghyun. Letak meja kerja Yonghwa sedikit berbeda dengan meja karyawan yang lainnya karena ialah yang bertanggung jawab atas semua karyawan yang berada diruangan itu.
Yonghwa membungkukkan kepalanya menerima salam dari beberapa karyawan yang lain yang melihatnya melintas. Dia berjalan mendekati meja kerjanya. Langkahnya yang semula begitu cepat berayun berubah lambat heran melihat seorang yeoja yang duduk disofa tamu yang membelakanginya.
Yonghwa membungkukkan kepalanya memberi salam menyadari bahwa tidak seorang saja yang menunggunya. Disebelah yeoja tersebut ada sekretaris Choi yang juga menunggunya, Jonghyun yang mengikuti Yonghwa dari lobi sampai kemeja kerja Yonghwa juga terlihat memberikan salam pada sekretaris Choi.
“Selamat pagi Choi Seunghyun-ssi” sapa Yonghwa sopan. Yonghwa berjalan mendekati Seunghyun dan memberi isyarat dengan menunjukkan dagunya kearah yeoja yang duduk membelakanginya.
“ahh.. ini kenalkan. Dia..” ucapan Seunghyun terpotong saat Joohyun berdiri dan dengan cepat berbalik kearah Yonghwa.
“Oppa !!!”
Seunghyun terkejut ketika Joohyun memanggil Yonghwa dengan sebutan ‘oppa’ begitu juga dengan Yonghwa yang tidak kalah terkejutnya dengan Seunghyun dan Jonghyun. Ia memang tahu kalau presdir telah memutuskan seseorang untuk membantu pekerjaannya. Tapi ia tidak menyangka kalau Joohyun yang akan berada disini.
“Oppa?” ulang Jonghyun heran. Jonghyun menautkan alisnya melihat kearah Yonghwa. “ka-lian saling mengenal?” tanya Jonghyun dengan cari telunjuk menunjuk kearah Yonghwa dan Joohyun secara bergantian.
“oh” Jawab Yonghwa singkat.
“Kalian sudah mengenal satu sama lain?” tanya Seunghyun untuk meyakinkan
“Bahkan lebih dari mengenal” jawab Joohyun dengan mantap.
“Baiklah kalau begitu, itu akan lebih bagus” Seunghyun mempersilahkan Yonghwa untuk duduk disofa. “kau boleh pergi Jonghyun-shi”
“Ne” Jonghyun membungkukkan kepalanya pamit. Ia masih heran kenapa Yeoja itu menyebut Yonghwa dengan sebutan ‘oppa’. Ia memiringkan kepalanya dan menautkan alisnya “ada sesuatu yang aneh” batinnya.
“Yonghwa-shi, kita langsung saja. Kau sudah tahu kalau presdir memutuskan memberikanmu seorang partner kerja untuk menyelesaikan pekerjaanmu yang sempat tertunda” Seunghyun menunjuk kearah Joohyun “Nona ini akan membantumu menyelesaikan pekerjaanmu” Yonghwa melihat Joohyun yang duduk beehadapan dengannya tersenyum penuh arti kearah Yonghwa.
“Mengingat karena kalian sudah saling mengenal, aku rasa tidak perlu lagi untuk perkenalan awal” Seunghyun bangkit dari duduknya yang diikuti oleh Yonghwa dan Joohyun. “Aku pamit pergi dulu menemui presdir. Kalian bisa langsung memulai” Seunghyun berjalan kearah pintu keluar ruangan Yonghwa.
“Kita mulai dari mana Op-pa” Tanya Joohyun centil. Sedangkan ditempatnya Yonghwa masih berdiri mematung melihat Joohyun heran.
***
Rumah sederhana yang berukuran kecil yang memliki taman kecil dibelakang rumah cukup yang dihuni dua orang. Soojung yang tengah duduk dibangku kayu taman belakang sedang sibuk menggerak – gerakan tangannya dengan sebatang kuas dan kanvas dihadapannya.
Saat ini Soojung sedang melukis seperti biasanya. Darah seni yang diturunkan dari appanya begitu melekat ditubuhnya. Sehari – hari dirumah hanya inilah yang bisa ia kerjakan selagi menunggu Yonghwa pulang dan Minhyuk yang berkunjung kerumahnya. Merasa bosan? Tentu saja ia akan merasa bosan. Ia juga ingin merasakan apa yang dirasakan oleh anak remaja seumuran dengannya. Bergaul bersama teman yang lain, Shopping dan banyak hal lain laginya yang bisa dilakukan bersama sesama teman. Tapi karena keadaan tubuhnya yang tidak memungkinkan, badannya yang lemah. Bahkan untuk berdiri saja ia harus membutuhkan topangan karena itu hanya melukislah salah satunya yang bisa mengusir kebosannya.
Kegiatan Soojung terhenti ketika ponsel yang berada disampingnya bergetar bertanda pesan masuk dan itu dari Minhyuk.
“Soojung-ah mianhe, siang ini aku tidak bisa datang kerumah. Ada yang harus aku kerjakan dulu dikampus. Nanti malam aku pasti datang” Soojung tersenyum melhat isi pesan itu. “tidak apa – apa oppa, selesaikanlah urusanmu tidak usah khawatirkan aku, aku baik – baik saja” balas Soojung.
Soojung meletakkan ponselnya kembali seperti semula. Ia berhenti sejenak dari kegiatan melukisnya. Tubuhnya disandarkan kebatang kursi sandaran. Wajahnya mendongak keatas melihat langit yang begitu cerah. Tangan kanannya yang bebas terangkat keatas seperti ingin menggapai matahari yang sedang menyinari nya. “aku ingin menjadi matahari untuk menyinari orang – orang yang aku sayangi didalam kegelapan. Ya Tuhan, berikanlah aku waktu sebentar lagi” Gumamnya,
Soojung tersenyum ringan memainkan jemarinya menutupi sinar matahari yang menusuk kewajahnya. Kegiatannya terhenti saat ia mendengar bunyi bel pintu. Ia berdiri dengan tumpuan satu tangan kanannya memegang tiang gazebo yang berada dibelakang rumahnya. Ia berjalan perlahan penuh hati – hati sampai didepan pintu. Soojung membukakan pintunya tidak lebar. Ia melihat seorang wanita setengah baya yang mengenakan mantel baju berwarna cokelat dengan syal merah yang melingkar dilehernya serta kacamata hitam yang melekat diwajahnya. Wanita setengah baya yang masih terlihat cantik walaupun usianya sudah terlihat seperti 40 tahunan.
“Nu-gu seo?” tanya Soojung ingin tahu.
Wanita setengah baya itu membukakan kacamatanya. Ia melihat Soojung nanar. Ia melangkah mendekati Soojung. Menggapai pipi Soojung dengan kedua tangannya. Soojung yang refleks memundurkan badannya kebelakang. Ia takut karena ini adalah pertama kalinya ia melihat wanita setengah baya itu. Ia berhati – hati dengan orang asing yang ada dihadapannya ini.
“Nugu seo?” tanya ulang Soojung.
“nan.. eommahaeyo” Soojung mundur satu langkah lagi. Ketika yeoja paruh baya itu ingin menggapai pipi Soojung lagi.
“eomma?” Soojung mematung.
Wanita setengah baya tersebut mendekati Soojung dan menarik Soojung dalam pelukannya. Menangis dipelukan Soojung melepaskan kerinduan seorang ibu yang telah lama meninggalkan anaknya. Ia tahu ia sangat bersalah telah meninggalkan Soojung dan Yonghwa saat masih kecil. Ia menyesalinya. Karena itu ia datang ingin menemui Soojung terlebih dahulu karena ia belum bisa bertemu dengan Yonghwa. Ia ingin menebus kesalahannya dimasa lalu yang telah meninggalkan mereka. Ia ingin merawat Soojung seperti yang orang tua lakukan pada umumnya.
Soojung yang dipeluk tidak bereaksi apapun. Ia hanya diam mematung dengan keterkejutannya. Perlahan ia mulai sadar dan bisa mulai berfikir. Tangan Soojung terangkat dan menepuk pelan punggung wanita setengah baya tersebut dengan perlahan mencoba menenangkannya.
“Benarkah kau eommaku?” tanya Soojung masih tidak percaya.
Wanita setengah baya tersebut melepaskan pelukannya menatap Soojung lekat – lekat. Ia mengangguk sebagai jawabannya.
Soojung membawa wanita setengah baya tersebut keruang tamu tempat dimana ia dan Yonghwa biasa mempersilahkan tamunya dan tempat dimana mereka sering ngobrol didepan televisi. Ruangan yang bisa digunakan dengan 2 hal dalam satu tempat.
Soojung mempersilahkan tamunya untuk duduk dan meninggalkannya sebentar kebelakang untuk menyeduhkan segelas teh buat tamu yang tidak diduganya. Dibelakang ia sesekali melirik wanita setengah baya tersebut sambil mengaduk teh yang ada didepannya.
Ia tidak percaya apa yang benar – benar dilihatnya sekarang. Ini hal yang sangat ia inginkan dari dulu. Melihat seperti apa wajah ibunya. Apakah ia cantik dan perhatian. Ia tidak percaya bahwa ini nyata ibunya sekarang ada dihadapannya.
Soojung berjalan pelan mendekatinya dan meletakkan segelas teh yang ia buat dimeja. Ia mengambil duduk diseberang tempat ibunya tersebut. “Minumlah, ini masih hangat” Soojung tersenyum ringan.
Keheninganpun menyelimuti mereka berdua. Mereka saling menunduk menyibukkan kedua ibu jari yang beradu dalam kaitan tangan mereka masing – masing diatas lutut. Soojung ingin memulai pembicaraan, tapi ia tidak tahu harus mulai darimana.
“Bagaimana aku bisa percaya kalau kau adalah eommaku?” Tanya Soojung hati – hati memulai pembicaraan.
Wanita setengah baya tersebut langsung melihat kearah Soojung. Ia beralih mengambil tas yang ada disampingnya. Ia mengeluarkan sebuah lembar foto usang. Foto yang menunjukkan sebuah keluarga kecil namun utuh. Terlihat seorang pria setengah baya yang nampak berwibawa dan berkharisma memegang pundak seorang anak laki – laki yang berumuran 5 tahun dengan satu tangannya sedangkan satu tangannya lagi merangkul istrinya yang sedang menggendong seorang anak perempuan yang masih berumur 10 bulan. Mereka tampak bahagia dalam foto tersebut.
“Kau bisa melihatnya didalam foto ini” Wanita setengah baya itu memberikan foto tersebut pada Soojung.
“Ini…” Soojung menunjuk foto anak perempuan melirik kearahnya.
“Itu kau. Saat itu kau masih berusia 10 bulan. Pada saat itu keluarga kita sangat bahagia hingga sampai saat appamu telah didiagnosa mengidap leukemia. Semua perlahan menjadi hancur. Sakit appamu yang semakin parah dan keuangan yang sudah mulai menipis. Aku tidak tahan untuk menjalaninya. Dan akhirnya aku meninggalkan kalian. Aku menyesal. Maafkan aku yang telah meninggalkanmu dan Yonghwa. Maafkan eomma Soojung-ah” wanita paruh baya menunduk, air mata satu persatu mengalir dari kedua ujung matanya.
“aku tahu ini sangat memalukan setelah apa yang telah aku lakukan padamu dan Yonghwa aku berani menampakan diriku didepanmu. Aku benar – benar merindukan kalian. Aku ingin bertemu kalian dan memeluk kalian” tangisnya semakin menjadi. Ia membenamkan wajahnya diantara kedua tangannya.
Ia mengangkat wajahnya saat sesuatu yang hangat melingkar dibahunya. Ya, Soojung menghampirinya dan memeluknya hangat. Tangan Soojung yang hangat dapat menenangkannya. Dibenamkan wajahnya diatas bahu Soojung. Ia masih menangis terisak dalam pelukan Soojung.
“Tenanglah” Soojung menepuk punggung ibunya mencoba menenangkan. “Aku mengerti posisimu saat itu. Eomma pasti sangan kesulitan”
“Walaupun Yonghwa oppa tidak pernah menceritakan apapun tentangmu. Aku berfikir kau adalah orang yang baik. Seorang eomma yang lembut dan penuh kasih sayang. Aku juga sangat merindukanmu, aku juga ingin memelukmu dan juga sangat ingin melihat wajahmu” lanjut Soojung.
Wanita paruh baya itu tertegun. Ia melepaskan pelukannya. Ia tertegun saat Soojung memanggilnya dengan sebutan ‘eomma’. Soojung menghapuskan air mata diwajah eommanya dengan kedua ibu jarinya.
“Jangan menangis, eomma akan membuatku sedih”
“Soojung-ah..” wanita paruh baya tersebut tidak bisa berkata apa – apa lagi. Hanya sebutan nama Soojung yang keluar lirih dari mulutnya. Ia sangat bersyukur kepada Tuhan telah memberikan Soojung yang memilik hati seperti malaikat.
***
Diruang kantor Yonghwa, ia tampak sibuk menjelaskan beberapa file yang harus Joohyun ketahui. Mereka duduk berdampingan disatu meja. Joohyun bertopang dagu melihat Yonghwa dan tersenyum kagum padanya. Wajah tampan, memiliki otak yang cerdas bahkan ia bisa memainkan alat musik. Joohyun sangat menyukainya. Hidupnya benar – benar lengkap saat Yonghwa mengatakan kalau ia menyukai Joohyun.
“Tolong perhatikan aku Joohyun-shi”
“aku sedang memperhatikanmu oppa” jawab Joohyun santai.
“kau tidak memperhatikanku, kau hanya melihat wajahku sedari tadi. Kau tidak mendengarkan apa yang aku jelaskan dengan data – data ini”. Yonghwa menunjukkan data – data yang ada dihadapannya.
“kenapa aku tidak boleh memperhatikan wajah pacarku sendiri” Protes Joohyun.
“Ini pekerjaan Joohyun-shi, kau harus bisa membedakan antara pekerjaan dan keadan pribadimu. Bersikaplah sewajarnya. Dan juga jangan panggil aku ‘oppa’ dikantor” Tegas Yonghwa
“Kau cerewet sekali” Joohyun memanyunkan bibirnya. Membuat Yonghwa tersenyum ringan yang tidak diketahui oleh Joohyun.
Bukannya Joohyun memperhatikan Yonghwa. Ia malah bermain dengan ponsel layar sentuhnya dengan asyik. Ia membiarkan Yonghwa berbicara dengan datanya sendiri.
“Seo Joohyun” panggil Yonghwa melihat tingkah Joohyun yang seperti itu.
“hemm..” Joohyun tidak mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya didepanya.
“Seo Joohyun-shi” panggil Yonghwa kesal.
“Wae..”
Yonghwa berniat mengambil ponsel yang berada ditangan Joohyun. Tapi dengan cepat Joohyun menepisnya.
“Jika kau ingin aku memperhatikanmu. Kau harus memenuhi permintaanku?”
“apa?”
“sepulang kantor kau harus mentraktirku makan malam”
“kau ingin kita berkencan?”
“aku tidak bilang kita akan berkencan. Jika kau berfikir seperti itu, itu akan lebih baik” Joohyun tertawa ringan menunjukan deretan giginya yang rata.
“Baiklah, dengan satu syarat. Kau harus..”
“aku tahu op.. Yonghwa-shi” potong Joohyun. “aku akan memperhatikanmu menjelaskan data – data itu. Aku juga akan bekerja keras dan melakukan yang terbaik untuk membuatmu senang” tambah Joohyun.
“Kau harus berjanji” Joohyun mengajukan jari kelingkingnya pada Yonghwa.
“Baiklah” Yonghwa mengaitkan jari kelingkingnya pada kelingking Joohyun.
Yonghwa kembali fokus pada data – data yang ada didepannya itu. Mencoba kembali menjelaskan pada Joohyun. Namun tetap saja Joohyun tidak serius mendengarkannya. Ia malah mengganggu Yonghwa dengan menggodanya.
Ia memandang Yonghwa lekat membuat Yonghwa menjadi salah tingkah.
“kau lucu sekali Yonghwa-shi” tawa Joohyun ringan.
Dari seberang meja tampak Jonghyun yang sedang memperhatikan mereka. Dia memicingkan matanya berpikir bahwa ada sesuatu yang ganjil dengan mereke berdua. Mereka terlihat akrab, tidak mungkin mereka hanya teman biasa. Bahkan Joohyun tersenyum begitu bahagia. Batinnya. Jonghyun memperhatikan detail setiap gerak – gerik Joohyun dan Yonghwa.
“Dasar Yonghwa, dia bilang tidak tertarik. Ternyata malah dia yang begitu senang” Gumam Jonghyun geleng – geleng kepala.
***
Soojung terlihat sangat senang saat menggerak – gerakan tangannya di atas kanvas putih dihadapannya. Tidak pernah ia merasakan kebersamaan bersama ibunya saat ini. Ini yang ia inginkan dari dulu. Bercerita bersama, bermain bersama dan bercanda gurau bersama.
“eomma, jangan bergerak – gerak. Nanti gambarnya jadi kurang bagus” protes Soojung saat melihat ibunya yang sedang dilukis sengaja bergerak untuk membuat Soojung kesal.
Ditaman belakang rumahnya. Mereka terlihat bahagia. Walaupun baru bertemu saat ini mereka sudah terlihat sangat dekat. Batin seorang ibu dan anak memang tidak pernah salah. Saat ini Soojung sedang melukis ibunya. Dia terlihat sangat senang.
“Soojung-ah, kau tidak lapar?”
“Aku sangat lapar eomma” Soojung memegang perutnya mengeluarkan suara manjanya
“Eomma akan memasak untukmu. Kau mau membantu eomma?” tanya ibu
“Ne” jawab Soojung mengangguk semangat.
ibu Soojung mendekati Soojung membantunya berdiri dan mereka berjalan kearah dapur. Ibu membuka – buka lemari penyimpanan dan kulkas melihat apa yang bisa dimasak.
“Apa Yonghwa yang memasak untukmu setiap hari?”
“ehmm” Soojung yang duduk di meja makan mengangguk.
“Soojung ingin makan apa?” tanya ibunya setelah mengambil seonggok daging dari dalam lemari pendingin.
Soojung tampak berpikir. “aku ingin makan steak buatan eomma. Aku juga ingin makan kimchi buatan eomma dan juga aku ingin makan sup eomma” Soojung menyengir.
“Baiklah Nona muda. Pesanan anda akan siap dalam 30 menit” ibu tersenyum ringan.
Mereka memulai membagi bagian – bagian mereka. Soojung dapat bagian memotong bawang dan selebihnya eommanya yang melakukannya.
“Eomma…” Soojung mengangkat wajahnya yang berlinang air mata karena pedas memotong bawang. Ibu yang melihatnya terkekeh. Ia mengambil tisu yang berada didekat Soojung dan mengusapkannya kewajah Soojung.
“Kau ini, hanya memotong bawang saja sudah berlinangan air mata” Ejek ibu menekan hidung Soojung pelan.
“Eomma, aku akan mengirimkan pesan ke Yonghwa oppa untuk pulang cepat dan makam malam bersama” Soojung mengeluarkan ponselnya dari saku.
Belum sempat ia mengetik pesan buat Yonghwa. Yonghwa sudah mendahuluinya mengirim pesan.
“Soojung-ah.. Oppa akan pulang terlambat. Kau makan malam saja duluan tidak usah menunggu oppa. Oppa akan membawakan makanan kesukaanmu nanti. Istirahatlah jangan terlalu capek” pesan Yonghwa Singkat.
“Dasar cerewet” gerutu Soojung setelah membaca pesan Yonghwa.
“Wae?” tanya ibu.
“Bukan apa – apa eomma. Sepertinya Yonghwa oppa tidak bisa makan malam bersama kita mungkin dia akan lembur” Soojung menunjukan layar ponselnya yang mati ke ibunya.
Soojung kembali melanjutkan kegiatannya memotong bawang yang ada dimeja makan. Saat dia mendekati kursi meja makannya, tiba – tiba saja pandangannya kabur dan kepalanya terasa sangat sakit. Dia mengerang pelan matanya terpejam mencoba menahan sakitnya. Ia memegangi kepalanya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya yang bebas menggenggam erat pada sandaran kursi.
Ibu Soojung yang mendengar erangan Soojung berbalik.
“Soojung-ah? Kau tidak apa – apa?” ibu memutar kepalanya mencoba melihat wajah Soojung yang sedikit tertunduk.
“hmm?” Soojung mengangkat wajahnya melihat ibunya. “Tidak apa – apa eomma, kakiku hanya terbentur kaki meja” Soojung tersenyum paksa, berbohong pada ibunya.
“Kau harus berhati – hati Soojung”
“hmm” Soojung mengangguk mencoba tersenyum.
Soojung menarik kursi yang mau ia duduki kebelakang. Dia mengerjapkan matanya yang masih kabur melihat eomma yang memunggunginya. Ia menarik nafas dan mengeluarkannya perlahan. Mengepalkan tangannya untuk menahan rasa sakit dikepalanya. “Aku mohon jangan sekarang” gumamnya.
***
Bulan yang menampakkan dirinya begitu indah. Memancarkan cahayanya pada kegelapan dimalam hari yang menggantikan matahari sebagai penerang siang. Suasana angin malam yang berhembus begitu dingin yang menusuk permukaan kulit orang – orang yang berlalu lalang dijalan.
Diseberang jalan yang terlihat berdiri kokoh sebuah restaurant sederhana namun memiliki interior unik sehingga banyak pengunjung yang berminat untuk masuk kesana. Bukan karena suasana dan interiornya saja. Masakannya yang juga terkenal lezat juga yang membuat restaurant itu ramai banyak dikunjungi orang – orang termasuk Yonghwa dan Joohyun.
Sebuah meja petak minimalis yang dihiasi dengan setangkai bunga mawar didalam vas kecil dan lilin yang menyala disampingnya melengkapi keromantisan pada sepasang kekasih ini. Bunga dan lilin itu bukan dari usulan Yonghwa. Bunga dan lilin itu sudah ada sebelum mereka datang, lebih tepatnya restaurantlah yang menyediakannya semua sebagai pelengkap penghias sebuah meja.
Yonghwa bukanlah tipe orang yang romantis. Seperti bunga dan lilin ini, itu sama sekali bukanlah gayanya. Entah apa yang membuat Joohyun jatuh cinta padanya. Setiap yeoja menginginkan hal romantic dari kekasihnya termasuk juga Joohyun. Ia menginginkan kalau Yonghwa akan seromantis seperti sepasang kekasih yang berada duduk tepat didepan mereka. Tapi mengingat sifat Yonghwa yang dingin dan tidak terlalu peduli Joohyun hanya menghela nafas dan membuang jauh – jauh harapannya itu.
Seorang pelayan datang membawa menu makanan yang tersedia.
“kau ingin makan apa oppa?” tanya Joohyun yang melihat – lihat isi menu makanan.
“samakan saja denganmu”
“aku pesan steak tenderloinnya 2 orange juicenya satu dan..” Joohyun melihat Yonghwa.
“Ice Americano” timpal Yonghwa.
Pelayan itu pamit pergi setelah mencatat semua pesanan.
Ini adalah kencan pertama mereka. Tidak banyak yang mereka bicarakan. Mereka hanya diam satu sama lain. Yonghwa dan Joohyun tersenyum bersama saat pandangan mereka bertemu.
“ini terasa sangat canggung” Joohyun memulai pembicaraan.
“aku juga merasa seperti itu” Yonghwa tersenyum ringan.
Mereka diam kembali. Mereka menyibukkan diri sendiri dengan kediaman mereka. Joohyun yang memandang keluar jendela melihat orang yang berlalu lalang sedangkan Yonghwa hanya menatap segelas air mineral yang disediakan selagi menunggu pesanan mereka datang.
Yonghwa melihat Joohyun diam – diam. Dia kagum dengan kecantikan yang Joohyun miliki. Matanya yang bersih dan bersinar, wajahnya yang cantik juga perilakunya yang baik. Ia terlihat cantik walaupun ia sudah terlihat lelah setelah bekerja seharian mendengarkan Yonghwa mengajarinya.
“Joohyun-ah” panggil Yonghwa
“hmm” Joohyun menoleh.
“Mianhe kalau aku terlalu keras padamu tadi”
“Aniya.. Tidak usah dipikirkan. Sudah hal sewajarnya kalau kau bersikap seperti itu. Kan oppa sendiri yang bilang kalau kita harus bisa menempatkan keadaan” Joohyun tersenyum
Inilah yang disukai Yonghwa dari Joohyun. Walaupun awalnya Joohyun tidak serius dengan pekerjaannya. Tapi ia berusaha untuk menyukai hal apa yang dilakukannya.
Beberapa menit telah berlalu. Seorang pelayan datang kembali membawakan pesanan mereka.
Mereka menikmati makan malam mereka dengan santai. Sesekali Yonghwa melirik Joohyun dengan mata indahnya itu juga sebaliknya dengan Joohyun.
“oppa, bagaimana keadaan Soojung? Apa dia sudah baikan?” tanya Joohyun dengan tangan yang bergelut dengan sebuah pisau dan garpu memotong daging.
“dia sudah baikan. Kau tidak usah khawatir, dia yeoja yang kuat” Yonghwa memasukkan seonggok daging kemulutnya.
“syukurlah”
***
Malam ini adalah malam yang indah buat Joohyun. Ini adalah malam pertamanya ia berkencan dengan Yonghwa. Setelah makan malam bersama, mereka memutuskan untuk berjalan – jalan sebentar menikmati keindahan malam kota Seoul.
Mereka memilih berjalan – jalan disepanjang jalan sungai han. Menikmati angin malam yang berhembus. Berjalan dengan langkah laki yang mengalun pelan. Mereka tidak ingin waktu berjalan begitu cepat. Mereka menikmati setiap inci kebersamaan mereka.
Joohyun melihat sepasang kekasih yang beralur mudik disampingnya. Melihat bagaimana kekasihnya memegang erat tangan pacarnya. Ia juga ingin melakukannya. Tapi ia seorang yeoja, jika ia melakukannya duluan Yonghwa pasti akan berfikiran kalau Joohyun adalah yeoja yang agresif.
Tangannya yang bebas berada disamping tubuhnya hanya bisa memainkan jari – jarinya mengetuk – mengetuk tubuhnya. Yonghwa yang melihat tingkah Joohyun tersenyum ringan. Ia tahu apa yang diinginkan Joohyun.
Yonghwa yang kemudian mengambil tangan kiri Joohyun yang bebas menggenggamnya erat. Joohyun terkesima. Ia merasakan tanganya dengan sentuhan hangat dari kulit Yonghwa. Ia melihat tangan Yonghwa menggenggam tangannya erat dan menatap Yonghwa.
“kenapa kau tidak melakukannya jika kau menginginkannya” goda Yonghwa.
“aku hanya ingin menahan diriku” wajah Joohyun mulai memerah. “aku juga ingin menunggu darimu oppa”
Kemudian Yonghwa melepaskan genggaman tangannya dari Joohyun. Ia membuka lengannya lebar menawarkannya pada Joohyun untuk dikaitkan dengan lengan Joohyun. Joohyun yang tahu dengan sikap Yonghwa tanpa ragu langsung megaitkan lengannya pada lengan Yonghwa. Mereka berjalan sesekali memandang dan tertawa ringan satu sama lain.
Mereka berjalan menuju tepi sungai han. Melihat keindahan sungai han pada malam hari. Yonghwa melepasakan mantel yang ia kenakan memberikan dan memasangkannya pada tubuh Joohyun.
“apa kau kedinginan?” tanya Yonghwa sambil memasangkan mantel bajunya pada Joohyun.
“aniya, oppa tidak perlu melakukan ini. Oppa akan kedinginan” Joohyun mengeratkan mantel yang Yonghwa pasangkan dengan menarik dari kedua ujung sisinya yang terletak disamping lengan Joohyun.
“kau harus memakainya, angin malam tidak bagus untuk tubuhmu”
“Gomawo oppa” Joohyun tersenyum manis.
Yonghwa yang masih berada dipunggung Joohyun, mendekatkan dirinya dan memeluk Joohyun dari belakang. Kedua tangan terlipat didepan dada Joohyun. Dan kepalanya diselipkan disamping wajah Joohyun.
Lagi. Lagi – lagi Joohyun terkesima dengan tindakan Yonghwa. Ia tidak menyangka dibalik sifatnya yang dingin, Yonghwa akan melakukan hal seperti ini.
“apa kau menyukainya?” Tanya Yonghwa yang dijawab dengan anggukan Joohyun.
“Mianhe, Joohyun-ah”
“Wae?”
“maafkan aku yang tidak bisa menjadi namja yang romantis seperti yang kau inginkan. Aku akan berusaha untuk melakukan yang terbaik untukmu”
Joohyun mengangkat kedua tangannya yang bebas meraih tangan Yonghwa yang melingkar didepan dadanya.
“oppa tidak perlu melakukan apapun padaku. Bersama denganmu saja aku sudah merasa bahagia, oppa terlalu banyak mengatakan maaf padaku. Itu tidak seharusnya bukan?”
Yonghwa tertawa ringan. Ia mengecup ringan puncak kepala Joohyun.
“apa orangtuamu tahu tentang kita?” Yonghwa semakin mengeratkan pelukannya saat hembusan angin menerpa mereka berdua.
Joohyun mengangguk mengiyakan. “aku sudah menceritakannya pada eommaku, dan aku rasa appa juga tahu dari eomma”
“apa mereka menentangnya?”
Joohyun membalikkan tubuhnya menatap Yonghwa dalam. Menangkupkan kedua tangannya diwajah Yonghwa. Yonghwa sedikit menunduk melihat Joohyun. Tatapan mata mereka bertemu saling memandang.
Joohyun tersenyum. “ani. Eomma menyetujuinya. Dia juga akan berbicara pada appa. Aku juga yakin kalau appa akan menyetujuinya” Joohyun menarik nafas “ dan walaupun appa menentangnya, aku akan tetap bersamamu. Ini janjiku” Joohyun mengecup bibir Yonghwa singkat.
“aku juga tidak akan meninggalkanmu, aku akan tetap bersamamu. Kita akan menjalaninya bersama. Ini juga janjiku” Yonghwa mengecup kening Joohyun dalam. Melepaskannya perlahan.
Yonghwa menarik tubuh Joohyun dalam pelukannya. Membenamkan kepala Joohyun didadanya. Ia menegelus rambut Joohyun yang terurai panjang. Joohyun melingkarkan tangannya dipinggang Yonghwa. Memeluknya erat.
“aku akan mengantarmu pulang”
***
Yonghwa dan Joohyun berjalan dari pemberhentian bus kerumah Joohyun. Karena Yonghwa tidak memiliki kendaraan pribadi, ia mengantarkan Joohyun dengan bus. Ini tidak masalah bagi Joohyun. Ini justru sangat menyenangkan baginya. Menurutnya ini adalah pengalaman baru buatnya. Karena biasanya ia pergi selalu diantar jemput oleh supir pribadinya dengan mobil mewahnya.
Mereka sudah berjalan cukup jauh hingga mereka sampai didepan pagar rumah Joohyun. Pagar yang menjulang tinggi yang berisi rumah mewah didalamnya.
“masuklah” Yonghwa melepaskan genggaman tangannya ke Joohyun.
“Aku akan masuk setelah oppa pergi”
“angin malam tidak bagus untukkmu. Masuklah. Aku akan pergi setelah melihatmu masuk pintu itu” Yonghwa menunjuk pintu gerbang rumah Joohyun.
“baiklah. Hati – hati dijalan oppa” Yonghwa mengangguk.
Joohyun berbalik berjalan memasuki pintu gerbang rumahnya. Sesekali ia berbalik melambaikan tangannya pada Yonghwa yang dibalas lambaian juga oleh Yonghwa.
Drrt.. Drrrt… Joohyun merasakan ponselnya bergetar saat hendak membuka pintu rumahnya. Ia melihat layar ponselnya satu pesan yang diterima dari Yonghwa. “Good night Seo Joohyun, Saranghae”. Seulas senyum tersungging diwajahnya.
Yonghwa memasukkan ponselnya kembali kesaku celananya. Ia berbalik mengahadap jalan pergi dari rumah Joohyun.
***
“Soojung-ah, oppa pulang” teriak Yonghwa begitu ia sampai dirumahnya. Ia berjalan keruang tamu.
“Soo..” Yonghwa berhenti manggil nama Soojung melihat wanita setengah baya yang duduk disofa sedang menidurkan Soojung dipangkuannya.
“kau? Sedang apa kau disini?”
Wanita setengah baya yang notabene adalah ibu kandungnya memindahkan kepala Soojung kesamping perlahan. Tidak ingin Soojung yang sudah tertidur lelap terbangun. Ia berdiri menghadap Yonghwa.
“Yonghwa-ah” ia berjalan maju satu langkah mendekati Yonghwa tangan ingin menggapai wajahnya. Yonghwa mundur satu langkah.
“pergi” wanita setengah baya itu tidak mendengarkan Yonghwa, ia tetap berjalan mendekati Yonghwa dengan wajah lesunya.
“PERGI!!!!” bentak Yonghwa. Wanita setengah baya itu berhenti ditempat. Dada Yonghwa naik turun karena nafasnya yang tidak beraturan.
“Yonghwa-ah”
“Jangan sebut namaku, aku tidak sudih namaku disebut olehmu”
“Yonghwa-ah” hanya nama Yonghwa yang bisa ia sebutkan dari mulutnya. Ia sudah tahu ini pasti akan terjadi seperti ini.
“kau.. setelah apa yang telah kau lakukan padaku dan Soojung sekarang kau kembali tanpa berdosa sedikitpun”
“Maafkan eomma Yonghwa” wanita setengah baya itu menunduk. Ia merasakan matanya yang memulai memanas.
“eomma? kau menyebut dirimu eomma?” Yonghwa tersenyum miris. “ibu mana yang meninggalkan anaknya disaat mereka sedang membutuhkan seorang ibu. Kau tidak pantas disebut sebagai seorang ibu” lanjut Yonghwa lantang.
“pergilah. Aku tidak ingin melihatmu” kata Yonghwa pelan. Ia melihat Soojung yang sudah tertidur lelap disofa mendekatinya. Ia ingin memindahkan Soojung kekamar Soojung.
“aku ingin menebus kesalahanku Yonghwa” wanita itu akhirnya angkat bicara membuat Yonghwa berhenti sebelum sampai dekat dengan Soojung.
“menebus kesalahan?” ia berbalik. “bagaimana caramu untuk menebus kesalahanmu?”
“aku akan merawat Soojung. Aku juga akan memenuhi semua keperluan Soojung dan aku juga akan membiayai semua perawatan Soojung” wanita setengah baya itu memandang lekat Yonghwa dengan wajah yang sudah dipenuhi dengan air mata.
Lagi – lagi Yonghwa tersenyum miris. “apa kau sedang memamerkan hartamu? Kau merasa kasihan padanya karena dia mengidap penyakit yang sama dengan appa dulu?”
“mwo?”
“kami tidak butuh uangmu dan juga belas kasihan darimu. Kami bisa hidup tanpa uangmu. Soojung , aku yang akan menanggungnya” kata Yonghwa mantap.
“aku mohon Yonghwa, izinkanlah aku untuk merawat Soojung. Aku hanya ingin menebus kesalahanku, Aku mohon” wanita setengah baya itu memohon dan berlutut dihadapan Yonghwa. Yonghwa terkejut. Ia memang membenci ibunya. Tapi ia tidak bisa melihat orang yang lebih tua bahkan itu orang tuanya sendiri berlutut dihadapannya. Yonghwa berbalik memunggungi ibunya ia tidak tahan melihat ibunya berlutut seperti itu.
“pergilah.. dan jangan pernah datang lagi kemari”
“Yonghwa-ah..” sebut wanita setengah baya lirih.
“PERGI!!!” bentak Yonghwa, dadanya kembali naik turun. Ia merasakan dadanya mulai terasa sesak matanya pun juga sudah terasa panas.
“oppa..” Soojung mengerjapkan matanya melihat Yonghwa yang berdiri kesamping dihadapannya. Ia terbangun mendengar suara teriakan Yonghwa yang keras. “kau sudah pulang” Tanya Soojung riang. Ia tersadar mencari seseorang yang bersamanya seharian ini. Ia melihat seorang wanita setengah baya yang berlutut. Matanya melebar menyadari yang dilihatnya saat itu adalah ibunya.
“eomma..” Soojung langsung bangkit dan mendekati ibunya. “kenapa kau seperti ini? Apa yang terjadi?” Soojung mendudukkan tubuhnya dilantai menyamakan dengan ibunya. Ia mengangkat wajah ibunya yang menangis.
“oppa.. apa yang terjadi? Kenapa eomma seperti ini?” Soojung beralih kearah Yonghwa.
Yonghwa berbalik melihat menatap Soojung “eomma? Kau memanggilnya apa ? eomma?. Kau tidak pantas memanggilnya eomma Soojung”
“oppa.. kenapa kau berbicara seperti itu. Dia ibumu. Ibu kandungmu”
“dia bukan ibuku, ibuku tidak akan meninggalkanku dan kau disaat aku membutuhkannya”
PLAK
Satu tamparan yang mendarat diwajah Yonghwa. Bekas merah langsung tampak diwajahnya. Ia memegangi pipinya yang terasa panas. Ia tidak menyangka Soojung melakukan ini padanya. Ini pertama kalinya Soojung melakukan ini padanya.
“Soojung-ah..” panggil wanita setengah baya itu lirih menyadarkan Soojung atas kelakuannya.
Soojung melihat tangannya. Tangannya bergetar. Apa yang ia lakukan pada oppanya sendiri. Soojung melihat bercak merah tangannya dipipi Yonghwa. Ia menamparnya cukup keras.
“op-pa… Mianhe, aku..” Soojung memegang tangannya yang bergetar dengan satu tangannya lagi. Ia menyembunyikan tangannya dibalik tubuhnya.
“kau lihat. Bahkan adikku saja sudah berani menampar wajahku setelah bertemu denganmu. Apa kau yang mengajarkannya?” ia melihat sadis ibunya. Ibunya menggeleng sedih.
“Oppa, kau tidak boleh berbicara seperti itu. Kau harus ingat dia ibu kita. Ibu yang melahirkanmu” kata Soojung sedikit meninggi. “kalau oppa seperti ini terus, aku akan pergi dengannya”
“mwo?”
Soojung mendekat ke arah ibunya. Membantunya berdiri dari posisi lututnya. “tunggulah disini, aku akan mengambil tasku” Soojung mengusapkan air mata ibunya dengan ibu jarinya.
Soojung keluar dari kamarnya dengan sebuah tas yang cukup besar untuk membawa pakaian dan lainnya. “eomma, ayo kita pergi”
“Soojung-ah, kau mau kemana?” Yonghwa menahan tangan Soojung yang sudah berada diambang pintu.
“lepaskan aku oppa. Aku akan pergi dengan ibu”
“jangan pergi, kau akan meninggalkan oppa sendiri?”
“kalau oppa seperti ini aku tidak bisa bersama oppa. Oppa membenci ibu. Bagaimana denganku? Apakah aku juga harus membencinya?” Soojung terisak. “aku menginginkan hal ini dari dulu oppa, aku menginginkan kasih sayang dari seorang ibu dan aku mendapatkannya hari ini. Tapi kenapa oppa bersikap seperti ini?” tangis Soojung tumpah seketika.
Yonghwa tertegun mendengarkan kata – kata Soojung. Ia diam mematung ditempatnya. Perlahan ia melepaskan genggaman tangannya pada Soojung.
“pergilah” ucap Yonghwa lirih. Ia menunduk lesuh dan berlalu keruang tamu.
“oppa..”
Soojung menatap Yonghwa sesaat. Ia merasa tangan hangat mengelus pundaknya, menenangkannya. Yonghwa mendengarkan suara pintu yang terbuka bertanda kalau Soojung sudah pergi. Ia terduduk lemas disofa. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Tidak lama setelah itu Yonghwa mendengarkan suara pintu terbuka kembali. Ia membenarkan duduknya. Soojungnya kembali itu yang dipikirannya. Ia berdiri melihat kearah pintu.
Yonghwa kembali lemas melihat siapa yang muncul dari balik pintu. Soojung tidak kembali. Melainkan Minhyuk yang datang dengan seikat bunga mawar merah dengan senyum yang mengambang diwajah tampannya.
“hyung.. Soojung dimana?”
Yonghwa menatap Minhyuk nanar. Ia tidak menjawab pertanyaan Minhyuk barusan. Wajah Minhyuk berubah seketika seakan mengetahui ekspresi yang ditunjukan Yonghwa.
“apa yang terjadi hyung? dimana Soojung?”
***
Sinar matahari yang masuk melalui cela – cela jendela membuat Yonghwa menggeliat. ia melihat jam tangannya yang masih terpakai. Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ia telat. Ia bangkit dengan terburu – buru kekamar mandi.
Setelah selesai bersiap – siap, ia berjalan kearah dapur dan membuatkan sarapan. Ia menata sarapan diatas meja makan. Sekali lagi ia melirik jam tangannya. Ada sesuatu yang aneh pikirnya. Kenapa Soojung belum bangun.
“Soojung-ah..” teriak Yonghwa.
Tidak ada jawaban.
“Soojung-ah, bangunlah waktunya sarapan. Soojung-ah” tidak ada jawaban juga dari kamar Soojung.
Yonghwa berjalan kearah kamar Soojung. Ia membukanya. Ia terdiam melihat kamar Soojung yang kosong. Ia lupa. Ia lupa bahwa Soojung pergi. Betapa bodohnya ia saat ini. Ia melepas lemas genggaman tangannya pada knop pintu menatap kamar Soojung dengan tatapan kosong.
Ia berjalan lemas meninggalkan kamar Soojung. Ia menguatkan dirinya bahwa ia harus terbiasa tanpa Soojung.
Yonghwa duduk dikursi meja makan seperti biasanya. Hari ini ia makan sendiri tanpa adanya Soojung.
Lagi. Ia melihat bayangan Soojung berada dihadapannya. “oppa aku menyiapkan roti dengan selai strawberry di sisi kanan dan sisi kiri selai kacang” bahkan Yonghwa melihat Soojung berbicara dalam bayangannya. “jangan memilih milih roti yang aku buat, kau harus terbiasa memakan roti dengan selai strawberry” lagi Yonghwa mendengarkan suara Soojung.
Ia berdiri. Selera makannya hilang. Ia berjalan kearah ruang tamu. Melihat jejeran lukisan Soojung yag terpajang di dinding rumah mereka.
“oppa, bagaimana lukisanku yang ini? Bagus tidak?” Yonghwa melihat darimana suara itu berasal. Ia memutar kepalanya. Ia melihat bangku kecil tempat dimana Soojung duduk untuk melukis. Ia melihat bayangan Soojung yang tersenyum padanya. Yonghwa tersenyum miris atas khayalannya.
“yah!! Kenapa kau selalu menonton kartun itu seperti anak kecil saja. Sini kembalikan remotenya pada oppa”
“andwae” Soojung menjulurkan lidahnya.
“Yah!!” Yonghwa gemas melihat Soojung yang bertingkah seperti itu. Ia turun dari sofa dan mengelitiki Soojung. Ruangan itupun penuh dengan tawa mereka.
Bahkan saat melintas ruangan tamu tempat dimana mereka juga menonton tv menghabiskan hari libur dirumah, Yonghwa teringat hal – hal itu.
Ia kehilangan. Benar – benar kehilangan. Baru beberapa jam Soojung pergi sejak terhitungnya tadi malam. Ia merasa Soojung sudah pergi selama berabad – abad.
Yonghwa berjalan kearah dapur kembali. Membuka lemari pendingin dan mengeluarkan sebuah kue tart yang ia beli tadi malam setelah mengantar Joohyun pulang tanpa sepengetahuan Soojung. ia berjalan kemudian keruang tamu kembali. Meletakkan kue tart diatas meja. Menata lilin yang menunjukan angka 20. Angka yang menunjukan bahwa seseorang dinyatakan sudah dewasa saat berumur 20 tahun di Seoul.
Hari ini Soojung ulang tahun. Seperti biasanya Yonghwa akan membelikan kue tart untuk merayakan ulang tahun kecil – kecilan dengan Soojung. Memberikan kejutan pada Soojung saat jam menunjukan pukul 12 malam tepat.
Tapi tidak dengan sekarang. Yonghwa sendiri. Yonghwa duduk sendiri dengan kue tart dihadapannya. Ia menyalakan lilin. Menyanyikan lagu selamat ulang tahun buat Soojung. ia menyanyikan lagu tersebut dengan terbata – bata. Dadanya mulai sesak dan matanya mulai memanas.
Yonghwa menutup matanya meniupkan lilin yang menyala. “Selamat ulang tahun Soojung. Selamat ulang tahun adikku sayang. Semoga kau selalu bahagia” batinnya sembari meniupkan lilin yang menyala. Air mata jatuh dari sudut mata Yonghwa mengenai kue tart yang dihadapannya
-TBC-