home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > LOVE IS SACRIFICE

LOVE IS SACRIFICE

Share:
Author : NeciJoiz
Published : 28 Jan 2014, Updated : 08 Nov 2017
Cast : -Kim Jong In a.k.a Kai -Lee Taemin -Im Ji Yoon -Lee Gi Kwang -Choi Minho -Kim Woo Bin -Choi Min
Tags :
Status : Ongoing
10 Subscribes |2802158 Views |28 Loves
LOVE IS SACRIFICE
CHAPTER 3 : ANOTHER PAIN

Malam semakin larut dan Ji Yoon masih duduk di balkon rumahnya sambil menggoreskan pensil kesayangannya diatas kertas HVS. Garis-garis itu segera berubah membentuk pola-pola pakaian baru. Selain menjadi mahasiswa jurusan seni musik, Ji Yoon juga berbakat dalam hal desain baju. Bahkan beberapa gaun yang dipajang di butik ibunya adalah hasil desainnya. Beberapa minggu lalu, ibunya pulang kerumah dan mengucapkan selamat padanya karena gaunnya telah dipilih oleh IU, penyanyi yang terkenal di korea dengan sebutan national sister itu, untuk dipakai di salah satu acara fan meeting nya.

Suara mobil ibunya terdengar memasuki pekarangan rumah dan langsung masuk garasi. Ji Yoon kembali meneruskan kegiatannya, dan tak lama sebuah kemeja lengkap dengan celananya telah tercetak disana. Gaya sporty seperti yang dipikirkannya, tapi itu desain untuk laki-laki. Ji Yoon menggambar sepasang pakaian lagi dengan gaya yang berbeda. Tangan lincahnya bergerak alami, memang berbakat. Kemudian ia membawa masuk kedua kertas itu dan menutup pintu kamarnya yang mengarah ke balkon. Ia berencana menunjukkannya pada ibunya untuk dijadikan baju yang sesungguhnya. Tapi melihat jam yang sudah menunjukkan angka sebelas lewat dua puluh tiga, ia mengurungkan niatnya dan meletakkan desain itu diatas meja belajarnya.

Ji yoon membasuh wajahnya dan menggosok giginya sebelum beranjak ke atas tempat tidur. Ia mematikan lampu utama dan menghidupkan lampu tidurnya yang langsung memberi motif langit berbintang dikamarnya. Ia memutar lagu dengan ponselnya, dan tak begitu lama ia sudah tertidur lelap.

~~~~~*~~~~~~

“Eomma... ada yang mau kutunjukkan...”
Ji Yoon bergegas turun dari lantai atas begitu melihat ibunya melintas. Tidak pernah dia kelihatan seantusias itu. Ia langsung duduk di samping ibunya yang sedang sarapan.

“Eomma juga punya sesuatu yang harus diutarakan...”

Wajah antusias Ji Yoon berubah drastis begitu melihat wajah serius ibunya.

“Apa?”

“Kamu dulu, tadi apa yang mau ditunjukkan pada eomma?”

“Uhm, tidak jadi. Eomma mau bilang apa?”

Ji Yoon kehilangan mood untuk menunjukkan hasil desainnya.

“Begini Ji Yoonie...” Ji Yoon berusaha memasang telinganya baik-baik, karna ibunya jarang berbicara seserius ini.

“Eomma pernah bilang kan, kalau eomma menemukan orang yang tepat...”

Ji Yoon menahan nafasnya tanpa sadar.

“Apa kau akan setuju? Dan kau tidak pernah menanggapi serius perkataan eomma.”

“Jadi maksud eomma, aku akan punya ayah baru?”

“Tepatnya ayah mertua...”

“Maksudnya?!”

“Kau sudah punya calon tunangan sejak 3 bulan lalu.”

“Yak! Eomma... bagaimana...” Ji yoon berusaha menetralkan nafasnya. “bagaimana bisa??”

Suaranya terdengar tercekat.

“Maafkan eomma, tapi sepertinya itu langkah terbaik yang pernah eomma buat untukmu seumur hidup eomma.”

“Eomma....”

“Kau tidak ingin tahu siapa calon tunanganmu?”

“Aku sudah membenci hidupku sejak kecil Eomma.. Jebal. Jangan membuatku membenci eomma juga...” Air mata Ji Yoon -yang jarang terlihat di depan orang lain bahkan ibunya sekalipun- melesak keluar dari pelupuk matanya saat ini mempertontonkan kerapuhan dan kehancuran yeoja itu di waktu yang bersamaan.

“Fakta bahwa aku kehilangan appa sudah begitu menyiksaku sejak kecil, jangan membuatku kehilangan sosok eomma ku juga....” Ia menghapus kasar air matanya dan berlari menaiki tangga.

Ia membanting pintu kamarnya dan menguncinya dari dalam. Tangisnya pecah seiring dengan meluruhnya badannya kelantai.

“Aku benci hidupku....” isaknya lirih.

Ia menelungkupkan kepalanya disela-sela lututnya yang ditekuk, menangis dalam kesepian kamarnya. Ia semakin merasa sendiri. Satu lagi sosok orang terdekatnya menghilang dari dalam daftar yang tersusun di pikirannya. Ji Yoon menangisi hidupnya yang pahit.

Ia baru sadar kalau ada satu mata kuliah penting hari ini. Ji yoon bergerak perlahan ke kamar mandi dan membasuh kembali wajahnya. Matanya terlihat merah dan sembap. Dia membubuhkan sedikit bedak dan meraih tasnya. Topi hitamnya yang tergantung di balik pintu segera berpindah tempat ke kepalanya dan tak lupa kaca mata miliknya dikenakan untuk menutupi bengkak dimatanya. Meskipun bukan kaca mata hitam yang bisa menutup matanya dengan sempurna, setidaknya kaca mata besar itu mampu menyamarkan pandangan orang langsung ke  matanya.

Ia bergerak membuka pintu balkon dan menutupnya kembali. Ada tangga dari samping yang bisa dilewatinya tanpa harus berpapasan dengan ibunya di lantai bawah. Saat ini, orang yang paling dihindarinya ada satu atap dengannya. Ji Yoon berjalan menjauhi rumahnya dan menapaki jalanan tanpa sedikitpun ada niat untuk menikmati udara disekitarnya seperti biasanya.

“Ji Yoon-ssi..”

Sebuah suara memanggilnya dari belakang. Dia bergeming dan tidak menoleh sedikitpun. Kai yang barusan memanggilnya langsung berlari mengejarkan.

“Kau tidak mendengarku?” Kai menepuk pundak Ji Yoon.

Ji Yoon tetap berjalan dan tidak menoleh sedikitpun.

“Yak! Ji Yoon-ssi...” Kai membalikkan badan Ji Yoon untuk melihatnya. “Kau mengacuh... Kau baru menangis? Kenapa matamu sembap begini?” Kai langsung menatapnya khawatir.

“Jangan bicara denganku. Jebal. Biarkan aku sendiri. Aku tidak ingin menyakiti hati orang lagi untuk hari ini.” Ji yoon menepis tangan Kai yang ada di bahunya dan kembali melanjutkan perjalanannya.

Kai yang ingin bertanya banyak terpaksa mengerem mulutnya dan mengikuti langkah Ji yoon dalam diam. Bahkan saat di bus, ia sengaja mengambil jarak untuk memberi privacy pada yeoja itu. Ji Yoon menghela napas, lega karna Kai mengerti ucapannya tadi. Ia bergegas masuk kelas dan memilih duduk di sudut kali ini, bangku yang tidak pernah diduduki orang kecuali tidak ada bangku lain yang kosong.

Sepanjang jam kuliah hari itu, Ji yoon fokus pada kuliah yang diberikan profesor Bae. Berbeda dengan 4 namja yang pecah konsentrasinya karna mengkhawatirkan keadaan yeoja itu. Diam-diam mereka melirik kearah Ji yoon. Tentunya dalam waktu yang berbeda. Minho menyenggol lengan GiKwang, berharap namja itu tahu apa yang terjadi. Gi Kwang mengedikkan bahunya tanda tidak tahu juga.

setelah profesor Bae mengakhiri kuliahnya, ke empat namja itu langsung bergerak hendak menemui Ji Yoon. Bahkan dosen itu belum mencapai pintu keluar. Ji Yoon yang sudah mengantisipasi hal itu langsung mengangkat tangan dan memanggil profesor Bae.

“Prof, ada yang ingin saya tanyakan...”

Ji Yoon buru-buru membereskan bukunya dan menyusul profesor Bae yang menunggunya di pintu. Keempat namja itu mendesah kecewa dan kembali duduk di tempat sambil merapikan tas masing-masing dan berjalan keluar kelas.

“Tidak biasanya dia menjauhi kita juga...” komentar Gi Kwang.

“Ne, dia sudah begitu dekat dengan kita. Biasanya kalau tidak mau cerita pun dia tidak akan menghindari kita. Dia hanya perlu menutup mulutnya rapat-rapat.” Minho menimpali.

“Kau mau kita menunggunya keluar dari ruangan profesor Bae?” Gi Kwang mengajukan saran.

“Kau yakin seorang Ji Yoon benar-benar punya hal yang ingin ditanyakan padanya?”

“Tidak juga..” Gi Kwang menggeleng karna ikut meragukan kemungkinan itu.

Ji yoon itu yeoja yang cerdas. Dia bisa belajar sendiri dan hasilnya selalu memuaskan. Jadi kemungkinan yang satu itu harus di coret.

“Jadi kemungkinan dimana dia saat ini?”

Keduanya berpikir keras dan sepakat untuk mencari Ji yoon di butik ibunya. Yang tentu saja untuk saat ini, itu sangat tidak mungkin.

~~~~~*~~~~~~

Ji Yoon mengetatkan topinya supaya tidak lepas diterbangkan angin. Sekarang dia ada di atap gedung kampusnya. Bahkan dari sini dia bisa melihat Gi Kwang dan Minho yang sedang berunding di parkiran. Tanpa perlu bersusah payah berpikir, Ji Yoon bisa menebak apa yang sedang dibicarakan keduanya dari gelagat mereka tadi saat profesor Bae selesai memberikan perkuliahan.

‘Mianhae... Kali ini aku tidak bisa berbagi juga...’ ujarnya dalam hati sambil mengikuti kedua namja itu yang masuk ke mobil masing-masing dengan kedua matanya. Dua mobil sport itu meninggalkan parkiran dan berbaur dengan mobil-mobil lainnya di jalananan.

“Aku tahu kau pasti disini...”

Ji yoon terkejut dan mendapati seorang namja yang sudah lama tidak dilihatnya kini berdiri dengan tangan di saku tepat dibelakangnya.

“Woo Bin Oppa?!”desisnya tak percaya.

“Kau sudah melupakanku? Ah, sedih sekali hidupku..” Namja itu menunduk sambil menampakkan wajah terluka.

“Bagaimana bisa?”

“Aku kembali Ji Yoon-ah...” dia merentangkan kedua tangannya meminta Ji Yoon memeluknya.

“Oppa.. kau kembali dari Kanada?”

“Tentu saja.. untuk orang yang kusayangi, orang yang selalu melarikan diri dan menangis sendirian di atas atap saat ia terluka.”

Woo Bin meraih Ji Yoon yang masih setengah tak percaya itu kedalam pelukannya.

“Aigoo... kau sudah besar sekarang.” Woo Bin mengusap rambut Ji Yoon dan mencium puncak kepalanya.

Ji Yoon yang awalnya kaku, kini sudah memeluk erat tubuh namja di hadapannya.

“Oppa.. jeongmal bogoshipeo...” ujarnya lirih, dan air matanya kembali turun.

“Nado...” Woo Bin mengurai pelukannya dan mengajak Ji Yoon turun. Keduanya bergerak menuju parkiran dan memasuki sebuah mobil berwarna hitam yang terlihat mencolok disamping mobil-mobil lainnya.

Tak lama setelah mereka pergi, sosok Taemin terlihat menuruni tangga dengan langkah lunglai. Ia ada disana tadi, berniat menghibur Ji Yoon. Dan apa yang dilihatnya telah meremukkan hatinya. Dia berjalan perlahan, seolah jiwanya sudah dicabut dari dalam dirinya.

~~~~~~*~~~~~~~

“Oppa kenapa bisa kembali ke korea dan tidak memberi kabar semenjak ke Kanada?” cecar Ji Yoon.

“Mian... sebenarnya aku sudah ada disini sejak seminggu yang lalu. Aku mengkhawatirkanmu setelah mendengar cerita eomma mu tadi pagi di telepon.”

“Jadi Oppa disini karna eomma?” terdengar nada kecewa dari suara Ji Yoon.

“Ya, secara tidak langsung Oppa juga ikut campur dalam pertunangan ini.”

“Maksud Oppa?”

Ji Yoon menatap Woo Bin penuh selidik. Woo Bin kemudian berterus terang, dan hal itu membuat Ji Yoon pusing dan telinganya serasa berdenging.

“Apa-apaan ini.... kalian mempermainkanku?”

Ji Yoon menatap marah namja yang sedang menyetir disampingnya.

Woo Bin berusaha menjelaskan, dan Ji Yoon sama sekali tidak mau mendengar alasan apapun untuk saat ini. Ia memaksa diturunkan di terminal bus yang terlihat di depan. Woo Bin yang kenal sifat kerasnya Ji Yoon, tidak punya pilihan lain selain menuruti kemauan yeoja itu dan menurunkannya di terminal bus tersebut.

Ji Yoon keluar dari mobil dan menutup pintu dengan kasar. Lagi-lagi fakta yang didapatnya menyakiti hatinya. Ji Yoon tidak mau memandang Woo Bin yang meninggalkannya dengan berat hati. Setelah beberapa menit sejak mobil Woo Bin hilang di pandangannya, Ji Yoon baru sadar kalau bus yang menuju rumahnya tidak lewat dari terminal ini. Antara harus lega atau tidak, Ji yoon menaiki bus yang kebetulan melintas. Terserah mau kemana bus itu, yang pasti ia sedang tidak ingin pulang.

~~~~~~*~~~~~~

Tinggalin jejak ya readers.. :)

 

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK