home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > LOVE IS SACRIFICE

LOVE IS SACRIFICE

Share:
Author : NeciJoiz
Published : 28 Jan 2014, Updated : 08 Nov 2017
Cast : -Kim Jong In a.k.a Kai -Lee Taemin -Im Ji Yoon -Lee Gi Kwang -Choi Minho -Kim Woo Bin -Choi Min
Tags :
Status : Ongoing
10 Subscribes |2802091 Views |28 Loves
LOVE IS SACRIFICE
CHAPTER 1 : FORGOTTEN

 

“Appa...”
Ji Yoon terisak saat melihat punggung ayahnya bergerak menjauh dengan menggeret kopernya.

“Appa, jebal... kajima...” Ji Yoon mengikuti langkah ayahnya sambil merengek. Air mata yang menetes dipipinya hanya ditepisnya dengan kasar. Boneka barbie ditangannya semakin dipeluknya erat dan tetap membuntuti ayahnya yang sudah menutup bagasi mobil dan bergerak memasuki mobil.

“Appa... jebal..” Ji Yoon meraih tangan ayahnya dan tidak membiarkan ayahnya pergi.

“Ji Yoon-ah, Appa janji tidak akan pergi lama. Jadi anak yang baik ya...” Ayahnya mengecup keningnya dan melepas cengkeraman Ji Yoon pelahan.

“Shireo... aku sudah bilang jangan pergi. Aku tidak mau ditinggal sendirian, Appa.. jebal...” tangis Ji Yoon semakin menjadi.

Tapi ayahnya tetap menutup pintu mobil dan berlalu. Ji Yoon berlari dengan kaki mungilnya mengejar mobil ayahnya yang telah keluar dari pintu gerbang.

“Appaaa.... Kajimaa...!!” Ji Yoon tetap berlari dengan kakinya yang tidak beralas sama sekali. Sementara itu pembantu yang baru keluar rumah bergegas menyusulnya dan menggendongnya paksa untuk masuk kembali kerumah.

“Appaaa....” Tangis pilu Ji Yoon yang tidak merelakan kepergian ayahnya terus terdengar sampai pintu rumah ditutup kembali dari dalam.

~~~~~*~~~~~

“Appa...”
Ji Yoon terbangun dengan peluh yang telah membasahi keningnya. Mimpi itu telah berulang hingga puluhan kali. Memori yang paling ingin dilupakan Ji Yoon seumur hidupnya. Ia meraih gelas minuman yang ada diatas meja di samping ranjangnya. Segera, air putih didalamnya tandas. Ji Yoon tidak berniat kembali melanjutkan tidurnya. Ia bergerak menuruni ranjangnya dan membuka pintu kamarnya yang langsung terhubung ke balkon rumahnya. Udara pagi langsung  menyambutnya dan mengacak rambutnya. Ji Yoon meregangkan sedikit badannya dan berdiri dekat pembatas balkon. Masih pukul enam pagi, masih ada waktu dua jam lagi untuk masuk kuliah hari ini.

Ji Yoon memutuskan untuk turun, setelah terlebih dulu membasuh wajahnya dan mengganti baju tidurnya dengan t-shirt abu-abu dan celana training hitam. Dilihatnya pintu kamar ibunya belum terbuka, dan sepertinya belum ada tanda-tanda kalau pemilik kamar itu sudah bangun. Ji Yoon bergerak kearah samping rumah dan mengenakan sepatu ketsnya serta menggiring sepedanya keluar dari gerbang. Pepohonan yang tumbuh lebat di sekitar rumahnya memberi kesegaran di pagi hari. Sepanjang jalan dekat rumahnya juga masih asri, sehingga Ji Yoon sangat senang bersepeda disana.

Waktu kecil, ia belajar menaiki sepeda dengan ayahnya di jalanan ini. Segera Ji Yoon mencoba mengenyahkan sosok yang tidak ingin diingatnya itu. Dia kemudian mempercepat gowesan sepedanya dan berhenti di jembatan kecil tempatnya biasa menghabiskan waktu. Diperhatikannya air sungai kecil yang mengalir begitu tenang dibawah sana.

“Hei, Yeoja part time...!”

Ji Yoon dikagetkan dengan suara yang terdengar dari  belakangnya. Terlihat seorang namaja berlari mendekat dengan baju training biru tua yang terlihat sedikit basah di kerahnya.

‘aish... kenapa si penghancur mood ini harus muncul disaat aku benar-benar ingin sendiri?’

Ji Yoon mengalihkan kembali pandangannya dan tidak memperdulikan namja itu. Ia tidak begitu peduli dengan nama panggilan yang disematkan padanya. Benar, dia memang bekerja di sebuah butik terkenal seperti yang sering di perguncingkan mahasiswa dikelasnya. Tapi itu hanya disaat dia ada waktu luang dan ibunya sedang sibuk-sibuknya mengurus hal lain. Dan ia tidak ingin repot-repot mengkonfirmasi pada mahasiswa dikelasnya kalau butik itu adalah milik ibunya, juga butik yang berjejer di tempat perbelanjaan di Seoul.

“Kenapa kau menyendiri disini? Apa namja yang kau sukai pernah meloncat kebawah sana?”

Ji Yoon memutar bola matanya mendengar ocehan tak bermutu itu.

“Atau kau mau meloncat kebawah?”

Astaga, namja ini semakin gila. Ji Yoon mendengus dan berbalik menghampiri sepedanya.

“Tadinya seperti itu, tapi mood bunuh diri ku sudah kau hancurkan.”

Ji Yoon bergerak menaiki sepedanya dan memilih kembali kerumahnya.

“Yak! Yeoja part time, kau meninggalkanku?”

Namja itu bertolak pinggang dan mendengus. “Berani sekali dia..”

Ji Yoon tidak berniat untuk menoleh, ia tetap membawa sepedanya menaiki tanjakan dan hilang dari pandangan namja itu.

Namja itu adalah Kim Jong In atau yang biasa dipanggil Kai oleh teman-tamannya. Yang selalu menyempatkan diri untuk mendekati Ji Yoon, meskipun dengan cara yang membuat yeoja itu semakin menjauh. ‘Setidaknya yeoja itu akan mengenal wajahku’, pikirnya. Ia kemudian melanjutkan acara larinya untuk sekalian kembali kerumahnya. Ia melewati sebuah rumah yang besar dan melihat Ji Yoon masuk kedalamnya.

“Ah, jadi dia tinggal disini.”

Kai memperlambat larinya untuk melihat Ji Yoon yang menutup pintu rumahnya dan menghilang kedalam sebuah ruangan. Semua itu terlihat dari luar karena jendela dan pintu rumah Ji Yoon terbuat dari kaca lebar. Kai tersenyum kecil dan berlari kembali. Rumahnya hanya berjarak sekitar 600 meter dari rumah Ji Yoon, dan ia baru menempati rumah itu seminggu yang lalu bersama noona nya, Kim Soo In.

~~~~~~*~~~~~~~

Ji Yoon sedang menyantap sarapan paginya dan sudah berganti pakaian untuk ke kampus. Pintu kamar ibunya baru terbuka, dan wanita paruh baya itu terlihat keluar dan sudah berpakaian rapi. Ji Yoon mengekor langkah ibunya dengan tatapan mata sambil sibuk mengunyah sandwich isi ikan tuna miliknya. Ibunya berjalan ke pantry dan mengambil segelas jus dari lemari pendingin, kemudian duduk di hadapan Ji Yoon. Ji Yoon tetap menatap ibunya dengan cuek sambil menghabiskan sarapannya.

“Kenapa?” suara lembut ibunya terdengar saat Ji Yoon bertatapan dengannya.

“Eomma mau kemana sepagi ini?”

“Ke butik, ada yang mau fitting gaun. Kamu berangkat dengan eomma saja hari ini. Naik bus dari dekat butik saja, eoh..”

“Ne, arraseo....” Ji Yoon meneguk jus apelnya dan mengekor ibunya menuju mobil yang sudah ada di luar.

“Eomma pulang lama, ada kolega yang hari ini merayakan ulang tahun pernikahannya...” tutur ibunya sesaat setelah keduanya berada di mobil.

“Hmm... Oke..” Ji Yoon hanya menjawab sekilas dan memakai sabuk pengamannya. “Eomma, pakai sabuk mu juga...” ujarnya.

Kemudian ibunya menyetir mobil meninggalkan halaman rumah putih itu. Ji Yoon asik dengan pikirannya sendiri. Ibunya memperhatikan kelakuan putrinya itu dalam diam lewat ekor matanya. Ji Yoon banyak berubah, sekarang dia lebih senang menyendiri dan tidak perduli dengan keadaan disekitarnya. Sepertinya hanya ada dia dalam hidupnya. Salahnya memang karna hanya punya sedikit waktu dengan Ji Yoon, apalagi sejak dia berpisah dengan suaminya. Dulu setidaknya mereka masih menghabiskan akhir pekan bersama.

“Ji Yoon-ah...”

Ji Yoon menoleh, sudah lama ia tidak mendengar ibunya memanggilnya seperti itu.

“Kalau ibu menemukan orang yang tepat, apa kau setuju?”

Ji Yoon langsung mendengus dan membuang pandangannya keluar jendela. Topik pembicaraan yang paling di bencinya. Ibunya kembali terdiam dan fokus ke jalanan yang menanjak di depan. Ji Yoon menggigit bibir bawahnya dalam diam, berusaha meredam rasa sakit didadanya.

Sesaat setelah mobil berhenti di depan butik, Ji Yoon langsung membuka sabuknya dan keluar dari mobil.

“Aku pergi dulu...” pamitnya dan kemudian menutup pintu mobil.

Ibunya yang masih duduk dibalik kemudi hanya bisa menghela nafas dan ikut turun. Ia hendak memanggil Ji Yoon, tapi gadis itu terlihat sibuk dengan ponsel dan headsead di telinganya. Wanita itu kemudian mengunci pintu mobil dan masuk kedalam butik yang masih belum terlalu ramai.

~~~~~*~~~~~

Sebenarnya Ji Yoon tahu kalau ibunya berniat memanggilnya, tapi ia berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Ia berjalan menuju terminal bus, dan menunggu bus yang menuju kearah kampus nya disana. Pagi ini dia mengenakan sepatu kets biru muda, celana jeans yang tidak begitu ketat dan kemeja longgar dengan lengan digulung setengah. Gaya berpakaian yang terlihat cuek, tapi nyaman baginya. Ji Yoon segera menaiki bus yang baru berhenti di hadapannya dan mencari bangku yang kosong. Bangku yang biasa didudukinya masih kosong. Ia beringsut mendekati bangku itu dan duduk disana. Lagu Baek Ji Young terdengar dari headseadnya, membuat Ji Yoon kembali melamun.

Apa appa nya masih menganggapnya anak? Apa appanya sudah berkeluarga lagi, apa sekarang appanya hidup layak? Dan yang terpenting apa appanya masih mengingatnya?

Begitu banyak hal-hal berat yang dialaminya sejak ayahnya meninggalkannya dan ibunya di usianya yang masih 10 tahun. Berarti sudah 9 tahun yang lalu. Tetapi ingatan saat kepergian ayahnya masih begitu jelas membekas diingatannya. Ji Yoon bergerak turun dari bus dan berjalan menaiki tangga kampusnya masih dengan pikiran yang melayang.

“Ji Yoon-ah...” sebuah suara memecahkan fokusnya dari lagu dan lamunannya.

“Taemin-ssi..” Ji Yoon terkejut saat melihat Taemin duduk di pembatas tangga.

“Yak! Kita sudah kenal sejak semester satu. Dan kau masih memanggilku se formal itu?” protes namja di sampingnya itu sambil melompat turun.

“Maaf, aku harus ke kelas....”

“Kita kan satu kelas?! Kau mau menghindar lagi? Mian, aku tak akan memaksamu menerima cintaku kali ini.”

Ji Yoon mendelik kesal kepada Taemin, karna ucapannya barusan mereka menjadi pusat perhatian.

Taemin menampilkan senyum terbaiknya dan merangkul pundak Ji Yoon, mengharuskan gadis itu mengikuti langkah Taemin menuju kelas.

“Annyeong, yeoja part time...”

Seseorang muncul mendahului mereka memasuki pintu kelas, setelah sebelumnya mengacak rambut Ji Yoon.

“Yak! Jong In, apa yang kau lakukan pada Ji Yoon ku? Lihat. Rambutnya berantakan begini.” Taemin memperbaiki rambut Ji Yoon sambil memandang galak pada Kai.

“Yak! Bukannya aku memberimu kesempatan untuk mengelus kepalanya?” Kai mengangkat alisnya sebelah kanan sambil menatap Taemin tajam.

“Ne, gomawo...” Taemin kembali tersenyum.

“Yak! Taemin-ssi.. tanganmu!”

Suara dingin Ji Yoon membuat Taemin buru-bur menyingkirkan tangannya dari pundak dan kepala Ji Yoon.

“Kita sudah sampai..” ucapnya garing.

Ji Yoon berlalu dari hadapan Taemin dan berjalan menuju bangkunya. Sudah ada Gi Kwang dan Minho disana.

“Annyeong...” ujarnya pelan dan duduk ditempatnya.

“Ji Yoon-ah, kau sudah datang?” ujar kedua namja itu basa-basi.

Taemin melihat keduanya dari tempat duduknya dengan tidak senang, karna hanya kepada dua namja itu Ji Yoon mau berbicara dengan akrab tanpa kalimat-kalimat formal seperti yang di lakukannya pada Taemin tadi.

“Kau mau ikut ke pesta ulang tahun sepupuku nanti?” ajak Minho.

“Ani, kau mau aku jadi patung disana?” tolak Ji yoon sambil merengut. Yang disambut tawa oleh Gi Kwang.

“kalau begitu, bagaimana kalau ke toko kaset. Aku butuh sesuatu.” Gi Kwang mencoba peruntungannya.

“Oke...”

Ji Yoon mengangguk kecil, yang disambut tepukan di dahi oleh Minho.

“Kapan kau mau bergaul kalau hanya ke tempat seperti itu...” protesnya

“Minho-ya, kau mau kubelikan kaset apa?”

Wajah cemberut Minho kemudian berganti dengan senyum cerah saat mendengar tawaran Ji Yoon. Kemudian ketiganya larut kedalam pembicaraan seputar musik. Hanya dengan kedua namja itu Ji Yoon mau berbagi, meskipun tidak semua lukanya dapat ia bagi.

 

tinggalin jejak ya readers.. :)

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK