Hujan masih begitu deras. Ji Yong tidak peduli lagi meski ia harus basah kuyub saat ini. Ia terus berlari menuju suatu tempat tak jauh dari minimarket yang tadi ia datangi.
“Tuan, aku ingin melapor!” ujar Ji Yong susah payah. Nafasnya masih tersengal karena berlari, sedangkan kedua tangannya penuh dengan barang belanjaan. “Seorang wanita mencuri handphoneku!” teriaknya.
“Tenanglah, duduklah dulu,” jawab polisi yang sedang berjaga itu tanpa minat. Hanya ada satu polisi di pos polisi yang sepi itu, mungkin yang lain sedang pergi bertugas.
“Aku ingin kau segera menangkap pencuri itu!” Ji Yong semakin tidak sabar.
“Mmm... apa kau bilang tadi? Kau lapor masalah apa?” polisi itu nampaknya tidak terlalu peduli dengan Ji Yong.
“Aku kehilangan handphone... dan jaketku juga, aku ingin kau menangkapnya, aku bisa memberi ciri-ciri wanita pencuri itu,”
“Handphone? Jaket? Yak! Apa kau semiskin itu sampai tidak bisa beli lagi hah?”
“Hah apa maksudmu berkata begitu?”
“Aku terlalu sibuk untuk mengejar pencuri barang murahan itu dasar bodoh!”
“Apa-apaan ini? Itu tugasmu sebagai polisi! Benar-benar tidak bertanggung jawab! Untuk apa negara membayarmu? Baiklah akan kutangkap saja sendiri wanita itu, dasar tidak berguna!” Ji Yong pergi sambil mengumpat.
“Haizzzh, banyak sekali orang mabuk yang datang ke posku hari ini, melelahkan sekali, ckckck,” polisi itu menatap Ji Yong dengan malas, sama seperti saat ia menatap sel di sebelahnya. Beberapa pemuda mabuk yang membuat keributan telah diamankan di dalam sana. Ya, sepertinya si polisi itu dapat mengenali ciri-ciri pemabuk dengan cepat.
XXX
“Kau tahu stasiun Seoul kan?” tanya Yuri yang masih berbicara dengan seseorang di telepon. “Aku di depan stasiun itu sekarang,” jelas Yuri lagi. Taxi tadi menurunkan Yuri di depan stasiun.
“Baiklah, tunggu di sana, jangan ke mana-mana, mengerti?”
“Ya.., eh tunggu dulu,”
“Ada apa?”
“Tidak, tidak jadi,...”
“... Tunggulah aku akan datang secepatnya, jangan matikan teleponmu,”
Dan tak lama kemudian sambungan telepon itu terputus.
Stasiun itu sangat sepi hari ini. Mungkin banyak orang yang memilih tidak naik kereta atau apa. Yang jelas hanya ada beberapa orang yang berada di sana. Yuri sebenarnya agak takut berada di situ sendirian dan tak seorang pun di sana yang ia kenal.
Yuri lalu duduk sendirian di bangku tunggu sambil mengamati keadaan sekeliling. Itu pertama kalinya ia berada di stasiun, dan kalau boleh jujur ia juga belum pernah naik kereta (karena para pengawalnya pasti tidak akan membolehkan). Lagipula ia juga punya pesawat pribadi yang siap mengantar ke mana saja, bahkan hanya untuk bepergian dalam area kota Seoul kalau perlu.
Yuri sedikit gemetar karena kedinginan. Badannya yang basah karena kehujanan tadi belum kering benar, sementara angin yang berhembus pelan semakin menambah rasa dingin.
Selagi menunggu, tak ada yang dapat Yuri lakukan selain diam, mengamati keadaan sekitar, membaca jadwal kereta, dan diam lagi. Karena bosan, ia mulai mengalihkan perhatiannya pada benda berwarna putih yang ia bawa tadi. Jari-jari tangannya memainkan benda yang baru saja ia curi dari pemiliknya. “Bodoh sekali, setidaknya ia memberi password untuk handphonenya,” gumamnya. Namun tak dapat dipungkiri, kebodohan Ji Yong jugalah yang membantunya untuk kabur.
“Sekarang harus kuapakan benda ini?” pikirnya lagi sambil membuka segala fitur yang ada di situ. Hanya sekali klik, dan mulai terdengar suara dari handphone itu. Suara tanpa iringan musik itu begitu lembut dan berhasil memaksa Yuri mendengarkannya sampai habis. Entah karena terlalu terpaku pada suara itu, atau karena hanya ingin menghilangkan sepi, Yuri memainkan rekaman suara itu berulangkali. Mungkin saat ini pun ia sudah hafal nada lagunya.
“... Apa jangan-jangan ia membutuhkan lagu ini,” Yuri kembali memutar-mutar handphone itu di tangannya dengan bimbang. Awalnya ia berpikir untuk menghilangkan jejak dengan membuang handphone itu agar Ji Yong tidak menemukannya. Ia takut suatu saat nanti Ji Yong tiba-tiba melaporkannya ke polisi. Tapi kalau ia membuang handphone itu, mungkin artinya sama saja Ji Yong akan kehilangan beberapa lagu ciptaannya yang ia rekam di situ.
“Aku tidak mencuri, aku hanya terpaksa melakukan ini, oh tidak, aku hanya meminjam sebentar,” Yuri mencoba untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Sebenarnya ia sangat merasa bersalah pada Ji Yong. Walaupun pria itu sangat kasar, bukan berarti ia boleh melakukan ini seenaknya.
Tanpa terasa suasana stasiun itu semakin sepi saja. Hanya terdengar suara musik yang Yuri mainkan dari handphone milik Ji Yong. Menyadari suasana mencekam di stasiun itu membuat Yuri menghentikan musik. Ia memilih waspada untuk mendengar apa saja yang ada di situ. Tak ada suara, kecuali suara langkah kaki beberapa orang yang masih ada di sana terdengar menggema ke seluruh penjuru tempat itu.
Yuri semakin ketakutan. Ia hanya bisa memejamkan mata sambil mengeratkan jaket hasil curiannya, oh bukan mencuri, ia hanya meminjam jaket itu.
Langkah kaki itu terdengar semakin jelas. Yuri merasa kalau langkah itu menuju dirinya saat ini. Yuri semakin tidak berani bergerak dan tidak ingin membayangkan apa yang akan terjadi. Sepertinya tidak ada orang lagi selain Yuri dan suara langkah kaki yang mendekat itu. Yuri pun mencoba berdoa dalam hati.
“Jangan ganggu aku, kumohon,” gumam Yuri yang berusaha mengusir orang itu. Namun si pemilik langkah kaki itu seakan tidak mendengarnya, malah semakin mempercepat langkahnya.
“Jangan ganggu aku brengsek!” teriak Yuri tanpa sadar. Ia sudah kehabisan kata untuk berdoa.
“Nona Yuri?” ujar suara itu.
Yuri mendengarnya. Ia mencoba membuka mata.
“Anda tidak apa-apa kan? Apa yang terjadi pada anda?” pria itu terlihat khawatir. Jasnya yang hitam terlihat sedikit basah karena ia berjalan di bawah hujan tadi.
“Pe,pengawal Choi?” ujar Yuri lemah. Ia merasa benar-benar lega melihat pria itu telah datang. Ia sedikit menyesal telah berpikir yang tidak-tidak sejak tadi. Bisa melihat wajah pengawal Choi yang nampak sedikit kusut itu benar-benar suatu anugerah di tengah hujan.
Suara kereta yang baru datang membuyarkan lamunan Yuri seketika. Banyak orang keluar dari kereta. Tiba-tiba stasiun yang tadinya seperti tempat hantu itu menjadi ramai.
“Anda tak apa kan?” tanya Pengawal Choi lagi untuk memastikan. Yuri terlihat begitu mengenaskan di matanya. Yuri tak seperti dulu yang selalu terlihat mewah dan gemerlap (juga terlihat bersih dan wangi daripada sekarang), saat ini Yuri tak lebih seperti wanita biasa yang banyak ditemui di jalan-jalan. Bahkan Pengawal Choi berani bersumpah tidak pernah melihat Yuri berambut acak-acakan dan basah terkena air hujan.
Pengawal Choi sebenarnya masih sangat penasaran dengan apa yang terjadi dengan Yuri, tapi sepertinya Yuri masih terlalu lelah untuk menjelaskan itu semua. Pengawal Choi memilih membiarkan Yuri tenang terlebih dahulu, dan yang penting ia sudah menemukannya kembali. Dan ia juga berusaha meyakinkan dirinya bahwa tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Yuri, masalah Yuri mungkin hanya pada kurang merawat diri saat hilang kemarin.
“Maaf,” lirih Yuri sambil menunduk. Ia terlalu merasa bersalah pada Pengawal Choi. Pasti selama ini Pengawal Choi harus berusaha keras mencarinya. Ia juga benar-benar merasa malu pada dirinya sendiri. Ia ingin sekali bersenang-senang sendiri di dunia luar, tapi kenyataannya ia tak lebih dari seorang manusia tak berdaya tanpa semua pelayan dan pengawalnya di luar sana. Rencana gilanya hanya mempermalukan dirinya sendiri.
“Sudahlah tak apa, mari kita pulang,” ujar Pengawal Choi dengan sabar. Yuri masih menatap Pengawal Choi dengan ragu. Apa benar ia tidak marah? Pengawal Choi tidak ingin bicara lagi, ia cepat-cepat menarik tangan Yuri yang terasa begitu dingin itu, dan berjalan menuju mobilnya yang terparkir di luar.
XXX
(maaf cuma update dikit banget, hehehe, please enjoy this)
thanks for reading this
^^