Salju masih berjatuhan dan mulai mengotori jalan. Mungkin besok pagi jalan itu sudah penuh dengan salju yang menumpuk. Ji Yong berjalan sambil merangkul Yuri di sebelahnya. Di malam yang suhunya benar-benar membekukan itu sepertinya tidak mempengaruhi mereka berdua.
“Sekarang apa kegiatanmu?” tanya Yuri. Sudah lama ia tidak bicara dengannya. Pikirannya untuk sesaat kembali ke masa lalu, saat ia tidak sengaja memasuki tenda backstage meski sudah terpampang larangan masuk di sana. Dan sial memang, jika masuk ke sana ternyata sulit untuk keluar. Seadainya Yuri tahu siapa penghuni tenda itu ia tidak ingin masuk ke sana,...ehm, mungkin tidak juga.
“Aku tetap membuat musik,” jawab Ji Yong sambil mendongakkan kepala, seakan ingin tahu darimana salju ini berasal.
“Oh? Kau masih bisa melakukannya ya?” ejek Yuri.
“Hey kau meremehkanku?” Ji Yong sedikit tersinggung.
“Bukannya biasanya kau kesulitan mengingat lagu?”
“Iya sih… Tapi sekarang kan aku tidak pernah tampil lagi,”
“Lho? Kenapa?”
“Karena aku tidak punya asisten lagi,” ujar Ji Yong sambil melihat Yuri di sampingnya sekilas.
“Huh!” Yuri sepertinya memahami apa maksud Ji Yong. Ia benar-benar tidak mau menjadi asisten artis lagi seumur hidupnya.“Jangan harap Kwon Ji Yong!!”
“Hahahaha, maksudku, sekarang aku menjadi produser, aku lebih banyak bekerja di balik layar dan membuat musik untuk penyanyi lain,”
“Oh begitu..? Itu hebat,”
“Dan kurasa kakakkmu berbakat juga,”
“Ih,” Yuri menahan tawanya mengingat Young Bae. Ia berharap Young Bae tidak menjadi artis meski ia tahu Young Bae bisa menyanyi dan memainkan piano. “Sebaiknya jangan, orang lain saja,”
“Mmm, begitu ya? Sayang sekali, hehehehe,”
“Sangat aneh jika aku menonton TV dan Kak Young Bae ada di situ,”
“Hahaha, kalau aku yang muncul di TV bagaimana?”
“Kalau itu dari dulu juga aku tidak pernah mau menontonnya,” jawab Yuri dengan tenang. Ia sebenarnya masih tidak suka menonton TV seperti dulu.
“Huh dasar!!” Ji Yong mendengus kesal.
“Tapi aku senang cita-citamu sudah tercapai semua,” kata Yuri senang.
“Oh ya? Sepertinya belum,”
“Lho bukannya kau sudah terkenal lagi? Kau juga sudah menjadi produser yang hebat,”
“Iya…, tapi cita-citaku bukan itu,”
“Apa cita-citamu?”
“Aku ingin hidup tenang di desa, bersama istri dan anak-anakku yang aku cintai,” kata Ji Yong dengan bangga.
“Huahahahahaa! Kenapa ada cita-cita seperti itu!” Yuri suka sekali mengejek Ji Yong.
“Heh kenapa tertawa?” Ji Yong tersinggung lagi.
“Cita-cita macam apa itu? Aku saja yang bodoh tidak pernah ingin seperti itu!”
“Oh ya?” Ji Yong sedikit heran, dan… kecewa mendengarnya.
“Tapi bagus juga sih.., itu mungkin seperti… keluarga Tom dan Michele, ya kan?”
“Yeah…~” Ji Yong mengiyakan saja meski ia tidak tahu siapa itu Tom dan Michele. “Kalau kamu, apa cita-citamu?”
“Aku? Hmm…, dulu waktu kecil aku ingin tinggal di desa yang tenang dan damai, hidup di kota membuatku pusing.” jawab Yuri.
“Tuh kan sama denganku!” Ji Yong mendadak senang.
“Apanya yang sama? Ini beda! Di sana aku ingin bermain sepuasnya dengan kakakku, punya kebun dan peternakan yang luas, ada sapi, ayam, biri-biri, itik, kucing, kelinci, oh ya, kuda! Mmm… jerapah juga boleh, gajah, monyet, angsa, singa, oh jangan singa, tupai saja,”
“Hey apa-apaan itu!!” Ji Yong tidak habis pikir. “Kau mau mendirikan kebun binatang apa?!!”
“Iya, aku ingin pelihara banyak hewan, mereka kan sangat lucu,”
“Kalau begitu jangan tinggal di desa, tinggallah di hutan!!”
“Ya kan desanya di sebelah hutan…,”
“Ah astaga!! Ya terserahlah, asal jangan bersama kakakmu itu. Memangnya kau tidak bosan tinggal bersamanya terus?”
“Tidak,”
“Ah…, bodoh,” Ji Yong menggelengkan kepala melihat kelakuan Yuri. Mungkin sudah kesekiankalinya ia seperti itu.
Ji Yong hanya diam agar dirinya bisa bersabar melihat Yuri yang ternyata masih polos dan bodoh seperti dulu. Ia tahu Yuri sudah banyak berubah, tapi kenapa kebodohan masih melekat padanya?
“Yuri-ya…,” panggil Ji Yong dengan pelan.
“Ya?” jawab Yuri tanpa minat. Saat itu ia mengantuk dan sudah malas bicara. Ia kesal kenapa mereka berjalan lambat sekali, ia ingin cepat sampai di rumah dan tidur. Hari ini untuk pertama kalinya ia merasa lelah bekerja.
“Kapan mau menikah?”
XXX
“Hah? Kenapa tanya itu?” Yuri terkejut mendengar pertanyaan Ji Yong.
“Jawab saja,…”
“Tidak tahu, aku tidak pernah merencanakannya. Lagipula memangnya aku mau menikah dengan siapa? Ada-ada saja, ckckc,”
“Ah..!! Bodohnya kau ini! Kau sudah di Amerika tetap saja seperti ini! Kau isi otakmu ini dengan apa hah? Kerjamu pasti hanya nonton film kartun sepanjang hari, kalau tidak pasti makan, tidur, makan, tidur! Sesekali bacalah koran atau buku!” Ji Yong melepaskan rangkulannya dan meluapkan seluruh amarah.
“Lho? Kau ini marah-marah kenapa sih?” Yuri tidak mengerti. Ia sudah terbiasa melihat Ji Yong marah tanpa arti.
“Pikirkan saja sendiri! Memangnya aku jauh-jauh datang ke sini untuk apa hah? Mana di sini dingin begini! Tidak ada kendaraan pula! Sia-sia aku bicara!!” Ji Yong menendang tumpukan salju. Padahal untuk mengatakan itu baginya sangatlah tidak mudah. Perlu dua tahun untuk memberanikan diri tapi ternyata....,
“Tenang-tenang, setidaknya beri waktu untukku berpikir,” Yuri menenangkan Ji Yong yang sudah ingin memakan semua salju di sana.
“Terserah!” Ji Yong serasa ingin memukulkan bantal ke kepala Yuri. Tentu ia tidak tega memukulnya dengan stick baseball.
“Mmm….,” Yuri terus memutar otak sambil memejamkan mata. Sedangkan Ji Yong menunggunya dengan tatapan sinis.
“Lama sekali,” cibir Ji Yong.
“Tunggu, sepertinya……, hoaaahhh!! Jadi kau….!!” Mata Yuri membulat setelah menyadari sesuatu.
“Aishhh, kau baru mengerti hah?” Ji Yong sudah lemas untuk berteriak lagi.
“Astaga!!” Yuri makin salah tingkah. Wajahnya memerah seperti tadi.
“Nah sekarang apa jawabanmu? Aku sudah menunggu lama. Apa mau menunggu sampai tahun baru?” ujar Ji Yong seenaknya.
“Nggaaaaaaak!!” teriak Yuri keras-keras.
“Hah? Apa katamu?”
“Aku tidak suka pada artis!!”
“Hey aku sudah bukan artis lagi, aku produser!”
“Sama saja bodoh!”
“Yu, Yuri-ya….~” Ji Yong sedikit memelas.
“Nggak, pokoknya nggak!!” Yuri berjalan meninggalkan Ji Yong cepat-cepat. Ia ingin sekali cepat sampai rumah lalu mengunci pintu, bahkan ia ingin terbang sekarang juga.
“Eh aku serius…, ayolah…~”
“Nggak!!”
Kali ini rasanya Ji Yong ingin sekali bergulung-gulung di salju. Kalau perlu ia ingin menahan kaki Yuri dengan tangannya meski harus terseret hingga beratus-ratus meter karena itu.
Tapi rupanya Ji Yong tidak putus asa. Ia masih punya cara lain untuk…yah you know lah.
“Apa kau tidak mau makan ramen lagi?” tanya Ji Yong dan rupanya berhasil membuat Yuri berhenti berjalan.
“Ramen?”
“Keluargaku adalah pemilik restoran ramen yang dijalankan turun-temurun, kau tahu?”
“Oh ya?” Yuri memang baru mengetahui itu.
“Dulu aku selalu membantu ayahku membuat ramen, dan aku juga sangat ahli,” jelas Ji Yong. “Sejak aku kembali ke rumah aku langsung mendapat tugas untuk mengurus semua restoran ramenku, jadi sekarang aku sangat sibuk mengurus restoran selain musik,” Ji Yong menyombongkan diri, sementara Yuri masih setia mendengarkan.
“Kalau kau mau kau bisa mendapatkan ramen gratis dariku, aku bisa membuatkannya sampai kau kekenyangan,”
“Wooh, benarkah?” Yuri sangat takjub. Sudah dua tahun ia tidak makan ramen kesukaannya. Dia pun mendadak lapar saat ini.
“Tentu saja, aku juga punya sertifikat internasional membuat ramen,” kali ini Ji Yong asal bicara. Ia pikir karena Yuri sangat polos, ia bisa membodohinya dengan itu.
“Hey Kwon Ji Yong!! Memangnya ada yang seperti itu!”
“Kau masih tidak percaya saja?”
“Jangan harap kau bisa membujukku dengan itu! Mengerti?”
Ji Yong tertunduk lesu, seakan tidak ada harapan lagi. Beberapa menit berlalu dalam diam, hingga seakan salju yang turun itu mengeluarkan bunyi karena terlalu sepi di sana.
“Benar aku bisa makan ramen sepuasnya?” tanya Yuri tiba-tiba.
Senyum Ji Yong mengembang sempurna mendengar itu. “Iya..iya, harus berapa kali kukatakan padamu huh, aku lelah berjalan sambil bicara begini,”
“Hmmm,… boleh juga,” Yuri berpikir lagi sambil memegang dagunya.
“Jadi…?” Ji Yong berharap.
“Terserah kau saja,” kata Yuri santai. Ia pun berjalan lagi di antara salju-salju itu dengan tenang, sementara Ji Yong tidak bisa menahan diri untuk tidak berjalan sambil melompat-lompat aneh.
“Bisakah kau berjalan dengan normal?” tanya Yuri yang mulai terganggu.
Ji Yong benar-benar tidak mempedulikannya. “Yuri-yaaaaa….!! Kapan kita kembali ke Korea..?” Ji Yong nyaris berteriak.
“Sudah kubilang terserah ya terserah! Huh!” Yuri benar-benar kesal melihat kelakuan Ji Yong kali ini.
“Benar terserah?”
“Ter-se-rah. Dengar tidak?”
“Baguslah, aku sudah punya tiket untuk penerbangan besok pagi,”
“Hah? Besok?!”
“Katanya terserah?”
“Ya j,jangan begitu juga…., setidaknya beri waktu aku menyiapkan tas! Lagipula aku baru bisa pulang bulan depan dengan Kak Young Bae!!”
“Aku tidak peduli! Besok ya besok!! Nanti sampai rumah segera tidur karena besok kau harus bangun pagi, mengerti?” Ji Yong mengeluarkan senyum jahatnya.
“Siapkan energimu karena penerbangannya akan sangat lama,” tambah Ji Yong.
Detik itu lagi-lagi Yuri kembali diam tanpa kata. Ia ingin sekali membantah tapi tetap saja tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya. Hal itu memaksa Ji Yong menyeret Yuri agar mau berjalan lagi atau mereka akan berdiri di sana sampai besok.
Yuri ragu. Apa kali ini sudah benar? Apa dia tidak akan disakiti lagi? Bagaimana kalau tiba-tiba Ji Yong pergi meninggalkannya seperti yang ia lakukan dulu? Semua itu terasa memenuhi pikirannya saat ini, dan sama sekali tidak mendapat jawaban.
Ji Yong tahu keraguan Yuri itu. Ia juga sudah banyak membuat kesalahan dan pasti Yuri tidak akan semudah itu menerimanya. Saat ini Ji Yong hanya bisa merangkulnya lagi seperti tadi.
“Yuri-ya..,” panggil Ji Yong, setelah sekian lama Yuri tetap berdiam diri.
“Ng?” gumam Yuri tanpa menoleh. Ia masih terlalu larut dalam pikirannya sendiri sejak tadi.
“Jadilah asistenku,” kata Ji Yong dengan jelas di sebelahnya.
“Apa?” Yuri bingung. Itu semacam lowongan pekerjaan atau apa?
“Jadilah asistenku selamanya,”
Kali ini Yuri langsung menoleh pada Ji Yong di sampingnya. Ji Yong tidak bicara lagi, ia juga balas menatap Yuri yang masih berada dalam rangkulan salah satu tangannya sambil berharap Yuri tidak akan mengeluarkan kata-kata bodohnya lagi.
“Ya,” terdengar jawaban pelan dari bibir merah Yuri dan itu terdengar sangat jelas di telinga Ji Yong.
Untuk sesaat mereka saling tersenyum dan terus berjalan beriringan di bawah hujan salju itu.
END
Dua tahun kemudian...
Siang yang damai bagi Yuri. Musim panas kali ini rasanya sangat sibuk dan melelahkan sehingga jarang sekali ia mempunyai waktu senggang untuk sekedar beristirahat sejenak. Untung saja hari ini semua pekerjaan rumahnya sudah selesai dan ia bisa mencuri waktu untuk duduk bersantai sembari menikmati jus jeruk dingin yang menyegarkan.
“Ah..., sungguh surga dunia,...” kata Yuri setelah meneguk jus jeruknya. Ia juga sangat bersyukur untuk sejenak rumah itu terasa sepi. Ia menikmati suara hembusan angin yang menggerakkan gantungan yang ada di jendela dan juga suara gemericik air kolam di sebelah ruangannya saat ini.
Tapi sepertinya itu semua hanya sementara.
Suara telepon berdering nyaring dari mejanya. Sungguh menganggu sekali. Ia masih menikmati suasana musim panas yang menyenangkan ini tapi selalu saja ada yang mengganggu.
“Halo.., Manajer Kang? Ada apa menelponku?” tanya Yuri saat menjawab teleponnya. Ia heran mengapa Manajer Kang malah menghubunginya.
“Yuri-ya? Apa Ji Yong sudah berangkat?” tanya Manajer Kang. “Aku menelponnya sedari tadi tidak dijawab,” jelasnya.
“Berangkat ke mana? Dari tadi dia di rumah,” Yuri semakin heran.
“Bukannya dia harus datang ke tempat meeting? Aku sudah lama menunggunya,”
“Meeting? Katanya hari ini dia libur?”
“Yuri-ya tolong suruh dia cepat pergi!” Manajer Kang sudah tidak sabar lagi dan menutup telepon.
“Dasar orang itu, masih saja kelakuannya!!” Yuri tidak habis pikir. Kalau sudah begini lagi-lagi Manajer Kang yang menyuruhnya untuk repot kan? Tidak perlu bersusah payah untuk mencari Ji Yong, Yuri tahu benar ia ada di mana sekarang.
BRAKK!!
Terdengar suara pintu geser yang mengagetkan. Yuri kini sudah berada di depan pintu yang terbuka lebar itu.
“Yak.., kau ini, kerjamu bermalasan saja!!” bentak Yuri pada seseorang yang sedang tidur-tiduran di lantai, tepat di depan TV.
“Sekarang kan hari libur chagi...,” jawab Ji Yong seenaknya.
“Apanya yang libur? Bukannya kau harus pergi meeting dengan Manajer Kang?” Yuri berjalan masuk ke ruangan itu.
“Eh..? Kata siapa?”
“Manajer Kang yang menelponku! Kau harus segera berangkat,”
“Ah... aku malas chagi. Tidak usah, biar dia pergi sendiri mewakili aku, aku masih ingin main, ya kan Yumi?” tanya Ji Yong pada anak perempuan yang sibuk bermain di sebelahnya.
“Astaga..., kalian berdua ini kalau bermain selalu lupa waktu, ckckc, lihat ruangan ini jadi berantakan,”
“Tak apa, nanti aku yang merapikannya lagi bersama Yumi,”
“Pembohong,” Yuri tidak percaya. Kalau sudah lelah bermain biasanya dua orang itu langsung tertidur dan akhirnya Yuri yang harus merapikan semua mainan itu.
“Kau cepat pergilah, Yumi harus tidur siang,” Yuri mulai mendekati anak perempuan itu.
“Hey siapa bilang? Yumi kamu belum mau tidur kan?” Ji Yong menyela.
“Aku ngantukk appa...,” jawab anak kecil itu.
“Tuh kan, ayo Yumi tidur dengan Eomma, lihat Appamu sekarang jadi pemalas, jangan ditiru ya,” ujar Yuri sambil menggendong anak itu.
“Ahhh aku ingin di rumah saja chagiii, aku malas pergi hari ini,...” Ji Yong masih tidak mau beranjak dari tempatnya.
“Tidak boleh,”
“Yumiii... tidur siang sama Appa yuk,...” Ji Yong membujuk anak kecil yang sudah hampir tertidur itu.
“Huuzzh, dia sudah tidur, cepat sana, Manajer Kang menunggumu,”
“Haizzzhhh, baiklah-baiklah!” kali ini Ji Yong bangkit dan berdiri sambil berusaha menghilangkan semua kemalasan yang ada pada dirinya.
“Nah begitu dong dari tadi,” puji Yuri, daripada Ji Yong tidak mau berangkat dan Manajer Kang akan mengganggunya terus karena itu.
“Tentu karena aku adalah pekerja keras!!” Ji Yong menyombongkan diri.
Yuri mengangguk saja sambil menggendong Yumi yang sudah tertidur lelap dalam pelukannya.
“Baiklah aku pergi dulu ya chagi,”
“Hati-hati di jalan,”
“Ya,...” Ji Yong berjalan menuju pintu.
“Ada apa lagi?” Yuri heran kenapa Ji Yong tiba-tiba berhenti.
“Ah.., aku baru ingat,” Ji Yong berbalik arah.
“Ingat apa?”
Ji Yong tidak menjawab dan mendekati Yuri yang melihatnya dengan tatapan bingung. Ia tidak mempedulikan pertanyaan Yuri dan malah mencium bibirnya sekilas.
“Hm?” Yuri semakin bingung.
“Jangan lupa nanti malam ya chagi,...”
“Apa?”
Ji Yong tidak menjawab lagi dan hanya tersenyum mencurigakan. Ia buru-buru pergi dan menutup pintu.
“Apa sih?” Yuri masih berpikir keras. Setahunya dia tidak punya janji apa-apa malam i...
“Astaga! Dasar orang itu!! Untung Yumi sudah tertidur!” wajah Yuri mulai memerah setelah tahu apa maksud Ji Yong tadi.
Ya... begitulah kehidupan mereka selama ini. Biarlah. Hanya mereka berdua yang tahu.