The Ugly Duckling—4
Good Bye Summer! Festival
Cheon Sa memainkan kakinya dan melihat keramaian di sekolahnya. Festival yang selalu digelar setiap tahun oleh sekolahnya sebagai perayaan berakhirnya musim panas memang tidak hanya dinanti oleh siswa dan siswi sekolahnya tapi oleh sekolah lain. Siapa yang tidak mau mencari mangsa di Blue High School? Sekolah dengan gudangnya orang-orang berparas cantik dan tampan juga berotak encer.
“Untukmu!” Mi Rae memberikan kantong kertas yang berisi roti ikan dan segelas jus jeruk untuk Cheon Sa.
“Terima kasih,” gadis itu kembali menikmati suasana sekolahnya sembari memakan cemilan yang diberikan Mi Rae.
“Bagaimana, kau sudah bertemu Dong Hae sunbae-nim? Sudah berterima kasih padanya?” tanya Mi Rae.
“Belum.” Jawab Cheon Sa sembari mendesah.
“Lagian, kau bodoh sekali!” kesal Mi Rae. “Harusnya kau sadar jika satu-satunya orang yang ada di ruang kesehatan hanya Dong Hae sunbae-nim, dan kau harusnya menggunakan otakmu yang pintar itu untuk sekedar bertanya ‘apakah dia yang membawamu ke ruang kesehatan’ ketimbang bertanya ‘apa yang sedang dia lakukan di ruang kesehatan’. Sebaiknya kau belajar sedikit cara menggoda pria dari gadis-gadis genit itu!” tunjuk Mi Rae pada segerombolan gadis di stand yang menjual tanaman hias—milik kelas Dong Hae dan Si Won.
“Aku bukan seperti mereka.”
“Kau itu cantik, hanya saja selalu menutup dirimu. Bahkan kau seharusnya berada di A class bukannya di C class bersamaku!”
“Aku tidak peduli.”
Mi Rae menggeram gemas. Sahabatnya yang satu ini memang terbilang unik. “Ayo, kita bersiap ke depan panggung!” ajak Mi Rae setelah melahap habis kue ikannya.
“Malas,” tolak Cheon Sa.
“Oh, ayolah! Ini festival musim panas kita! Dan sebentar lagi Dong Hae sunbae-nim dan Si Won sunbae-nim akan tampil! Aku tidak ingin melewatkan yang ini!” akhirnya dengan sedikit pemaksaan Mi Rae berhasil menarik tangan Cheon Sa untuk segera ikut berjubal di depan panggung festival.
***
“Aku akan mengambil air di kamar mandi,” ucap Na Young sembari menenteng dua ember kosong. “Kalian lanjutkan saja melayani pembeli itu.”
Stand tanaman hias kelasnya memang sangat ramai. Entah pembeli-pembeli itu memang benar-benar ingin membeli atau mencari perhatian dari flowerboy ataupun flowergirl yang menjaga stand serta melayani pembeli. Dimana flowerboy adalah sebutan untuk penjual/pelayan laki-laki dan flowergirl untuk perempuan. Stand-stand yang ada memang dibuat untuk menarik pengunjung agar merogoh kantong mereka untuk membeli barang yang dijual oleh muri-murid BHS. Nantinya hasil penjualan tersebut akan disumbangkan ke badan amal untuk anak-anak yang tidak mampu.
Na Young hendak masuk ke toilet namun dia berbelok menuju fountain sekolahnya yang lebih sepi ketimbang toilet. Sembari menunggu ember yang terisi penuh, dilihatnya Si Won sudah berdiri di samping panggung untuk tampil.
“Kaos kaki burung hantu!”
Na Young menengok ketika seseorang menepuk bahu kirinya. Dia mendapati seorang pria berambut gondrong dengan wajah american dan senyum yang cerah.
“Maaf, apa aku mengenalmu?” tanya Na Young bingung.
“Kau pelupa! Tidak ingat denganku?” tanya pria itu.
Na Young menggeleng.
“Dua hari lalu. Kaos kaki burung hantu. Kau tertabrak motorku dan aku mengantarmu ke sekolah.” Pria itu mencoba mengembalikan memori Na Young.
Gadis itu terdiam sejenak. “Ah!” teriaknya sembari menepuk keningnya yang tertutup poni. “Si pembalap liar!” pekik Na Young. “Apa yang kau lakukan disini?”
Pria itu tertawa lebar dan semakin terlihat menyenangkan. “Aku bintang tamu di sekolahmu.”
“Bintang tamu? Memang kau siapa sampai sekolah mengundangmu?”
“Aku pengisi acara puncak. Mate. Kau tahu mereka?”
Na Young berpikir. “Mate? Band pengisi nanti?” pria itu mengangguk. “Don’t say!” Na Young terpekik kaget. “Kau salah satu dari personil mereka?” tanya Na Young tidak percaya.
“Let me say, YES! Aku penggebuk drum untuk Mate. Hahaha. Aku rasa aku tidak begitu terkenal karena selalu duduk di belakang drum.” Kekehnya.
“Tidak, tidak!” Na Young mengibas-ngibaskan kedua tangannya. “Aku saja yang tidak peka. Harusnya aku tahu itu dari dua hari yang lalu. Keep it secret!” Na Young merendahkan nada suaranya. Dia kemudian meminta pria tadi untuk menunduk. “Aku penggemar kalian!” bisiknya diiringi tawa riang.
“Kau penggemar kami tapi tidak mengenaliku?” tanya pria itu tidak percaya. “Konyol sekali!”
“Hehehe,” Na Young tertawa merasa bersalah.
“Kau tahu nama ku bukan? Jangan bilang tidak!” ucap pria itu was-was.
“Tentu aku tahu namamu si pembalap liar. Lee Hyun Jae. Aku benar, kan?” Na Young mengerling lucu.
“Untung saja.” Pria yang ternyata bernama Hyun Jae tersebut mengelus dadanya lega. “Aku akan kembali ke dalam. Hei, lihat!” ditunjuknya ember yang diisi oleh Na Young tadi. “Kau mau membuat sekolah membayar tagihan airnya membengkak?”
Na Young meringis malu dan kemudian mematikan kran sepeninggal Hyun Jae.
***
“Tidak bisakah kita di barisan paling belakang saja?” rutuk Cheon Sa ketika Mi Rae sudah menggeretnya hingga ke bagian depan panggung. Dia malas jika harus berdesak-desakkan seperti ini. Rasanya seperti tenggeleman di kubangan lumpur.
“Kalau di belakang kita tidak bisa melihat dengan jelas!” teriak Mi Rae mengalahkan bunyi musik yang masih terus berdentum.
“Hei!”
Mi Rae dan Cheon Sa menoleh secara bersamaan ketika bahu keduanya di tepuk oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Na Young. Gadis itu ikut berdesakan hingga barisan depan kemudian berdiri diantara Cheon Sa dan Mi Rae.
“Kalian ingin melihat mereka juga?” tanya Na Young ketika Si Won dan Dong Hae sudah naik di atas panggung dan teriakan gadis-gadis semakin memecah gendang telinga.
“Aku hanya diajak oleh Mi Rae.” Jawab Cheon Sa.
“Dong Hae akan bernyanyi hari ini, dan Si Won akan memainkan gitar. Aku tidak tahu lagu apa yang akan mereka bawakan, aku dengar, itu ciptaan Dong Hae. Bocah itu memang jenius di musik.” Terang Na Young mengabaikan rasa tidak ingin tahu Cheon Sa. “Dimulai!” pekik Na Young bertepuk tangan dan berteriak. “Aku harus lebih heboh dari gadis-gadis itu!” tunjuk Na Young kesal. Cheon Sa terkikik geli dibuatnya. Gadis disebelahnya ini memang tergolong unik, pikirnya.
Cheon Sa kembali mengunci pandangannya ke panggung yang dibuat super megah itu—sudah layaknya konser festival yang digelar oleh stasiun televisi, sekolahnya memang sangat berlebihan. Entah Cheon Sa yang bodoh tidak mampu menangkap sinyal yang diberikan Dong Hae, atau dia yang kelewat masa bodoh hingga menganggap biasa saja ketika Dong Hae melempar senyum ke barisan tempat dia berdiri. Oh ayolah, banyak sekali gadis yang menarik di barisan itu, dan mungkin saja Dong Hae melemparkan senyum itu kepada sahabatnya Na Young yang membalasnya dengan lambaian tangan.
Tak lama, bunyi petikan gitar dimainkan oleh Si Won kemudian dilanjut dengan petikan girang oleh Dong Hae. Cheon Sa mengeryit merasa kenal dengan musik intro yang dimainkan oleh kedua pria itu. Hingga masuk pada bagian verse, Cheon Sa yakin jika aransemen yang keduanya bawakan adalah lagu yang dia kenal dan hampir dia dengarkan setiap hari. Oh, apa Dong Hae melakukan penjiplakan dengan mengatakan itu lagu buatannya? Tapi lyric-nya? Sama sekali Cheon Sa belum pernah mendengarnya. Hingga dia malah terhanyut dengan lyric yang dinyanyikan Dong Hae hingga merasa dunianya berhenti ketika interpretasi lyric yang selama ini dia bayangkan dari lagu itu hampir sama dengan yang dibawakan oleh Dong Hae.
“Ini tidak mungkin. Konyol sekali.” Lirihnya.
***
Cheon Sa menyingkir dari kerumunan ketika Mi Rae memilih pulang karena orang tuanya baru saja datang dari China. Ada bagian dari sekolahnya yang selalu jadi pelarian teman-temannya hanya untuk sekedar melepas penat, tidur, ataupun melakukan bullying. Atap sekolah yang terlihat temaram dengan lampu penerangan seadanya tidak meninggalkan kesan horor untuk Cheon Sa, namun memberikan kesan nyaman untuk gadis itu.
Dari kejauhan dia masih bisa mendengar dentuman musik dan keramaian sekolahnya. Sesuatu yang harusnya bisa dia nikmati.
“Tidak takut sendirian disini?”
Cheon Sa menoleh ketika suara pria mengganggu kedamaian yang telah dia ciptakan sendiri. Pria itu kemudian ikut berdiri di sebelah Cheon Sa.
“Apa yang sunbae-nim lakukan disini?” tanya Cheon Sa merasa terganggu.
“Ini tempat umum.” Jawabnya. “Every student can come in, everytime they want. Didn’t they?”
Cheon Sa diam tidak menanggapi. Semilir angin musim panas kembali berhembus menerbangkan rambut Cheon Sa yang merah kusam.
“Aku mau berterima kasih soal waktu itu. Dan juga, aku minta maaf karena tidak mengetahui jika sunbae-nim yang menolongku waktu itu.” Selorohnya.
“Tidak masalah.”
Keduanya kemudian terdiam menyaksikan langit malam dengan sedikit bintang.
“Mau ikut denganku?” tawar Dong Hae.
“Kemana?” Cheon Sa melihat jam tangannya dan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Sebentar lagi pesta kembang api akan dimulai.
“Mencari hal lain yang lebih menyenangkan dari pada pesta kembang api nanti.” Tanpa menunggu jawaban ataupun persetujuan dari Cheon Sa, lelaki itu sudah menarik tangan Cheon Sa untuk turun dari atap sekolah mereka dan pergi meninggalkan kemeriahan festival malam itu.
***
“Kalau ini yang sunbae-nim bilang sebagai menyenangkan,” Cheon Sa menghela napas sejenak. “Ini sama sekali tidak menyenangkan.” Rutuknya.
Dong Hae tidak bergeming dari keasyikannya bermainan ayunan. Berulang kakinya menendang tanah agar laju ayunannya lebih kencang. Sementara itu Cheon Sa hanya melihat apa yang Dong Hae lakukan dengan kesal. Dilihatnya pria itu kemudian beranjak dari ayunan menuju papan seluncur.
“Sunbae-nim!” panggil Cheon Sa kesal.
“Ya, kemarilah! Ini sangat menyenangkan!” ajak Dong Hae sebelum meluncur dari papan seluncur. “Wohoo!” teriaknya kegirangan.
“Lee Sunbae!” panggil Cheon Sa sekali lagi. Lelaki itu tampaknya mengerti dan menghentikan permainannya.
Lee Dong Hae kembali duduk di ayunan dan mengayunkannya pelan. Dikibaskan tangannya memanggil Cheon Sa yang masih berdiri untuk duduk di ayunan kosong yang berada di sebelahnya. Gadis itu menurut dan dengan hentakan kecil karena masih kesal, ayunan itu ikut mengayun. Didengarnya Dong Hae menggumamkan lagu yang dinyanyikan pria itu tadi saat di festival.
“Hoshi no Kazu Dake Negai Todoku.” Kata Cheon Sa pelan namun masih bisa terdengar oleh Dong Hae. “Ketika kau memohon pada banyaknya bintang yang bertaburan. Kurang lebih artinya seperti itu.”
“Darimana kau tahu?” tanya Dong Hae penasaran.
“Aku menyukai instrumen yang dibuat Depapepe. Jadi, jika gadis-gadis tadi berteriak mengagumi sunbae-nim karena mereka pikir itu lagu ciptaan sunbae-nim, karena mereka tidak tahu band instrumen asal Jepang itu. Tapi aku tahu, karena Hoshi no Kazu Dake Negai Todoku, adalah lagu yang paling aku suka di album Summer Parade Depapepe.” Jelasnya.
Dong Hae tersenyum renyah. “Tapi, lirik itu aku yang buat.” Kata Dong Hae mengingatkan.
“Well, aku tahu. Tapi tidak kah sunbae-nim sudah menipu orang-orang yang menonton tadi?” tanya Cheon Sa.
“Tidak sepenuhnya juga.” Jawab Dong Hae. “Pun aku juga tidak peduli. Aku menyukai instrumen itu dan aku memberikannya lirik. Bukan kah itu terdengar seperti sebuah kolaborasi anatara aku dan Depapepe secara tidak langsung.”
Cheon Sa diam, tidak lagi mendebat.
Dong Hae kemudian teringat sesuatu dan merogoh saku celananya. Dikeluarkannya sebuah karet kucir berwarna hitam yang dia beli saat akan berangkat menuju sekolah. Tadinya karet kucir itu akan dia hadiahkan pada kemenakannya yang masih berumur satu tahun. Tapi niat itu dia urungkan seketika. Lelaki itu beranjak dari duduknya dan berjalan memutar berdiri di belakang Cheon Sa. Dengan lembut, pria itu meraih rambut Cheon Sa menjadikannya satu di belakang dan mengucir kuda.
“Sunbae-nim,” interupsi Cheon Sa mendapat perlakuan seperti tadi dari Dong Hae.
Selesai mengucir rambut Cheon Sa, lelaki itu berdiri di hadapan Cheon Sa, menilai apakah sudah benar dia mengikat rambut kemerahan Cheon Sa. “Bagus!” katanya puas. “Aku tidak pernah dengan jelas melihat wajahmu. Nah, dengan begini aku bisa melihat wajahmu dengan jelas.”
Dada Cheon Sa berdesir melihat Dong Hae yang tersenyum, bahkan lampu taman bermain yang temaram pun tidak menghalangi Cheon Sa untuk bisa dengan jelas melihat senyum Dong Hae yang terlihat tulus untuknya.
Hana dul set hana dul set neo-ui soo bag man mo-ja-i-ke kkum-eul gye-san
(1 2 3 1 2 3 menghitung berjuta mimpi mozaikmu)
Kkum-gwa u-ri-ui sa rang-ui kkum-eul sab-ib
(Selipkan satu mimpi cinta kita diantara mimpimu)—1 2 3
***
“Bukan kah, kaos kaki ini lucu?”
“Burung hantu?”
“Aku akan membeli dua pasang. Satu untukmu dan satu untukku.”
“YOUNG!!! YOUNG!! TOLONG AKU!!!”
Na Young tersentak bangun dari mimpinya. Dengan napas yang tidak teratu juga keringat dingin, gadis itu memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa berat. Mimpi buruk yang tidak pernah hadir belakangan ini, mendadak muncul dan kembali menggeletik memori Na Young. Matanya yang berkaca-kaca menangkap jalanan kota Seoul yang lengang. Dia ingat jika tadi dirinya pulang bersama Si Won dan tertidur di mobil karena kelelahan.
“Kau baik-baik saja?” tanya Si Won terdengar khawatir setelah dia menepikan obilnya di bahu jalan.
Na Young menatap Si Won menyaratkan dirinya sedang tidak baik-baik saja. Si Won melepas seatbelt yang dia kenakan agar bisa memeluk Na Young dengan lebih leluasa.
“Kau pasti kelelahan hingga bermimpi buruk. Geogjeongma, ne-ga itseo. Uljima, an-yeppo, eung?[1]” Si Won mengusap-ngusap punggung Na Young dengan lembut. Perlahan tangis gadisnya mereda dan menyisakan isakan kecil.
“Palli, jib-e ga! Palli![2]” rengek Na Young.
“Iya, kita pulang.” Si Won melepaskan pelukannya dan mengusap pipi Na Young yang basah dengan air mata, kemudian di kecupnya lembut kening gadis itu. “Uljima! Kkuk![3]”
Na Young mengusap air matanya yang tersisa menggunakan punggung tangannya. Dan setelah tangis itu mereda, Si Won kembali melajukan mobilnya mengantar kekasihnya itu untuk segera pulang tanpa menyuarakan pertanyaan yang mengusik pikirannya ketika melihat gadisnya mengalami mimpi buruk yang terlihat menyeramkan untuk pertama kalinya. Menampilkan sosok Na Young yang tidak pernah dia temui sebelumnya, sisi yang terlihat lemah dan rapuh berbeda dengan sisi yang selalu ceria dan bersemangat yang selalu dia lihat.
***
Glosarium :
[1] Geogjeongma, ne-ga itseo. Uljima, an-yeppo, eung? = jangan khawatir, aku disini. Jangan menangis, tidak cantik, ya? (non-formal)
[2] Palli, jib-e ga! Palli! = Cepat, pulang ke rumah! Cepat! (non-formal)
[3] Uljima! Kkuk! = Jangan menangis! Berhenti! (non- formal); Kkuk adalah ungkapan yang digunakan ketika seorang menangis, dimaksudkan agar air matanya berhenti.