“Eonnie!” YoonAhn menangkap tubuh Myun Ji yang hampir terjatuh. Myun Ji memegang kepala sambil mencoba menyadarkan dirinya. “Eonnie, kenapa? Wajah Eonnie pucat sekali” YoonAhn terlihat panik dan segera menggeser kursi untuk Myun Ji duduk.
“aku tidak apa-apa YoonAhn” elak Myun Ji dengan suara lemah. YoonAhn segera mengambil air putih dari pantry dan memberikannya kepada Myun Ji dengan sedikit berlari.
“gomawo” Myun Ji mengambil gelas bening berisi air dan tenggorokkannya kembali basah.
“Eonnie kenapa? Terlihat lelah sekali?” Myun Ji merasa mual jadi tidak membalas YoonAhn dan malah tersenyum. “apa karena pernikahan lagi ya?” tebak YoonAhn sambil membenarkan letak kaca matanya, wajahnya terlihat prihatin sedangkan Myun Ji makin melebarkan senyumnya.
“tidak, aku hanya kelelahan saja jangan khawatir” Myun Ji mencoba menenangkan YoonAhn sambil mengingat beberapa hari yang lalu. Ia membantu Minho untuk merawat Sulli, belum lagi tugas kantor yang tiba-tiba menumpuk, Myun Ji heran biasanya Woo Bin tidak memberinya banyak tugas tapi berkas yang menumpuk dimejanya saja belum setengahnya selesai.
“khem” lamunan Myun Ji dikagetkan dengan kehadiran Woo Bin yang entah sejak kapan berdiri disamping Myun Ji. “kau sudah selesaikan tugasmu, Kim Myun Ji?” Tanya Woo Bin sambil melipat tangan dan mendongakkan kepala.
“maaf Sangjanim, masih coba saya selesaikan” Myun Ji berusaha bangkit dan YoonAhn membantunya.
“belum selesai tapi malah santai-santai disini? Tolong segera selesaikan tugasmu, aku mau sebelum jam pulang kantor kau sudah menyelesaikan semuanya” Woo Bin semakin menaikkan kepalanya dan YoonAhn memandangnya sebal. Apa Woo Bin tidak bisa menoleh sebentar untuk melihat wajah Myun Ji yang sudah sangat pucat itu?. Belum sempat YoonAhn menjelaskan Myun Ji sudah membalas perkataan Woo Bin sambil membungkuk.
“Baik, Sangjanim” YoonAhn membulatkan matanya. Woo Bin kembali berjalan dengan wajah sok Arogannya. Ini sengaja Woo Bin lakukan, walau sebenarnya ia sedikit tidak tega tapi Woo Bin hanya mencoba bersikap professional dan berusaha menjauhkan dirinya dengan Myun Ji, ia ingin melupakan Myun Ji dan ingin menganggapnya sebagai karyawan biasa. Ia juga tidak ingin kejadian tempo hari terulang dan pria-pria itu akan mencegat Woo Bin dijalan lagi.
“Eonnie!!” baru beberapa langkah Woo Bin berjalan pria itu sudah mendegar teriakan YoonAhn yang tidak bersahabat. Woo Bin segera berbalik dan sudah melihat karyawannya yang berkumpul menyerbungi Myun Ji. Mata Woo Bin sudah membulat dan segera berlari kearah Myun Ji. Mati aku!
-
Woo Bin meremas jarinya cemas sambil melihat cangkir yang sudah tak mengeluarkan uap hangat lagi. Rasa bersalahnya belum hilang dan sekarang ia mulai memijit pelipisnya karena dokter yang beberapa menit ia temui tak kunjung keluar.
“tenyata ini ulahmu!” Woo Bin mendongak dan mendapati pria bermata sipit berdiri dihadapannya sambil berkacak pinggang. Woo Bin berdiri menyamakan tingginya dengan Jinki. Woo Bin tidak dapat membalas perkataan Jinki karena memang ini salahnya.
“sudah-sudah, Myun Ji tidak apa-apa” Ibu Myun Ji datang bersama dengan seorang dokter yang berjalan dibelakangnya.
“silahkan, dok” Ibu Myun Ji memberi jalan pada Dokter yang segera pergi menuju pintu keluar.
“Eomonim, bagaimana keadaan Myun Ji?” Jinki mulai tidak memperdulikan Woo Bin.
“hanya demam biasa, dia hanya butuh istirahat”
“maaf Ahjumma, ini semua salah saya, saya yang memberikan tugas terlalu banyak” ucap Woo Bin sambil membungkuk. Jinki menyipitkan matanya sambil melirik kearah Woo Bin membuat matanya makin terlihat kecil.
“aku akan menemuinya” Jinki membungkuk sesaat kemudian pergi ke kamar Myun Ji.
Jinki masuk ke dalam kamar Myun Ji dengan membuka pintu perlahan. Matanya mengarah langsung pada Myun Ji yang tengah berbaring sambil memijat pelipisnya. Merasa pintu kamarnya berbunyi Myun Ji menoleh dan mendapati Jinki berdiri diambang pintu.
“Hi” Sapa Myun Ji sambil tersenyum. Jinki membalas senyum Myun Ji, kemuadian berjalan kearah gadis itu.
Jinki duduk ditepi tempat tidur dan bersamaan dengan itu Myun Ji berusaha untuk duduk. “kau ini kenapa? Bisa-bisanya pingsan seperti itu?” Jinki memandang Myun Ji tajam, sebenarnya ini wujud kekhawatir tapi ia malah melihat Myun Ji yang menundukkan kepalanya. Melihat itu Jinki mengangkat tangannya dan menyentuh pipi Myun Ji. Dengan agak terkejut Myun Ji mengangkat kepalanya dan mendapati Jinki yang tengah memadanginya serius.
“Badanmu masih panas, kau masih harus istirahat” Jinki melempar seyum tapi Myun Ji hanya mengakat alisnya tanpa membalas semyuman dari Jinki.
Tok, Tok..
Jinki dan Myun Ji menoleh bersamaan kearah pintu, didapatinya Woo Bin yang sudah memunculkan kepalanya.
“siapa yang menyuruhmu masuk?” seru Jinki membuat Myun Ji menggenggam tangan Jinki. Pria tu menoleh kearah Myun Ji yang sudah memasang wajah memelas.
“aku mohon, kau tidak ingin kehilangan pekerjaanku” bisik Myun Ji. Jinki hanya memasang wajah kecut kemudian bangkit dari duduknya.
“Hallo Myun Ji ssi”
“Sanjangnim, terima kasih banyak sudah mengantarku pulang” ucap Myun Ji seramah mungkin. Woo Bin balas terseyum tapi senyumnya lenyap ketika Jinki meliriknya tajam.
“tidak apa-apa Myun Ji ssi ini semua salahku, aku terlalu memberimu banyak pekerjaan” wajah Woo Bin terlihat bersalah.
“jangan seperti itu Sangjanim, itu semua sudah menjadi tugasku, aku tidak mempermasalahkannya” Myun Ji jadi merasa tidak enak hati, pasalnya Myun Ji tahu alasan dari Woo Bin yang bersikap aneh akhir-akhir ini, pasti itu karena ulah Jinki dan Minho tempo hari.
“Myun Ji, kau harus banyak istirahat dan sepertinya Sajangnim sedang banyak perkejaan dikantornya, benarkan?” Jinki memperlihatkan senyum lebarnya untuk menjahili Woo Bin dan Woo Bin tidak menyukai itu.
“baiklah kalau begitu, saya pamit dulu, semoga kau lekas sembuh” Woo Bin kembali bersikap manis meski ia tahu mata sipit Jinki mengawasinya tapi ia tidak peduli.
Woo Bin turun dari tangga dan berpapasan dengan Ibu Myun Ji “Oh Woo Bin Sangjanim, ingin pergi?”
“Iya, saya harus kembali ke kantor karena banyak yang harus saya kerjakan” Ibu Myun Ji mengangguk sesaat kemudian Woo Bin membungkuk untuk pamit dan pergi.
Woo Bin berjalan kearah mobilnya tapi sebelum ia benar-benar masuk kedalam mobilnya ia melihat seorang pria yang tak asing baginya masuk ke halaman rumah Myun Ji bersama motornya. Ternyata itu adalah pria yang sering menjemput Myun Ji ketika pulang dari kantor.
Minho menyadari seseorang sedang memandanginya jadi ia menoleh sebentar untuk menunjukan wajah sinisnya kemudian masuk kedalam rumah Myun Ji. Woo Bin terdiam heran, bahakn keningnya pun sudah berkerut. Sebenarnya apa hubungan Minho dengan Myun Ji? Bukannya Jinki calon suami Myun Ji yang sebenarnya?, lalu untuk apa Myun Ji dekat dengan Minho? Pertanyaan-pertanyaan itulah yang muncul dibenak Woo Bin, membuatnya bingun dan penasaran. Tapi Woo Bin mencoba untuk tidak memperdulikan hal itu, karena itu bukan urusannya.
-
Jinki mengesap teh hangatnya dan tangan kirinya masih ia lipat untuk menyangga tangan kananya yang tengah memegang cangkir putih itu. Suara pintu tertutup membuyarkan lamunan Jinki, ia menoleh sejenak dan benar saja Minho baru saja keluar dari kamar Myun Ji. Jinki kembali menoleh kedepan ketika Minho menangkap dirinya tengah berdiri di sebuah balkon kecil yang menghadap halaman belakang. Terdengar suara langkah Minho yang mendekati Jinki.
“Hya!” Minho menepuk bahu Jinki tak lupa sebuah senyuman mengembang diwajahnya. Jinki hanya dapat tersenyum samar.
“Myun Ji sudah tidur?”
“sudah,” Minho mengangguk sambil melipat tangannya ikut memandangi langit yang terlihat cerah sore itu.
“mau teh?” tawar Jinki dan Minho menggeleng sejenak.
“Jinki, ada yang ingin aku beritahukan padamu” Jinki menarik napasnya tapi Minho belum merasa tertatik dengan kata-kata Jinki, jadi ia hanya bedehem sambil mengeluarkan ponselnya. “ini tentangku, tentang perasaanku” lanjutnya.
Minho mendongak dan menoleh kearah Jinki. “dan aku yakin kau akan marah mendengarnya, tapi aku akan tetap mengatakannya” Minho kembali menyimpan ponselnya dan mulai serius mendengarkan Jinki.
“Sejak aku bangun dari koma, aku tidak pernah menerima keadaanku yang ternyata berada ditubuh orang lain. Aku menjalani kehidupan berbeda, dikelilingi orang-orang yang berbeda awalnya aku ingin menyerah tapi ada seseorang yang selalu mendorongku, selalu ada untukku, menemani hari-hariku sebagai seseorang yang baru dan perlahan aku mulai menyukai orang itu. Aku tahu harusnya perasaan ini tidak boleh ada, karena ini bukan kehidupanku tapi aku tidak bisa menyembunyikan perasaanku, orang itu adalah Myun Ji, aku mencintainya Minho” Jinki masih belum berani menoleh kearah Minho.
“aku selalu berpikir untuk membuang perasaanku jauh-jauh sebelum itu terlalu dalam, tapi sayang semua sudah terlambat karena aku tak kunjung mendapat tubuh dan kehidupanku kembali, aku berpikir mungkin kita tidak akan kembali tapi..” Jinki menghadapkan tubuhnya kearah Minho.
“Myun Ji tidak mungkin juga menikah selain dengan Jinki dan sekarang akulah Jinki-nya, kita tak bisa menganggap semuanya baik-baik saja, harus ada keputusan, satu lagi, aku mengatakan ini agar tidak ada lagi rahasia yang disembunyikan, jadi aku akan menanyakannya kembali padamu Jika kita tidak kembali.. apa kau akan merelakan Myun Ji?” Minho masih diam ditempat, tapi terlihat sekali ia mengigit rahangnya dan tangannya pun terlihat mengepal
“Hya!” Minho terlihat geram dan menarik kerah Jinki bahkan cangkir ditangan Jinki sudah terjatuh dan pecah menimbulkan suara nyaring. “kau sendiri yang menyuruhku bertahan, kau yang bilang bahwa Myun Ji akan kecewa kalau aku yang menyerah lebih dulu!!” Jinki melihat air mata sudah menumpuk di mata Minho.
“karena saat itu, aku masih bisa melihat Myun Ji bersamamu, tapi sekarang semuanya berbeda, aku mencintainya”
“Hya!!” Minho sudah mengangkat tangannya untuk memukul Jinki.
“Mianhae” tangan Minho berhenti diudara setelah mendengar kata maaf dari Jinki, bisakah dia memaafkan orang lain lagi sekarang?. Minho melepaskan kerah Jinki dengan kasar membuat Jinki terhuyung kebelakang. Setelah itu Minho segera pergi dengan tangan yang masih terkepal.
Mulanya Jinki terdiam, tapi ia segera sadar dan berlari menyusul Minho. Kalau bisa ia ingin menarik kata-katanya. Sayang, kakinya terhenti karena melihat Myun Ji membuka kamarnya yang terlihat tak ditutup rapat, matanya sudah memerah dan air mata terlihat mengalir dan menumpuk di dagunya. Jinki melihat Myun Ji yang menatapnya dengan wajah sedih bercampur rasa tak percaya. Ternyata Myun Ji mendengar semuanya.
Maaf, maafkan aku Myun Ji aku menghancurkan semuanya.