Go Ara POV
Sebuah foto jatuh menyentuh kaki So Hee. Ini foto kedua orang tuanya, tepi foto itu sudah menghitam akibat kebakaran yang menimpa kedua orang tua angkatnya dulu. Tinggal itu harta berharga dalam hidupnya sekarang. Ia berhasil menyelamatkan foto ini dengan sedikit perjungan.
Tidak lama kemudian ketukkan pintu terdengar dan So Hee segera membuka pintunya. Ternyata Tae Jun yang sudah berdiri sambil berusaha tersenyum kearahnya.
“makan malam sudah siap” So Hee mengangguk dan mengikuti Tae Jun dari belakang. Aku melihat keduanya duduk berdampingan dan siap untuk makan. Mereka berdua imut sekali.
“ada yang salah?” Tanya Tae Jun saat melihatku tiba – tiba tersenyum.
“tidak aku hanya melihat kalian berdua sangat serasi” keduanya merasa kaget dan aku malah tertawa sambil melepas clemekku. Tae Jun segera pindah tempat duduk dan aku semakin ingin tertawa tapi suara bel menarik perhatian kami.
“oh kau ayo masuk” aku membuka pintu lebar – lebar dan ia tersenyum.
“anak – anak, kita kedatangan tamu” mata Tae Jun menatap kaget dan So Hee terlihat tidak acuh.
“ini untuk Anda nyonya” sebuah buket bunga merah di berikkan kepadaku. Aku tahu anak ini sangat manis.
“oh manisnya, ayo duduk kita baru mau makan malam”
“oh kebetulan sekali, oh iya aku tidak melupakkan mu, ini untukmu” anak laki – laki itu memberikkan satu tangkai bunga untuk So Hee. Tapi gadis itu masih sibuk mengambil beberapa lauk.
“aku alergi bunga” terlihat wajah kecewa dari anak muda itu. Aku melihat Tae Jun kaget begitu juga aku yang langsung mengalihkan perhatian.
“oh ya siapa namamu?” tanyaku sambil menyendokkan nasi kedalam piring.
“oh aku lupa memperkenalkan diri rupanya” ia berdiri dan membungkuk sambil melebarkan tangan kirinya dan tangan kanannya ia letakan di depan. “perkenalkan namaku Im Jae Bum” ia kembali meneggakkan badannya. “tapi kalian bisa memanggilku Joe” ucapnya dengan wajah yang terlihat bersinar. Tae Jun dan So Hee terlihat tidak perduli tetapi aku tetap tersenyum.
“oh baiklah Joe, ayo kita makan” anak itu kembali duduk dan tersenyum.
“bagaimana sepatumu?” tanyaku saat makan malam hampir selesai.
“dia baik – baik saja aku sudah mambawanya ke dokter” mataku membulat “aku bercanda tentu saja tidak apa – apa masa sepatu mahal bisa rusak hanya karena di injak kaki yang sudah keriput, oopss. Grandfather itu tidak ada disinikan?” aku tertawa.
“tidak ada, tapi jangan sekali – kali membuatnya marah, oke?”
“oke, don’t worry” ucapnya sambil kembali melahap makananya. “tapi sepertinya aku belum kenal dua orang ini Aghassi” aku menengok kearah Tae Jun dan So Hee yang masih sibuk dengan makan malamnya.
“ini Tae Jun dan yang ini So Hee” aku menyudahi makan malamku dan segera meneguk air putih “oh ya kau bilang kau sudah dua tahun di Amerika?” tanyaku penasaran.
“ya, aku ini sekolah musik disana dan orang tua ku juga ada bisnis disana jadi ya sekalian saja”
“benarkah?” aku mulai antusias mendengar ternyata ia sekolah musik. Astaga.
“sure, aku sudah melakukan beberapa kali pertunjukkan disana. Mereka suka memanggilku si tampan Joe pangeran dari Asia yo yo” mataku membulat dan berusaha menahan tawa. Joe mulai melakukan gerakan aneh lagi. Tae Jun hanya bisa menggelengkan kepala dan So Hee sudah berdiri dari tempat duduknya dan mencuci piringnya di dapur. Seluruh mata memandangnya dan So Hee masih saja bersikap cuek. Aku ke kamar dulu. Ucapnya setelah mencuci piring dan terdengar suara pintu ditutup.
“dia itu mengerikan yah” ucap Joe sambil melirik kearah kamar So Hee.
“aku tahu sebenarnya dia anak baik, hanya saja kita belum mengetahuinya” sungguh kata – kata ini terucap begitu saja. Tae Jun menatap bangga diriku, seolah tatapannya mengartikan bahwa ia setuju denganku. Anak baik.
“baiklah Joe, aku punya satu tawaran menarik untukmu. Ini berhubungan dengan... myusic” ucapku dengan badan ikut aku goyangkan seperti saat terakhir melihat Joe di bandara tadi.
“Anda mengikuti gerakkanku!” ucapnya girang “tentang musik? Wah apa itu” tanyanya dengan semangat. Joe kau adalah orang ketiga. Aku kembali bersyukur.
***
Puk!
So Hee memukul bantalnya beberapa kali, rasanya susah sekali untuk memejamkan mata. Tiba – tiba suara ketokkan pintu terdengar.
“siapa?” aku membuka pintu dan melihat So Hee sudah berbaring di tempat tidurnya dan kembali duduk.
“kau belum tidur? Apa aku mengganggu?” ucapku sebelum masuk kedalam kamarnya.
So Hee menggeleng dan mempersilahkan aku masuk. Aku berjalan dan duduk dipinggir tempat tidurnya.
“kenapa? Tidak bisa tidur?” tanyaku dengan ramah, wajah So Hee terlihat datar seperti biasa hanya sedikit raut bingung di wajahnya.
“aku ingin tanyakan satu hal kepadamu” masih tidak ada suara tapi kali ini mata So Hee melihatku, “apa kau bisa Bahasa Korea?” tanyaku ragu – ragu. Dia tidak menjawab hanya terlihat berpikir. “tidak apa, aku hanya ingin tahu saja. Kau tahu agak sulit bagi kita di masa depan jika kau tidak bisa bahasa ini, maksudku…” akhirnya aku memejamkan mata, susah sekali mengatur kata – kata dengan mata gadis itu yang tajam itu memandangku.
“aku tahu kau bisa berbahasa Korea So Hee, kau telah menjawab pertanyaan Tae Jun dan Joe yang bertanya dengan bahasa Korea” ia menunduk. Dia juga baru menyadari hal itu. Bagaimana pun juga pasti ketahuan tapi ia tetap tidak mau aku tahu semuanya kecuali hanya tentang masalah bahasa ini.
“saya hanya pernah tinggal di Korea” ucapnya dengan bahasa Korea yang baik “hanya itu yang bisa saya beritahu” aku tersenyum senang.
“bagus kalau begitu, aku tidak meminta kau menceritakan banyak hal cukup yang aku tanyakan saja. Aku tahu kita bisa kerja sama, tidurlah sudah malam” aku bangkit dan berjalan keluar.
“Nyonya” So Hee memanggilku. Aku menoleh kearahnya “bolehkah besok aku pergi? Aku ingin berkeliling Seoul” aku tersenyum.
“tentu saja” ucapku riang. “sekarang tidurlah, selamat malam” aku menutup pintu. Aku berharap So Hee dan aku akan menjalin hubungan yang baik di masa depan, jarang aku temui gadis yang berkepribadian seperti dia. Rahasia apa pun yang dia punya aku akan selalu menghargai itu.
***
Selamat pagi! pagi yang cerah dihari kedua di Kota Seoul. Hari ini aku lebih percaya diri ,rasanya sedikit bahagia mengetahui aku masih bisa bernafas bebas di kota ini .
“selamat pagi, wah kau sedang apa?” tanyaku saat Tae Jun sedang menggunakkan clemek pink dan mengolesi roti dengan selai. Manis sekali.
“membuat sarapan, Anda mau?” Tae Jun memberiku sebuah roti lapis dengan selai strawberry.
“tentu saja” aku mengambil sepotong roti dari tangan Tae Jun. Aku rasa kita kurang satu orang. Dimana So Hee? Mungkin dia masih di kamar. “oh iya Tae Jun nanti kau temani So Hee ya, dia bilang ingin jalan – jalan” ucapku dengan roti yang masih aku kunyah.
“So Hee sudah pergi tadi pagi – pagi sekali, tadi aku sudah menawarkan untuk aku temani tapi dia tidak mau” So Hee pergi pagi – pagi sekali? Aneh, kenapa harus pagi – pagi begini?.
“dan tadi, dia bilang padaku kalau tidak usah lagi memakai bahasa Jepang ia tahu apa yang selalu kita bicarakan” aku mengangguk, Tae Jun memang baru tahu pagi ini. Dia sama sepertiku tidak mengerti banyak tentang gadis seperti So Hee. Tae Jun menuang susu. Anak ini masih remaja tapi sikapnya sudah sangat dewasa.
Beberapa jam kemudian..
Aku telah selesai membereskan beberapa barang di apartemen, Tae Jun dan Joe sangat membantu. Sekitar jam makan siang Joe datang dengan sejuta kelincahannya kemudian ikut membantuku dan Tae Jun. Tapi ini sudah sore dan So Hee belum pulang.
“So Hee kemana yah?” ucapku sambil memandangi jalan lewat balkon.
“hubungi dia saja” saran Tae Jun.
“dia tidak punya ponsel” ucapku khawatir.
“apa? Di jaman seperti ini dia tidak punya ponsel? Payah sekali” Joe duduk di sofa sambil melipat tangannya.
“bagaimana kalau dia tersesat?” aku kembali bertanya dengan nada khawatir. Pasalnya ia pergi sendiri dan ini sudah mulai malam.
“tenang saja ia bisa bertanya, Anda tidak perlu khawatir” Tae Jun berusaha menghibur.
“aku tidak yakin gadis tanpa ekspresi seperti dia mau bertanya pada orang asing” Joe menimpali. Joe memang terkadang suka asal bicara tapi kata – katanya selalu benar. Aku melihat jam tangan, ini masih jam lima sore. Mungkin dia sedang dalam perjalanan pulang. Tiba – tiba suara pintu terbuka aku sedikit berlari kearah pintu.
“paman?” aku kira So Hee.
“selamat sore” ucapnya dengan suara riang tangannya penuh dengan plastik putih yang besar. Tae Jun menghampiri paman dan membantu membawa barang – barangnya, paman terseyum kearah anak itu. Aku kembali berjalan kedalam dan duduk di sofa. Perasaanku tidak enak.
“aku membawa beberapa bahan untuk makan malam, ya kenapa anak ini disini” aku memutar bola mataku dan Joe hanya mengusap kupingnya mendengar suara paman yang menggelegar.
“paman, jangan kali ini” aku memohon.
“howdy uncle?” Joe tersenyum lebar kearah paman. Paman hanya membuang muka dan berjalan melewatnya. Joe hanya mengangkat bahunya pasrah.
“aku akan siapkan makan malam” aku bangkit dan berjalan kedapur “Tae Jun aku ingin minta tolong kalau jam enam So Hee belum pulang tolong cari dia ya?”
“baiklah” jawabnya, memang Tae Jun selalu membuatku tenang. Aku menoleh sejenak melihat paman dan Joe saling membuang muka. Aku hanya menggeleng heran.
***
Kesekian kalinya So Hee mengulang alamat yang berada di kertasnya. Ia kembali menelan kekecewaan mengetahui uangnya sudah mulai habis. Ia tidak menyangka panti asuhan yang ia tempati dulu kini sudah berubah menjadi butik dan beberapa salon kecantikkan. Sekarang ia harus mencari alamat baru panti asuhan itu. Petunjukknya hanya sebuah kertas bertuliskan alamat baru panti asuhan yang ia dapat dari seorang gadis cantik pemilik salon kecantikkan itu.
So Hee kembali berjalan dengan tidak semangat. Ini memang tidak mudah tapi ia tidak tahu akan sesulit ini, bahkan ia lupa nama jalan – jalan di kota ini. Sekarang So Hee berusaha mengintip jam di sebuah toko elektronik yang mempunyai kaca di samping pintu.
“ada yang bisa saya bantu nona?” ucap pelayan yang berdiri di dekat pintu. So Hee hanya menggeleng kemudian pergi.
Sudah jam enam, perutnya mulai merasa lapar. Mungkin ia harus mencari jalan yang agak sepi, ia masih punya satu roti di dalam tasnya. Setelah mengetahui jalan sudah agak sepi So Hee mengeluarkan roti terakhir yang ia punya dan memperlambat langkahnya. Belum sempat roti itu tergigit roti itu sudah terlempar ke tanah. Itu makanan terakhir yang aku punya. So Hee membatin, ia mendongak dan melihat seorang gadis berpakain serba mini dan dandanan norak.
“maaf maaf aku tidak sengaja” ucapnya terburu – buru dan dengan wajah panik. So Hee hanya dapat memandang wanita itu kesal. Wanita itu terlihat masih muda bahkan mungkin seumuran dengannya tapi pakainya sangat terbuka.
“hey jangan lari kau!” terdengar suara pria dan beberapa derap langkah mendekat, gadis itu semakin panik dan segera kembali berlari. Tapi tangannya segera di tarik So Hee.
“kau membuatku ke laparan, itu roti terakhirku dan aku tidak punya uang lagi” ucap So Hee yang membuat gadis itu semakin panik.
“aku akan menggantinya, aku punya uang tapi tolong lepaskan aku orang – orang itu akan menangkapku” So Hee masih memandang gadis itu dengan kesal.
“sembunyi disana” So Hee mendorong gadis berlipstik merah terang itu kearah semak – semak. Gadis itu menurut dan pria – pria tinggi berjas hitam berdatangan.
“dimana gadis itu?” So Hee pura – pura tidak terkejut dan mengambil roti yang sudah jatuh.
“hey!” salah satu pria berjas itu memanggil So Hee.
“kau melihat gadis lari lewat sini?” So Hee hanya memandang orang – orang itu dengan datar dan menunjuk jalan didepanya. Orang – orang itu segera berlari sesuai arah yang di tunjuk So Hee.
Haciim!
So Hee memejamkan matanya. Kenapa gadis itu harus bersin sih.
“tunggu, aku mendengar sesuatu” ucap salah satu diantara mereka. Lalu pria itu berjalan kearah So Hee diikuti temannya. “siapa itu?” Tanya pria itu dan So Hee hanya pura - pura sibuk dengan rotinya.
“siapa? Siapa maksud Anda? Aku sedang makan roti mengganggu saja” So Hee berbalik dan berjalan.
“tunggu” pria itu menepuk pundak So Hee, dengan cepat So Hee memelintir tangan pria itu dan menjatuhkannya lalu menekan wajah pria itu dengan roti sisa yang ia punya. Yaks! coklatnya kemana – mana.
“lari!” teriak So Hee kemudian gadis itu keluar dari semak – semak dan berlari bersama So Hee. Mengetahui itu tiga pria berjas hitam segera berlari mengejar keduanya.
“bantingan yang bagus” ucap gadis itu sambil berlari. So Hee tidak memperdulikan gadis gila itu. Mereka sedang di kejar pria yang tingginya hampir dua kali lipat dari mereka dan gadis di sampinya sempat – sempatnya memuji.
Sekarang mereka melewati gang kecil dan nafas mereka sudah mulai habis. Tiba – tiba sebuah tangan menarik So Hee ketempat gelap dan seseorang membekap mulutnya. Gadis berpakaian mini hanya panik, tiba – tiba penolongnya pergi entah kemana. Tapi tidak lama hal itu juga terjadi padanya, seseorang menarik tangannya dan membekap mulutnya. Tapi itu bukan pria berjas yang mengejar mereka.
“kemana mereka?” keluh salah satu pria itu. Dan ketiganya kembali berlari. Sudah tidak ada suara sekarang, tinggal So Hee yang tubuhnya masih dibekap oleh seseorang, ia tidak tahu apakah orang itu baik atau jahat tapi ia sudah menyiapkan kepalan tangannya.
Tidak disangka pria itu melepaskan tubuh So Hee dengan perlahan. So Hee berbalik dan betapa kagetnya, ternyata itu Tae Jun.
“kau” pandangan mereka bertemu. So Hee menelan ludahnya dan mengalihkan pandangannya. “kau membuat kami khawatir” Tae Jun memandang So Hee dengan wajah yang agak kesal.
“hey kalian sedang apa ayo, sebelum orang – orang itu kembali” tiba – tiba Joe muncul bersama gadis itu dan berlari kearah berlawanan. Tae Jun keluar dari tempat itu dan segera berlari sedangkan So Hee masih ditempat.
“tunggu apa lagi?” Tae Jun menarik tangan So Hee dan seketika seperti ada lagu Beast Oasis yang terputar ketika mereka berlari. So Hee hanya menggelengkan kepalanya, ia jadi teringat sesuatu. Beberapa tahun yang lalu ketika kakak laki – laki tirinya menarik tangannya sambil berlari. Seperti ini.
***
Aku menggerakkan kakiku dengan gusar. Mengusap wajahku beberapakali. Baru saja Tae Jun menelpon dan menceritakan bagaimana ia menemukan So Hee, walau sekarang mereka sedang di jalan pulang tetap saja aku merasa khawatir.
Terdengar suara pintu yang terbuka “kami pulang” aku segera berlari kearah pintu dan melihat anak – anak kesayanganku itu pulang dengan selamat. Mereka adalah hartaku yang paling berharga sekarang, aku menutup mulutku dengan kedua tanganku.
“So Hee” ia menghentikkan langkahnya dan aku segera memeluknya. Aku merasakan badannya menegang. Ini baru pertama kalinya So Hee di peluk seorang wanita setelah ibunya meninggal bahkan ia lupa rasanya mendapatkan pelukkan seperti apa.
“gwencahana?” ucapku sambil melepas pelukkanku.
“aku ingin istirahat dulu” So Hee kembali berjalan dan memasuki kamar. Sekarang aku menatap Tae Jun dan Joe dengan senyum bangga. Joe membetulkan kerahnya dan bergaya seperti hanya dia pahlawanya kali ini.
“kalian memang hebat, berapa penjahat yang kalian lawan?”
“sepuluh” Joe berbohong.
“benarkah?” tanyaku antusias, Tae Jun menggelengkan kepala dan berjalan kearah sofa.
“of course, kami menendang dan memukul mereka seperti ini” Joe kembali membuatku tertawa.
“hanya ada tiga, mereka juga tidak sempat bertengkar” suara seorang gadis mengagetkanku aku memiringkan badanku. “hi, aku Yoo Jung merekalah yang menolongku”
“ah kau membuatku tidak keren” keluh Joe saat kebohongannya terbongkar oleh gadis imut ini.
“oh hi, namaku Go Ara senang bertemu denganmu. Apa kau temannya So Hee?” pakaiannya terlihat mini tapi di tutupi dengan jaket besar yang sangat aku tahu itu punya Joe.
“bukan, aku bertemu dengannya di jalan dia adalah orang yang menolongku pertama kali” aku tersenyum ramah. Wajah gadis ini sangat manis dan lucu, sifanya juga terlihat agak pemalu.
“oh begitu, ayo duduk aku sudah siapkan susu hangat” gadis itu menurut dan duduk di ruang tamu.
“kalian sudah pulang? Dimana So Hee?” paman tiba – tiba muncul dan mencari So Hee, dia belum pulang. Dan tidak mungkin pulang sebelum makan malam.
“So Hee sudah dikamar, kenalkan ini Yoo Jung” gadis manis itu membungkuk kearah paman.
“oh halo” paman ikut tersenyum dan sedikit membungkuk “apa makan malamnya sudah jadi?” Tanya paman.
“sedikit lagi, Tae Jun, Joe apa aku boleh minta tolong? Sayur di dapur tinggal kalian beri garam dan taruh dimangkuk” aku tahu Tae Jun tau kode ini. Dan segera menarik tangan Joe untuk ikut dengannya ke dapur.
“dimana kau tinggal? Dan kenapa kau di kejar orang jahat?” tanyaku. Paman terlihat memperhatikan dengan serius, sepertinya banyak cerita yang tidak ingin dia lewatkan. Tae Jun dan Joe ikut mendengarkan dari dapur.
“aku…” gadis itu agak ragu untuk bercerita. Membuatku semakin penasaran. “aku tinggal di daerah myeongdong. Aku ingin dijadikan pelacur oleh mereka” aku hampir menjatuhkan gelasku saat aku ingin mengesap susu coklat hangat yang baru aku buat.
“orang tuaku terlilit hutang dan terpaksa menjualku ke orang – orang itu. Aku tidak mau dan berusaha kabur” gadis itu menunduk dalam. Tae Jun dan Joe saling bertatapan. “aku sudah tidak punya rumah karena orang tuaku sudah mengusirku dan menyuruhku untuk ikut dengan orang – orag jahat itu agar aku punya uang banyak. Sungguh aku bukan pelacur, aku hanya ingin sekolah dan belajar bukan seperti ini” ia mengusap matanya yang mulai di banjiri air. Aku bangkit dan duduk di sebelahnya, mengusap punggungnya. Terlihat ia memainkan jarinya. Aku tahu perasaan gadis itu sangat sedih dan malu.
“aku menyayangi orang tuaku, tapi kenapa mereka tidak? Apa aku terlihat seperti anak pembawa sial?” kali ini gadis itu berbicara dengan sangat pelan tapi aku masih bisa mendengarnya kemudian terisak. Aku mendekapnya, ikut merasakan kesedihan dan merasa iba. Paman ikut mengusap matanya dan membuang muka. Joe ikut mengusap matanya dan Tae Jun terus mendengarkan kami berbicara.
“kau bisa tinggal disini”
“tidak, terima kasih Nyonya aku tidak bisa tinggal disini mereka bisa saja mencariku dan itu akan membahayakan kalian. Tidak” wajahnya terlihat panik, aku berusaha menenangkan.
“tidak, aku berjanji kau aman disini dan orang – orang itu tidak akan menemukanmu”
“iya benar, tinggalah disini” paman mendukungku, Joe dan Tae Jun muncul dari dapur dan ikut duduk dan mengangguk senang. Aku memeluk Yoo Jung dan ia terseyum senang.
“kalian memang keluarga malaikat” kami saling melempar pandangan bahagia, aku menoleh ke kamar So Hee berharap anak itu keluar dan bergabung disini.
So Hee menutup pintu kamarnya, ia mengintip dan mendengarkan semua percakapan itu. Keluarga malaikat?. Memang benar merekalah yang membuat ia bisa kembali ke Korea. So Hee kembali memandang sebuah foto usang dan memeluknya. Dunia ini memang kejam, banyak orang yang bernasip hampir sama sepertinya. Mungkin ia berada di tempat yang benar. Mungkin sekarang ia harus mulai menjadi benar – benar seperti manusia. Merasakan apa yang orang lain rasakan. Tapi apa bisa ia lakukan? Mungkin tidak sebelum ia menemukkan ayahnya.
“ayo pasti kalian sudah lapar” ucapku mencairkan suasana. Semua bangkit dan sibuk menyiapkan makan malam. “Yoo Jung ayo ikut denganku” aku mengetuk pintu kamar So Hee dan gadis itu membukanya “boleh aku masuk?” ia mengangguk, aku dan Yoo Jung masuk kedalam. “hari ini Yoo Jung akan tinggal disini dan ia kan tidur denganmu” So Hee mangangguk setuju dan aku terseyum senang.
“baiklah, bisakah kau pinjamkan baju untuknya? Sepertinya dia harus membersihkan tubuhnya dulu”
“tidak masalah” aku lihat So Hee berusaha tersenyum meski tidak begitu terlihat. Yoo Jung terlihat senang So Hee tidak terganggu dengan kehadirannya.
“baiklah aku tinggal dulu” aku menutup pintu kamar dan terseyum. Sedikit demi sedikit aku merasa So Hee mulai merasa nyaman. Aku sudah bilang dia anak baik hanya saja, ada sesuatu yang membuat sifatnya tidak begitu ramah.
Semua hampir selesai, sekarang sudah pukul tujuh malam. Aku melihat So Hee muncul dari kamar.
“dimana Yoo Jung?” aku bertanya pada So Hee.
“dia masih dikamar sebentar lagi selesai” ucapnya sambil membantu mengambil beberapa piring untuk ia letakkan di meja. “maaf sudah membuat Anda khawatir” aku menoleh dan So Hee masih sibuk dengan pring dan tidak menatapku. Tae Jun terlihat menguping.
“tidak apa – apa, mungkin lain kali kau bisa mengajak laki – laki untuk menemanimu kalau ingin berjalan jauh, seperti Tae Jun mungkin” aku melirik Tae Jun dan sekarang anak itu tengah salah tingkah dan menghindar. So Hee hanya diam kemudian mengangguk.
Setelah Yoo Jung keluar dari kamar kami makan malam dan hari ini semua lauk dan nasi habis. Aku benar – benar senang sekarang hidupku terasa semakin hidup setelah aku kembali ke kota ini, dan bertemu dengan anak – anak ini tentunya.
“rasanya malas sekali pulang” ucap Joe yang merenggangkan tangannya.
“kalau begitu menginap saja disini” tawarku. Lagi pula kalau ada Joe apartemen akan semakin ramai.
“itu ide buruk” ucap Joe yang terlihat mengerutkan keningnya, mataku membulat. “kenapa Anda tidak mengajakku untuk tinggal disini saja” rengeknya yang kemudian disusul tawa, kecuali paman dan So Hee.
“boleh saja, tapi apa tidak apa – apa?” tanyaku ragu.
“tentu saja dirumah sangat sepi, orang tuaku selalu keluar negri dan jarang ada dirumah” sekarang Joe membuat mimik sedih. Dasar anak itu.
“yasudah, tinggal saja disini aku rasa Tae Jun kesepian tidur sendiri” aku berusaha menggoda, Tae Jun hanya memulatkan matanya.
“benarkah itu?” Joe mengusap dagu Tae Jun dan berkedip membuat Tae Jun bergidik ngeri dan bersiap dengan gelas yang ada di tangannya. Membuat tawa kembali terdengar. Jelas aku lebih banyak tertawa sekarang, aku rasa ini tidak akan sulit. Aku pasti dapat melewati ini semua. Dan sepertinya aku tinggal mencari satu orang lagi bukan?. Aku yakin dapat menemukkannya dengan cepat.
Jangan lupa tinggalkan jejak, love, comment, like or share. Don't be silent readers and be goood readers!!