Dua bulan telah berlalu, namun Kyuhyun tidak pernah sekalipun menghubungiku. Setiap hari aku selalu menatap layar ponselku berharap kalau Kyuhyun akan meneleponku. Aku tidak pernah bersikap seperti ini sebelumnya, mengharapkan seseorang untuk menghubungiku.
“Sun-ah, mau sampai kapan kau menatap layar ponselmu terus seperti itu? Makananmu masih utuh, cepat makan...” Sahabatku, Chaeyeon, sudah sering mengatakan hal ini kepadaku. Katanya aku telah berubah semenjak pulang dari Thailand. Aku yang awalnya bukan pecinta gadget, bisa dibilang aku hanya menyentuh ponselku jika ada telepon ataupun pesan masuk, kini aku bisa menatap ponselku seharian hingga terkadang melupakan apa yang harus kukerjakan.
Mungkin ini terdengar berlebihan, tapi itulah kenyataan yang terjadi. Entah kenapa, aku merasa bahwa Kyuhyun oppa memiliki kemiripan dengan Chaegyong eonnie. Mereka sama-sama suka menjahiliku tapi di sisi lain mereka juga tidak segan untuk menolongku jika aku mengalami kesulitan. Chaegyong eonnie dulu juga menertawai namaku yang terbilang kampungan. Dan satu hal lagi kesamaan yang mereka miliki, meskipun aku tidak ingin menyebutnya, tapi mereka sama-sama membuatku khawatir dan meneteskan air mata dengan penyakit yang mereka derita.
Aku berusaha menghiraukan kemiripan ini, aku berusaha tidak terlalu dekat dengan Kyuhyun oppa. Namun pada akhirnya aku gagal, setiap harinya selama aku liburan di Bangkok, aku justru semakin dekat dengan Kyuhyun oppa dan semakin banyak menemukan kemiripan antara dirinya dengan Chaegyong eonnie. Satu hal yang membuatku semakin menunggu panggilan dari Kyuhyun oppa adalah karena saat terakhir kali aku bertemu dengannya di bandara, ia menunjukkan kondisi yang tidak sehat. Mungkin ini hanya perasaanku, tapi aku benar-benar merasa bahwa penyakit yang diderita Kyuhyun tidaklah seringan yang ia tampakkan kepadaku.
Aku membutuhkan kepastian darinya bahwa sampai saat ini dirinya masih baik-baik saja. Aku merutuki diriku yang tidak meminta nomor ponselnya kembali, aku terlalu percaya bahwa ia akan menghubungiku setibanya ia di Seoul. Tapi kepercayaanku itu ternyata hanyalah harapan kosong semata. Sampai saat ini, tidak pernah sekalipun ia menghubungiku.
“Chaeyeon-ah, aku pulang duluan ya.” Dengan nada yang tidak bersemangat, aku beranjak dari kursiku.
“Setidaknya habiskan dulu makananmu.” Ucap Chaeyeon sambil mencegahku dengan menggenggam tanganku.
“Aku sedang tidak lapar. Jika aku lapar, aku pasti akan makan. Jangan khawatir.” Aku berusaha menunjukkan senyumku kepadanya agar ia tidak khawatir lagi. Akhirnya ia melepaskan tanganku dan membiarkanku pergi.
“Ya Cho Kyuhyun! Kau sendiri yang bilang kalau kita ini teman, tapi kau tidak pernah menghubungiku sekalipun. Nappeun namja!” Aku berbaring di atas kasurku sambil memarahi layar ponsel yang kuanggap sebagai Cho Kyuhyun.
“Omo!” Aku terkejut dan tidak sengaja melepaskan genggaman ponselku karena merasakan getaran. Rupanya ada telepon masuk dari nomor yang tidak dikenal.
“Yeopposeyo.” Ucapku saat mengangkat telepon.
“Apakah benar ini nomor Moon Sunkyu?” Terdengar suara dari seberang telepon. Suara wanita.
“Ne. Maaf, ini dengan siapa?”
...
Aku segera bergegas setelah mengetahui identitas penelepon. Tanpa banyak berpikir, aku langsung menuju subway untuk ke lokasi dimana penelepon tersebut berada. Rumah sakit.
Sepanjang perjalanan aku mengeluarkan air mata yang tidak bisa kuhentikan. Orang-orang menatapku aneh, aku berusaha menghapus air mataku tapi aku tidak bisa menghentikan cairan yang keluar dari mataku ini.
Sekarang aku sedang berada di depan ruangan bertuliskan nomor 315 yang terpampang di pintunya. Aku kembali menghapus air mataku yang tidak bisa berhenti mengalir. Aku mencoba menenangkan diriku dengan menarik napas dalam-dalam. Setelah aku merasa cukup tenang, secara perlahan aku membuka pintu yang ada dihadapanku ini.
Aku berjalan perlahan ketika melihat seorang pria yang sedang terbaring di atas tempat tidur. Pria tersebut sepertinya terkejut ketika melihatku.
“Annyeong oppa.” Aku berusaha menunjukkan senyumku kepadanya. Tidak lupa aku juga memberi salam kepada kedua seorang pria dan seorang wanita paruh baya yang juga berada di dalam ruangan. Kurasa mereka berdua adalah orang tua Kyuhyun oppa.
“Moon Sunkyu?” Wajah Kyuhyun oppa masih tampak bingung.
“Annyeong Sunkyu-ya.” Wanita paruh baya tersebut membalas sapaanku. “Eomma yang menghubunginya.” Kali ini ia menjawab kebingungan Kyuhyun oppa.
Tanpa terasa air mataku kembali keluar. Aku sedih melihat keadaan Kyuhyun oppa. Wajahnya pucat, badannya lebih kurus dibandingkan terakhir kali kami bertemu. Aku menggenggam tangannya, “Oppa...”
“Ya, kenapa kau senang sekali menangis? Apakah aku terlihat begitu menyedihkan?” Kyuhyun oppa menghapus air mataku. “Eomma, appa, bolehkah kami pergi ke taman rumah sakit?”
“Tapi kau butuh banyak istirahat Kyu-ya. Jika kau merasa keberadaan eomma dan appa menganggu, kami akan keluar dari ruangan ini.”
“Aniyo. Hanya saja aku juga ingin menghirup udara segar. Aku istirahat disini sudah berhari-hari eomma, appa.” Kyuhyun oppa sepertinya sudah benar-benar merasa bosan dengan suasana rumah sakit. Memang tidak akan ada satu orang pun yang menyukai suasana rumah sakit. Tapi aku juga mengerti bahwa orang tua Kyuhyun oppa sangat mencemaskan kesehatan Kyuhyun oppa jika ia dibawa keluar ruangan.
Appa Kyuhyun menarik napas, “Biar appa tanyakan dulu kepada dokter.”
Akhirnya kami diijinkan oleh dokter untuk pergi ke taman. Namun Kyuhyun oppa harus mengenakan pakaian tebal dan menggunakan kursi roda karena kondisinya yang lemah.
Aku berhenti tepat di depan bangku taman. Sebelum duduk, aku mengarahkan kursi roda Kyuhyun oppa ke arah bangku taman.
“Aku ingin duduk disampingmu.”
“Eoh?” Belum selesai mencerna perkataannya, Kyuhyun oppa sudah berusaha beranjak dari kursi roda. Akupun membantu untuk memapahnya.
Kami duduk dalam keheningan. Aku tidak tahu harus memulai pembicaraan darimana. Yang kulakukan sekarang hanyalah menggerakkan kakiku ke depan dan ke belakang berulang-ulang. Aku menatap Kyuhyun oppa sekilas lalu memalingkan wajahku kembali karena air mata sudah mulai keluar dari kedua mataku. Aku berusaha menahannya supaya tidak mengalir, namun percuma. Ternyata aku ini perempuan cengeng. “Oppa, kau jahat.” Ucapku dengan suara yang amat pelan namun aku yakin Kyuhyun oppa masih bisa mendengarnya.
“Mian...” Hanya itu kata yang keluar dari bibir Kyuhyun oppa.
“Kau bilang aku ini adalah temanmu. Kau meminta nomorku tetapi kau tidak pernah menghubungiku sekalipun. Tidak tahukah oppa bahwa aku menunggumu? Kau memberiku harapan palsu...” Aku berbicara sambil menangis sesenggukan.
“Karena hasilnya akan sama saja. Pada akhirnya aku tetap akan meninggalkanmu. Hidupku tidak akan lama lagi...”
Aku beranjak dari tempat duduk, “Mwo!? Sejak kapan ada orang yang mengetahui kematiannya? Tidak ada oppa! Hanya Tuhan yang tahu kapan kita akan mati! Pada akhirnya semua orang juga akan mengalami kematian...” Air mataku mengalir semakin deras saat mengucapkan kalimat tersebut.
Kyuhyun oppa menarik tanganku dan memelukku dengan sangat erat, ia menangis. Aku menyadari bahwa ternyata ia lebih menderita daripada aku. Aku begitu egois, hanya memikirkan perasaanku hingga melupakan bahwa yang paling menderita sebenarnya adalah Kyuhyun oppa.
***
Selama seminggu ini aku rutin mengunjungi Kyuhyun oppa. Tapi entah kenapa untuk hari ini aku merasa takut untuk bertemu Kyuhyun oppa, jantungku berdegup kencang. Aku berusaha menenangkan diri dulu di ruang tunggu rumah sakit.
Tidak berapa lama, Ibu Kyuhyun menghampiriku yang duduk di ruang tunggu rumah sakit. Aku menatapnya bingung saat ia memberikanku sebuah ponsel. “Ini adalah ponsel Kyuhyun. Bacalah draft dalam ponsel ini.”
Aku menerima ponsel tersebut dan menggenggamnya.
“Kau adalah orang pertama yang membuat Kyuhyun ingin terus bertahan hidup.” Eomma Kyuhyun kembali membuka suara.
“Eoh?”
“Saat di Bangkok dua bulan lalu, itu adalah pertama kalinya Kyuhyun memohon kepada kami untuk berkeliling Bangkok sendirian. Tanpa kami. Tanpa pengawal yang selalu ada disampingnya hampir 24 jam penuh.” Eomma Kyuhyun meneteskan air matanya, aku memeluknya untuk menenangkannya. “Terima kasih telah memberikan kebahagiaan untuk Kyuhyun, Sunkyu-ya. Aku tidak tahu harus membalasnya dengan apa.”
“Aniyo eommonim, gwenchanayo. Dialah yang telah memberikan kebahagiaan yang telah lama hilang dalam diriku.” Kini air mataku kembali mengalir.
“Sejak lahir, ia memiliki jantung yang lemah. Jika ia terlalu lama berada di luar, penyakitnya akan kambuh. Maka dari itu, kami memberi dua pengawal untuk menjaganya. Ia tidak pernah marah dengan perlakuan ini, meskipun kami tahu bahwa ia sangat membenci diperlakukan seperti anak kecil yang harus dijaga kemanapun ia pergi. Kau adalah orang pertama yang membuatnya ingin merasakan kehidupan layaknya orang normal. Awalnya kami tidak mengijinkan permohonannya untuk pergi diluar penjagaan. Namun kami sadar bahwa kami tidak mungkin mengekangnya terus menerus. Kami juga menginginkan kehidupan normal untuk Kyuhyun jadi kami memberinya kesempatan untuk menjalan kehidupan seperti orang-orang pada umumnya, tanpa pengawal yang menjaganya 24 jam.”
...
Sekarang aku telah duduk sendirian di ruang tunggu, ibu Kyuhyun oppa telah kembali ke kamar inap Kyuhyun oppa untuk menjaganya. Aku menarik napas dan secara perlahan aku membuka draft yang terdapat dalam ponsel Kyuhyun oppa. Saat kubuka, kulihat semua draft tertuju untukku. Kubuka satu persatu isi draft tersebut dan aku mulai menitikkan air mata.
Aku melihat tanggal dibuatnya draft tersebut, dimulai dari tanggal aku kembali ke Seoul hingga tanggal dua hari yang lalu, tidak pernah seharipun Kyuhyun oppa melewatkan niatnya untuk menulis sms untukku. Namun sms itu tidak pernah sampai kepadaku dan hanya singgah di dalam draft ponsel Kyuhyun oppa.
***
“Oppa, pasti kau sudah bertemu dengan Chaegyong eonnie. Dia sangat cantik bukan? Sampaikan salamku padanya...” “Oppa, kau harus bahagia disana...” Ucapku sambil mengelus batu nisan yang terukir tulisan ‘Cho Kyuhyun’ di dalamnya. Tanpa terasa, aku menitikkan air mata. Aku segera menghapus air mata tersebut, jika aku menyuruhnya untuk bahagia maka aku juga harus bahagia di dunia.
Kyuhyun oppa menghembuskan napas terakhirnya tepat pada hari dimana ibu Kyuhyun oppa memberikan ponsel Kyuhyun oppa dan memintaku untuk membaca keseluruhan isi draft ponselnya yang tertuju kepadaku. Hari dimana jantungku berdegup sangat kencang sampai-sampai aku tidak berani untuk bertemu dengan Kyuhyun oppa. Terkadang aku menyesalinya, mengapa aku tidak ada di saat-saat terakhir Kyuhyun oppa menghembuskan napasnya...
“Sunkyu-ya, mari kita pergi dari sini.” Suara lembut tersebut membangunkanku dari lamunan. Ia mengusap rambutku dengan lembut, tidak lupa ia juga memberikan senyum terindahnya kepadaku. Tidak.. tidak hanya kepadaku melainkan juga untuk Kyuhyun oppa.
“Ne eomma.” Aku segera berdiri dan memeluk ibu Kyuhyun oppa yang kini juga menjadi ibuku. Ayah dan ibu Kyuhyun oppa mengadopsiku sebulan setelah Kyuhyun oppa pergi dari dunia ini. Mereka begitu menyayangiku dan memperlakukanku seperti anaknya sendiri.
Aku begitu beruntung memiliki kedua orang tua yang baik dan juga kakak yang baik sepertimu... Kyuhyun oppa.
***
To : Nona matahari
1 Februari 2013
Annyeong nona matahari... atau nona bulan? Kkk. Aku tahu pasti kau begitu menantikan pesan ini. Sudah dua hari setelah kau kembali ke Seoul, hidup ini terasa begitu tentram. Kkk. Tapi aku juga tidak menyukai kehidupan yang terlalu tentram seperti ini. Minggu depan aku akan kembali ke Seoul, aku harap kita bisa bertemu lagi.. tapi apakah bisa?
To : Nona matahari
8 Februari 2013
Sunkyu-ya, aku sudah berada di Seoul! Kapan kita akan bertemu? Sepertinya tidak akan bisa... Apa boleh buat, setibanya di Seoul aku sudah harus menginap disini, hotel yang paling dibenci oleh semua orang termasuk aku...
To : Nona matahari
23 Februari 2013
Sunkyu-ya, hari ini tepat sebulan semenjak aku pertama kali bertemu denganmu. Apakah kau masih ingat padaku? Atau kau sudah melupakanku? Sebaiknya kau sudah melupakanku dan menjalani kehidupanmu seperti biasanya. Aku rindu padamu...
To : Nona matahari
10 Maret 2013
Moon Sunkyu, aku sudah bosan berada disini... Kau tahu? Aku sering kabur dari sini untuk menghirup udara segar. Aku sangat berharap ketika aku berjalan, aku akan bertemu denganmu. Tapi apa yang akan aku lakukan jika aku bertemu denganmu? Mungkin aku akan bersembunyi. Kurasa aku tidak akan berani untuk menatap wajahmu dari dekat. Kedengaran seperti pengecut bukan? Tapi kurasa itulah yang terbaik untuk kita...
To : Nona matahari
23 Maret 2013
Sunkyu-ya, tidak bisakah aku bertemu padamu walaupun itu hanya satu hari? Apakah aku begitu egois jika aku ingin kau berada disisiku?Aku benar-benar merindukanmua Moon Sunkyu...
To : Nona matahari
27 Maret 2013
Akhirnya keinginanku terkabul. Akhirnya kau muncul dihadapanku. Kau tidak tahu betapa senangnya aku saat kau muncul dihadapanku, tapi aku tidak bisa menutupi rasa bersalahku. Rasa bersalahku yang telah membuatmu menangis. Maaf... mungkin kata tersebut tidak akan cukup bagimu untuk memaafkanku... Aku mencintaimu nona matahari...
Kebahagiaan tercipta ketika seseorang yang kita sayangi berada di dekat kita. Bukan secara fisik, melainkan jiwa. Aku yakin jiwa Kyuhyun oppa akan selalu ada di dekatku, begitu juga di dekat eomma dan appa. Saranghae, Kyu oppa.
-END-