home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Happiness

Happiness

Share:
Author : donnafyani
Published : 04 Jan 2014, Updated : 07 Jan 2014
Cast : Cho Kyuhyun (Suju), Moon Sunkyu (OC)
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |12453 Views |0 Loves
Happiness
CHAPTER 2 : Happiness Part 2

“Bolehkah aku menginap disini bersamamu?”

"Mwo!?"

"Emm, bolehkah aku menginap disini bersamamu?" Ia menggaruk-garuk kepalanya.

 “Ya! Tadi kan kau bilang kau tidak akan menginap disini? Aku kan tidak mengenalmu, carilah tempat penginapan lain.” Aku heran dengannya, mengapa bisa bilang ingin menginap bersama dengan entengnya? Aku tidak mengenalnya begitu juga sebaliknya dan lagi dia laki-laki dan aku perempuan. Itu sudah merupakan cukup alasan mengapa aku menolak permintaannya.

“Aku sudah tidak punya uang. Dan lagi, aku yakin kau tidak akan membantuku tadi jika aku bilang aku akan menginap disini. Tenang saja, aku tidak akan melakukan apa-apa kepadamu. Aku cukup memiliki selera yang tinggi terhadap wanita.” Ia memperlihatkan smirknya dengan tatapan yang meremehkan.

“YA! Terserah kau mau menganggapku wanita yang tidak menarik atau apapun. Aku tetap tidak setuju jika kau menginap bersamaku disini. Sekarang silakan pergi dari sini.”

“Tapi kan aku sudah membayar. Setidaknya aku juga punya hak untuk menginap disini. Terlebih lagi aku juga sudah membayar extra person dan extra bed.” Ia mengubah raut wajahnya menjadi raut wajah kesal, mungkin ia kesal karena rengekannya tidak ampuh kepadaku.

Aku mengambil tas dan mengeluarkan dompet, “Ini. Uang sewanya aku kembalikan. Jadi carilah tempat penginapan lain.”

“Kau ini payah, tidak bisa diajak kerjasama. Padahal jika kita menginap bersama, biaya yang dikeluarkan juga akan lebih sedikit.”

“Terserah kau mau bilang apa. Aku pergi jalan-jalan dulu. Kau istirahat saja dulu, tapi nanti kau sudah harus pergi jika aku sudah kembali. Kunci kamar jangan lupa kau titipkan di meja resepsionis. Aku pergi.”

Ia hanya menjawab perkataanku dengan gumaman.

 Ah, akhirnya petualanganku dimulai. Aku mulai melihat itinerary. Petualanganku akan dimulai dari museum boneka Bangkok. Kajja!

 

***

 

Ah lelah juga tadi setelah jalan-jalan. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul tujuh petang. Aku berniat untuk mandi dulu, lalu kembali jalan-jalan di sekitar guesthouse sekaligus mencari makan malam.

Aku menuju meja resepsionis untuk meminta kunci kamar yang seharusnya sudah diberikan namja itu saat ia pergi dari kamarku. “Excuse me. I want to take my room key number 104.”

“Sorry, but no one give your room key to us.”

Ah jjinjja, jadi pria itu belum keluar dari kamarku. Aku mencoba tersenyum kepada pelayan tersebut dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu aku langsung bergegas menuju kamarku.

Aku mengetuk pintu kamar, “Chogiyo, bukakan pintunya.” Aku terus mengetuk kamar semakin lama semakin keras karena tidak mendapatkan jawaban dari dalam. Apakah dia ingin mengerjaiku supaya aku memperbolehkannya menginap? Ini benar-benar tidak lucu. “Ya! Cepat bukakan pintu!”

Akhirnya pria itu membukakan pintu namun dengan raut wajah yang kusut. Sepertinya ia baru bangun tidur. “Berisik sekali.” Ucapnya sambil kembali menuju tempat tidur dan berbaring disana.

“Aish! YA! Kenapa kau masih disini!? Cepat keluar dari kamar ini sekarang juga! Aku ingin beristirahat!”

Tidak ada sahutan darinya, aku langsung menghampirinya dan menarik tangannya supaya dia mau beranjak dari tempat tidur. Namun kuurungkan niatku saat kurasakan suhu tangannya yang benar-benar panas. Tanganku dengan cepat langsung memegang dahinya untuk memastikan apakah ia benar-benar demam.

Omo, suhu badannya panas sekali, “Chogiyo? Gwenchana?” Aku bertanya dengan nada khwatir, tapi tidak ada balasan darinya. Tiba-tiba napasnya tersengal-sengal, aku jadi ketakutan sendiri. Aku langsung berlari ke meja resepsionis.

“Miss, please help my friend. He is very sick now.” Aku berbicara dengan air mata yang telah bercucuran. Walaupun aku tidak mengenalnya tetap saja aku panik dan khawatir akan keadaannya.

Pelayan tersebut langsung menuju kamarku. Aku mengikutinya dari belakang masih dengan isak tangis. Setelah ia melihat keadaan pria itu, ia langsung memanggil teman kerjanya yang lain.

Kini dua orang pelayan pria menghampiri kamarku dan langsung memapah pria ini, “We must bring him to the hospital.” Aku langsung mengangguk dan mengikuti mereka. Mereka memasukkan pria itu ke dalam mobil dan langsung menyalakan mesin bergegas menuju rumah sakit. Kini ia terbaring di pangkuanku.

“Chogiyo, tolong jangan membuat aku takut seperti ini. Cepatlah sadar... Kau boleh menginap di kamarku jika kau mau, tapi tolong sadarlah.” Aku tidak bisa menghentikan cairan yang keluar dari kedua mataku. Aku terus mengenggam tangannya berusaha memberikan kekuatan kepadanya.

Setibanya di rumah sakit, dua orang pelayan guesthouse yang ikut bersamaku langsung memapahnya dan menuju ruang UGD. Setelah ia masuk ruang UGD, aku dan kedua pelayan guesthouse duduk di ruang tunggu. Tidak lama kemudian terdapat seorang suster yang menghampiri kami. Ia berbicara menggunakan bahasa yang tidak kumengerti. Selesai ia berbicara, aku langsung menoleh kepada salah satu pelayan guesthouse untuk mengartikan apa yang suster tersebut bicarakan.

“We must pay first and they need his identity.” Bagaimana ini? Untuk urusan biaya aku masih bisa membayarnya, tapi soal identitas, aku sama sekali tidak tahu identitasnya. Namanya saja aku tidak tahu.

“Sorry, but... I don’t know his name and his identity.” Kedua pelayan tersebut menatapku heran. Pasti mereka berpikir bagaimana bisa aku sekamar dengannya tapi aku tidak mengenalnya sama sekali. “Don’t misunderstand, I... I just help him. But, I think now it’s not the problem. The problem is, how... how can we get his identity.” Ucapku dengan nada yang masih terbata-bata karena memikirkan kosakata yang tepat.

“Ah, I think our guesthouse have his identity.” Salah satu dari mereka langsung mengeluarkan ponsel dan segera menelepon guesthouse. Benar juga, seharusnya guesthouse memang memiliki identitasnya, setidaknya namanya.

“His name is Cho Kyuhyun.” Aku langsung menganggukkan kepala. “But... we don’t have his other identity.”

Ah, aku ingat! Tadi kan ada pria yang mencarinya dan menyebutkan bahwa ia berumur 25 tahun. Kurasa informasi itu sudah cukup. “I will pay.” 

 

***

 

Aku merengut, melihat pria yang kini sedang asyik bersantai di tempat tidurku.

“Ya, mengapa kau merengut Moon Sunkyu-ssi? Aku kan sudah membayar semua hutangku. Dan aku juga sudah membayar kamar guesthouse ini sampai lunas.” Ia menunjukkan senyum evilnya seolah-olah ia telah menang dariku.

Semenjak kejadian tersebut. Ya, kejadian dimana ia jatuh sakit dan kubawa ke rumah sakit, aku tidak punya uang lagi untuk membayar biaya guesthouse dan biaya liburanku selama di Bangkok. Aku telah memakai hampir seluruh uang yang kubawa untuk membiayai biaya rumah sakit serta obat yang diberikan oleh dokter.

Karena tidak memiliki uang lagi untuk biaya hidupku selama di Bangkok, maka aku meminta kembali uang yang telah kukeluarkan untuk pria bernama Cho Kyuhyun ini. Aku menyuruhnya untuk kembali ke rumah neneknya dan mengambil uang untuk membayar hutangnya padaku. Ia menyetujui permintaanku ini, namun dengan syarat. Iya! Dia tidak mau mengembalikan uangku secara cuma-cuma. Aku heran ada setan apa yang merasukiku hingga aku menyetujui persyaratannya tersebut.

Dan sekarang, kalian pasti dapat menebak syarat apa yang ia ajukan kepadaku. “Cho Kyuhyun-ssi, itu tempat tidurku. Kau seharusnya tidur di extra bed.”

“Ya nona bulan—, ani nona matahari, aku kan sudah membayar seluruh biaya guesthouse ini. Jadi aku berhak tidur dimanapun sesukaku.” Untuk kesekian kalinya dia menunjukkan senyum evilnya.

Ah, sekarang dia sering sekali meledekku setelah dia mengetahui namaku. Di Korea, nama Sunkyu bisa dibilang merupakan nama yang kampungan. Tapi aku menjelaskan kepadanya bahwa namaku memiliki arti tersendiri. Nama margaku adalah “Moon” yang dalam bahasa inggris memiliki arti bulan. Orang tuakupun memiliki ide untuk memberi nama “Sun” yang dalam bahasa inggris memiliki arti nama matahari. Mereka ingin aku selalu bersinar tidak hanya di malam hari namun juga setiap waktu. Jadi itulah alasan mengapa orang tuaku memberi nama Moon Sunkyu. Dan bagi pria bernama Cho Kyuhyun ini, hal ini merupakan sebuah bahan candaan yang asyik.

Aku hanya tersenyum masam kepadanya. “Cih, terserah kau saja. Tapi Kyuhyun-ssi, bagaimana bisa kau dengan semudah itu kabur dari rumah lagi? Pengawalmu payah sekali.”

“Hahaha, mereka hanya menggunakan otot untuk menjagaku, tapi aku menggunakan otak. Jadi sangat mudah untuk mengelabuhi mereka.” Ucapnya dengan penuh rasa bangga.

Ok, ini semua adalah salahku menanyakan hal ini kepadanya. Sekarang ia bersikap seperti dialah orang terhebat di dunia ini. “Hah! Baru begitu saja sudah membuat dirimu paling hebat, Tuan Cho Kyuhyun!?”

“Ya, tentu saja ini merupakan hal yang hebat. Jika aku tidak bisa mengelabuhi mereka, maka sekarang kau sudah tidur di jalanan nona matahari.”

Sampai sekarang aku masih belum mengetahui mengapa biaya rumah sakit dan obatnya begitu mahal. Aku tidak bertanya padanya dan tidak akan pernah bertanya kepadanya. Aku tidak mau terlalu mencampuri kehidupannya, tidak ada untungnya juga bagiku mencampuri kehidupannya.

“Yayaya, terserah kau saja. Aku malas berdebat denganmu. Lebih baik aku jalan-jalan.”

Baru aku akan meninggalkan kamar, tiba-tiba ia menggenggam tanganku, “Kajja!”

“Eoh?” Aku menatapnya dengan tatapan heran, tidak mengerti.

“Akan kuajak kau keliling kota Bangkok.”

Ia tersenyum padaku, tapi ini tidak seperti senyuman yang biasa ia berikan kepadaku, senyuman ini membuatnya terlihat begitu tampan.-- Mwo? Apa yang barusan aku katakan? Tampan? Aku langsung mengalihkan pandanganku yang baru aku sadari bahwa daritadi aku sedang menatapnya dan langsung menggelengkan kepalaku agar aku kembali tersadar ke alam nyata.

“Aku bisa wisata sendiri.” Ucapku sambil melepaskan genggaman tangannya.

Namun pria ini kembali menggenggam tanganku, “Aku sudah mengelilingi Bangkok selama berpuluh-puluh kali. Aku tahu tempat-tempat wisata yang bagus untuk dikunjungi.”

Aku menunjukkan petaku kepadanya, mengisyaratkan bahwa aku juga tidak akan nyasar jika aku berjalan-jalan sendiri.

“Baiklah, kalau begitu aku akan ikut denganmu. Lumayan juga ada pemandu wisata gratis.” Senyum evil kembali muncul di bibirnya. Aku hanya pasrah, entahlah aku tidak bisa berdebat dengannya.

 

“Mengapa kau memilih Bangkok sebagai tempat tujuanmu untuk berwisata?” Ini adalah kalimat pertama yang muncul darinya. Selama kurang lebih setengah jam kami di dalam bus, kami belum mengucapkan satu patah katapun.

“Aku rasa ini bukan urusanmu.”

“Cih, apa susahnya menjawab pertanyaanku ini?” gumamnya.

Aku hanya tersenyum melihat raut wajah kesalnya.

Untuk memecah keheningan yang kembali kuciptakan, aku memberitahunya bahwa kita akan berhenti di tempat pemberhentian selanjutnya. Saat aku memberitahunya, raut sebal yang daritadi menghiasi wajahnya langsung menghilang, ia langsung melihat pemandangan luar dan langsung tahu kemana aku akan membawanya pergi.

Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan setelah berjalan kaki 10 menit dari halte bus. Aku takjub melihat kompleks istana dengan sejumlah kuil ini. Tempat ini dinamakan Grand Palace and Wat Phra Kaew. “Wah bagus sekali!!”

“Ah, tempat ini sudah sering kukunjungi. Kenapa kau mengajakku kesini? Masih banyak tempat wisata yang lebih bagus dari ini.”

Aku menanggapi ucapannya ini dengan kepala dingin. Ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di Bangkok, merupakan hal yang wajar jika aku pergi berwisata kemari karena dari informasi yang aku baca di internet, Grand Palace and Wat Phra Kaew merupakan tempat wisata yang wajib dikunjungi. Berbeda dengannya yang katanya sudah berpuluh-puluh kali menginjakkan kaki di tempat tinggal neneknya ini. Aku bilang kepadanya jika ia tidak suka dengan tempat wisata yang aku kunjungi, sebaiknya ia memisahkan diri dariku dan mencari tempat wisata lain yang menurutnya menarik. Dari awal kan bukan aku yang mengajaknya untuk pergi bersamaku.

Tapi pada kenyataannya, ia terus berjalan disampingku, mengikuti kemana aku pergi. Tentu saja aku harus memanfaatkannya, aku memintanya untuk mengambil foto. Aku harus memiliki kenang-kenangan selama berwisata disini. Sebelumnya aku hanya mengambil foto pemandangan saja dan sesekali ber’selca’ ria dengan kamera yang aku bawa ini, pernah sih aku meminta seseorang yang ada di sekitarku untuk mengambil gambarku, tapi agak segan untuk meminta orang yang tidak kita kenal untuk mengambil gambar kita. Maka dari itu, selagi makhluk bernama Cho Kyuhyun ini bersamaku, aku menyuruhnya untuk mengambil gambarku dengan pemandangan Bangkok yang indah ini.

Tentu saja tidak semudah itu ia menyutujui permintaanku ini. Namun aku terus memaksanya dan akhirnya ia menyetujui permintaanku ini, tapi tetap saja ia tidak bisa jika tidak menjahiliku. Beberapa gambar yang diambilnya jelek sekali, bukan karena ia tidak pandai mengambil gambar tapi seperti yang kubilang tadi, ia ingin menjahiliku. Terkadang ia hanya mengambil gambar sebagian dari wajahku saja yang terlihat, atau ia benar-benar meng-close up bagian dari wajahku seperti hidungku. Aku hanya mendengus kesal, tidak ada yang bisa kuharapkan dari makhluk sepertinya.

Usai dari Grand Palace and Wat Phra Kaew, kami menuju Wat Pho yang letaknya berdekatan dengan Grand Palace and Wat Phra Kaew ini. Jadi kami cukup berjalan kaki untuk mencapainya. Wat Pho merupakan objek wisata yang terkenal akan patung Budha yang sedang berbaring.

Aku kembali meminta Cho Kyuhyun untuk mengambil gambarku, tapi kali ini aku memohon padanya untuk benar-benar mengambil gambarku dengan objek wisata yang ada disini. Karena aku rasa dia sangat suka imbalan, aku menawarkan akan mengambil gambarnya juga. Tapi ternyata baginya imbalan tersebut belum cukup, ia menyuruhku untuk mentraktirnya makan siang. Fiuh, ternyata aku menyetujui permintaannya ini.

 

“Kyuhyun-ssi, makanmu ternyata banyak sekali ya.” Ucapku melihatnya dengan tatapan tak percaya. Untung aku mengajaknya makan di kedai yang harga makanannya tidak terlalu mahal, jika tidak aku bisa bangkrut dibuatnya.

“Ini sudah sore, jadi aku sangat lapar. Tadi kau terlalu lama berwisata di Wat Arun. Kenapa kau sangat suka berfoto sih? Satu atau dua gambar kan sudah cukup untuk dijadikan kenangan.” Ia berbicara dengan mulut yang dipenuhi oleh makanan.

Wat Arun adalah tempat wisata yang memiliki dinding pagoda berupa porcelain yang berkilauan ditimpa cahaya. Letaknya juga tidak jauh dari tempat wisata yang kukunjungi sebelumnya. Untuk mencapai Wat Arun, kami harus menyebrangi sungai Chao Phaya terlebih dahulu.

“Kau enak, kapanpun kau mau kau bisa berkunjung kesini. Tapi untukku, bisa memijakkan kaki disini sekali saja sudah sangat beruntung. Entah butuh waktu berapa lama lagi untukku mengumpulkan uang untuk bisa kembali berwisata kemari.” Ucapku sambil memasukkan makanan ke mulutku.

“Ya, memang apa enaknya berkunjung sering-sering ke negara orang? Kau kira aku menyukainya. Jika aku bisa memilih, lebih baik aku ke negara yang belum pernah aku kunjungi.”

“Lalu kenapa kau tidak mewujudkannya? Kau kan kaya.” Jelas aku bingung dengan pernyataannya. Sepertinya jalan-jalan ke luar negeri bukanlah hal yang sulit untuknya. Dia kan orang berada.

“Apakah kau pikir hanya uang yang bisa menjadi kendala?”

“Lalu apa?”

“Untuk keluar dari rumah nenekku saja aku sudah susah payah, bagaimana kalau aku keluar negeri?”

“Orang tuamu overprotective sekali. Kau kan sudah besar, apa salahnya jika ingin mandiri? Apa jangan-jangan orang tuamu merupakan orang penting yang amat kaya dan diincar oleh banyak penjahat yang menginginkan uang, jadi orang tuamu takut jika akan terjadi apa-apa kepadamu?” Ucapku heboh sendiri dengan karangan ceritaku.

“Moon Sunkyu-ssi, kau ini terlalu banyak berimijanasi.” Kini ujung jari telunjuknya telah mendarat di keningku.

“Lalu apa alasannya?” Aku masih penasaran kenapa orang tuanya begitu mengikatnya.

“Aku rasa ini bukan urusanmu.” Ia menjulurkan lidahnya dan diakhiri dengan evil smirk-nya. Ia meniru ucapanku yang tadi siang, jadi rupanya ia ingin balas dendam kepadaku. Cih, yasudah kalau dia tidak mau cerita juga tidak apa-apa. Tidak ada ruginya juga untukku.

Aku kembali menyantap makananku yang masih banyak tersisa. Sedangkan makhluk di depanku ini sudah menghabiskan mangkuk ketiganya. Untung dia tidak ingin menambah lagi.

 

“Ya Moon Sunkyu-ssi, tidak bisakah kau mencari tempat wisata yang lain? Tempat ini berbahaya. Atau... Apakah kau suka pergi ke bar?” Oceh Cho Kyuhyun saat aku mengajaknya ke Patpong Road.

Patpong Road merupakan pasar malam sekaligus tempat hiburan malam. Patpong Road terkenal dengan Go-Go Bar, yaitu bar dengan penari di atas meja, hingga Thai girl show. Aku mengajaknya kemari bukan karena ingin ke bar namun aku ingin ke pasar malamnya. Walaupun di Bangkok terdapat banyak pasar malam yang lebih aman daripada Patpong Road, namun aku penasaran dengan suasana disini. Tidak hanya itu, aku juga ingin melihat lady boy yang katanya banyak ditemukan di daerah sini.

“Kau belum pernah kemari kan? Sekali-sekali kau harus ke tempat wisata yang menantang.” Ucapku sok berani, padahal aku lumayan takut juga berjalan di daerah ini. Jika tidak ada makhluk ini, aku juga tidak akan berani jalan-jalan ke sini.

“Cih! Kau sok berani! Aku tidak akan membantumu jika ada yang mengganggumu.” Ia berjalan meninggalkanku, aku menyusulnya dengan setengah berlari.

“Bukankah seharusnya kau yang berhati-hati? Disini kan terkenal dengan lady boy-nya.” Aku membenturkan pundakku dengan pundaknya setelah aku berhasil kembali sejajar dengannya.

Dia hanya membalas perkataanku dengan smirk-nya. Kami pun berjalan menyusuri Patpong Road tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sesekali terdapat calo yang menawarkan tempat hiburan kepada kami dengan menggunakan bahasa inggris. Malam ini Patpong Road sangat ramai dikunjungi, mungkin setiap malamnya memang ramai seperti ini.

“Cho Kyuhyun-ssi...” Aku bermaksud untuk membuka pembicaraan namun setelah aku melihat sekitarku, aku baru menyadari bahwa makhluk itu sudah tidak di dekatku lagi. Aku menjadi takut melihat semakin banyak calo yang menghampiriku untuk berkunjung ke tempat hiburan. Aku setengah berteriak untuk mencari Cho Kyuhyun namun aku tidak juga menemukannya.

Kali ini aku benar-benar takut ketika ada dua orang pria yang menghampiriku dan berbicara dengan bahasa yang tidak kumengerti. Tapi dari gelagatnya aku dapat memastikan bahwa mereka bukanlah orang baik. Mereka juga menunjuk-nunjuk bar yang terdapat di belakangku, sepertinya mereka bermaksud mengajakku untuk masuk ke dalam bar dan menghibur mereka.

Aku tidak tahu harus membalas mereka dengan ucapan apa, yang ada di pikiranku hanyalah memanggil nama Cho Kyuhyun berulang kali. Berharap ia segera menemukanku dan menyelamatkanku dari kedua orang menyeramkan ini. Mereka berdua membuat benteng sehingga aku tidak bisa kabur. Semakin lama mereka semakin memojokkanku.

“Korean? Ah, annyeonghaseyo.” Ucap salah satu dari mereka dengan tampang mengejek. Sepertinya mereka semakin senang mengetahui bahwa aku bukanlah warga negara Thailand. Tanpa terasa air mata telah mengalir di pipiku. Ya Tuhan, kumohon tolonglah aku.  

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK