home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Cinta Dalam Kardus

Cinta Dalam Kardus

Share:
Author : alfykmn
Published : 21 Dec 2013, Updated : 25 Mar 2014
Cast : Onew SHINee as Lee Jinki, Kim Minjung (OC/Readers), Luhan EXO as Xi Luhan, and SHINee's members
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |15518 Views |0 Loves
Cinta Dalam Kardus
CHAPTER 1 : Box

Author                         : alfykmn (ex-innochent and ex-MinKey)

Main Cast                    : Onew SHINee as Lee Jinki and Park Minjung (OC/Readers)

Support Cast               : Luhan EXO as Xi Luhan, SHINee’s members, etc.

Genre                          : Fluff, AU, Fanon

Lengrt                         : Chapter

Rate                             : PG-14

Author’s Note             : Sudah pernah dipost di shiningstory.wordpress.com dengan judul ‘Cinta Dalam Kardus’ juga. Tapi ya, tentunya saat dipost disini sudah banyak perubahan (meskipun mungkin masih banyak typo hehe). Enjoy it!

***

Minjung POV

“Ayolah....hanya tinggal serahkan box itu padanya.” Aku hanya tersenyum kecil dan berusaha sekeras mungkin untuk menahan dorongan keras dari teman-temanku yang heboh di belakang. Eoh.....Mereka kuat sekali mendorong. Tidak adil! 4 lawan 1....Ditambah lagi aku ini kecil...

Aniyaaaa,” tolakku dengan nada mentah-mentah dan aku langsung membalikkan badan sambil mengumbar senyum andalanku –yang katanya sih, eye smile- membuat 4 temanku itu mendesah.

“Hanya menyerahkannya! Dia juga tidak akan berpikir itu isinya apa saja. Orang-orang juga berfikir itu hanya kardus berisi keperluan untuk pentas seni hari ini,” bujuk Yuri menyenggol bahuku terus.

“Masih ada hari esok, saat pengambilan rapot bukan? Lalu masih ada hari untuk pengambilan ijazah juga. Aku masih punya banyak waktu.”

“Lalu kau masih mau menunggunya? Kalau nanti kuliah kalian tidak bertemu bagaimana?” tanya Yura –kembaran Yuri menepuk nepuk pipiku berkali-kali dan dirinya loncat-loncat terus menerus, mungkin dia....gemas?

“Kalau begitu, ya tidak jodoh. Mudah bukan?” Keempat temanku menepuk dahi mereka serempak. Ah? Aku benar bukan? Kalau tidak bertemu lagi ya artinya pertemuan sebelumnya hanya kebetulan belakang...Eomma juga bilang, anak perempuan jangan mengejar anak laki-laki nanti juga datang sendiri._. Aku benar kan? Ah sudahlah, aku tidak peduli, lebih baik menatap seseorang yang sedaritadi mereka –atau kami mungkin- bicarakan, Lee Jinki.

Dia terlihat bersinar serta berkilau saat tertepa sinar matahari yang menyengat, terlihat ‘lucu’ saat mengelap pelu di keningnya, dan terlihat imut saat dia mengumbar senyum saat berhasil mengangkat semua barang –yang seharusnya bukan dia yang mengangkutnya. Ah...Kenapa sebegitu detailnya aku menggambarkan keadaannya saat ini? Aigo aigo aigo, aku kenapa ./////.

Aku....bingung kenapa bisa sebegitu menyukainya padahal Jinki tidak setampan Kim Jonghyun, murid kebanggan guru musik. Tidak seimut Lee Taemin –Dance machine sekolah- dan Kim Kibum –diva dan fashionista sekolah.

Tidak juga sekharismatik Choi Minho, si model sekolah tapi (lagi)....Kenapa ya....Aku tidak bisa menjawabnya jika ditanya teman-temanku soal “Masih ada yang lebih baik dari Lee Jinki, tapi kenapa kamu dari dulu sampai sekarang tetap menyukainya?”

Apa karna dia seorang Ketua OSIS? Kurasa tidak...Kalau dia Ketua OSIS kenapa....Apa itu terpengaruh? Tidak tidak tidak. Apa karna dia pelawak gagal? Mungkin juga....Aku sering tertawa dari jauh saat melihat dia melucu atau melucu gagal di depan Jonghyun, Kibum, Minho, dan Taemin. Ah....Kepalaku rasanya ingin meledak kalau memikirkan alasannya -3-

Bukankah cinta yang tulus itu mencintai seseorang tanpa mengenal alasan? Kata orang-orang begitu....Kalau kita mencintai seseorang karna alasan –entah dia pintar, tampan, kaya, atau yang lain-, nanti kalau alasan itu hilang dari tubuh orang yang kita cintai bagaimana? Kita bisa-bisa tidak mencintainya lagi._. Memang benar begitu? Ah, molla....Aku belum pernah merasakan apa itu cinta, sekarang sih sudah dengan Jinki.....

“Ehem....Kim Minjung-ssi? Minjung? Annyeong? Kau masih sadar kan?” Rasanya suhu tubuhku meningkat saat mendengar suara lembut khas milik Jinki mengalun di telingaku.

Nde? Ada apa Jinki-ssi?”

“Jangan memanggilku dengan ember-ember ‘-ssi’ begitu. Kita kan sekelas ahahaha,” Jinki tertawa renyah membuat matanya terlihat tenggelam dan saat melihatnya, aku hanya tersenyum kecil.

“Itu, kardus yang kau pegang sedaritadi apa untuk Pentas Seni besok? Keliatan besar sekali, apa berat dan banyak barangnya? Perlu kubantu?”

Ani, ini barang yang baru kuambil dari kelas,” jawabku merasa aneh sendiri dan mulai menghayal kalau misalnya kardus ini langsung diambil Jinki karna dikira untuk Pentas Seni lalu dia membukanya....Aish aish...bukan waktunya menghayal. Nanti kalau pipiku memerah bagaimana...

“Iya? Apa ada barangku?” Jari Jinki baru menyentuh kardus itu tapi aku langsung memeluk kardusnya erat, dalam artian melarang Jinki untuk menyentuhnya meskipun hanya sedikit saja.

“O...oke...Itu barangmu semua? Apa ada barang lain di kelas?” “Ada, sebuah kardus di dekat-”

“Kau belum membukanya bukan?” tanya Jinki memotong ucapanku membuat aku memiringkan sedikit kepalaku karna merasa ganjil.

“Belum, Kibum baru masuk dan meletakkan kardus itu saat beberapa detik aku masuk kelas. Lalu Kibum­ pergi saat aku mengambil barangku. Kibum juga pergi dengan seringai anehnya, apa yang terjadi dengan orang itu.”

“Kibum ceroboh,” desis Jinki membuatku bingung.

“Terimakasih sudah memberitaukanku,” Jinki menepuk bahuku dua kali lalu dia berlari menaiki tangga –menuju ke lantai 2, lantai kelas 3-1.

“Bagaimana?” Aku menoleh dan melihat empat temanku berjalan mendekatiku.

“Jadi kalian tadi menjauh saat ada Jinki?”

“Tentu saja, kami sibuk berbicara denganmu kamu malah melamun!” Aku tersenyum geli lalu menyatukan kedua tanganku layak kebanyakan orang berdoa.

“Mianhae....Aku tidak sadar....Salahkan mataku tidak bisa dijaga....dan salahkan dirinya kenapa dia terlihat menyilaukan terterpa sinar matahari..,”

“Kau mulai lagi,” Chanhee mencubit lenganku membuat aku meringis pelan.

“Ok ok ok.”

“Kau tidak menyusul Jinki ke atas?” “Buat apa?”

“Tidak merasa kehilangan sesuatu...?” Aku meraba-raba badanku dan membelak kaget saat menyadari ada yang kurang dari diriku.

“Kalian mengambil tas yang aku selempangkan ke bahu?!” Keempat temanku hanya tersenyum manis mendengarnya membuat aku menghela nafas panjang. Mereka kebiasaan...

“Dasar iseng,” Aku berlari menuju ke tangga karna waktuku di sekolah tidak lama, aku harus mengikuti ujian di universitas impianku.

***

Aku baru mau memasukki kelas saat melihat wajah serius Jinki tertangkap di sudut mataku membuat aku terpaksa –sekaligus refleks semata bersembunyi di meja piket.

Terlihat Jinki tengah memandang lama sebuah foto polaroid yang sedang dia pegang. Mungkin itu foto makanan? Jonghyun pernah cerita kalau Jinki pernah tertidur setelah memandang foto cake di ponselnya. Tapi masa iya dia memotret foto cake, ayam, atau makanan lain jika dia bisa membelinya?

Lalu dia memasukkan foto polaroid itu ke dalam kardus dan ia menatap tajam isi kardusnya dengan serius. Hah, aku jadi tidak tau apa yang dia liat. Mungkin sebaiknya sekarang aku masuk ke kelas.

Bruk...

“Minjung?” Aku hanya meringis tidak mempedulikan –lebih tepatnya pura-pura tidak mendengar panggilan dari Jinki.

“Apa itu sakit? Apa kotak P3K masih ada di kelas?” Aku yang sedaritadi menunduk refleks mengangkat kepalaku dan menahan nafas saat eyes contact dengan Jinki terjadi....oh  god, aku tau ini berlebihan tapi....

“Mana yang sakit? Oh puncak kepalamu?”

“Ma...Maaf, aku harus ke kelas.” Duk...Aku kejedot lagi -.-”

“Disini sempit, jangan membuat gerakkan tergesa-gesa,” Jinki keluar dari kolong meja piket agar aku bisa leluasa keluar dan tidak menyundul kaki meja dengan kepala lagi seperti tadi.

“Apa masih sakit?” “Tidak, sudah agak lebih baik.”

“Sedang apa kau disini?” tanya Jinki saat aku sudah berdiri tegak di hadapannya dan tengah menepuk-nepuk rokku yang kotor terkena debu.

“Teman-temanku iseng, meletakkan tasku ke dalam kelas,” jelasku dan selesai aku menjelaskannya, aku melangkah riang ke dalam kelas meninggalkan Jinki sendiri di belakang.

Minjung POV END

***

Jinki POV

“Min-” Mulutku mendadak bungkam saat melihat sebuah foto polaroid yang terlihat menyilaukan karna tertimpa sinar matahari di dalam kardus milik Minjung yang tertinggal di atas meja piket.

Aku penasaran foto apa itu. Tapi ini milik Minjung. Tapi aku penasaran. Tapi...

Hush....

Angin berhembus kencang lalu kembali berhembus sepoi-sepoi membuat perasaanku melayang, terasa ringan dan terasa terbawa angin...

Pergerakkan tangan kananku terhenti saat merasakan tusukkan kecil di kulitku dan menengok kebawah, melihat penutup kardus itu ternyata yang menusuk kulitku. Mungkin penutup kardus itu turun ke bawah karna terbawa angin. Tunggu....terbawa angin? Berarti kardus itu terbuka...?

Kulihat banyak barang di dalam kardus itu dari sudut mataku –karna aku masih enggan untuk melihatnya secara terang terangan. Kardus itu terbuka sendiri, bukan aku yang membukanya. Dan mungkin....angin menyuruhku untuk membuka serta membaca isinya?

Atau....aku harus cepat-cepat menutup kardus itu. Minjung bisa berpikir kalau aku yang membuka kardusnya dan dia merasa sedih atas kelancanganku. Lagipula aku tidak punya waktu untuk melihat-lihat isi kardus itu menyadari alasan Minjung ke kelas, ya hanya mengambil tasnya yang pasti gampang ditemukan.

1 menit....

2 menit....

3 menit....

Fix, aku menutup kardus itu se-ka-ra-ng.

“Minjung-ah!” Minjung langsung berlari menghampiriku dengan tas berwarna pastel yang pas sekali dengan kulitnya yang berwarna pastel juga.

“Eoh...Kardusku tertinggal ya?” Aku mengangguk dan menunjuk-nunjuk ke arah kardus yang dia peluk, itu kardus milikku.

“Kardusku ada di tanganmu. Mau bertukar?” Aku memeluk kardus milik Minjung dan menyodorkan kardus itu hingga bersentuhan dengan kardus yang ada di tangannya.

“Bertukar apanya?”

“Kardusku ada di tanganmu, dan kardusmu ada di tanganku. Jadi kita bertukar. Mengerti?” Minjung ber’o’ ria dan dia meletakkan kardusku di atas meja piket.

“Ini kardusmu, kardusku di letakkan di sebelah kardusmu saja.”

“Nanti kalau tertukar bagaimana?”

“Bukankah itu menarik? Lagipula kardusmu dan kardusku berbeda,” Aku mengangguk setuju lalu duduk meluruskan kaki di depan meja piket.

“Kau...duduklah,” Aku menepuk-nepuk lantai berubin hijau di sebelahku yang kosong dan dia duduk meluruskan kaki bersamaku.

“Mencari tasmu sepertinya lama sekali,” komentarku dan dia hanya meringis.

“Ya, mereka menyembunyikannya di dalam lokermu. Aku kewalahan harus membuka satu persatu loker kita yang banyak itu,” Aku hanya tersenyum kecil lalu angin berhembus kencang kembali.

“Kupikir, kita harus pulang lebih awal. Cuaca tidak baik dan....”

“YAK! UJIAN MASUK UNIVERSITAS IMPIANKU,” Aku menutup telingaku keras-keras saat mendengar pekikannya.

“Aku juga hari ini ujian tapi kau tidak perlu memekik begitu...,” kataku tenang tapi dia keburu lari setelah mengambil kardusnya dan turun ke bawah dengan langkah tergesa-gesa.

“Yak! Hati-hati dalam melangkah!” seruku sebelum bunyi langkah kakinya tidak terdengar lagi.

“Dasar perempuan...”

Aku mengangkat kardus tersisi di atas meja piket lalu turun ke lantai bawah melalui tangga dengan langkah hati-hati. Aku harus cepat pulang ke rumah lalu pergi ke universitas untuk ikut ujian masuk. Selain itu juga aku perlu banyak waktu untuk memikirkan keputusanku.

 Jinki POV END

-TBC-

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK