Aku terkejut, di cd itu tertulis ‘시원’ (Siwon). Ya itu sama dengan nama suamiku, Choi Siwon. Aku terkejut (lagi) karena tiba-tiba Ryeowook datang, akupun refleks menyembunyikan cd itu di balik punggungku.
“Maaf ya kau menunggu lama”
“Eh, tidak apa. Baiklah, sepertinya aku harus pulang sekarang” kataku gugup. Ryeowook memandangku dengan tatapan aneh, tapi tanpa curiga sedikitpun kalau aku telah mengambil sesuatu darinya.
“Baiklah, terima kasih buahnya. Hati-hati di jalan!” serunya lembut.
Aku langsung pergi. Berlari menuju halte bus, tepat sekali saat itu sebuah bus sedang berhenti. Dengan kecepatan penuh, aku masuk ke dalam bus itu, dan duduk. Aku kembali memusatkan pikiranku pada compact disk itu.
-0-
Rasa ingin tahu ku begitu tinggi dengan isi dari cd itu. Sesaat setelah sampai di rumah, aku buru-buru mengambil laptopku, dan langsung saja memasukkan cd itu. Ternyata isinya hanya sebuah video dengan durasi ± 15 menit. Penasaran, aku putar saja video itu.
“Tunggu, bukankah itu Siwon?” kataku terkejut.
“Bukankah ini ruangan tempat Siwon dirawat dulu?”.
Ternyata yang baru ku sadari adalah video ini merupakan hasil rekaman kamera pengintai di ruang rawat Siwon saat dia terbaring koma. Tiba-tiba kulihat seorang pria berjalan mendekati ranjang Siwon. Pria itu menggunakan jas putih. Ia mengecek selang infus yang terhubung dengan tubuh Siwon. Dia berusaha meraih sesuatu di dalam saku jasnya. Itu sebuah suntikan!
“Apa yang sebenarnya orang itu lakukan?”. “Tunggu, sepertinya aku mengenal itu model rambut siapa”
Ia menyuntikan sesuatu ke dalam infus Siwon. Entah apa aku tidak tahu pasti. Tapi Siwon terlihat aneh. Siwon tiba-tiba kejang-kejang ringan. Semakin lama semakin parah. Aku takut, tak kuat melihatnya lagi, tapi, aku harus. Saat kejang-kejang yang melanda Siwon berakhir kurang lebih 5 menit, pria tadi menoleh ke arah kamera. Seketika aku pun mem-pause. Ku foto dan ku perbesar wajahnya.
“Apa? Jadi..”
“Jadi, kau sudah tau semuanya?” suara itu membuatku merinding, suara siapa yang tiba-tiba terdengar saat aku tengah ‘sendiri’ di apartemenku. Perlahan mencoba mengumpulkan seluruh keberanian, kuberanikan diri untuk menoleh.
“Ryeowook?!” kagetku. Benar, Ryeowook bersandar di pojok ruangan. Wajahnya dihiasi dengan senyuman mengancam yang sukses membuatku merinding.
“Bagaimana kau bisa ada disini?”
“Hal itu tidak penting. Yang penting saat ini adalah, aku bisa memilikimu!” katanya dengan nada seorang psikopat.
Aku ketakutan, sungguh, ia benar-benar seperti seorang psikopat yang telah menemukan mangsa baru. Atau, mungkin saja ia benar-benar psikopat. Oh Tuhan tolong bebaskan aku dari orang gila ini. Aku semakin ketakutan hingga berkeringat dingin, ketika ia berjalan mendekat. Seringainya seperti siap memangsaku saat itu.
“Hei, kau! Men, menjauhlah dariku!” aku menangis ketakutan. Merinding dan benar-benar tak tahu harus berbuat apa.
Perintahku tetap saja tidak digubris olehnya. Dan dia tetap saja kukuh melangkahkan kakinya perlahan mendekatiku yang sudah bergetar hebat. Siapapun tolong aku!
“Kang Seungrin-ku sayang, kemarilah! Tidakkah kau tahu seberapa besar cintaku padamu?” rayu Ryeowook yang membuatku kembali bergidik ngeri
“Bahkan, cinta Siwon payahmu itu kalah besar dengan cintaku!” dia berteriak dengan menekankan kata ‘Siwon payahmu’.
Dan, GEP! Tangannya berhasil menggapai kedua bahuku. Apa mungkin ajalku datang hari ini? Oppa, bisakah kau menolongku dari sana? Kumohon!
“Ryeowook-ah, lepaskan aku!” aku meringis memintanya agar melepaskan genggaman erat tangannya itu di bahuku. Tapi bukannya benar-benar melepas, ia justru membelai pipiku dengan tatapan psikopatnya yang tajam.
“Tolong menjauhlah dariku!” ucapku bergetar. Aku ingin mati saja sekarang!
“Nona! Nona Kang! Kau ada di dalam?” teriak seseorang dari luar apartemenku. Untung saja, seseorang memanggilku di saat mencekam seperti ini, batinku. Namun, bukannya melepaskanku dan kabur, Ryeowook justru semakin membuatku terpojok di ruang tamuku sendiri.
“Tolong! Tolong aku, tuan!” teriakku dengan keras yang membuat Ryeowook makin melotot melihatku.
“Kau tidak perlu berteriak, Seungrin. Karena kau, tidak akan keluar dengan utuh” bisiknya dengan penuh ancaman. Suranya yang samar diantara rasa ketakutanku membuatku semakin menegang. Tangisanku semakin pecah dibuatnya.
Seseorang masuk ke dalam apartemenku! Mendengar ada bunyi pintu apartemenku terbuka, walaupun samar, aku tahu seseorang yang Siwon kirimkan untuk menyelamatkanku sudah sampai. Aku terkejut melihat Ryeowook tiba-tiba tergeletak di lantai.
Seseorang memukulnya dengan pemukul baseball dari belakang, sehingga Ryeowook pingsan. Ternyata orang tersebut adalah petugas keamanan apartemen. Setelah Ryeowook benar-benar terkapar tak berdaya di lantai, petugas itu menarikku keluar dari apartemen, dan mengunci semua akses keluar masuk di apartemenku, termasuk WC yang ada di kamar mandi dari luar secara otomatis.
“Ahjussi, terima kasih kau telah menolongku menjauh dari pria gila itu. Terima kasih banyak, ahjussi!” ucapku penuh rasa terima kasih kepada pria paruh baya itu. Ia memang sering menyapaku dan tetangga lainnya jika sedang patroli, sungguh baiknya kau ahjussi!
“Tidak masalah, nona. Ini memang tugasku untuk menjaga keamanan di apartemen ini”
“Tapi, bagaimana kau tahu aku sedang dalam bahaya ahjussi?” tanyaku penasaran, bagaimana bisa? Bahkan tidak ada kamera pengawas di sana.
“Apa kau tidak sadar, nona? Tadi ada yang menekan tombol darurat, dan panggilan itu datang dari milikmu. Aku langsung saja berlari kemari melihat panggilan daruratmu” jelasnya.
“Benarkah? Aku rasa aku tidak menekannya. Ah, atau mungkin tidak sengaja tertekan”
Tiba-tiba beberapa orang polisi datang menghampiri kami. Ternyata, paman petugas pengaman ini tadi menghubungi polisi untuk meminta bantuan.
Akhirnya, para polisi itu keluar dari apartemenku, dengan membopong Ryeowook yang masih saja tak sadarkan diri.
“Nona, sudah tidak apa? Aku harus mengurusnya dulu. Aku permisi”
“Aku tidak apa-apa, ahjussi. Sekali lagi terima kasih”
Akhirnya hidupku kembali tenang setelah hilangnya Ryeowook dari kehidupanku. Aku menyesal pernah hampir saja memberikan hatiku padanya. Tapi, bagaimana bisa ia menjadi dokter dengan jiwa yang gila seperti itu? Ah, sudahlah, itu tidak penting lagi.
“Siwon oppa, terima kasih. Aku tahu kau memerhatikanku dari sana. Terima kasih atas pertolonganmu. Sampaikan pula terima kasihku pada Tuhan. Oppa, saranghae”
-END-