“Ryeowook-ah, dan perawat semuanya, bisa tinggalkan aku berdua dengan Siwon suamiku? Aku mohon sebentar saja” mohonku pada semua yang ada disana. Untungnya mereka semua mau memberikan aku waktu untuk bersama orang yang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya ini. “Baiklah jika itu maumu..” jawab Dokter Kim dan langsung pergi meninggalkan ruangan. Disusul oleh perawat lainnya. Setelah mereka semua telah keluar dari ruangan ini, aku kembali menatap wajah pucat Siwon dan menggerakkan tanganku perlahan dan menyentuh wajahnya.
“Chagi-ya, kenapa kau pergi begitu cepat? Kita bahkan belum melakukan apapun setelah kita menikah” kataku getir dengan paksa menebar senyuman di depan pria yang telah mencuri hatiku selama lebih dari 7 tahun itu. Kataku lembut dan pelan sembari mengelus – elus pipi Siwon. Sungguh saat itu sekuat tenaga yang masih tersisa di tubuhku, aku gunakan untuk menahan air mataku jatuh dihadapan Siwon. Aku tak mau dia melihatku menangis separah itu dihadapannya. “Chagi-ya, aku merindukan tawa lebarmu. Aku rindu dengan ramyeon buatanmu. Aku rindu dengan tingkahmu yang selalu ampuh untuk membuatku tertawa..” tangisku pun pecah saat itu juga.
“Sekarang, sekarang siapa yang bisa menggantikan tawa lebarmu? Siapa yang bisa menggantikan semua yang telah kita lalui bersama?” kataku sembari mengeluarkan air mata yang tak sanggup aku tahan lagi. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, tapi mendengar kata – kataku itu, dunia ku terasa semakin runtuh. Dan rerunuhan itu harus hancur lagi menjadi kepingan – kepingan kecil. Aku benar – benar tahu, apapun yang aku lakukan, tak akan membuat Siwon kembali ke pelukkanku lagi.
Akhirnya dengan berat hati dan perasaan tak rela yang masih begitu dalam, aku berusaha untuk merelakan pengisi relung hatiku pergi untuk selama – lamanya. Saat itu aku berusaha untuk tegar dan lapang dada menerima semua yang telah terjadi. Aku beranjak keluar ruangan, tanpa mengalihkan pandanganku sedikitpun darinya. Aku masih dalam tangisku. Saat akhirnya pandanganku tidak menangkapnya lagi, tangisku kembali pecah. Di luar ruangan tadi, aku melihat semua orang yang sebelumnya aku perintahkan untuk keluar ruangan.
“Tolong selesaikan apa yang harusnya ia dapat” pintaku dalam isakkan kepada Dokter Kim, lalu pergi meninggalkan mereka semua. Akupun kembali menghubungi keluarga Siwon perihal berita buruk ini. Dan entah apa yang mereka rasakan, sama sepertiku atau biasa saja. Maklum karena seluruh keluarga Siwon sudah telak mengusirnya dari keluarga. Hal itu dikarenakan ia pernah bertengkar hebat dengan kedua orang tuanya.
Saat itu, ia diperintahkan untuk memilih diantara cintanya kepadaku atau menikah dengan seorang anak dari kolega ayahnya demi saham dan menguasai semua perusahaan ayahnya. Dan demi aku ia rela tidak dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Saat itu aku sudah menasihatinya agar menuruti suruhan orang tuanya, namun Siwon menolak dengan keras. Apa daya yang dapat aku lakukan jika Siwon sudah mengambil keputusan. Dan yang aku tahu, hanya adiknya sajalah yang masih menganggapnya dan diam – diam selalu bertemu dan menghubungi aku atau Siwon.
-0-
Seluruh rangkaian acara kremasi pun sudah selesai dilaksanakan. Aku melilih untuk mengurung diriku di kamar, duduk di tepi tempat tidur, tanpa sedikitpun menampakkan batang hidungku disana. Aku takut. Aku takut jika aku akan membanjiri tempat itu dengan air mataku. Aku juga malu jika aku masih menangisi orang yang sudah tenang jauh disana.
Tok.. tok..tok
Suara ketukan pintu terdengar, merambat melewati saluran telingaku. Berusaha menggerakkan kaki dan tubuhku yang seperti terpaku di sana. Setelah sampai di depan pintu apartemenku, aku berusaha mengangkat tanganku untuk meraih gagang pintu dan memutarnya, dan tak kusangka itu berhasil. Setelah kutarik pintu itu, dan ternyata yang datang adalah Jiwon, adik dari Siwon.
“Jiwon?” kagetku sembari secepatnya menghapus sisa air mata di wajahku. Ia hanya menjawab dengan senyuman datar khas milik Jiwon. Aku pun mempersilahkannya masuk dan duduk di sofa, sembari aku menyiapkan minuman. Aku datang dan memberikannya segelas jus jeruk, lalu duduk di sofa.
“Ada apa? Apa acaranya sudah benar-benar selesai?” tanyaku. “Begitulah. Ini eonni..” jawabnya sembari memberikan sebuah kotak berwarna merah marun kesukaanku. “Lebih baik kau saja yang menyimpannya, eonni..”. Aku punya firasat buruk soal kotak ini. Aku mencoba untuk membukanya, dan ternyata…
Saat itu aku menangis sejadi – jadinya. Tak ada yang aku hiraukan, meskipun ada beberapa perawat dan Eusia Kim, tetap saja aku menangis begitu kencang. “Seungrin-ah…” panggil lembut Eusia Kim, namun aku tak ingin meresponnya sedikitpun. Eusia Kim malah mengelus – elus punggungku, yang tentu saja ditujukan untuk menenangkanku. “Biarkan ia pergi dengan tenang, Seungrin-ah…” mendengar perkataannya itu, aku malah lebih sedih dari sebelumnya. Akhirnya aku mencoba untuk menenangkan diriku sendiri dan mencoba berbicara ke pada Eusia Kim.
“Ryeowook-ah, dan perawat semuanya, bisa tinggalkan aku berdua dengan Siwon suamiku? Aku mohon sebentar saja” mohonku pada semua yang ada disana. Untungnya mereka semua mau memberikan aku waktu untuk bersama orang yang telah pergi meninggalkanku untuk selamanya ini. “Baiklah jika itu maumu..” jawab Eusia Kim dan langsung pergi meninggalkan ruangan. Disusul oleh perawat lainnya. Setelah mereka semua telah keluar dari ruangan ini, aku kembali menatap wajah pucat Siwon dan menggerakkan tanganku perlahan dan menyentuh wajahnya.
“Chagi-ya, kenapa kau pergi begitu cepat? Kita bahkan belum melakukan apapun setelah kita menikah” kataku getir dengan paksa menebar senyuman di depan pria yang telah mencuri hatiku selama lebih dari 7 tahun itu. Kataku lembut dan pelan sembari mengelus – elus pipi Siwon. Sungguh saat itu sekuat tenaga yang masih tersisa di tubuhku, aku gunakan untuk menahan air mataku jatuh dihadapan Siwon. Aku tak mau dia melihatku menangis separah itu dihadapannya. “Chagi-ya, aku merindukan tawa lebarmu. Aku rindu dengan ramyeon buatanmu. Aku rindu dengan tingkahmu yang selalu ampuh untuk membuatku tertawa..” tangisku pun pecah saat itu juga.
“Sekarang, sekarang siapa yang bisa menggantikan tawa lebarmu? Siapa yang bisa menggantikan semua yang telah kita lalui bersama?” kataku sembari mengeluarkan air mata yang tak sanggup aku tahan lagi. Entah apa yang aku pikirkan saat itu, tapi mendengar kata – kataku itu, dunia ku terasa semakin runtuh. Dan rerunuhan itu harus hancur lagi menjadi kepingan – kepingan kecil. Aku benar – benar tahu, apapun yang aku lakukan, tak akan membuat Siwon kembali ke pelukkanku lagi.
Akhirnya dengan berat hati dan perasaan tak rela yang masih begitu dalam, aku berusaha untuk merelakan pengisi relung hatiku pergi untuk selama – lamanya. Saat itu aku berusaha untuk tegar dan lapang dada menerima semua yang telah terjadi. Aku beranjak keluar ruangan, tanpa mengalihkan pandanganku sedikitpun darinya. Aku masih dalam tangisku. Saat akhirnya pandanganku tidak menangkapnya lagi, tangisku kembali pecah. Di luar ruangan tadi, aku melihat semua orang yang sebelumnya aku perintahkan untuk keluar ruangan.
“Tolong selesaikan apa yang harusnya ia dapat” pintaku dalam isakkan kepada Dokter Kim, lalu pergi meninggalkan mereka semua. Akupun kembali menghubungi keluarga Siwon perihal berita buruk ini. Dan entah apa yang mereka rasakan, sama sepertiku atau biasa saja. Maklum karena seluruh keluarga Siwon sudah telak mengusirnya dari keluarga. Hal itu dikarenakan ia pernah bertengkar hebat dengan kedua orang tuanya.
Saat itu, ia diperintahkan untuk memilih diantara cintanya kepadaku atau menikah dengan seorang anak dari kolega ayahnya demi saham dan menguasai semua perusahaan ayahnya. Dan demi aku ia rela tidak dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Saat itu aku sudah menasihatinya agar menuruti suruhan orang tuanya, namun Siwon menolak dengan keras. Apa daya yang dapat aku lakukan jika Siwon sudah mengambil keputusan. Dan yang aku tahu, hanya adiknya sajalah yang masih menganggapnya dan diam – diam selalu bertemu dan menghubungi aku atau Siwon.
-0-
Seluruh rangkaian acara kremasi pun sudah selesai dilaksanakan. Aku melilih untuk mengurung diriku di kamar, duduk di tepi tempat tidur, tanpa sedikitpun menampakkan batang hidungku disana. Aku takut. Aku takut jika aku akan membanjiri tempat itu dengan air mataku. Aku juga malu jika aku masih menangisi orang yang sudah tenang jauh disana.
Tok.. tok..tok
Suara ketukan pintu terdengar, merambat melewati saluran telingaku. Berusaha menggerakkan kaki dan tubuhku yang seperti terpaku di sana. Setelah sampai di depan pintu apartemenku, aku berusaha mengangkat tanganku untuk meraih gagang pintu dan memutarnya, dan tak kusangka itu berhasil. Setelah kutarik pintu itu, dan ternyata yang datang adalah Jiwon, adik dari Siwon.
“Jiwon?” kagetku sembari secepatnya menghapus sisa air mata di wajahku. Ia hanya menjawab dengan senyuman datar khas milik Jiwon. Aku pun mempersilahkannya masuk dan duduk di sofa, sembari aku menyiapkan minuman. Aku datang dan memberikannya segelas jus jeruk, lalu duduk di sofa.
“Ada apa? Apa acaranya sudah benar-benar selesai?” tanyaku. “Begitulah. Ini eonni..” jawabnya sembari memberikan sebuah kotak berwarna merah marun kesukaanku. “Lebih baik kau saja yang menyimpannya, eonni..”. Aku punya firasat buruk soal kotak ini. Aku mencoba untuk membukanya, dan ternyata…
-TO BE CONTINUED-