Ji Soo berlari sekuat tenaga dan hampir menabrak Seungri yang menunggu dengan gelisah. “Nih benda sialanmu!” Ji Soo segera menyodorkan flashdisk milik Dara itu.
“Syukurlah kau menemukannya, tapi kenapa kau lari-lari begitu?” Seungri heran. “Sudahlah, jangan tanya lagi!” Ji Soo buru-buru pergi sambil terus bersumpah serapah.
Akhirnya mereka berdua berjalan pulang bersama. Kali ini Ji Soo yang tampak kesal memilih diam. Sementara Seungri yang sebenarnya merasa penasaran dengan kejadian yang dialami Ji Soo tidak berani bertanya.
“Ah..., aku baru sadar, kenapa ada orang saat perpustakaan sudah tutup?” ujar Ji Soo tiba-tiba, seakan ia bicara sendiri.
“Orang? Di perpustakaan? Apa kau melihat sesuatu?” Seungri menimpali.
“Ada seorang wanita di sana tadi,”
“Jangan-jangan kau melihat hantu itu?”
“Aku tidak yakin, sepertinya dia manusia, kulihat kakinya tidak melayang,”
“Tidak semua hantu melayang! Kau lupa kalau ada hantu yang merangkak di lantai?”
“B,benar juga,” Ji Soo langsung merinding. “Tapi seperti apa hantu itu, apa benar dia cantik seperti kata mereka?” Seungri penasaran.
“Kalau kau ingin tahu lihat saja sendiri! Aku tidak akan mau ke sana lagi!”
“Ah..., maaf-maaf Ji Soo..”
“Anehnya, dia memanggilku dengan nama seseorang,”
“Memanggilmu? Kenapa dia bisa memanggilmu?”
“Dia memanggilku Ji Yong atau apalah, ah lupakan saja..., benar-benar aneh,” Ji Soo menyudahi pembicaraannya sendiri.
Mereka berjalan dalam diam selama beberapa saat. Tiba-tiba Ji Soo menghentikan langkahnya dan membuat ekspresi yang sangat aneh. Matanya seakan menatap kosong ke arah jalan. “K, kau kenapa? Ji Soo, kau tidak apa kan?” Seungri panik sekaligus takut.
“Aku lupa mengatakan kalau wanita itu yang tadi mengembalikan flashdisk di tanganmu,” kata Ji Soo sambil memicingkan mata ke arah Seungri. “Kau pikir bisa menakutiku hah? ” jawab Seungri tenang, meski dalam hati ia mulai takut.
“Kurasa malam ini dia akan menemuimu, bersiaplah Ri,” Ji Soo lalu melanjutkan perjalanannya. “Mwo?!” Seungri langsung merinding sambil memandang flashdisk di genggaman tangannya, seakan ia ingin sekali membuang benda itu.
XXX
Shin merasa tubuhnya sangat ringan, terlalu ringan malah, dan dingin. Udara malam yang membeku serasa menusuk-nusuk hingga ke tulang. Angin yang berhembus pelan membuat suara gemuruh yang menyeramkan, entah mengapa dan bagaimana. Dan selebihnya hanya suasana sunyi yang mencekam.
Shin mendengar dan merasakan itu semua. Ia bahkan tak percaya masih membuka mata setelah kejadian tadi. Ia tak ingat apapun, kecuali air keruh itu menghilangkan cahaya dari matanya. “Kenapa aku di sini?” Shin terbangun di tepi danau. Suara gemuruh angin yang mengerikan itu terus bergema, membuat Shin merasa harus cepat-cepat pergi dari tempat itu. Ia berusaha jalan, tapi memang ia merasa tubuhnya sangat ringan, seakan ia bisa terbang kalau mau.
Sambil berusaha mengingat apa yang telah terjadi dan Shin memandang ke arah pepohonan di tepi danau. Terlihat sepasang lampu yang menyala—tidak—itu sepasang mata! Mata yang menyala dibalik kegelapan. Shin terkejut bukan main. Ia mempercepat langkahnya, satu-satunya jalan menjauhi danau hanyalah melewati hutan, dan pohon-pohon itu.
Sesekali terlihat sekelebat bayangan yang terbang cepat di dekat Shin. Shin tak ingin memikirkan siapa itu atau apa itu, tapi bayangan-bayangan itu terus muncul dan beterbangan di sekitarnya, seakan mengikuti. Suara tawa yang aneh tiba-tiba terdengar menggema di situ. “Lihat kita punya teman baru,” kata seseorang.
“Kau mau ke mana? Bukankah di sini tempatmu?” kata yang lain lagi.
Bayangan-bayangan hitam itu kini tak lagi terbang, tapi benar-benar berhenti di depan Shin. Shin tak mampu melangkah melihat itu semua. Dan di sekelilingnya, muncul lebih banyak pasang mata yang merah menyala.
“Si,siapa kalian? Jangan ganggu aku!!” Shin memohon.
“Kami tidak mengganggumu, kami hanya memintamu untuk tidak pergi,” kata bayangan yang berdiri tepat didepan Shin. Wajahnya tidak terlihat, hanya warna hitam dibalik tudungnya yang juga hitam.
Shin mundur beberapa langkah hingga beberapa bayangan lainnya mulai beterbangan di dekatnya sambil mengeluarkan tawa mengerikan di tengah gemuruh angin. “Jangan ganggu aku! Jangan ganggu aku!!” Shin menutup kepalanya dengan kedua tangan, ia tak berani melihat bayangan yang terus berputar-putar itu.
“Apa yang kalian lakukan?” terdengar sebuah suara lain. Suara tawa mengerikan itu tiba-tiba berhenti. “Pergilah,” ujarnya lagi dan seketika tempat itu menjadi sunyi. Shin masih berlutut di tanah sambil menutup kepalanya. Ia menangis tersedu-sedu.
“Mereka sudah pergi,” kata suara itu dengan tenang,”...berhentilah menangis atau mereka datang lagi,”
Shin membuka matanya pelan-pelan. Ia melihat sesosok pria berjas rapi sedang berdiri dihadapannya. Shin hanya memandangnya dengan takjub.
“Kau hanya belum terbiasa dengan mereka,” ujarnya.
“Apa yang terjadi? Di mana ini? Siapa mereka?”
“Nona, namaku D-lite. D—untuk Death, aku angel of death, kau harus tahu,” kata pria itu sambil tersenyum.
“Apa maksudmu? Apa aku sudah mati?” Shin terkejut.
“Ckckck, kenapa kau baru menyadarinya? Bukankah kau yang melakukannya?”
Shin lalu terdiam. Ia teringat kejadian tadi. Ia kembali mengingat bagaimana air keruh itu menyesakkan dada dan menghilangkan cahaya dari pandangan. “Lalu bagaimana? Kau akan membawaku pergi?”
“Pergi ke mana? Tempatmu masih di sini, Nona. Kau membunuh dirimu sendiri dan itu adalah dosa besar, ”
“Apa?”
“...kau akan bergabung dengan jiwa-jiwa yang tersesat itu... mereka yang tidak menemukan cahaya,” D-lite semakin mendekati Shin yang sudah tertunduk lesu.
“Apa yang harus aku lakukan? Bahkan kematian pun tak mau menerimaku..., tolong aku...,” Shin menangis lagi. D-lite memandangnya dengan iba. “Maaf, tapi tak ada yang bisa kulakukan,”
Kejadian itu sudah puluhan tahun berlalu. Shin berhasil pergi dari hutan itu saat melihat beberapa mobil petugas yang menemukan sesosok jenazah di danau dan mengikuti mereka. Setelah berbagai tempat yang pernah ia datangi, saat ini Shin sedang berdiri berhadapan dengan D-lite, di sebuah perpustakaan yang sudah tutup.
“Apa kau masih ingat? Lima tahun lalu kau mengikuti anak SMP yang kau anggap Ji Yong karena ia selalu memakai topi yang menghadap ke belakang, setelah mengganggu anak itu tiap malam kau malah pergi begitu saja, kau bilang dia bukan Ji Yong. Sekarang apa kau yakin tidak salah?” D-lite meragukan Shin.
“Aku yakin dia Ji Yong,” Shin masih berusaha menyakinkan D-lite. Hanya suara mereka beruda yang terdengar di ruang yang gelap itu. “Dia mengenali buku ini,” Shin menunjuk ke arah buku hitam tadi.
“Semudah itukah?” D-lite tersenyum saja, seakan tidak menganggap serius kata-kata Shin. Shin yang sudah pucat pasi itu semakin memutih. “Aku tidak tahu..., tapi D, bisakah kau memastikannya untukku?”
“Aku senang sekarang kau mau memohon padaku, tapi sayang sekali, aku tidak mempunyai daftar reinkarnasi manusia,”
XXX
Esoknya di sebuah kelas yang ceria. Seungri tampak benar-benar lelah dan mengantuk. Mata pandanya tampak lebih hitam dari biasanya. Ia berusaha menahan sekuat tenaga agar tidak tertidur di kelas.
“Gara-gara flashdisk itu aku tidak tidur semalam,” Seungri menjelaskan saat Ji Soo memandangnya dengan heran. “Apa hantu itu benar-benar menemuimu?”
“Karena itu aku berjaga semalaman!” BRUK! Kepala Seungri yang berat sudah jatuh ke mejanya. Karean sudah tidak sadarkan diri, Ji Soo tidak bertanya lagi.
“Astaga, kenapa sekarang pelajaran pak Seung Hyun lagi? Apa hanya dia guru di sekolah ini,” Ji Soo mengeluh ketika pak Seung Hyun masuk ke kelas. Selama beberapa menit itu ia tidak terlalu konsentrasi dengan pelajaran. Ji Soo hanya memandang hampa ke jendela yang mengarah ke taman sekolah, tepat di sebelah kelasnya.
XXX
Cahaya matahari pagi itu masih terasa hangat. Shin masih berusaha menyesuaikan matanya yang merasa silau. Rasanya sudah bertahun-tahun Shin tidak merasakan itu. D-lite berhasil meyakinkan Shin bahwa cahaya matahari tidak akan melenyapkannya, dan hari ini, untuk pertama kalinya, akhirnya ia keluar dari perpustakaan suram itu. Ia duduk di sebuah bangku panjang taman kecil sekolah seorang diri.
Ji Soo yang sedari tadi memandang hampa ke arah taman mulai menyadari sesuatu. Ia ingat dengan sosok berambut panjang yang kusut itu. Kulitnya yang pucat, dan baju hitamnya yang lusuh. Wanita tanpa ekspresi itu, iya, pasti wanita itu, wanita di perpustakaan kemarin! “Ri, bangun! Ri!” Ji Soo mengguncangkan tubuh Seungri. “Apa sih? Mengganggu saja!” Seungri membuka mata dengan malas.
“Dia muncul di taman itu! Lihat, dia duduk di sana, hantu yang kukatakan kemarin!”
Seungri langsung melihat ke arah yang ditunjuk Ji Soo. Tidak ada apa-apa. “Benarkah?” Seungri heran.
“Kenapa? Kau tidak melihatnya?”
Seungri menggelengkan kepala.
“Apa hanya aku yang melihatnya?”
“Ji Soo, Seungri! Kalian jangan ribut sendiri!” tegur Pak Seung Hyun yang mengagetkan mereka. Ji Soo dan Seungri langsung terdiam dan pura-pura membaca buku. Setelah pak Seung Hyun tak lagi memperhatikan mereka, Ji Soo diam-diam memandang keluar lagi. “Ah, syukurlah, dia pergi,” gumam Ji Soo, lalu menyibukkan diri dengan bukunya.
Entah mengapa Ji Soo lagi-lagi tidak bisa memusatkan konsentrasinya dan reflek memandang ke arah jendela, dan wanita itu sedang berdiri di sana, memandang ke arah kelas sambil terkagum-kagum.
“Aigoo!!” Ji Soo berteriak keras dan terjatuh dari kursinya. Ia benar-benar terkejut melihat hal itu. Kelas sunyi seketika.
“Kang Ji Soo!!!” dan kemudian terdengar suara berat Pak Seung Hyun yang menggema di seluruh ruangan.
XXX