home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > I Need You

I Need You

Share:
Author : larasatylaras
Published : 13 Nov 2013, Updated : 22 Jan 2014
Cast : Choi Si Won | Choi Na Young | Summer Choi | Jay Lee (Lee Hyun Jae) | Ahn Cheon Sa | Lee Dong Hae
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |13486 Views |2 Loves
I Need You
CHAPTER 1 : Belive Me

Suara teriakan penonton terdengar serempak meneriakkan nama salah seorang wanita yang kini tengah berjuang di set terakhir pertandingan tenisnya. Olimpiade tahunan ini kembali membawa namanya ke puncak ketika dia berhasil membawa nama negaranya menuju final Korea Open 2011. Keringat sudah mengucur deras membasahi pakaiannya, nafasnya sudah terdengar memburu, pandangannya tidak jatuh pada lawannya lagi melainkan kepada seluruh penonton yang mengelu-elukan namanya. Satu poin lagi dan dia berhasil meraih kemenangan itu.

            Peluit panjang terdengar nyaring dan dia sudah bersiap untuk melakukan serve terakhirnya. Mendadak teriakan riuh itu berhenti seolah semua penonton turut menghentikan napas menyaksikan betapa sengitnya pertandingan hari ini. Bola hijau itu memantul sekali ke lantai dan berhasil di tangkis apik oleh lawan, wanita tersebut kembali mengerahkan seluruh tenaganya untuk menangkis bola kiriman lawan. Mata penonton juga ikut dipermainkan oleh bola yang lari dari kanan ke kiri.

            Hingga wanita itu benar-benar lelah dan melakukan tangkisan kuat yang membuat lawan pontang-panting. Dan, satu skor kembali dia terima menghantarkan dia pada kemenangan. Penonton yang sedari tadi dibuat tegang olehnya kini sudah bersorak kegirangan bukan main.

            Wanita cantik itu juga tak kalah senang segera berlari menghambur memberikan pelukan kemenangannya pada seorang pria yang sedari tadi juga gugup bukan main melihatnya bertanding.

            “Aku berhasil! Aku berhasil!!” wanita itu melonjak kegirangan dalam pelukan orang yang sangat dia cintai melebihi tenis yang sudah menjadi bagian hidupnya.

            “Kau telah bekerja keras.” Ucap pria itu turut merasakan kegembiraan. “Kesanalah! Ambilah medali emasmu. Aku akan menunggumu setelah kau selesai. Kita makan bersama.”

            Wanita itu mengangguk dan memberikan ciuman singkat pada bibir pria itu sebelum berlalu menuju podium untuk menerima medali emas yang dia raih.

***

            Na Young menggenggam erat tangan Si won saat keduanya masuk pada sebuh rumah bergaya modern, pria tersebut mafhum dan mengusap tangan wanitanya memberi sinyal jika semuanya akan baik-baik saja. Hari ini setelah pertandingan, Si Won mengajak Na Young makan malam di rumahnya bersama ayah dan ibunya. Dan ini untuk pertama kalinya Na Young bertemu dengan orang tua Si Won selama mereka berpacaran telah hampir tujuh tahun.

            “Semua akan baik-baik saja.” Ucap Si Won menenangkan lalu menggiring Na Young masuk melewati ruang keluarga dan dilihatnya ayah dan ibu Si Won sudah menunggu mereka di meja makan.

            “Ayah, Ibu!” kedua orang tersebut tersenyum menyambut Si Won. Lalu perlahan senyum dari ibu Si Won sedikit memudar ketika melihat anaknya membawa seorang wanita. “Ah iya, ini Na Young. Atlet tenis kebanggaan Negara kita. Dia baru saja mendapatkan medali emas.” Na Young menunduk memberi hormat kepada kedua orang tersebut. “Kekasihku.” Tambah Si Won dan terlihat aura tidak suka dari ibunya.

            “Ayo, duduk!” ajak ayah Si Won yang terlihat cukup ramah kepada Na Young. Si won segera menarik bangku kosong di sebelahnya dan mempersilahkan kekasihnya untuk duduk.

            “Sudah berapa lama kau mengenal anakku?” tanya ibu Si Won tajam.

            “Tujuh tahun lebih.” Jawab Si Won cepat.

          “Ibu tidak bertanya padamu Si Won! Ibu bertanya pada wanita yang duduk di sebelahmu itu!”

            “Sudah tujuh tahun lebih.” Jawab Na Young akhirnya.

            “Apa pekerjaan orang tuamu?”

            Na Young terdiam untuk beberapa saat. “Mereka sudah bercerai. Ayah pergi meninggalkan kami saat aku berusia sepuluh tahun. Dan ibu meninggal saat aku duduk di bangku SMA.” Jelas Na Young.

            “Ibu, sebaiknya kita makan.”  Potong Si Won cepat sebelum ibunya bertanya lebih banyak lagi.

            “Putraku adalah pewaris utama Hyundai. Jadi, aku harus tahu wanita seperti apa yang sedang dekat dengannya. Apakah wanita itu setara dengan kami, atau…” mata tua itu menghujam tepat pada Na Young. “Tidak.”

***

            Aku tahu jika orang tuanya sama sekali tidak menyukaiku. Tidak, ibunya yang tidak menyukaiku. Ibunya telah mengenalkannya pada wanita yang menurutnya lebih baik dariku. Lebih cerdas, lebih cantik, dan tentunya lebih bermartabat daripada aku yang hanyalah seorang yatim piatu. Satu-satunya yang mampu mengangkat martabatku adalah tenis. Tapi dia, Si Won, adalah orang pertama yang aku kenal. Orang pertama yang mau berteman denganku. Orang yang selalu mendorongku untuk menjadi seorang pemain tenis hebat.

            Aku meyakini satu hal, jika aku dan dia nyatanya memang ditakdirkan untuk bersama. Walaupun terkadang keyakinan itu kerap menipis dan perlahan mengabur.

         Semenjak ayah dan ibu bercerai dan meningggalkan kami yang kesusahan, praktis membuatku menjadi tidak percaya akan sebuah ikatan. Aku membenci ayah dan aku membenci pria, aku tidak mempercayai mereka, bahkan Si Won sekalipun. Aku mempercayai semuanya tapi tidak untuk pria.

        Jangan bertanya apakah aku mencintainya, iya, aku mencitainya tapi aku tidak bisa mempercayai dia, dan cintaku sendiri. Aku takut suatu hari dia akan pergi sama halnya ayah yang meninggalkan ibuku hingga beliau sakit dan pada akhirnya menyerah dengan hidupnya. Membiarkanku sendiri untuk tetap bertahan di kehidupan yang sangat tidak beradab.

            “Aku yakin, ibu tidak bermaksud lain. Dia menyukaimu, percayalah.” Si Won meyakinkan padaku seolah aku ini anak bodoh yang tidak tahu apa-apa.

            “Tidak apa. Aku… sudah terbiasa diperlakukan seperti itu.” ucapku seraya tersenyum. Memang, aku sudah terbiasa diperlakukan seperti itu.

            “Jangan berkata seperti itu.”

            “Aku berkata kenyataan.”

            Si Won mengehentikan langkahnya lalu menatap wajahku lekat. Udara dingin musim semi menyapu wajah kami berdua dan dia mengeratkan genggamannya pada tanganku.

            “Kau percaya padaku, kan?”

          Dalam hati aku menjawab ‘tidak’ dengan begitu lantang, tapi bibir bertolak belakang dan mengatakan, “iya.”

            “Aku akan menikahimu.”

      Aku melepaskan genggaman tangannya dan berjalan mendahuluinya. Aku sudah lelah mendengar dia berkata seperti itu. Aku hanya ingin dia membuktikannya. Iya, dia harus membuktikannya.

            “Nikahi aku. Aku beri waktu dua hari. Buat aku mempercayaimu. Aku tidak menginginkan pernikahan yang mewah, aku hanya ingin ketulusan dan cintamu dalam pernikahan itu.”

            Si Won melangkah maju dan berhenti tepat di hadapan Na Young. Tangannya terulur meraih pergelangan tanganku.

            “Kita kembali ke rumahku. Apapun yang kita lakukan, kita harus mendapat ijin dari orang tuaku.”

            Aku menghempaskan tangannya. “Bagaimana jika mereka tidak menyetujuinya?”

            “Tetap percayalah padaku.”

***

            “Ibu tidak menyetujuinya! Kau pikir pernikahan itu sebuah mainan?” Na Young tertunduk mendengar penolakan keras ibu Si Won. Pria itu bergeming di tempatnya masih dengan menggenggam tangan Na Young erat.

            “Aku mencintainya ibu! Ijinkan kami bersama!” pinta Si Won untuk kesekian kalinya.

            “Tidak! Ibu tidak menyetujuinya!”

            “Tapi ibu—“

            “Apa hebatnya wanita itu hingga kau berani melawan ibumu sendiri!” Na Young masih tidak berani menatap ibu Si Won. Dia tidak menangis, hanya diam menerima semua apa yang ibu Si Won katakan. “Aku ibumu! Yang melahirkanmu, membesarkanmu! Sekarang kau sudah berani melawan ibumu sendiri hanya karena wanita seperti itu?!”

            “Ibu!!”

            “Kau percaya pada ibu atau wanita itu? Kau percaya pada wanita yang sudah melahirkan dan membesarkanmu atau wanita yang baru kau kenal selama tujuh tahun itu? Kau pilih siapa!”

            “Sung Hwa!!” ayah Si Won sudah tidak bisa tinggal diam lagi. Pria itu segera menarik tubuh istrinya dan membawa masuk. “Hentikan! Putramu sudah besar, dia tahu apa yang baik untuknya!”

            “Dia tidak tahu apa yang baik untuk dirinya sendiri!!”

            “Lebih baik kau masuk dan tenangkan pikiranmu! Dua hari lagi pernikahan putra kita, tidak sepatasnya kau berkata seperti itu kepada calon menantumu!”

            “Kau merestui mereka? Aku tidak! Jangan harap aku akan datang ke pernikahan kalian!”

            Si Won dan Na Young mematung di tempat mereka berdiri.

        “Pergilah, nak! Bawalah dia pergi. keadaan sedang tidak baik. Ayah merestui kalian, pergilah!”

            “Ayah—“

        “Pergilah!” pria tua itu mengibas-ngibaskan tangannya menyuruh putra semata wayangnya untuk pergi membawa calon istrinya turut bersamanya.

***

            “Ini masih belum jauh dari rumahmu. Kalau kau berubah pikiran,” Na Young berhenti melangkah dan menatap Si Won lekat. “Berbaliklah, gerbang rumahmu masih terbuka lebar untukmu. Dia wanita yang sudah melahirkan dan membesarkanmu. Kembalilah untuknya.”

            “Tidak. Aku tidak akan meninggalkanmu.” Tolak Si Won cepat.

          “Mungkin ibumu benar, aku bukan wanita baik-baik. Jadi, pergilah!” bibir Na Young bergetar menahan tangis.

         “Apa yang kau katakan!” Si Won mencengkram bahu Na Young erat. “Jangan pernah berpikir aku akan meninggalkanmu!”

        “Aku kehilangan kasih sayang ibu semenjak ayah dan ibuku bercerai. Dan aku tidak ingin melihat orang yang aku cintai mengalami hal yang sama. Dan itu karena aku.”

            “Tidak, aku tidak ingin kembali. Aku mencintaimu.”

            Na Young menarik napas sejenak dan membiarkan air matanya jatuh. “Baiklah, jika memang kau tidak ingin kembali. Genggam tanganku dan kita jalan berdua. Berjanjilah padaku untuk tidak menengok ke belakang.”

            “Percayalah padaku.”

            Si Won mengusap air mata yang jatuh membasahi pipi Na Young lalu memeluk wanitanya erat.

***

One mouth later…

            Si Won berlari dengan suka cita, tangan kanannya menenteng ikan segar yang baru saja dia beli di pasar saat pulang bekerja sementara tangan kirinya menenteng bahan makanan lainnya. Hari ini dia menerima gaji pertama sebagai seorang tukang bangunan. Dia tidak sabar ingin merayakan gaji pertama hasil kerja kerasnya dengan istrinya tercinta.

            Langkahnya terhenti di sebuah rumah kecil, dilihatnya Na Young tengah menjemur pakaian di halaman depan rumah mereka yang kecil. Pria itu menghentikan langkahnya ketika melihat punggung ringkih istrinya. Semenjak keduanya menikah, tanpa dihadiri kedua orang tuanya, kehidupan mereka menjadi serba mandiri. Si Won tidak kembali ke rumah dan seolah memutuskan hubungan keluarga. Na Young juga pensiun dari atlet tenis. Keduanya benar-benar memulai kehidupan dari nol. Si Won bekerja serabutan. Saat pagi hingga sore dia akan menjadi tukang bangunan yang dibayar harian, malamnya dia akan mencari pekerjaan apapun asal mendapatkan uang. Menjadi pelayan di bar sekalipun.

            “Aku pulang!!”

         Na Young menghentikan memeras baju dan mendapati suaminya sudah berdiri di belakangnya. Wanita itu segera memeluk suaminya erat dan memberikan kecupan singkat.

        “Hari ini atasan memberikan aku gaji lebih. Jadi, aku membeli ikan dan beberapa sayur untukmu. Lihatlah, tubuhmu sangat kurus semenjak kita menikah.”

            “Aku akan memasaknya!” Na Young mengambil dua kantong belanjaan dari tangan Si Won.

            Eoh, masak yang enak!”

         Wanita itu kemudia berlalu masuk ke dalam rumah menyiapkan makanan untuknya juga untuk suaminya.

***

       Na Young sedang menunggui sup ikannya matang ketika Si Won sudah menyelesaikan mandinya lalu menghampiri istrinya tersebut dan memeluknya dari belakang. Wanita itu hanya tersenyum lembut lalu mengusap tangan suaminya yang memeluk tubuhnya erat. Hati Na Young berdesir ketika melihat banyaknya luka dan memar yang memenuhi tangan suaminya. Dia lalu melepaskan tangan suaminya dan berbalik menatap wajah lelah suaminya.

         “Tunggu di meja makan, sebentar lagi sudah selesai.” Perintah Na Young dan dijawab ciuman singkat oleh Si Won. Dia lalu menunggui Na Young di meja makan sembari memandangi punggung istrinya yang sibuk mengaduk-ngaduk sup ikan. Dia tidak tahu jika Na Young tengah menyembunyikan tangisnya.

         Ketika sup ikan sudah mendidih, Na Young buru-buru mengusap air matanya dan mengangkat panci panas tersebut menggunakan kain lap.

         “Tunggu disini sebentar.” Ucap Na Young. Dia kemudian berlalu meninggalkan Si Won masuk ke dalam kamar mereka yang kecil dan mengambil kotak P3K yang mereka punya.

         Si Won sedikit keheranan ketika istrinya keluar dari kamar dengan kotak P3K ditangannya. “Kemarikan kedua tanganmu.” Si Won menurut dan menjulurkan kedua tangannya ketika Na young memintanya. Dengan telaten dan perlahan Na Young mengobati memar dan luka di tangan suaminya itu. “Jangan bekerja terlalu keras. Aku masih bisa bekerja. Bagaimana jika besok aku bekerja di café tidak jauh dari sini? Jadi, kau tidak perlu lagi bersusah payah bekerja.”

          “Tidak. Aku tidak mengijinkanmu bekerja.” Tolak Si Won cepat. “Aku hanya ingin ada kau di rumah ketika aku pulang.”

           “Jangan bekerja terlalu keras. Aku masih punya tabungan ketika aku menjadi atlit nasional. Kita bisa menggunakannya.”

            “Jangan. Gunakan itu untuk kebutuhanmu yang mendesak.”

            “Tapi—“

            “Aku kepala keluarga disini. Jadi, ini sudah menjadi tanggung jawabku.”

            Na Young diam tidak lagi menginterupsi semua perkataan suaminya. “Bukannya aku tidak suka kau bekerja keras, tapi,” Na Young berhenti sejenak untuk menambil napas dan memandangi wajah lelah suaminya. “Aku tidak tega melihatmu bekerja berat seperti ini. Saat kita belum menikah, kau tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku merasa bersalah.”

            “Jangan pernah berkata seperti itu. Sedikit pun di dalam hatiku, aku tidak pernah menyesal telah menikahimu. Jadi, tolong, jangan katakan itu lagi, atau aku akan marah.”

            Na Young menganggukkan kepalanya kemudian memeluk suaminya erat. Kamu sudah dan sangat bekerja keras untuk menghidupiku, bahkan semejak kau lahir kulitmu tidak pernah tergores sedikit pun, orang tuamu juga tidak mengijinkanmu bekerja berat seperti ini, tapi saat menikah denganku, kau melakukan semuanya untukku, tidakkah aku merasa sangat bersalah?—batin Na Young.

        “Ayo, kita makan sup ikannya sebelum dingin! Supaya tenagamu kembali terisi dan kuat bekerja!”

***

            “Kau sedang apa?”

            “Menuliskan note.”

            “Untuk apa?”

            “Tidak ada. Hanya ingin saja.”

            “Kenapa menempelkannya di lemari?”

            “Supaya ingat.”

            “Memang kau sudah mulai pikun?”

            “Kau pasti membutuhkannya.”

            Na Young tersenyum samar menatap wajah bingung suaminya. Pagi sekali dia bangun dan menuliskan puluhan pesan dan menempelkannya pada lemari pakaian mereka.

      “Jangan lupa makan buah dan sayur. Tidak boleh minum soju dan sebagainya dan tidak merokok.” Si Won mengeryit membaca pesan Na Young. “Aku kan, memang tidak merokok!” protesnya.

            “Tapi kau suka minum! Hentikan kebiasaan itu! Aku tidak suka!”

         “Baiklah.” Si Won kembali membaca pesan-pesan yang Na Young tulis. “ Eh, kau menuliskan resep makanan juga?”

            “Itu makanan buatanku yang sangat kau suka bukan? Jadi, kau tidak boleh lupa!” ucap Na Young sarkatis.

       Kembali pria itu membaca sekumpulan pesan itu. kedua sudut bibirnya tertarik dan menunjukkan senyum yang indah ketika mendapati sebuah pesan. “When the wind blows, I hug you. When the rain pours, I cry for you.” Si Won membaca rentetan pesan itu barang sejenak. “Kenapa?”

            “Apanya?”

            “Kenapa kau aneh sekali hari ini? Bukankah aku bisa memelukmu setiap hari?”

            “Memang.”

            “Lalu kenapa menulis seperti ini?”

       “Supaya aku terlihat romantis.” Na Young tersenyhum jahil. “Apakah aku sudah terlihat romantis?” Na Young melonjak dan memeluk suaminya sembari tersenyum.

       Si Won menyentil hidung Na Young. “Aku jauh lebih romantis daripada kau cantik!” keduanya kemudian tertawa renyah. “Oh iya, aku pastikan hujan tidak akan turun agar kau tidak menangis. Sekalipun hujan turun, aku akan berada disisimu memastikan kau tidak menangis.”

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK