LUHAN menghepaskan tubuhnya ke sofa, jas ia lepaskan lalu membuka beberapa kancing kemejanya. Suasana rumah mewahnya tampak lengang.tentu saja karena rumah sebesar ini hanya di huni oleh dirinya dan ayahnya. Nuansa warna hitam dan putih sangat terasa di rumahnya yang bergaya minimalis Korea ini. Selain mereka berdua, di rumah ini ada dua pembantu yang tinggal, dua pelayan sedangkan dua tukang kebun tidak ikut tinggal, mereka biasanya pulang di sore hari.
Sekarang selera makan Luhan telah hilang, tentu saja karena otaknya selalu berpikir tentang Ji Sun, bayangan itu berlarian kesana kemari dalam kepalanya. Ia pun mulai memikirkan cara agar ia bisa membantu mantan kekasihnya itu. Ia juga tidak tahu kenapa ia sangat ingin membantu. alasan yang sangat kuat tentulah perasaanya yang masih sama terhadap Ji Sun. Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
“Kau sudah pulang ?” Hyun Jae duduk di samping putra bungsunya itu.
“Ah ne, appa.”
Hyun Jae memerhatikan Luhan, kemudian tersenyum.
“Woo Bin dan noona mu akan makan malam disini, kau cepatlah siap-siap!” Perintah Hyun Jae.
“Hmm. Hyung dan Noona akan datang... geurae .. aku akan mandi.” Luhan pun beranjak dari duduknya, dan tiba-tiba saja sebuah ide untuk menolong Ji Sun muncul di kepalanya.yang sepertinya cukup gila untuk di lakukan dalam situasi seperti ini.
***
Empat porsi steak tenderloin New Zealand sudah tersedia di meja makan. Hyun Jae , Woo Bin dan istrinya telah berada di ruang makan, mereka telah menempati kursi mereka masing-masing. Istri Woo Bin Nampak anggun dengan dress hamilnya, perutnya sudah terlihat besar di usia kehamilannya yang ke lima bulan buah pernikahan dengan Woo Bin.
“Mianhae, aku terlambat.” Ucap Luhan sambil bergabung duduk dengan yang lain. Di tengah-tengah makan malam, tiba-tiba Luhan teringat akan hal yang hartus ia bicarakan dengan ayah dan kakaknya.
“Luhan, kau terlihat tidak berselera. Wae?” Tanya kakak ipar nya melihat Luhan melamun.
“Aniyo. Aku baik-baik saja.” Jawab Luhan tersentak kaget, otaknya sekarang sedang benar-benar kacau. Ia merasa apa yang pikirkan sudah benar-benar tidak waras.
“Appa~..” Panggil Luhan dan Hyun Jae pun menoleh.
“Ne~” Jawab Hyun Jae.
“Aku ingin menikah.” Ucap Luhan sambil menghela napas panjang. Semua orang pun menoleh ke arah Luhan dan memandangnya dengan tatapan heran.
“Mwo?” Woo Bin terkejut.
“Bisa diulangi lagi perkataanmu tadi?” Hyun Jae mendelik matanya memastikan yang terdengarnya bukan omong kosong belaka.
Luhan nampak tegang, ia bahkan lebih tegang dari pada saat memimpin rapat pertama kali di kantornya ketika ia resmi menjadi seorang bos.
“Aku akan menikah.” Luhan berkata.
“geurae,dengan siapa?” Hyun Jae memerhatikan anaknya, sementara yang lain ikut memerhatikan.
“Park Ji Sun.” Jawab Luhan.
Semua yang orang yang berada di meja makan itu menghentikan aktivitasnya bersamaan, terkejut, dan sangat terkejut.
“Ini serius? Bukankah….” Woo Bin tak meneruskan kata-katanya, ia menatap ke ayahnya.
“Bukankah Ji Sun akan menikah dengan Kris?” istri Woo Bin meneruskan perkataan suaminya.
Hyun Jae menarik napas panjang, ia meletakan sendok di atas piring dengan sisa makanan yang belum sempat ia makan.
“Lanjutkan perkataanmu!” Ucap Hyun Jae kepada Luhan.
“Ji Sun dan Kris tidak jadi menikah.” Ucap Luhan.
“Kenapa?”
“Kris berselingkuh dengan Joo Yeon.” Luhan sekarang mulai lega untuk mengucapkan keinginannya.
“bukankah dia wanita yang pernah menggoda mu juga? ” Tanya Hyun Jae,sinis.
“Aku ingin membantu kesulitan Ji Sun. undangan pernikahan sudah tersebar sedangkan hari pernikahan sudah dekat.” Luhan mengalihkan pembicaraan ayah nya.
“Kau tidak memikirkan posisi ayahmu sebagai Menteri Pendidikan?” Tanya Hyun Jae.
Kini Luhan yang terdiam, dia menunduk tak bisa berkata apa-apa, tetapi dalam hatinya terus bergejolak untuk melaksanakan keinginannya.
“Apa yang akan dibicarakan masyarakat seluruh Korea tentang aku?” Hyun Jae berkata seperti membentak.
Muka Luhan memerah, sementara Woo Bin dan istrinya terdiam tak kuasa untuk mencampuri urusan pribadi Luhan, akan tetapi sebagai keluarga tentu saja ia juga menolak jika maksud Luhan membantu Ji Sun.
“Aku… aku… aku mencintainya.” Ucap Luhan dengan gugup.
Hyun Jae terdiam, ia menghempaskan tubuhnya ke dinding kursi kemudian mengerut dahinya. Pikirannya berkecamuk antara iya dan tidak, di satu sisi putra bungsunya adalah anak yang ia sayang, di sisi lain posisi seorang Menteri tidak main-main untuk dipertaruhkan dan pernikahan juga bukan sebuah permainan bukan? lalu apa hal seperti ini bisa disebut pernikahan??
“Apa kau sudah yakin apa yang kau lakukan?”
“Yakin.”
Hyun Jae tidak meneruskan perbincangan itu, ia meninggalkan meja makan dan masuk ke ruang kerjanya. Sementara Woo Bin dan istrinya memandang wajah Luhan, mereka tidak berkomentar hanya meneruskan makannya hingga selasai kemudian meninggalkan meja makan tanpa ada sedikit pun perbincangan.
Luhan sendiri menatap makanan di meja makan, bukan tanpa alasan ia memberanikan mengambil resiko yang sangat membahayakan posisi keluarganya. Cinta, mungkin itulah yang mengakibatkan semua orang melalukan hal gila, nekat bahkan mengorbankan segalanya. Cinta memang sangat diagungkan oleh para pencinta sejati, tak ada alasan bagi mereka untuk menyelamatkan tahta dan harta demi sebuah cinta.
Di saat merenung seperti itu Woo Bin kembali lagi dan duduk di depannya, menatap wajah Luhan lebih dalam, seakan mencari jawaban apa yang sedang terjadi pada adiknya itu. ia mengulurkan tangan, Luhan bengong, lalu ia menerima uluran tangan itu dan mereka berjabatan.
“Selamat!” Ucap Woo Bin.
“Untuk apa?” Luhan bingung.
“Untuk keberanian mu mengambil resiko, ternyata kau memang seorang lelaki.”
“Aku tak mengerti.”
“Aku tahu hubunganmu dengan Ji Sun dulu, berbagai masalah meliputi hubungan kalian.”
“Lalu?”
“Cinta sejati. Kau memiliki itu, kau tahu hanya orang-orang yang akan berbahagia jika mempertahankan cinta sejatinya.”
“Tapi… Ayah?”
“Aku mendukung keputusanmu. Ayah… aku pikir dia hanya butuh waktu untuk memikirkan segalanya.”
“Ji Sun tak memiliki banyak waktu, ia terpuruk.”
“Aku yakin, ia pasti bisa melewati masa-masa itu. tapi apa kau yakin dia akan menerima bantuan gila mu ini???”
“Aku bingung.”
“Lalu, jika ayah memang tidak setuju, apa yang akan kau perbuat?”
“Aku akan memaksa.”
“Seberapa kuat keyakinanmu tentang Ji Sun.”
“Maksud mu?”
“Ini tentang pernikahan bukan? Tidak setiap orang berakhir bahagia dalam menjalani pernikahan.”
“Aku yakin Ji Sun adalah calon istriku yang baik.”
“Lalu?”
“Entahlah, sejak aku putus denganya hidupku terasa hampa dan sangat menyesal.”
“Apa yang membuat Ji Sun menjadi cinta mati mu?”
“Tak bisa di jelaskan Tetapi, hatiku mengatakan seperti itu.”
“Jadi ini soal hati nurani?”
“Iya, hati nurani tak bisa berbohong bukan?”
“Selama orang yang mengikuti hati nurani tidak kalah dalam kepedihan di dunia nyata.”
“Semoga saja, kalian mengerti.”
Woo Bin tersenyum kemudian berpamitan untuk pulang bersama istrinya, sementara Luhan memandang dengan tatapan haru. Kakak yang selalu mendukung apa pun keputusannya, tak peduli itu salah atau benar yang terpenting alasan dan keyakinan dalam dirinya dapat diterima oleh akal sehat.
***
PINTU terbuka, Hyun Jae bergegas meninggalkan rumahnya tanpa sopir pribadi, ia mengemudi mobil melintasi jalan-jalan Korea yang sudah padat oleh aktivitas-aktivitas orang-orang untuk bekerja. Tak ada niatan dalam dirinya untuk pergi ke kantor, hatinya sedang gundah akibat rencana anaknya yang harus ia pikirkan matang-matang. Sebagai kepala keluarga ini sangat menyiksa hari-harinya. Maka ia memutuskan untuk bertemu keluarga Ji Sun, sebuah masa lalu yang harus dia datangi demi keselamatan keluarganya. Dulu, ketika Luhan dan Ji Sun masih berhubungan ia pernah sekali bertamu ke keluarga Ji Sun, dan ini tentu beda cerita, beda situasi juga beda keinginan.
Mobil sudah memasuki area komplek rumah Ji Sun, ia terhenti sejenak. Mengambil napas dalam-dalam dan melajukan kembali mobilnya. Hingga akhirnya terhenti di depan gerbang rumah Ji Sun. Susasana masih lengang, keluarga Ji Sun tengah bersiap-siap di dalam rumah untuk beraktivitas di kantor pagi ini.
Klakson dibunyikan, Sang Hyun yang sudah siap untuk berangkat ke kantor mendengar klakson itu, kemudian ia membuka pintu rumah. Udara pagi berhamburan menyerbu ke dalam rumah, udara segar dari bunga-bunga lili di halaman rumahnya. Ia menatap mobil itu, dalam pikirannya bertanya, siapa di pagi hari ini bertamu ke rumahnya? Ia segera membuka gerbang, mobil masuk kemudian parkir di halaman.
Hyun Jae turun dari mobil, ia menatap Sang Hyun yang terkejut ketika tahu bahwa yang datanga adalah seorang pejabat Negara sekaligus bekas calon besannya dulu. Ia gugup menghampiri..
“Annyeonghaseyo, Sang Hyun-Ssi” Sapa Hyun Jae dengans senyum yang dibuat-buat.
Menteri pendidikan itu tampak tidak canggung dihadapan Sang Hyun. Sang Hyun sendiri masih bingung atas kedatangan Hyun Jae, tapi ia pun segera mempersilakan Hyun Jae setelah berjabat tangan. Kemudian mereka duduk di ruang tamu, No Yoo Jin menghampiri dengan terkejut lalu menyediakan secangkir teh dan beberapa camilan. Sementara Ji Sun di dalam kamar, ia selalu mengurung diri di dalam kamar akhir-akhir ini.
“Maaf, jika rumah kami sederhana. Tetapi ada keperluan apa tuan datang ke rumah kami pagi-pagi sekali, sudah lama memang kita tidak bertemu, tapi… maaf, apa kami ada kesalahan di masa lalu?” Sang Hyun sungguh gugup.
“Tidak. Saya memang sengaja datang untuk membicarakan beberapa hal tentang Luhan dan Ji Sun.” Ucap Hyun Jae.
“Luhan dan Ji Sun? Saya tidak mengerti, bisa dijelaskan?” Tanya Sang Hyun semakin gugup.
“Pernikahan.” Hyun Jae menatap wajah Sang Hyun.
“Pernikahan? Saya semakin tidak mengerti? Akhir-akhir ini keluarga kami memang sedang sibuk mempersiapkan pernikahan, tapi…”
“Terancam batal bukan?” Hyun Jae memotong ucapan Sang Hyun.
Sang Hyun hanya menunduk, ia tak menjawab pertanyaan Hyun Jae.
“Dan Luhan berencana untuk menggantikannya.” Hyun Jae meneruskan ucapannya.
“Apa? Saya sungguh tak mengerti?” Sang Hyun terkejut kebingungan.
“Saya juga tidak mengerti jalan pikiran Luhan, anak bungsu saya ingin menggantikan posisi calon mempelai pria yang telah mengkhianati Ji Sun. Ini sungguh memalukan bagi keluargan saya.”
“Maaf, apa saya tidak salah dengar. Jujur saja, Ji Sun memang mengalami hal yang berat, tetapi kami tidak pernah melibatkan Luhan dalam permasalahan kami.”
“Saya tidak menyalahkan anda, hanya saja saya sendiri bingung harus berbuat apa untuk Luhan, ini masalah serius.”
Sejenak mereka terdiam, No Yoo Jin menguping dari balik pintu, ia sendiri megap-megap mendengar kabar itu. Tadinya ia berencana menuju kamar Ji Sununtuk menyambut kedatangan Hyun Jae, namun… setelah mendengar perbincangan itu ia batalkan dan memilih untuk menyimak semua perbincangan.
“Jadi apa yang harus saya lakukan?” Tanya Sang Hyun.
“Bawa pergi Ji Sun keluar Korea.” Jawab Hyun Jae.
Sang Hyun terkejut, ia memandang wajah Hyun Jae, hatinya tersinggung atas ucapan Hyun Jae seolah Ji Sun adalah pembawa virus penyakit sehingga harus diasingkan.
“Ji Sun tidak pernah melibatkan Luhan, saya paham betul masalah ini dan Luhan yang selalu berusaha memperbaiki keadaan ini. Secara pribadi, saya juga tidak setuju apa yang akan dilakukan Luhan, dan tentu saja saya juga tidak setuju jika Ji Sun harus keluar Korea, karena ini rumah kami, tak ada yang berhak mengusir kami.”
“Ini sudah keterlaluan.” Hyun Jae berang.
“Jika memang sudah keterlaluan, mengapa tidak Luhan saja yang anda bawa ke luar dari Korea.” Sang Hyun kini tak kalah berang.
“Saya akan menggunakan jabatan saya untuk membawa Ji Sun keluar dari Korea.” Ancam Hyun Jae.
“Saya tidak pernah takut.” Sang Hyun menatap tajam, ia tak menyangka seorang Menteri yang menjadi inspirasi dirinya tega melakukan hal buruk terhadap keluarganya.
“Sang Hyun-ssi, ini masalah kehormatan keluarga.” Hyun Jae semakin marah.
“Hentikan ocehan masalah kehormatan!” Luhan tiba-tiba muncul dari luar rumah, dan bergabung dengan mereka sehingga mengejutkan semuanya.
“Luhan?” Sang Hyun dan Hyun Jae terperanjat.
“Ayah, aku mencintai Ji Sun, ijinkan aku menikahinya dalam kondisi apapun. Jika memang ayah berat terhadap jabatan ayah, maka jangan publikasikan pernikahan ini dan biarlah aku memilih jalan hidupku sendiri.” Ucap Luhan.
Mereka terdiam, Hyun Jae duduk kemudian meminum teh hangat yang sudah disediakan, ia tak dapat berlaku keras dihadapan putra kesayangannya. Sementara Sang Hyun kebingungan harus memulai darimana untuk menghentikan perbincangan ini.
“Jangan sia-siakan hidup mu demi aku yang sudah hancur.” Ji Sun sudah berdiri di anak tangga. Wajahnya sembab, rupanya keributan di dalam rumah telah menarik dirinya untuk keluar dari kamar.
“Ji Sun-ah, aku masih mencintaimu dan akan selalu melindungimu,maaf kan kesalahan ku dimasa lalu” Ucap Luhan.
“Dulu dan sekarang berbeda ,semua berubah” Ji Sun tersedu-sedu.
“Hanya waktunya saja yang berbeda, tetapi cintaku tak pernah berubah.”
“Jika aku tak mencintai mu, apakah kau akan terus mendesak untuk menikahku?”
“Iya.”
“wae?”
“Karena kau sedang berdusta untuk tidak mencintaiku.”
Ji Sun duduk ditangga, ia menangis tak kuasa menahan kesedihan yang berada dalam dirinya. Luhan mendekatinya kemudian duduk di sampingnya sementara Sang Hyun dan Hyun Jae hanya terdiam menyaksikan itu.
“Tak ada kata terlambat. Kita bisa bahagia dalam kondisi yang menyedihkan.” Ucap Luhan.
“aku memang masih mencintai mu, tetapi keadaannya berbeda, aku tak ingin kau berkorban sejauh itu bahkan harus menghancurkan keluarga mu sendiri.”
“Tak ada yang menghancurkan keluarga. Ayah terlalu tegang dalam hal ini, seharusnya ia mengerti akan cinta bukan soal jabatan dan nama baik saja.” Ucap Luhan dengan suara keras agar Hyun Jae mendengar ucapannya.
“Tapi… “
“Tidak ada kata tapi, jika mereka tak mau menikahi kita, kita pergi keluar Korea untuk menikah, dan membiarkan semua orang tidak tahu apa yang terjadi,bagaimana menurut mu?”
Hyun Jae menatap Sang Hyun, matanya seolah mengatakan sesuatu, tetapi Sang Hyun tak menggubris, ia terdiam.
“Apa pendapat anda?” Tanya Hyun Jae.
“Anak-anak yang menentukan, mereka sudah dewasa.” Jawab Sang Hyun.
“Apa ini adalah kebaikan?”
“Kebaikan bukan hanya didapat dari kebaikan saja, tetapi bisa juga dari keburukan bukan?”
Hyun Jae terdiam, Luhan memapah Ji Sun mendekat kepada mereka kemudian mereka bersimpuh di hadapan orang tua mereka masing-masing. Meminta restu untuk menikah, cinta memang tak dapat dipisahkan oleh suatu apapun, bahkan waktu tidak bisa membunuh cinta itu sendiri.
“Apa kau yakin dengan perbuatanmu?” Hyun Jae bertanya pada putra bungsunya.
“Tak ada keraguan, ayah.” Jawab Luhan mantap.
“Ayah tak mengira kau memiliki perasaan cinta yang sangat dalam. Inikah cinta sejati itu? seperti ibumu yang abadi di surga.”
“Ayah mencintai ibu dengan setulus hati bukan? Seperti juga aku mencintai Ji Sun dengan setulus hati.”
“Ji Sun kemari!” Perintah Hyun Jae, Ji Sun mendekat dan bersimpuh di samping Luhan.
“Kau tidak ada keraguan bersama Luhan?”
“aku rasa begitui.” Jawab Ji Sun.
“Baiklah, Sang Hyun sebarkan undangan atas nama Luhan dan Ji Sun, buat revisi berita tentang undangan yang lama bahwa ada kesalahan cetak. Selebihnya biar aku yang mengurus agar tidak ada kesalahan pahaman. Dan ingat, nama baik Kris dan Joo Yeon juga harus kita utamakan, jangan sampai mereka mendapat keburukan atas peristiwa ini.” Ucap Hyun Jae.
Sang Hyun terkejut atas keputusan Hyun Jae, tetapi hatinya sumringah akan kabar itu, bagaimanapun juga, Luhan adalah menantu yang ia idamkan. Sang Hyun hanya mengangguk dan menunduk hormat. Ia tak dapat berbuat banyak dalam kondisi seperti ini hanya pasrah akan semua keputusan.
No Yoo Jin yang sedari tadi menguping akhirnya keluar juga, dan membungkuk tanda terima kasih serta hormat kepada Hyun Jae. Keputusan yang bijak dari Hyun Jae telah merendam segala persoalan yang semakin memuncak dan mengancam keluarganya. tentunya sebagai ibu ia sangat berterima kasih akan Ji Sun yang akan mendapatkan kebahagiaan tidak larut dalam kesedihan. Ia sendiri sangat khawatir akan kesehatan Ji Sun atas peristiwa yang menimpanya.Hati Luhan sangat lega, keputusan ayahnya sungguh membuatnya menjadi sangat mencintai ayahnya. Ia tak salah menjadikan ayahnya sebagai panutan hidup dalam segala hal, seorang yang sukses dan memiliki jabatan rela melakukan hal yang akan membahayakan posisinya demi kebahagiaan anakknya atas nama cinta.
Sepertinya Hotel Flaminggo akan disulap menjadi tempat paling bersejarah untuk Luhan dan Ji Sun. akankah mereka bahagia dengan pernikahan ini? tentu saja. cinta sejati tak pernah mati. lalu bagaimana dengan Kris dan JooYeon? mereka bahkan terlalu malu untuk menampakan diri dihadapan Ji Sun. Meskipun kata "maaf" ingin sekali keluar dari mulut mereka.
Bagaimanapun kalian bersembunyi , cinta sejati akan datang dan mencari pemiliknya. membuat orang-orang yang memilikinya sebagai orang yang paling bahagia di dunia. tapi sekali lagi , tak ada yang mulus dalam menemukan cinta sejati. semuanya butuh proses bukan?
THE END..........