home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > TRUE LOVE

TRUE LOVE

Share:
Author : lugvrls
Published : 24 Oct 2013, Updated : 27 Jan 2014
Cast : EXO - LUHAN OC - PARK JI SUN EXO - KRIS AFTERSCHOOL - JOOYEON
Tags :
Status : Ongoing
0 Subscribes |23621 Views |3 Loves
TRUE LOVE
CHAPTER 3 : TRUE LOVE (PART 3)

           Choi Luhan  mendongak ke langit setelah ia turun dari mobil nya. baby face nya sebenarnya membuatnya agak kurang cocok dengan profesi nya sebagi eksekutif muda. Ia tersenyum, dan lalu bergegas masuk ke hotel, hotel Flaminggo. Hotel yg cukup berkelas dengan segala fasilitas mewahnya. Hotel yg sudah berdiri sejak dua puluh tahun yang lalu, ini adalah milik Choi Hyun Jae, menteri pendidikan Korea Selatan. Hotel ini dikelola oleh putra sulungnya, Choi Woo Bin. Choi Hyun Jae ternyata tak hanya lihai di bidang politik maupun Bisnis, tetapi dia juga seorang kepala keluarga sekaligus ibu yang tegas di rumah. Choi Hyun Jae juga seorang ibu bagi anak-anaknya sejak dua puluh tahun yang lalu.

Dibelakangnya Cha Hye Jin bergegas cepat mengikuti. Ia sudah tak kikuk mengikuti langkah kaki Luhan yang lebar, meskipun sering tertinggal, tangannya juga membawa tablet dan buku agenda yang berisi jadwal kegiatan Luhan.

“Sekretaris Cha, nanti selama aku bersama ayah, kau tunggu di pantry.”

“oh, ne~arraseo.. Presdir ” Hye Jin tersenyum simpul.

Begitu keluar dari lift, Luhan terus berjalan bersama Hye Jin, menuju sebuah ruang VIP. Tiba-tiba Luhan melihat seorang keluar dari wedding area.

“Hyung!!” Panggil Luhan.

Pria itu menoleh dan lalu menghampiri Luhan.

“Kau mau bertemu ayah? Dia sudah datang dua puluh menit yg lalu”. Ucap Laki-laki itu  yang tidak lain adalah Woo Bin, kakak kandung Luhan.

“Ah ne~hyung. Oh ya, akan ada yang menikah di hotel kita?”

“Ji Sun akan menikah disini.” Woo Bin tampak bingung beberapa detik. Seketika itu Luhan pun terdiam. Wajah Ji Sun tiba-tiba saja muncul dihadapannya. Mengapa ia tak bercerita di taman itu? Pikirnya.

“Presdir, kau bisa terlambat bertemu ayahmu.” Ucap Hye Jin membuat lamunan Luhan berakhir.

“ah , geu .. geurae.” Luhan gelagapan.

Hyun Jae melirik jam tangannya, ia menghela napas.ia pun meraih ponselnya kemudian menekan nomor telepon, namun mereka dikejutkan oleh pintu kantor yang terbuka. Mereka langsung menunduk hormat.

“Appa~mianhae, sudah lama menunggu” Ucap Luhan.

“Kau ini sudah dewasa. Hilangkan kebiasaan terlambat!” Hyun Jae menatap anaknya.

Mereka pun memulai makan siang. Makan siang kali ini membicarakan soal perusahaan yang di kelola Luhan. Sebuah show room mobil yang sudah di kelolanya selama tiga tahun, tiba-tiba di sela-sela pembicaraan Hyun Jae menanyakan sesuatu di luar dugaan Luhan.

“Kau diundang ke pernikahanya?” Hyun Jae memandang tajam.

“Maksud appa, Ji Sun? Aniyo, aku tak di undang.. Sudahlah jangan bicarakan dia.” Luhan mencoba mengalihkan pembicaraan.

Setelah itu, tak ada pembicaraan lain selain urusan bisnis. Tetapi, tidak dengan Luhan walaupun berusaha menguasai dirinya dihadapan ayahnya tetap saja, ia tak bisa membohongi hatinya sendiri bahwa ia sungguh terpukul akan kabar pernikahan Ji Sun.

***

Luhan melangkahkan kakinya di sebuah kedai kopi yang namanya cukup terkenal di penjuru dunia, Star Bucks. Sore ini cukup ramai, Luhan pun kebingungan mencari tempat duduk seperti hatinya yang gundah. Ia berniat mencari udara segar dengan minum kopi sambil menikmati sore yang indah. Tiba-tiba matanya tertuju pada dua orang di meja dekat kaca. Merasa tak yakin dengan apa yang ia lihat,Luhan pun menghampiri meja itu, dan benar saja.

“Sehun~ah?” Serunya.

Anak laki-laki yang sedang asyik mengobrol dengan seorang gadis itu pun, tiba-tiba menoleh.

“Ah, .......... Luhan Hyung?” Sehun juga terkejut.

“Yaa !! sehun-ah kau sudah besar sekali, dia siapa? Pacarmu? Wah wah .. kau bahkan sudah punya pacar.” Ujar Luhan sambil tertawa melihat gadis di samping Sehun.

“Mwoya…. Silakan duduk!”

Luhan bergabung dengan Sehun dan mulai meneguk kopi miliknya.

“Kau tidak ingin memperkenalkan pacarmu?” Luhan tersenyum jail.

“Namanya Choi Jin Ri.” Ucap Sehun.

Luhan tertawa lagi melihat tingkah Sehun dan Jin Ri yang tampak canggung. Tiba-tiba Sehun teringat akan sesuatu. Ia merasa ia harus memberitahukannya pada Luhan.

“Mmm… uri noona…”

“Aku sudah tahu. Tolong jangan bahas dulu.” Luhan menahan ucapan Sehun.

“Jadi hyung sudah tahu apa yang menimpa noona dalam beberapa hari ini?”

“Maksudmu?”

“Ah.. aku rasa kau keliru. Pernikahan sudah dekat tapi Ji Sun mengalami hal yang sangat aneh.”

“Apa yang terjadi padanya?”

“Lebih baik kau ke rumah saja untuk melihatnya.”

“Katakan apa yang terjadi pada Ji Sun???!!”

Luhan panik ia menatap Sehun dan untuk sementara mereka terdiam,ketegangan terjadi di hati masing-masing tidak seperti sore dan suasana kota yang indah dengan orang-orang terus saja hilir mudik seolah orang-orang yang sangat ditunggu oleh seseorang di suatu tempat atau memang mereka sangat ingin mencari sesuatu di hari yang cerah ini. Sehun menarik tangan Luhan sebagai perintah untuk mengikutinya sementara Jin Ri engikuti dari belakang, namun ia memilih untuk pulang sendiri karena merasa masalah ini terlalu serius.

            Sesampainya di rumah, bel di tekan. Ding dong, Ding dong…

No Yoo Jin membatalkan langkahnya menuju dapur saat mendengar bel berbunyi. Seketika itu pula ia meletakan kotak obat di meja dan bergegas menuju pintu

 “Ah, ternyata Sehun.” Gumamnya begitu melihat ke jendela. Ia pun segera meraih gagang pintu dan membukanya.

“Eomma.. kenapa lama sekali?” Sehun menggerutu.

“Ah mianhe. Eomma baru aja memberi noona mu obat.” Jawab Yoo Jin.

Sang Hyun menghampiri sementara sesampainya di depan pintu mereka terkejut akan kedatangan Luhan bersama Sehun. Mereka tak dapat berkata apa-apa hanya menatap heran tak percaya jika Luhan sudah berada didepannya, bagaimana mungkin tidak sudah lama sekali mereka tak bertemu dengannya.

“ahjumma apa kabar? Lama tidak bertemu.” Luhan membungkukan badanya.

No Yoo Jin masih terpaku beberapa detik dan akhirnya ia pun mempersilakan Luhan masuk. Luhan tampak canggung memasuki rumah Ji Sun, maklum saja sudah setahun ia tak kemari. langkahnya ragu, sesekali ia memandangi sudut-sudut rumah Ji Sun yang tak berubah sama sekali.

“Apa kau mau menemui Ji Sun?” Tanya Sang Hyun.

“Benar.” Jawab Luhan.

“Dia ada di dalam kamarnya.” Yoo Jin menunjuk ke loteng.

Dengan perlahan kakinya melangkah menuju loteng, sesekali ia memandang foto-foto yang menempel di dinding-dinding tangga, setelah tiba di depan pintu kamar,Luhan membuka dengan perlahan. Sementara Sang Hyun dan  Yoo Jin beserta Sehun mengikuti dari belakang. Setelah masuk matanya mencari keberadaan Ji Sun. Gadis itu ada di tempat tidurnya, wajahnya terbenam diantara lutut dengan posisi menelungkup.

“Siapa yang tega membuatmu begini?” Ji Sun lalu mengangkat kepalanya dan meletakknya di pangkuan, matanya sembab.

Ji Sun membisu. Tatapannya kosong ke langit-langit kamar, tubuhnya lemas dan napasnya berat. Sementara keluarga Ji Sun menatap sendu, mereka tak kuasa berkata apa-apa dan tak bisa memberi tahu apa-apa kepada Luhan. Entah apa yang terjadi pada Ji Sun bagi keluarganya sangat misterius, Ji Sun seperti mayat hidup di dalam kamar.

            “Junnie” Teriak Luhan. ya, nama panggilan yang diberikan Luhan saat mereka masih bersama.

            Yoo Jin dan Sang Hyun saling pandang, sementara Sehun terdiam saja.

            “Kami sudah berusaha menanyakannya, tetapi ia hanya terdiam.” Ucap Sang Hyun.

            “Aku sudah tak kuasa harus melakukan apa lagi…” No Yo Jin berkata, suaranya parau.

            Luhan memeluk tubuh Ji Sun, ia menangis. Lelaki gagah itu menangis, sepertinya rasa cinta masih sangat kuat melekat dalam hatinya. Mata Ji Sun perlahan menitikan air mata, ia sadar akan kehadiran Luhan, lelaki yang pernah mengisi hatinya. Namun mulutnya perlahan terbuka, ingin mengatakan sesuatu.

            “Joo Yeon…” Ucapnya pelan.

            “Joo Yeon?” Semua orang tercengang dan saling pandang.

            “Ada apa dengan Joo Yeon?” Luhan bertanya.

            “Di… dia… hamil.” Ji Sun berkata dengan terbata-bata.

            “Hamil? Lalu… menagapa denganmu?” Luhan kembali menanyakan, ia tak mengerti.

            “Ha… hamil ... itu , anak Kris.” Ji Sun menangis dan memeluk Luhan

            Semua orang yang ada di dalam kamar terkejut, No Yoo Jin pingsan untung saja Sang Hyun langsung menangkap tubuhnya. Sementara Sehun hanya mangap saking tak percayanya. Luhan terdiam, ia mengusap-ngusap rambut Ji Sun yang tangisannnya semakin besar. Suasana di kamar menjadi kesedihan tiada tara, cahaya langit sore membias dari kaca jendela kamar. Warna langit seperti memudar mengikuti pudarnya rasa cinta Ji Sun terahadap Kris dan digantikan oleh kepedihan. Luka yang sangat dalam.

***

 

           LANGIT seoul mulai gelap, segelap suasana hati Ji Sun. Ia mendongak ke langit beberapa menit setelah keluar dari mobilnya kemudian melangkah menghampiri sebuah kedai kecil dan memesan Soju. Ia terduduk menatap kesekeliling kedai itu , sepi. Hatinya koyak-moyak, kabar yang dibawa Joo Yeon sangat memukul hatinya, ia kehilangan arah tujuan hidup. kini hari-harinya dihabiskan untuk meminum Soju.

            Ia tuangkan Soju kedalam gelasnya lalu menenggak habis. Tenggorokannya panas, perutnya hangat, malam yang gelap dan dingin semakin membuat suasana hatinya menjadi kosong, semakin kosong, ia masih tak percaya dengan apa yg baru saja ia ketahui. Dan selalu bertanya mengapa harus terjadi pada dirinya? Perjalanan cintanya tak semulus teman-temannya yang lain, apakah ini kutukan dari Tuhan? Dan ia menangis hingga matanya semakin sembab. Tangisan adalah hal yang terbaik baginya saat ini, Luhan pernah memperingatinya untuk tidak menangis ketika menjenguk dirinya yang tergolek di atas kasur beberapa hari yang lalu. Ah, Lelaki itu memang keras kepala, seakan dirinya adalah yang terbaik untuk dirinya yang terpuruk.

Sudah botol kedua tapi Ji Sun tidak melakukan apa-apa hanya termenung, aroma alkhohol sudah merasuk ke dalam pikirannya hingga terbayang-bayang apa saja yang sudah terjadi pada dirinya. Sehingga suara ponsel yang berdering tidak mengganggunya dalam lamunan, Sang Hyun terus menelepon, tapi ia tetap tak menggubris, larut dalam bayang-bayang kesedihan.

"Joo Yeon dan Kris ?" Gumannya.

Ji Sun teringat sesuatu, otaknya menampilkan gambaran masa lalu. ia mengenal Kris saat pesta ulang tahun Joo Yeon, waktu itu ia diperkenal oleh Joo Yeon disaat ia juga mengalami hal buruk dalam hubungan cintanya degan Luhan. Joo Yeon adalah teman Kris saat duduk di bangku menengah pertama. Ah, berarti Kris sudah mengenal Joo Yeon jauh sebelum Ji Sun mengenal Joo Yeon. Ada kemungkinan selama ini mereka saling menyukai dan menyembunyikan hungungan mereka dibelakang Ji Sun. dan mungkin ada motif tersendiri di balik pernikahan ini . Oh, Tuhan mengapa tak disadari itu sejak dulu. Kini Ji Sun memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Cinta Pertama? Mungkinkah Kris adalah cinta pertama Joo Yeon? Karena Ji Sun tahu betul  bahwa Joo Yeon tak akan mencari pria lain selain cinta pertamanya. Dia memang tipikal wanita yang setia dan agresif, dan jika Joo Yeon menyerahkan seluruh hidupnya kepada Kris berarti ia tak main-main dalam mencintainya. Lalu apa maksud dari perselingkuhanya dulu dengan Luhan ??? Sedangkan Kris adalah pria brengsek yang hanya mengambil kesempatan. Sialan!

Ia meneguk kembali Soju dalam gelasnya. Pikirannya terus mengembara ke sebuah masa lalu, masa-masa persahabatan dengan Joo Yeon, masa pertemuan dengan Kris dan masa kehancuran cintanya dengan Luhan. Ji Sun memejamkan mata, ia berusaha untuk tegar, memang sangat berat untuk memulai hal baru ketika diri dalam keterpurukan. Lalu bagaimana dengan pernikahannya? akankah batal begitu saja sementara undangan telah tersebar? Ini sungguh rumit, hanya Kris penyebab ini semua, dia biang keladinya. Ahh…bagaimana dengan Hotel? Bagaimana dengan gaun pengantin? bagaimana dengan undangan yg sudah disebar? Ia kembali menangis tersedu-sedu.

Semakin malam, kedai itu ramai oleh pengunjung, musik-musik mulai bertalu-talu dari musisi, musik lokal dengan perpaduan pop luar negeri. Ji Sun mabuk, kepalanya berat, tetapi rangsangan musik merangsang syaraf-syarafnya untuk berjoget. Dan musik terus saja memengaruhi dirinya.

Awalnya hanya kepalanya saja yang berjoget mengikuti irama musik, namun lama kelamaan tangannya, badannya, dan kakinya sehingga ia benar-benar berjoget di tengah-tengah kedai sambil tertawa puas. Pengunjung kedai memerhatikan, namun mereka tidak menggubrisnya malah ikut menyaksikan menonton Ji Sun berjoget-joget, bahkan ada juga yang ikut berjoget dengannya.

Ia menenggak kembali minumannya, dan meneruskan berjoget. Suasana malam yang dingin menjadi hangat. Tiba-tiba seorang pria masuk dan menarik tangan Ji Sun yang tidak lain adalah Luhan.

            “Junnie. Sadarlah!”  Ucap Luhan.

            “Mengapa kau melarangku. Pergi sana!” Ji Sun berusaha melepaskan tangannya.

          “Kau mabuk, itu tidak baik. Aku mengerti kau memiliki masalah yang berat tetapi bukan ini penyelesaiannya.”

            “Kau tak tahu apa-apa, kau tak mengerti apa-apa, kau sudah jauh pergi dan sudah tak ada di hatiku. Jangan pedulikan aku!”

            “Aku ada dihadapanmu, bagaimana kau merasa aku jauh. Aku harus membawa kau pulang, ayo pulang!”

            Luhan menarik tangan kiri Ji Sun dan berusaha menggeretnya ke luar kedai. Namun, Ji Sun tetap mempertahankan dirinya, ia terus berusaha melepaskan tangannya. Luhan tidak ingin kehilangan Ji Sun, sekuat tenaga ia berusaha menarik Ji Sun. Tiba-tiba…

            Plaaaakkkk…..

            Tamparan tangan kanan Ji Sun mendarat di pipi Luhan, suasana menjadi hening di kedai itu, semua mata memandang.

           “Lepaskan aku! Untuk apa kau peduli lagi denganku, aku sudah hancur.” Ji Sun berteriak, dan ia menangis.

            Luhan menarik napas, ia memandang wajah Ji Sun yang terus mengeluarkan air mata. Tangan Luhan  gemetar mencoba meraih pipi Ji Sun, setelah memegangnya ia mengusap air mata yang meleleh.

            “Aku berada di samping mu saat ini. Jangan merasa terpuruk.” Ucap Luhan.

            Isak tangis Ji Sun semakin nyaring, hatinya sungguh terasa nyeri dan pedih. Setiap orang pasti akan mengalami gejolak psikologi yang menurun, putus asa ketika mengalami hal seperti Ji Sun. Apalagi hari pernikahan semakin dekat dan undangan telah tersebar.

            “Aku sudah hancur.” Ji Sun menangis tersedu-sedu.

            Luhan mendekat, mengusap rambutnya, merebahkan kepala Ji Sun di pundaknya. Kemudian berbisik.

            “Kau tidak hancur, aku akan selalu melindungi. Selalu…”

            Setelah itu Luhan perlahan menggiring Ji Sun keluar dari kedai. Suara musik perlahan bunyi mengiringi mereka keluar hingga mereka menjauh, disinari bulan purnama.

 

 

TO BE CONTINUE.............

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK