Sunggyu.
Aku menatap gadis tadi pergi menjauh dengan langkah cepat. Gadis itu menggemaskan. Heeyeon, aku akan mengingat nama itu. Tak ku sangka ada gadis sejutek dia, tapi dia manis. Ku pandang sapu tangan yang Heeyeon berikan padaku untuk menghentikan darah yang mengalir dari pelipisku.
“Tadi itu siapa hyung?” suara Yongguk mengagetkan ku. Cepat – cepat ku masukan sapu tangan Heeyeon ke saku bagian dalam jasku.
“Bukan siapa – siapa.” Jawabku cepat.
“Hyung, sepertinya keadaannya semakin gawat.” Wajah Yongguk menegang, rahangnya mengeras.
“Serius?” aku memberinya satu tatapan tajam. “Tapi semua gudang aman kan?”
“Masih aman terkendali hyung. Tapi dari kondisi tadi, tidaklah bagus.”
Aku hanya memberi raut wajah paham pada Yongguk atas penjelasaan singkatnya. Sungguh pekerjaan yang sangat merepotkan. Lalu aku dan Yongguk berjalan menuju sebuah mobil sedan hitam mulus keluaran terbaru, mobil Yongguk, yang diparkirnya dipinggir jalan tidak jauh dari depan mini market.
Kami masuk ke dalam mobil dan duduk dengan nyaman. Yongguk duduk dibalik kemudi dan menjalankan mobil, membawa kami menuju gudang penyimpanan milik Tuan Nam, bos kami. Dan mobil sedan itu pun meluncur ke arah dermaga.
Melihat Yongguk seperti sekarang ini aku merasa kasihan. Di usianya yang seharusnya ia masih bisa melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi dia malah terjebak dengan orang – orang seperti ku.
Ya entahlah kusebut apa pekerjaanku ini. Aku menjual sesuatu yang tidak bisa kau temukan di toserba mana pun. Mereka di luar sana menyebut ku dan teman – teman ku gangster lah bahkan mafia. Aku tahu seharusnya tak seperti ini kehidupan yang kujalani, tapi aku terpaksa.
Pikiranku pun kembali ke masa lalu. Dimana aku hanya seorang pelajar sekolah menengah biasa. Dikagumi karena suara ku yang menurut teman – temanku merdu. Menjalani kehidupan yang menyenangkan, belajar dan bermain dengan teman – teman. Semuanya terasa normal.
Tapi semua itu berubah. Ayah ku bangkrut, perusahaannya pun ditutup. Keluarga ku terpaksa pindah dari rumah lamaku. Tak lama kemudian ibuku jatuh sakit, aku tak tega melihat tubuh lemahnya terbaring tak berdaya di atas kasur rumah sakit. Bahkan ditambah dengan beberapa selang. Sungguh pemandangan yang sangat menyayat hati.
Ayahku yang bodoh itu membuat keputusan yang tak akan pernah ku maafkan seumur hidupku. Masih teringat jelas, memori – memori itu. Ketika para lintah darat mendatangi apartemen bobrok pengganti rumah keluarga ku yang dulu.
Ayah telah terlibat hutang dengan mereka. Membayar sekolah dan biaya rumah sakit ibu pun sangatlah sulit. Ayah menambahkan penderitaan dengan berhutang dengan orang – orang licik itu.
Dan aku, sebagai pengganti semua hutang – hutang ayahku. Ayah menyerahkan ku sebagai pengganti semua hutang – hutangnya. Mempekerjakan diriku selama seumur hidupku, mengabdi pada lintah darat tamak ini.
“Hyung~.” Suara Yongguk membuyarkan lamunanku. “Ku dengar Jihyun mulai berulah lagi.”
“Jihyun? Kenapa lagi dia?” terbayang di kepala ku sesosok gadis muda berambut hitam panjang, berkulit putih, hidungnya mancung dengan bibir mungil. Aku akui dia terlihat cantik, tapi kelakuan seperti putri raja. Nam Jihyun, putri bos ku.
“Dia masih merengek menginginkan mu hyung. Kau tahu kan hyung seberapa besarnya obsesi Jihyun pada mu? Aku heran kenapa orang baik seperti kau harus terjebak bersama gadis manja itu.”
“Aku tidak peduli padanya. Tugas ku disini bukan untuk mengurusi obsesinya, tapi untuk menebus semua yang pernah terjadi.”
Tatapan ku kembali menerawang ke luar jendela mobil, sementara Yongguk terus mengemudi dalam diam. Tapi tatapan Yongguk tiba – tiba terpaku pada spion mobil. Ia memerhatikan sebuah mobil jeep hitam yang ada di belakang mobil sedan yang kami tumpangi.
Aku yang tadinya tidak memperhatikan kaca spion mulai mengikuti Yongguk, fokus menatap spion mobil. Ku perhatikan mobil jeep hitam itu mengikuti sedan yang kami tumpangi. Mobil jeep hitam itu pun tidak berusaha mendahului sedan kami, padahal jalanan yang dilalui sangat sepi.
Ketika mobil yang kami tumpangi hampir mencapai dermaga, tiba – tiba wajah Yongguk menegang dan dia membanting stir ke arah kanan, memutar kemudi sehingga mobil yang kami tumpangi berhadapan dengan jeep hitam itu. Jeep hitam itu pun berhenti secara perlahan. Seseorang keluar dari dalam jeep sambil memutar-mutar sebuah senapan di tangannya.
“Kalian tahu apa yang sudah kalian lakukan?” teriak pria itu sambil memutar – mutar senapan.Bertubuh jangkung dan kurus dengan jas yang sepertinya satu ukuran lebih besar dari ukuran bajunya, pria itu terlihat sangat rapuh. Ia berjalan perlahan ke arah mobil yang aku dan Yongguk tumpangi.
Disebelahku Yongguk mulai menyiapkan senapan otomatis, perlahan memakai sabuk pengaman mobil. Tangannya mulai meremas kemudi dengan kerasnya. Aku tahu ini pertanda buruk, ku perhatikan pria itu berhenti sekitar 3 meter di depan jeep nya.
“Letakan senapan mu Yongguk. Biar aku yang urus.” Yongguk menggangguk pelan tanda mengiyakan.
Ku siapkan senapan otomatis berperedam suara. Ketika aku ingin mengangkat senapan beberapa mobil hitam lainnya bermunculan dari belakang jeep itu. Sepenglihatan ku ada sekitar empat mobil lagi. Suara decitan ban mobil karena rem mendadak memecahkan kesunyian.
Yongguk tiba-tiba menginjak gas, dan membuat mobil sedan hitam mulusnya berjalan mundur, membanting setir hingga mobil kembali membelakangi jeepdan gerombolannya. Suara decitan ban memekakan telinga disusul dengan suara – suara ledakan yang keluar dari senapan – senapan yang berasal dari gerombolan mobil di belakang.
Yongguk terus memacu mobil yang kami tumpangi. Saat ku lihat speedometer, jarum terus menanjak melewati angka seratus. Suara – sura peluru yang ditembakan membelah langit. Suara gerombolan mobil meraung – raung dibelakang.
Ku coba untuk menyerang gerombolan yang ada di belakang dengan sembarang menembak ke arah belakang mobil. Sesaat menembak ke arah belakang, beberapa detik kemudian menundukan kepala di dalam mobil untuk menghindari peluru – peluru yang ditembakan oleh orang – orang yang ada di belakang.
“Hyung! Bannya!” tiba – tiba Yongguk berteriak. Benar saja ban belakang mobil yang kami tumpangi telah terkena peluru. Mobil mulai kehilangan keseimbangannya. Suara velg ban yang terseret memekakan telinga.
Yongguk kehilangan kendali, mobil yang kami tumpangi mulai menabrak pembatas jalan. Guncangan yang ku rasakan begitu hebat, aku menutup mata, pasrah. Beberapa saat kemudian aku merasa tubuhku terhempas keluar mobil dan mendarat di atas jalan aspal dengan posisi menelungkup.
Ku buka mata ku perlahan, di kejauhan mobil – mobil tersebut hampir mencapai tempat ku berada. Lalu ku alihkan pandangan ku mencari Yongguk. Ku lihat ke arah mobil, mobil yang aku tumpangi tadi terbalik. Bisa kulihat ban mobil berputar perlahan di udara. Sementara di dalam mobil aku melihat Yongguk, antara sadar dan tidak terjebak dibelakang kemudi, masih mengenakan sabuk pengaman.
Ku berusaha berdiri, walau pun sedikit terhuyung. Dadaku terasa sesak, mungkin akibat terhempas dari mobil. Lalu aku mencari senapan yang tadi aku pegang. Untunglah tidak terpental jauh, kurang lebih satu meter dari ku. Ku ambil senapan itu dengan tertatih. Berusaha berjalan menghadapi gerombolan mobil – mobil yang sekarang sudah terhenti dan menatap ke arah ku.
Untuk melindungi Yongguk, aku berjalan menjauhi mobil yang terbalik dan mulai mengeluarkan asap. Aku berharap Yongguk segera keluar dari mobil itu. Karena perasaanku tak enak, mungkin saja sebentar lagi mobil itu meledak.
Bukannya aku ingin menjadi super hero atau pemeran utama dalam sebuah drama TV, tapi inilah hidup ku. Selalu bermain dengan nyawa. Mungkin kalian semua fikir ini keren, tapi tidak sama sekali untuk ku. Karena disini lah hidup ku terletak, di ujung tanduk. Bisa saja aku mati lima menit lagi atau bahkan sekarang. Ku hela nafasku.
Orang – orang mulai turun dari gerombolan mobil hitam itu yang dipimpin oleh jeep yang ditumpangi pria kurus aneh itu. Ada yang membawa senapan otomatis, laras panjang, pemukul base ball, sampai balok kayu entah apa bentuknya. Tidak lupa sempat ku lihat ada yang membawa linggis. Mereka semua menatap ku bengis.
Ku angkat senapan dan mulai menembak ke sembarang arah dengan sisa peluru yang ku punya. Mereka masih saja terus menyerbu ke arah ku. Ku lihat si pria kurus rapuh itu tersenyum licik ke arah ku. Ingin sekali ku lumat pria kurus itu menjadi kentang tumbuk. Tapi tiba – tiba ku rasakan sesuatu membentur kepala ku, ku rasakan di sekelilingku berputar dan semuanya menjadi gelap.