"Yoora, lekas ganti pakaianmu. Kita ke Asan Medical Center sekarang." ujar Siwon tiba-tiba masuk kedalam kamarku lalu bergegas keluar.
"O-o-oppa, ada apa?" tanyaku mengejar Siwon.
"Jonghyun telah pergi. Kita harus memberikan penghormatan terakhir untuknya." jelas Siwon membuat hatiku hancur berkeping-keping.
Aliran darah didalam tubuhku seketika berhenti bekerja. Sekujur tubuhku terasa kaku. Aku tak percaya dengan apa yang barusan aku dengar.
Siwon beranjak menuruni anak tangga. Sementara aku masih berdiri kaku didepan pintu kamar, berpikir bahwa apa yang diucapkan Siwon itu tidak benar.
"Nggak. Nggak mungkin. Jonghyun..oppa." rintihku mengepalku kedua tanganku keras.
***
Asan Medical Centre, Songpa-gu, Seoul.
Siwon memarkirkan mobilnya. Lalu bergegas keluar mobil dan membukakan pintu mobil untukku. Dilihatnya aku sedang menangis dan tak mau keluar mobil.
"Yoora, ayo!" ajak Siwon tapi tak kugubris.
Dirinya sabar menungguku hingga aku benar-benar siap menerima kenyataan . Tak perlu waktu yang lama, akhirnya aku keluar dari mobil. Siwon menutup pintu mobil lalu dipandangnya diriku.
"Oppa tahu ini memang sulit untuk dipercaya. Bahkan oppa berulang-ulang kali meyakinkan bahwa kabar ini bohong tapi...," ungkap Siwon menundukkan kepala sejenak. Pria didepanku mengelap air mata yang jatuh dikedua pelipisnya. Kemudian dirinya mengangkat wajahnya, menarik tubuhku, memelukku.
"Uljimaaaa...," ucapnya.
Aku tahu oppaku pasti sangat terpukul dengan berita ini, tapi dia berusaha mencoba untuk menenangkanku.
"Uljimaaa..," terus dan terus kata-kata itu keluar dari mulutnya, membuat tangisku semakin menjadi.
Tepukan pelan tangan kirinya dipunggungku tidak membuatku berhenti menangis.
"Oppa aku mohon bangunkan aku dari mimpi ini. Ini mimpi kan? ini pasti mimpi kan? Oppa jeballl...bangunkan akuuuuu..,," isakku semakin menjadi. Membasahi bagian pundak jas Siwon.
Siwon terlihat tegar meskipun hatinya terpukul. Tak kuat menahan rasa sedihnya, Siwon pun mengeluarkan airmata dan menangis tak bersuara. Meskipun dia menyembunyikan itu, tapi aku bisa merasakannya.
***
Diluar sudah banyak fans-fans yang berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir bagi Jonghyun. Juga sudah banyak awak media yang meliput.
"Kau siap?" tanya Siwon.
Aku mengangguk pelan.
Siwon meraih tangan kananku.
"Aku bisa sendiri oppa. Oppa duluan saja, nanti aku berjalan dibelakangmu." jawabku.
Siwon mengangguk lalu melepaskan genggaman tangannya.
"Kaja." ujarnya.
Akhirnya aku dan Siwon berjalan masuk kedalam gedung secara tidak bersamaan. Dengan mata sembab, hidung dan kuping berwarna merah, tanpa riasan make up dan rambutku terurai , aku sudah tidak peduli dengan kilauan cahaya lampu dari kamera awak media yang tak hentinya mengambil gambar.
Mendengar tangis yang meraung-raung para fans yang berada diluar gedung bahkan sampai masuk kedalam gedung, membuatku dirundung airmata. Aku berjalan menunduk sambil menutupi sebagian wajahku. Menaiki ekskalator menuju aula pemakaman.
"Itu Yoora adiknya siwon." ungkap salah satu fans yang berdiri dekat ekskalator.
"Terlihat dia sangat terpukul." ungkapnya lagi.
"Adik Siwon? Bekas pacarnya Luhan?" salah seorang temannya bertanya.
"Iya." angguknya.
"Kenapa dia datang sendiri? tidak ditemani siapapun." ujarnya melihatku keatas ekskalator.
"Tadi ada kakaknya. lalu tak lama dia."
"Ooh..,"
"Ini pertama kalinya aku lihat adiknya Siwon secara langsung."
***
Tiba di aula pemakaman, aku menulis namaku dibuku tamu. Lalu dipersilahkan masuk untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mendiang Kim Jonghyun.
Menyalakan dupa di atas meja depan peti almarhum, kemudian membungkukkan badan di depan foto almarhum dan keluarganya lalu mengucapkan bela sungkasa.
Sebelum pergi, kupandang foto Jonghyun kembali. Mengenang semua kenanganku bersamanya. Saat dia kesal, marah, dan menyenangkan.
"Wae?" tanyaku pelan memandang foto Jonghyun.
"Wae?" tanyaku pada diri-sendiri.
"Bagaimana bisa aku tidak menyadari kesulitanmu? Kau pria yang ceria, pria yang selalu membuatku kesal diantara member-member yang lain. Dan saatku dapat kabarmu, kabar ini yang aku dapat." ucapku tak kuasa menahan air mata.
"Ternyata aku tidak mimpi. Aku benar-benar melihatmu dalam...," kuhembuskan nafas, tak kuat dengan yang apa yang kulihat dihadapanku sekarang.
"Maafkan aku oppa..," dengan kepala menunduk, aku menangis. Kali ini air mataku mengalir dengan derasnya.
Siwon yang sadar, aku terpuruk, berjalan menghampiriku. Lalu merangkulku, membawaku keluar aula. Kukeluarkan amplop dari dalam jasku dan kutaruh amplop itu ke tempat yang sudah disediakan.
Diluar aula, datang Minho menghampiriku dan Siwon. Siwon memeluk Minho dan memberikan kata-kata semangat untuknya.
Selepasnya, Minho memelukku.
"Yoora, terima kasih kau sudah datang." ucapnya tersenyum.
Minho oppa, pria yang luar biasa. Dalam keadaan seperti ini, dirinya masih dapat memberikan senyum terhadap para pelayat yang datang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada mendiang Jonghyun.
Aku salut dan tersentuh saat melihat senyumnya.
"Yoora masih shock. AKu akan antarkan dia pulang dulu. Kau harus kuat ya Minho?" ujar Siwon memegang pundak Minho sesaat lalu pergi meninggalkan tempat.
"Neee hyung. Gomawo." jawab Minho melambaikan tangan lalu bergegas masuk kembali kedalam aula pemakaman.
***
21 Desember 2017...
Sejak pukul 4 pagi, aku sudah berada Asan Medical Center. Menunggu Siwon yang berada di aula pemakaman, aku lebih memilih menunggunya di loby. Hari ini Jonghyun akan dimakamkan.
Kutengok keluar, sudah banyak awak media berkumpul dan para fans.
Seseorang menyentuh pundakku. Saatku tengok, rupanya Siwon.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Aku mengangguk pelan.
"Banyak hal yang harus oppa bantu diatas. Tapi oppa juga khawatir denganmu. Kau benar tidak mau ikut oppa?"
Aku menggeleng pelan.
"Jika aku ikut denganmu. Yang ada aku akan membuatmu lebih khawatir."jawabku.
Siwon terlihat seperti mengerti.
"Baiklah. Kalau gitu, lebih baik kau temui Onew. Sejak kemarin, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri. Oppa takut dia kenapa-napa. Oppa mengerti bagaimana berada diposisinya." ujar Siwon.
Hari ini oppaku sedikit berbeda dari yang kemarin. Rambutnya berantakan, dengan poni kedepan. Mukanya tampak layu, dan sedih. Benar-benar bukan Siwon yang selalu memperhatikan penampilan.
"Ya? Kau lebih baik temui dia. Jangan berada disini. Disini terlalu banyak awak media." ucapnya lagi.
Kuanggukan kepalaku.
***
Aku memasuki ruangan. Kudapati Onew sedang tertunduk diam.
Aku berjalan menghampiri dengan langkah gontai. Tepat didekatnya, aku duduk disampingnya. Onew sadar akan seseorang disampingnya. Ia menoleh, memandangku.
Meski poninya menutupi matanya, terlihat matanya sembab dan disekitar area matanya berwarna merah kepink-pinkan.
"Hi?" hanya kata-kata itu yang bisa aku sampaikan kepadanya sambil mencoba tersenyum dengan air mata yang sudah membendung.
Onew tak membalas sapaanku, hanya memandangku. Tak lama mulut Onew bergetar, kali ini ia bersuara. Yakni suara tangis yang kudapat. Onew menangis didepanku.
Tak kuasa melihat dirinya sangat lemah, kuraih kepalanya untuk bersandar dibahuku. Tangisan Onew semakin menjadi. Hingga aku bisa merasakan air matanya jatuh kebajuku.
Sama halnya, aku tak kuasa membendung airmataku. Aku dan Onew menangis tak karuan.
***
"Kau harus kuat." ujarku memberikan semangat ke Onew.
Onew sedang mencoba mengontrol dirinya untuk tidak menangis. Wajahnya begitu memerah.
"Aku tahu, ini sangat berat untukmu. Terlebih kau leader. Tapi kau tidak boleh menyalahkan dirimu terus. Ini bukan salahmu." jelasku.