“Perkenalan kecil ini awal dari kisah kita”
Sebuah mobil mewah terpakir di sekolah SMA Altamevia di kawasan Jakarta Selatan. Dari dalam sana muncul seorang pemuda berwajah tampan, ia menyelempangkan tas lalu berjalan menuju kelasnya. Semua pasang mata menatapnya, mengagumi karismanya yang terpancar dalam sosok jangkung yang kini berjalan dengan cool. Sorot mata yang dapat membunuh siapa saja yang melihatnya terpasang jelas, hal itu membuat kaum hawa menggigit bibir dan menelan ludah masing-masing.
Pemuda itu sendiri hanya acuh melewati mereka semua. Tatapan dingin terus diumbar selama ia berjalan menyusuri koridor Altamevia. Sudah biasa, bahkan terlalu biasa. Dari awal pemuda itu menginjakkan kaki di tempat ini, semua sudah mengenal si ‘Ice Man’ ini. Sayangnya hal itu tidak menjadi masalah besar, justru pengagumnya semakin banyak. Bak artis , ia punya beberapa atau bahkan banyak orang yang mendedikasikan diri sebagai ‘fans’. Tak ayal mereka selalu ingin tahu semua tentangnya.
Langkahnya semakin pelan saat dirasa pemuda ini sudah hampir sampai di kelasnya. Kelas XA, kelas unggulan di Altamevia. Bukan untuk membuat kasta, namun untuk membuat mereka berlomba-lomba meningkatkan prestasi. Suasana riuh di kelas XA taka da bedanya dengan kelas-kelas lain, aktivitas mengerjakan PR di kelas juga masih menjadi tradisi,namun anak-anak ini mampu menempatkan diri sebagai siswa unggulan. Pemuda ini masih terus acuh dan melenggang masuk lalu mencari bangkunya, di pojok paling belakang. Bangku yang memang sangat dikeramtkan, taka da yang berani duduk disana karena mereka tau ini adalah tempat duduk si ‘Ice Man’.
“ Dave! Heh kulkas! “
Pemuda itu mendongak dan melempar tatapan malas. Ah siapa lagi yang dapat memanggilnya seperti itu kecuali sahabatnya, Yuta. Pemuda ini memang mempuyai dua sahabat. Yuta dan Jihoon, namun Jihoon sedikit sama dengannya, bersikap cool meskipun masih bisa beramah tamah.
Dave Alison. Anak dari pemilik perusahaan Media Group, sebuah perusahaan tekstil yang terkenal di Asia. Selain itu, keluarga dari ayah pemuda yang biasa dipanggil Dave ini merupakan pendonor tetap Altamevia. Tentu membuat kedudukan Dave disini berpengaruh besar.
“Apa?” sahut Dave malas-malasan
“Katanya di sekolah kita bakalan ada anak baru. Cewek , man! “ Seru Yuta dengan wajah tanpa dosa. Ia bahkan masih sempat menggoda Dave dengan memainkan kedua alisnya.
Dave sendiri tak berminat, pemuda itu menyibukkan diri dengan iPad yang sekarang terlihat lebih menarik disbanding mendengarkan ocehan tak penting Yuta. Sahabatnya itu melotot melihat Dave tak menggubrisnya sama sekali.
“Bego lo , Yuta! Harusnya ngga usah ngomongin masalah cewe sama ini bocah!” omel Yuta pada dirinya sendiri.
Yuta menyesali mengapa harus mengadu ke sahabatnya yang satu ini. Dave memang selalu bersikap dingin meskipun gadis itu secantik Selena Gomez atau bahkan Kristen Stewart. Padahal ia punya ‘good looking’ untuk mendapatkan wanita manapun.
Tak lama kemudian, Jihoon datang dengan muka bantal. Bisa dipastikan semalam ia diajak menemui clien orang tuanya. Jihoon sama dengan Dave, ia merupakan pewaris tunggal Jupiter United, sebuah perusahaan tak kalah tenar dengan Media Group. Yuta sendiri memang tak berasal dari keluarga terkenal seperti kedua sahabatnya tetapi ia termasuk golongan anak orang kaya.
“Acara apa?” Tanya Yuta
“Acara pernikahan anak temen bokap,” jawab Jihoon sekenanya
“Mereka berusaha menarik perhatian lo?” tebak Yuta seperti biasa.
Yang ditanya demikian hanya mengangguk acuh, mengerti bahwa yang dimaksud ‘mereka’ adalah kumpulan gadis-gadis menor yang menyukai Jihoon atau menyukai itu hanya sebuah modus. Faktanya semua orang tahu bahwa Jihoon adalah pewaris tunggal.
“ Jam pertama siapa? “ Tanya Jihoon. Yuta menggeleng lalu nyengir, ia memang lebih banyak melupakan jadwal pelajaran meski selalu belajar.
“Dasar!”
Jihoon mendesah lantas duduk di bangkunya. Ia sempat melirik Dave yang asik mendengarkan musik dengan mata terpejam di belakang bangkunya.
Tak lama kemudian bel berbunyi nyaring. Mereka semua memperbaiki cara duduk lantas menantikan siapa guru yang akan masuk di kelas XA, ah mungkin bagi ketiga pemuda cool ini. Tiba-tiba pintu terbuka, Dave mendesah ketika tahu siapa yang akan mengajar. Pak Chiko. Guru paling aneh di mata Dave, pria ini selalu saja memperhatikan Dave di setiap pelajarannya karena tak ingin pemuda itu ‘asik’ dengan dunianya dan tidak memperhtikan pelajarannya.
“ Sebelum kita mulai pelajaran, saya membawa teman baru untuk kalian,” ujar pria berkumis tebal itu.
Kelas mulai bising dengan desas-desus yang sibuk menerka siapa teman baru mereka. Sampai seorang gadis masuk dengan wajah polosnya. Ia berdiri di depan, menatap teman barunya satu persatu.
“ Perkenalkan diri kamu “ Gadis itu terkesiap lantas mengangguk kikuk.
“ Nama saya Aleysia Andara , biasa dipanggil Aleysia. Saya pindahan dari Bandung. Mohon bantuannya utuk beradaptasi dengan Jakarta.” Ujar gadis itu yang ternyata bernama Aleysia.
“Baiklah Aleysia, kamu duduk dengan…” Pak Chiko mengedarkan pandangannya. Semua bangku terlihat ada penghuninya kecuali disamping Dave, pemuda yang selama ini tak luput dari pengawasannya ketika pelajaran.
“ Kamu duduk dengan Dave,”putusnya.
Pemuda yang sedari tadi acuh bahkan tak peduli dengan perkenalan bodoh di depan itu terkesiap ketika namanya disebut. Ia yakin Pak Chiko menyuruh anak baru itu duduk disampingnya.
“Nggak. Saya nggak mau.” Kelas mendadak hening sekali.
“Kenapa? Bangku yang tersisa hanya disebelahmu Dave. Saya tidak mau tahu, Aleysia duduk di samping kamu dan saya akan segera mengajar. Jangan membantah!” Dave pasrah. Percuma berurusan dengan Pak Chiko. Guru itu satu-satunya yang dipatuhi Dave karena memperpanjang masalah dengannya sama saja bunuh diri.
Gadis bernama Aleysia itu mengangguk ragu lantas melangkah menuju bangku pojok belakang. Ia bisa melihat dengan jelas sorot mata yang menegaskan bahwa ia tidak suka atas kehadirannya.
Selanjutnya Pak Chiko menjelaskan tentang struktur hewan. Kelas selalu tenang disetiap mata pelajarannya, taka da suara kecil apapun meski itu suara semut yang terjatuh. Itu yang membuat Dave tak suka, terlebih taka da yang berani membantah Pak Chiko termasuk dirinya.
“Jadi… di sebelah sini namanya…”
Dave sama sekali tidak mendengarkan celotehan pria itu. Diam-diam ia melirik gadis baru di sebelahnya, kalau tak salah dengar Pak Chiko memanggilnya Aleysia. Menurut Dave, nama itu terlalu berlebihan untuk gadis yang biasa-biasa saja.
Sibuk memperhatikan Aleysia, pemuda itu tak sadar bahwa ia mulai terfokus pada gadis di sampingnya yang terlihat polos. Sampai tiba-tiba Aleysia mengalihkan matanya ke samping, tatapan mereka bertemu. Dave buru-buru mengalihkan perhatiannya dan menyesali kejadian barusan.
“ Pertemuan cukup sampai disini. Minggu depan kita akan mempelajari tentang cacing , jadi saya minta tolong persiapkan diri kalian supaya tidak merasa jijik. Terimakasih. “
"Cafetaria!" seru Yuta sambil memasukkan bukunya kedalam laci meja.
" Makan mulu otak lo!" sahut Jihoon
"Bodo amat. Gue kan menikmati hidup," balas Yuta asal-asalan.
Jihoon berdecak lalu menolehkan ke belakang mejanya. Yuta melakukan hal yang sama.
"Yuk, Dave!" Dave mengangguk.
"Minggir." Aleysia yang sedari tadi diam hanya menurut lantas berdiri untuk memberi jalan Dave yang duduk di pojokan.
"Mau ikut?" tawar Yuta. Pemuda itu lanjut mendapat pelototan dari Dave dan Jihoon. Aleysia yang melihat itu menggeleng ragu, ia memang ingin mengiyakan namun melihat reaksi kedua pemuda itu membuatnya enggan.
"Udah lo ikut aja. Ayo." Yuta hanya acuh lalu menarik pergelangan tangan Aleysia.
Gadis itu yang belum siap ditarik hanya pasrah. Terlebih pasrah jika nanti Dave dan temannya itu menerkam dirinya habis-habisan. Ah terlalu berlebihan memang tapi keduanya memperlihatkan sorot mata yang justru membuat Aleysia ketakutan.
Sampai di Cafetaria, Aleysia mengerutkan kening ketika mereka berempat menjadi pusat perhatian. Semua pasang mata menatap tajam kearahnya. Apakah kurang cukup ia mendapatkan tatapan tajam dari Dave dan temannya? Aleysia mendesah kasar. Berada di lingkup seperti ini tak disukainya.Seharusnya ayahnya menempatkan dirinya di sekolah yang biasa saja, bukan Altamevia.
"Acuhin aja," ujar pemuda yang menarik Aleysia. Entah Aleysia tak tahu namanya.
"Yuta" Sepertinya pemuda itu mengetahui jalan pikiran Aleysia. Ia menjabat tangan Yuta. " Aleysia"
"Yang itu Jihoon. Yang duduk sama elo pasti tau kan? Dave Alison panggilannya Dave." tambah Yuta.
"Oh"
"Udah ngomongnya? Buru pesen " ujar Dave dengan nada dinginnya. Yuta sendiri nyengir lalu memanggil waiter.
" Mau pesen apa? " Tanya Yuta pada Aleysia
"Apa aja," Jawab Aleysia sekenanya.
Setelah menyebutkan pesanan mereka, meja mereka tampak hening.Tak ada yang berusaha membuka percakapan. Dave sibuk dengan iPod miliknya, ia sedang mendengarkan lagu dari benda itu. Jihoon hanyut dalam lamunannya sedangkan Yuta mengetuk ngetuk jarinya di atas meja.
"Boleh nanya sesuatu?" tanya Aleysia ragu
"Hmmm... boleh" Jawab Yuta
" Kenapa mereka ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Aleysia polos. Yuta hampir meledakkan tawanya namun ia tahan sehingga pemuda ini hanya terkekeh geli. Diam-diam Dave dan Jihoon ingin tertawa juga. Dave memang memakai earphone tapi iPodnya mati.
"Mereka iri karena lo bisa duduk disini," jawab Yuta yang membuat Aleysia bingung.
" Duduk di tempat ini bisa dapet hadiah?" Lagi-lagi Yuta ingin tertawa mendengarnya.
"Iya. Hadiah karena bisa sedekat ini sama kita," sahut Jihoon tiba-tiba.
"Hah?"
Tak lama kemudian, waiter datang mengantarkan pesanan mereka sehingga percakapan aneh tadi ditunda. Mereka asik menikmati pesanan masing-masing sampai Yuta membuka mulutnya hendak bicara.
"Lo tau Media Group dan Jupiter United?" tanya Yuta.
"Perusahaan yang terkenal di Asia. Dave dan Jihoon ini anak dari pemilik perusahaan itu makannya mereka ngeliatin lo kayak gini amat," lanjut Yuta. Aleysia nampak tidak berminat membicarakan Dave dan Jihoon.
"Oh"
Yuta ternganga mendengarnya termasuk Dave dan Jihoon. Aleysia hanya mengatakan 'oh' dan itu sungguh di luar dugaan mereka karena biasanya gadis manapun yang mendengar hal ini selalu saja heboh dan ingin mendekati salah satu dari Dave dan Jihoon. Tapi ini? Bahkan mereka sempat mengira Aleysia sedang bersandiwara supaya tidak diusir dari meja ini tetapi sama sekali tidak ada sorot pura-pura di matanya.
" Lo serius cuma bilang oh?" tanya Jihoon
Aleysia sempat kaget mendengar Jihoon menyahut pembicaraannya dengan Yuta untuk kedua kalinya namun berusaha ia sembunyikan. Pemuda ini diam-diam menguping? Ah tentu saja tidak. Percakapan mereka kan tidak dengan bisik-bisik.
" Memang aku harus bilang apa? Lompat-lompat sambil teriak gitu karena aku bisa satu meja sama kamu? Aku ngga senorak itu," ketus Aleysia. Sepertinya gadis ini mulai mengeluarkan sifat aslinya.
" Haha. Oke! Lo berhasil menembus dinding es gue. Mulai sekarang kita teman " Jihoon berkata dengan ramah, tidak dengan nada dingin seperti tadi.
" Hhmmmm... aku pikir-pikir dulu"
"Heh!" Jihoon merengut mendengarnya. Ada gitu mau berteman dipikir-ikir dulu?
"Haha iya iya. kita teman," tambah Aleysia.
Yuta terkekeh geli. Ia paham benar sosok Jihoon seperti apa. Ia lebih mudah berteman dibanding Dave, asal teman baru itu tidak norak ketika mengetahui status Jihoon, maka dengan mudah ia akan menjadi teman Jihoon.
Dave sendiri tidak ada tanda-tanda untuk memberi peryataan seperti Jihoon. Yuta lebih mengenal Dave, pemuda itu lebih besar gengsi. Dengan sengaja Yuta menyenggol lengan pemuda itu.
"Apa?" tanya Dave malas.
"Jangan bodoh! Lo tau maksud gue,"Jawab Yuta sekenanya
"Hhmmmm... iya"
"Iya apa?" tanya Yuta jahil
"Hhh.. dasar monster. Iya, teman." Yuta puas mendengarnya. Aleysia sendiri tersenyum simpul, berharap itu bukan sekedar ucapan.
"Jangan liatin gue kayak gitu!" seloroh Dave
"Siapa juga yang liatin, kasian amat," gumam Aleysia sambil mengaduk aduk jusnya
"Gue denger!"Aleysia menelan ludahnya lalu nyengir kearah Dave.
"Sabar, Al. Dave emang suka tanggal merah setiap hari, haha,"canda Yuta
"Gue cowo tulen taplak! Kalo pun gue cewek, mana ada cewek yang PMS tiap hari?" dengus Dave.
Mereka semua tergelak termasuk Aleysia.Ternyata ketiga pemuda ini tak terlihat mengerikan lagi di mata Aleysia. Mereka mempunyai style masing-masing. Yuta yang humoris,Jihoon yang ramah dan Dave yang menyebalkan. Aleysia menyukai mereka meski baru mengenal beberapa menit yang lalu.