Cremation House
02.00 PM
Sejeong masuk ke dalam sebuah ruangan abu kremasi. Langkahnya tertuju pada salah satu laci kaca. Di dalam sana terdapat sebuah abu kremasi dan foto seorang pria kira kira berusia dua puluh tahun. Sejeong meletakkan beberapa buah yang sempat dibelinya sebelumnya dan meletakkannya di dalam laci tersebut. Ia pun mulai berdoa selama beberapa saat. Ia terdiam selama beberapa saat menatap foto tersebut. "Na kalkkeyo.....oppa...ittabwayo", gumam Sejeong tersenyum tipis sembari menyentuh pelan laci kaca tersebut dan bergegas pergi setelahnya.
Tak lama setelah kepergian Sejeong, seorang lainnya dengan hoodie menutupi kepalanya menghampiri laci kaca tersebut. Ia membuka hoodie yang menutupi kepalanya sebelumnya agar ia bisa melihat dengan jelas. "Kim...Taedong?", gumamnya. "Jogiyo...", tak lama kemudian, terdengar suara lainnya. Ia menoleh dan mendapati dua orang wanita setengah baya berdiri di belakangnya. "Ne?"
"Nugu...seyo?", gumam salah satu dari wanita setengah baya tersebut.
"Uri Taedongie...arayo?", sambung wanita kedua yang terlihat lebih tua dari wanita pertama.
"Ne? Ah! Ah...jweisonghamnida", ujarnya bergegas mundur untuk memberi jalan bagi kedua wanita itu.
"Eo? Eomma..Sejeongie wasseo", gumam wanita pertama pada wanita kedua yang merupakan ibunya.
"Ne...ia baru saja pergi beberapa menit yang lalu", sambar pria berhoodie tersebut. Kedua wanita itu menoleh padanya. Pria itu membungkuk pelan.
"Omo!", gumam Nyonya Kim terkejut kala melihat pria itu.
"Nan Ong Seongwoo imnida...aku tinggal di boarding house yang sama dengannya", ujarnya.
***
Donghyun’s apartment
03.00 PM
Donghyun dijadwalkan untuk memberi kesaksian dengan kuasa hukum Jonghyun untuk ketiga kalinya sore nanti. Siang ini ia menikmati makan siang bersama Youngmin dan Jieqiong di apartmennya, sementara Minki dan Aron yang juga ikut bersama mereka sedang ada janji dengan Seonho. Mereka menjadi akrab semenjak pertemuan mereka di Busan.
Youngmin menuangkan segelas orange juice pada gelas kosong di hadapan Jieqiong. Melihat kedekatan keduanya Donghyun meledek tenang “Kim Jonghyun keunilada.. kkkk” Youngmin dan Jieqiong melihat ke arahnya “Duri jaraulinde”
Youngmin hanya menggeleng enggan menanggapi ucapan Donghyun. “Mogkja” Ujar Youngmin pada Jieqiong.
Donghyun tidak berhenti disana, ia yang memang hobi bercanda dan bicara sesukanya itu terus bicara meski tidak ada yang mau mendengar ucapannya “Soljikhi malhae.. Saat pertama bertemu Jieqiong dlu, aku berpikir.. ahh I yeoja. ttak. Nae style-ieya.. tapi kemudian Jonghyun mengatakan pada ku sepertinya ia jatuh cinta kepada Jieqiong. Ahh karena saat itu aku memiliki kekasih .. terpaksa aku mengalah”
“Kalau begitu kau harus berterima kasih pada Jonghyun, Jieqiong-a” Ujar Youngmin balik men-diss Donghyun. “Kau bisa bayangkan jika kau menjadi salah satu koleksi Donghyun.. ni insaengi maghaeda”
“Geronikka” Tanggap Jieqiong menyetujui ucapan Youngmin.
“Eii.. pabwa.. kalian sepaham sekali. Ckckckc.. Bisa-bisa Jonghyun terkena tikung setelah keluar penjara nanti Hahaahha” Canda Donghyun tak henti meledek hubungan Youngmin dan Jieqiong yang semakin erat karena kasus ini. “Sepertinya menyenangkan jika ku buat Jonghyun panik dengan mengatakan kalian berdua sudah jadian Hahaha”
“Ya!! Pekik Youngmin dan Jieiqong bersamaan.
Donghyun tertegun memperhatikan kekompakan Youngmin dan Jieiqong. Ia tertawa terbahak-bahak setelah itu “Kwkwkkw Duri Jincha jaraulyeo kwkwkkw” Donghyun memegangi perutnya yang mulai terasa sakit akibat terlalu banyak tertawa “Keunila.. jincha Kim Jonghyun kkkkk”
“Sempat-sempatnya kau bercanda tenang begini disaat Jonghyun mendapat masalah =_= teman macam apa kau ini sebenarnya” Protes Youngmin.
Donghyun meminum segelas air agar ia tidak tersedak akan tawa “Haha.. Ya.. biar saja ia disana. Siapa yang menyuruhnya berfikir yang tidak-tidak seperti itu, ia yang memilih menginap di penjara lebih lama. Kkkk smua ini baik bagunya sebagai pelajaran” Jawab Donghyun santai. Ia sedikit serius setelahnya “Kasus Jonghyun tidak lah rumit, aku juga tidak perlu tegang menghadapi nya. Aku memiliki semua bukti yang mendukung alibi Jonghyun. Mustahil ia membunuh Bae Jinyoung. Ia bahkan bersama ku sepanjang malam dimana kejadian yang menimpa Bae Jinyoung terjadi. Gurae aku memang sudah menutup PC bang satu minggu sebelumnya, tapi malam itu aku disana bersama Jonghyun. Ada lebih dari 3 cctv did alam PC bang. Bisa apa mereka semua menuntut Jonghyun dengan bukti yang ku miliki.. ige kkeutji ya. Keut”
“Lalu bagaimana dengan tuduhan pelecehan itu?” Tanya Jieiqong khawatir.
“Ahh.. kalau itu. Kurasa Jonghyun memang hilaf, Chayeon itu cantik dan merupakan idaman smua namja, siapa yang tidak tertarik padanya. Jonghyun ddo namjaya., namja” Jawab Donghyun terdengar serius. Ia melihat perubahan ekspresi Jieqiong, dimiringkannya sedikit baguan wajahnya, lalu ia tertawa kecil. Takkkkk!! “Ouch! Hyung..” Protes Donghyun saat Youngmin memukul kepalanya dengan sendok makan. Donghyun yang memang lebih muda dari Jonghyun dan Youngmin itu, jarang memanggil keduanya dengan sebutan hyung karena kepribadiannya yang memang sedikit kurang ajar (?). Tapi karena ia refleks, ia memanggil Youngmin dengan sebutan hyung barusan.
Youngmin mengklarifikasi ucapan Donghyun sebelumnya “Ia tidak serius tentang itu Jieqiong-a.. kau tak perlu dengarkan Donghyun”
“Aku hanya bercanda Jieiqong-a” Donghyun merangkul pundak Jieqiong “Tentang hal itu kau juga tidak perlu khawatir.. 6 orang yang bersaksi melihat Jonghyun melakukan tindakan bodoh terhadap Chaeyeon .. hari ini akan memberi kesaksian mereka tentang kejadian sebenarnya. Pengacara kita sudah mengancam akan menindak mereka secara hukum jika mereka mempertahankan kesaksian palsu mereka. Percayalah pada ku. Jonghyun akan bebas secepatnya” Jieqiong masih terlihat murung karena candaan Donghyun tadi “Aigoo mianhae.. ppoppo haejulle?”
“Jugullae!” Sahut Jieqiong menunjukkan kepalan tangan di depan wajah Donghyun. “Hahaha..” Tawa Donghyun dan Youngmin.
***
Hospital
04.30 PM
Sejeong keluar dari ruang rawat Tuan Hwang. Ia mengunjungi rumah sakit sepulang dari mengunjungi sang kakak, karena kebetulan perjalanannya searah. "Mwohae?", tegur sebuah suara. Sejeong menoleh dan mendapati Seongwoo berdiri di samping pintu ruang rawat Tuan Hwang. "N-Neo mwohae isseo?"
"Tentu saja menengok Tuan Hwang...karena kupikir tak ada yang bisa kuajak pergi, jadi aku memilih untuk pergi sendiri", ujar Seongwoo berbohong. Jelas, ia mengikuti yeoja itu sejak tadi. "Neo mwohae isseo? dengan pakaian serba hitam seperti itu? Aku hampir saja berpikir bahwa Tuan Hwang menyusul Baejin setelah melihatmu berpakaian seperti ini", uja Seongwoo.
"Ya...jaga bicaramu...kau pikir aku menginginkan Tuan Hwang untuk mati?!", seru Sejeong.
"Aku tak mengatakan apapun tentang itu...itu hanya dirimu yang selalu berpikiran negatif tentang diriku", ujar Seongwoo.
"Aku sedang tak ingin berdebat denganmu...lakukan apa yang ingin kau lakukan..na meonjeo kalkke", ujar Sejeong hendak beranjak pergi.
"Kau tak tahu kau tak sendiri di dunia ini matchi?", tanya Seongwo. Ucapan namja itu menghentikan langkahnya dan kembali menoleh pada Seongwoo.
"Musun mariya?", tanya Sejeong balik.
"Neoui eomma-"
"Kau...mengikutiku?", sambar Sejeong tak percaya. "Neo mithcinnya?"
"Aku hanya penasaran! Kau tiba tiba berpakaian serba hitam dan gerak gerikmu mencurigakan", seru Seongwoo.
"Ttak jwo...tinggalkan aku sendiri", ujar Sejeong dingin dan ia hendak bergegas pergi begitu saja meninggalkan Seongwoo begitu saja.
"YA AYAHKU BUTA!!", seru Seongwoo kesal. Namun, ia berhasil membuat yeoja itu menghentikan langkahnya. "Kau pikir mudah bagiku datang sendiri ke kota besar ini, meninggalkan ibuku sendirian mengurus ayahku yang tak bisa beraktivitas selayaknya orang normal??", ujar Seongwoo emosional. "Jebal....jangan membuat keadaan semakin sulit dengan kau bersikap seperti ini...kau dan yang lainnya hanya satu satunya keluarga yang kumiliki di kota ini saat ini...bukan hanya kau satu satunya yang memiliki masalah di dunia ini!".
"Semua tak akan semakin sulit jika kau tak mengikutiku....dan aku tak pernah memintamu untuk memikirkan urusan pribadiku", ujar Sejeong dingin. "Kau tak tahu apa yang kulewati selama ini", sambungnya lalu bergegas pergi meninggalkan namja itu seorang diri.
"Ya Kim Sejeong!", seru Seongwoo. Suara nyaringnya menggema di lorong rumah sakit. Beberapa orang yang berada di sana otomatis mengetahui jika mereka sedang bertengkar. Duk~! Seongwoo meninju pelan dinding di dekatnya. Ia kesal, tapi ia cukup mengerti mengapa Sejeong bersikap seperti ini. Ia menatap bungkusan merah di tangannya. Pikirannya tertuju ke beberapa jam sebelumnya.
FLASHBACK
Half an hour ago
"Nan Ong Seongwoo imnida...aku tinggal di boarding house yang sama dengannya", ujarnya.
Kedua yeoja setengah baya itu saling menatap sejenak dan kembali menatap Seongwoo. "Jeongmallyo?", tanya salah satu dari mereka. "Ah...sebelumnya....aku adalah ibu dari Sejeong..dan ini adalah ibuku", ujar Nyonya Kim.
"Annyeonghaseyo", balas Seongwoo membungkuk sopan.
"Kau...", gumam Nyonya Kim menatap Seongwoo dengan seksama. "Kau terlihat begitu familiar", ujarnya.
"Ne?", tanya Seongwoo bingung.
"Ah...kita harus berdoa....jamsimanyo", ujar Nyonya Kim kembali ke tempat kremasi putra sulungnya dan berdoa selama beberapa saat. Keduanya, lalu kembali menghampiri Seongwoo dengan membawa sebuah kotak yang terbungkus kain. "Bolehkah....aku menitipkan ini pada Sejeong?", ujar Nyonya Kim.
Seongwo menerima kotak tersebut. "Ige mwoyeyo?"
"Geunyang....Kimchi dan beberapa lauk pauk lainnya...ia selalu menolak jika aku mengirimkannnya makanan... karena ia ingin aku dan halmeoni beristirahat dan tak terlalu mengkhawatirkannya", ujar Nyonya Kim.
"Majayo....tapi hanya ia satu satunya yang kami miliki ...bagaimana mungkin kami tak mengkhawatirkannya", sambar Nenek dari Sejeong.
"Ne?", gumam Seongwoo bingung.
"Sejeongie appa....pergi lebih dulu ketika anak anakku masih kecil...lalu putra sulungku menyusulnya....kini hanya Sejeong yang kumiliki..aku tahu hal ini pastilah sangat membebaninya...dan sebagai ibunya, aku tak bisa berbuat banyak untuk membahagiakannya", gumam Nyonya Kim berat. Sang nenek sampai harus merangkulnya.
"Jwesmisonghamnida", gumam Seongwoo tak tahu harus berbuat apa. Tapi tak lama kemudian, Nyonya Kim menggenggam tangannya dan ia sedikit terkejut akan hal itu.
"Uri Sejeongie...jal butakhaeyo", ujar Nyonya Kim menatap Seongwoo penuh harap.
"N-Ne...", gumam Seongwoo canggung. Wanita setengah baya itu kerap menatapnya seolah ia begitu familiar dengan dirinya.
End of Flashback
***
Outside Police office
06.00 PM
Dongho, Daehwi dan Hyunbin baru saja selesai menjalani penyidikan laniut akan kesaksian mereka sebelumnya. Mereka selesai lebih dahulu sedangkan Jihoon masih berada di dalam. Ketiganya berjalan meninggalkan kantor polisi menju sebuah café. Malam ini mereka berniat menghilangkan penat akibat kasus yang melibatkan diri mereka, hingga sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Seorang yeoja yang tak lain adalah Chaeyeon turun dari mobil tersebut.
Chayeon mendengar kabar dari seorang kenalan orang dalam kepolisian bahwa teman-temannya itu memberikan kesaksian bahwa pengakuan mereka mengenai melihat Jonghyun melakukan pelecehan terhadap Chaeyeon tidaklah benar. Mereka mengakui semua itu karena sebuah tekanan dari pihak lain. Daehwi bersembunyi di belakang Dongho begitu mellihat sosok Chaeyeon, rasanya ia ingin segera pergi dari sana. Ia begitu ketakutan.
Chayeon datang dengan keadaan marah besar. “Mwoya ige?!” pekiknya, tak seorangpun menjawab “MWOYA IGEEE!!!!” Bentak Chaeyeon lebih keras.
“Geumanhaja.. uri ddo Himdeuro” Jawab Dongho .. Sshutt TAP… Dongho menahan tangan Chaeyeon yang hendak menamparnya. Jelas tenaga Dongho lebih kuat “Kami tidak ingin terlibat dengan semua ini lagi. Aku tidak peduli apa yang kau pikirkan .. kami hanya ingin hidup normal seperti semula. Jadi pergi lah selagi aku masih memiliki sisa kesabaran” Srukk.. Dongho menghempaskan tangan Chaeyeon.
“Kalian akan menerima balasan akan apa yang telah kalian perbuat terhadap ku !!!” Sungut Chaeyeon tak terima telah dihianati oleh teman-temannya.
“Khaja” Dongho mengajak Hyunbin dan Daehwi pergi. Ia benar-benar sudah lelah dengan Chaeyeon. Mereka bertiga tidak pernah mendapat keuntungan apapun dari Chaeyeon, mereka justru bisa terlibat hal buruk jika terus membela Chaeyeon. Chaeyeon memang teman baik mereka, tapi permintaan Chaeyeon kali ini sudah di luar batas.
Sudah cukup mereka menyesali perbuatan pemukulan terhadap Jinyoung yang mereka lakukan juga hanya karena mereka membela Jihoon yang notabene adalah sepupu Chaeyeon. Mereka hampir saja mendekam di penjara dalam waktu lama jika saja hasil penyidikan tidak menunjukkan bahwa Jinyoung ternyata tewas bukan lah karena pemukulan yang mereka lakukan, namun karena tindakan lain yang dialami olehnya setelah pemukulan terjadi. Kini mereka semua ingin lepas dari masalah tersebut dan menjalani masa percobaan kasus pemukulan mereka dengan memperbaiki diri. Mereka ingin segera kembali ke sekolah tanpa pandangan miring siswa lain, meski mungkin memperbaiki reputasi tidaklah mudah.
“YAAA!!!” Teriak Chaeyeon frustasi. Ia belum sempat meluapkan emosinya tapi Hyunbin, Dongho dan Daehwi memilih pergi tanpa menghiraukan dirinya.
Keberuntungan rupanya belum berpihak kepada Jihoon. Ia yang menyelesaikan penyidikan paling terkahir harus berpapasan dengan Chaeyeon yang sedang berada pada puncak kemarahan. Jihoon tidak bisa melanjutkan langkah saat melihat Chaeyeon. Peluh membasahi pelipis Jihoon, ia sadar betul hal buruk akan datang padanya cepat atau lambat.
Chaeyeon melihat keberadaan Jihoon. Tak membuang waktu, Chaeyeon segera menghampiri Jihoon, langkah Chaeyeon lugas senada dengan betapa kerasnya ekspresi wajahnya saat itu. PAKKKKKKK!!! Sebuah tamparan mendarat di wajah Jihoon. “Dengan cara ini kau membalas semua kebaikan ku dan keluarga ku!!!! BERANINYA KAU PARK JIHOON!!”
“Chae..” PAKKKKK.. tamparan lain mendarat untuk kedua kalinya di pipi Jihoon. Chaeyeon sangat marah, ia seperti siap untuk membunuh Jihoon detik itu juga. Akibat tamparan Chaeyeon yang terlampau keras, Sudut bibir Jihoon mengeluarkan darah.
“NEO!!! NEOOO!!!! KAU HANYA ANAK HARAM YANG TIDAK DIINGINKAN KEDUA ORANG TUA MU!!!” Pekik Chaeyeon “Kau pikir mengapa mereka meninggalkan mu dan memilih tinggal di luar negeri?! Mereka … TIDAK PERNAH MENGINGINKAN MU PARK JIHOON! KALAU BUKAN KARENA KEDUA ORANG TUA KU KAU PASTI SUDAH MEMBUSUK DI JALANAN.. SEHARUSNYA KAU SEDIKIT TAHU DIRI!!”
BRUKKKKK… Chaeyeon menghantamkan tas tangan miliknya kearah wajah Jihoon. Jihoon kehilangan keseimbangan dan terjatuh, kepala Jihoon terbentur trotoar jalan hingga mengeluarkan darah meski luka tersebut tidak terlalu serius. “Jangan pernah berharap pintu rumah ku masih terbuka untuk mu Park Jihoon!” puas dengan aksinya, Chaeyeon pergi dari sana. Dingin langkah Chaeyeon menjauh, ia memasuki mobil, kemudian mobil berpacu cepat meninggalkan Jihoon dalam rasa sakitnya seorang diri tanpa seorangpun di sampingnya. Ia tak berdaya menghadapi dunia yang begitu keras. Air mata nya menetes sekalipun ia mencoba untuk kuat.
Hanya sesaat setelah Chaeyeon pergi, suara langkah seseorang terdengar dari belakang Jihoon. Suara langkah tersebut berhenti di dekat Jihoon. Bayangan seseorang terlihat, seketika Jihoon merasa orang itu menyentuh pundaknya “Ireona” DEG.. Jihoon terkejut, karena ia mengenal suara orang tersebut.
***
Boarding House
07.00 PM
Ceklek~ Pintu terbuka dan Sejeong pun memasuki rumah. Daniel yang belum lama kembali dari ekstra kurikulernya dan tengah asyik menonton TV menyambut Sejeong. "Eo? Neo Wasseo?", sapa Daniel namun Sejeong hanya melewatinya begitu saja dan segera naik ke kamarnya. "Mwoya? Ada apa dengannya?", gumam Daniel.
Ia kembali menonton TV dan tak lama kemudian suara pintu terbuka terdengar kembali dan kini Seongwoo masuk ke dalam rumah. "Wasseo?", sapa Daniel. Namun sama seperti Sejeong, namja itu hanya melewatinya begitu saja dan masuk ke dalam kamar. “Tto? Aku diacuhkan lagi ? eish”
Brumm~ Sebuah mobil berhenti di depan pekarangan boarding House. Daniel mengintip dari jendela. Dilihatnya Jieqiong turun dari mobil tersebut. Dari pintu lain mobil seorang namja juga ikut turun. Mereka saling berbincang sejenak. Senyum mewarnai wajah keduanya. Daniel mengingat wajah namja tersebut, sepertinya namja yang sama dengan foto yang Jieqiong sempat perihatkan melalui grup chat mereka kemarin “Ah.. Jieqiongie namjachingu?” Gumam Daniel.
Daniel menunggu Jieqiong masuk ke dalam rumah. Ia sudah siap menggoda Jieqiong tentang namjachingu barunya itu. Sayang namja tadi terlihat menolak untuk mampir, sehingga Jieqiong berjalan seorang diri memasuki boarding House.
Apa yang Daniel tunggu datang. Suara langkah Jieqiong memasuki rumah. Daniel melirik Jieqiong saat Jieqiong sampai di rumah tengah. “Ehemm” Dehem Daniel menggoda. Nyatanya hal berbeda harus dirterima Daniel. Jieqiong sama sekali tidak menyapa dirinya. Ekspresi Jieqiong juga tidak semenggah saat itu. Ia membawa tas nya seornag diri menaiki tangga menuju lantai atas, dimana kamarnya berada. Daniel terperangah melihat hal tersebut. Mereka semua bertingkah aneh hari ini. “Ah mwoya?! Ada apa dengan orang orang hari ini? Aish jjajungna~", sungut Daniel.
“Jieqiong eonnie wae gurae?” Tanya Shiyeon baru saja menuruni tangga. Ia berpaasan dengan Jieqiong di tangga, dan mendapatkan tanggapan yang sama dengan Daniel.
“Jangan bertanya. Aku juga tidak tahu mengapa semua orang bertingkah aneh hari ini” Elih Daniel sebal. Daniel hendak memasuki kamarnya saat suara bel rumah tiba-tiba berbunyi .. “Eo nugu?”
“Biar aku buka” Ucap Shiyeon berlari menuju pintu utama. Daniel menunggu disana, mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam kamar. Belum sampai satu menit. Shiyeon berteriak histeris “DANIEL OPPA!!” Sontak Daniel berlari ke depan pintu untuk mengecek apa yang terjadi disana. Daniel terkejut melihat Shiyeon terjatuh didepan pintu dan seorang namja meniban dirinya. “Shiyeon-a!” Seru Daniel.
***
The next day, Boarding House
6.15 AM
Anak anak berkumpul di meja makan untuk sarapan. Sejeong membuka kulkas dan mendapati sebuah kotak tertutup kain merah dengan sebuah post it bertuliskan namanya berada di dalam kulkas. Ia mengambilnya dan membukanya. Beberapa kotak berisi makanan tertata rapi di dalam sana. Ia tahu bahwa itu pastilah hasil masakan ibunya. Tapi ia tak tahu mengapa dan bagaimana kotak itu bisa sampai ke boarding house sementara ia sendiri tak merasa pernah menerimanya dan sang ibu tak mengatakan hal apapun padanya. Ia memperhatikan anak anak dari counter dapur dan menghela nafas pelan lalu mengembalikan lagi kotak itu ke dalam kulkas dan kembali kemeja makan.
Tak seperti biasanya, yang selalu ramai, entah mengapa pagi ini terlihat suram. Seongwoo yang biasanya menjadi mood-maker di antara mereka, pagi ini ia tak banyak bicara. Begitupun dengan Sejeong. Aura dingin terasa sekali dari keduanya. Anak anak lainnya menatap Daniel yang paling dekat dengan mereka berdua, tapi Daniel hanya menggeleng pelan karena ia juga tak tahu apa yang terjadi pada mereka berdua. Ia juga tak banyak bicara dengan Seongwoo hari ini. "Jha...sebaiknya kalian segera berangkat...biar aku yang membereskan semuanya", usul Minhyun.
***
6.20 AM
“Kau sudah bangun?” Guanlin memasuki kamarnya setelah mandi. Ia sedang malas sarapan dan memilih untuk tidur lebih lama tadi. Disapanya seseorang yang semalam datang dengan kondisi pingsan sesampainya didepan pintu Boarding House “Park Jihoon” Guanlin duduk di tepi tempat tidurnya “Neo Gwenchana? Siapa yang memukuli mu? Apa Dongho hyung dan teman-temannya?”
Jihoon menggeleng “Aniya.. bukan mereka” Jawab Jihoon “Guanlin-a.. Apa.. Hyungdeul dan noonadeul begitu membenci ku?” Tanya Jihoon tiba-tiba.
“Molla, kau harus bertanya sendiri pada mereka” Jawab Guanlin tenang “Wae?”
“Na..” Pagi itu sebelum berangkat sekolah, Jihoon bercerita banyak pada Guanlin mengenai kondisinya saat ini. Tentang Chaeyeon yang melarang dirinya untuk pulang ke rumah kedua orang tua Chaeyeon diamna ia tinggal selama ini.
***
School
6.45 AM
"Ya Kim Sejeong!", tegur Daniel sembari berjalan masuk ke dalam sekolah. Namja itu berlari menghampiri Sejeong. "Ya...ada apa sih denganmu dan Seongwoo?", tanya Daniel to the point. Ia sungguh tak tahan dengan kecanggungan di antara mereka. "Kalian bertengkar?"
Sejeong menghela nafas pelan. "Eobseo....kami memang selalu bertengkar", ujar Sejeong sembari melangkah pelan.
"Aniya! Kali ini kalian benar benar bertengkar hebat matchi? Ah hajimaa~", rengek Daniel. "Apa kau tak tahu jika Seongwoo sangat mengkhawatirkanmu ketika kau pingsan kemarin...ia terus saja kembali ke UKS untuk mengecek keadaanmu...aku tahu ia selalu membuatmu marah, tapi sesungguhnya ia menyayangimu dan anak anak lainnya", bujuk Daniel.
"YA KANG DANIEL!", seru Seongwoo yang sudah berada beberapa meter di depan mereka.
"Eo! Chakkaman!", balas Daniel. "Sejeong-ah, cepatlah berbaikan dengan Seongwoo hm?", bujuk Daniel.
"Geunyang ka...", ujar Sejeong menghela nafas lalu bergegas berjalan mendahului Daniel.
***
Boarding House
8 PM
Sejeong berjalan menuju rumah. Sebelumnya, ia meminta yang lainnya untuk pulang lebih dulu karena ia merasa begitu penat akan suasana di rumah dan ia ingin menyendiri selama beberapa saat sekaligus menyelesaikan tugas sekolahnya. "Ah himdeuro", gumam Sejeong. Tak terasa ia pun hampir tiba di rumah. Namun langkahnya terhenti sejenak ketika ia melihat Seongwoo berdiri di depan Boarding house dengan Jaket hoodie menutupi kepalanya. Namja itupun tak sengaja melihat ke arahnya dan ia sedikit terkejut dan menggerak gerakkan tubuhnya seolah ia berpura pura berolahraga. Sejeong menghela nafas dan berjalan melewatinya.
"Ahh berolahraga malam hari menyegarkan sekali!", seru Seongwoo.
Sejeong menghentikan langkahnya sejenak. Ia teringat ucapan Daniel saat di sekolah tadi. Ia masih sedikit kesal dengan Seongwoo namun ia sadar ia juga tak sepenuhnya benar. Ia menyadari bahwa sikapnya juga mungkin saja hanya semakin menyusahkan baik Daniel, Seongwoo, dan juga Minhyun. Terlebih lagi dengan Jieqiong yang belakangan ini tenggelam sendiri dalam masalahnya dan ia sadar bahwa ia tak bisa membiarkan ini terus berlalu. Sejeong pun kembali dan menarik tangan Seongwoo pergi.
"Y-Ya eodiga?!", seru Seongwoo panik. Namun ia tetap mengikuti yeoja itu dengan pasrah. Sejeong membawanya menuju sebuah supermarket kecil. Ia meninggalkan Seongwoo di luar sendiri dan masuk ke dalam. Ia kembali ke luar dengan membawa dua bungkus ice cream di tangannya. Ia menyerahkan salah satu ice cream itu pada Seongwoo. "Ige mwoya?"
"Ice cream..kau buta?", sungut Sejeong.
"Ara! Geundae...wae kkapjagi?", balas Seongwoo.
"Anggap saja ini sebagai permintaan maafku sudah menyulitkan kalian kemarin", ujar Sejeong.
"Ah..ok", ujar Seongwoo menerima ice cream tersebut. Sejeong melangkah pelan mendahuluinya dan ia pun mempercepat langkahnya untuk menyusul yeoja itu. Keduanya pun berjalan berdampingan sembari menikmati ice cream di tangan mereka.
"Kemarin aku mengunjungi kakakku...", gumam Sejeong pelan. "Kemarin adalah peringatan tiga tahun kematiannya..."
"Mianhae...geundae...ni oppaga.."
"Bunuh diri....terjun dari gedung tempat ia bekerja", sambar Sejeong. Seongwoo terkejut mendengar ucapan yeoja itu. "Itu yang dikatakan polisi....tapi aku tak percaya dengan hasil penyelidikan polisi...uri oppaga...ia bukan tipe orang yang akan dengan mudah bunuh diri seperti apa yang dikatakan polisi...", ujar Sejeong. "Aku mengenal baik seperti apa kakakku...."
"Lalu...mengapa kau menemui Tuan Hwang setelahnya?", tanya Seongwoo.
"Tuan Hwang yang pertama menemukannya dan jasad kakakku terjatuh tepat di atas kap mobilnya...aku pertama kali bertemu dengannya tiga tahun yang lalu di rumah sakit. Aku berpapasan dengan beliau yang kala itu berlumuram darah kakakku. Saat itu kupikir ia yang menyebabkan kakakku celaka maka dari itu aku berjanji pada diriku sendiri untuk menemukan orang itu dan membalas apa yang terjadi pada kakakku....tapi ternyata aku salah....Tuan Hwang tak seperti apa yang kubayangkan sebelumnya", ujar Sejeong. Ia menghela nafas berat karena menceritakan apa yang sudah lama dipendamnya selama ini bukanlah hal yang mudah baginya. "Hiks...mianhae", gumamnya terisak. Ia membalik badannya membelakangi Seongwoo karena ia tak mau namja itu melihatnya menangis. Ia tak suka jika orang lain melihatnya menangis.
Seongwoo terdiam di tempatnya. Es krim di tangannya perlahan hampir mencair tapi ia tak menpedulikannya. Ia dengan hati hati mendekati Sejeong untuk melihat kondisi yeoja itu. Sejeong masih terisak dan berusaha mengelap air matanya yang entah mengapa semakin ia mencoba menghapusnya, air mata itu justru mengalir semakin deras. Seongwoo memberanikan diri untuk menarik pelan yeoja itu ke dalam pelukannya dan menepuk nepuk pelan pundak yeoja. "Geureochi...memendam masalah itu bukanlah sesuatu yang baik...jika kau tak sanggup maka menangislah", ujar Seongwoo.
Menyadari apa yang dilakukannya, Sejeong refleks mendorong pelan Seongwoo dan melangkah mundur. "M-Mwohae?", sungut Sejeong salah tingkah.
Seongwoo mengangkat kedua tangannya layaknya penjahat yang baru saja ditangkap polisi. "Eobseo! Geunyang...mwo?", respon Seongwoo dengan memasang ekspresi polos namun menyebalkan.
"Tto ttaraojima", sungut Sejeong meminta Seongwoo untuk tak lagi mengikutinya.
"Ah wae~~?", rengek Seongwoo. Namun Sejeong sudah berjalan lebih dulu meninggalkannya. "Ah Yaaa Kim Sejeong gatchi ga!", seru Seongwoo berlari mengejar Sejeong. Keduanya berjalan menuju boarding house. Namun di saat bersamaan, tak lama kemudiam, mereka melihat Daniel dari kejauhan. Namja itu baru saja keluar dari rumah dan berjalan menjauh. "Ya Kang-", Seongwoo hendak memanggik Daniel, namun Sejeong menutup mulutnya.
"Ya kaja-", gumam Sejeong menarik Seongwoo untuk mengikuti Daniel diam diam.
***
8.10 PM
Jihoon menyelinap keluar dari Boarding house. Tak ada seorang pun di ruang tengah saat itu, ia dengan leluasa keluar tanpa seorangpun melihatnya. Sesamoainya di luar pintu, Jihoon sempat mengamati ke arah kanan dan kiri sebelum akhirnya pergi dari halaman boarding House. Jihoon mengenakan sebuah topi hitam dan jaket berwarna coklat. Ia berjalan cepat seolah tak ingin siapa pun melihatnya. Jihoon berjaan dengan smartphone pada telinganya. Ia berbicara dengan seseorang di ujung sambungan telpon.
Jihoon berjalan tak berapa lama. Ia berada di depan jalan raya. Lampu merah untuk pejalan kaki terlihat. Ia menunggu disana. Pandangannya menangkap sebuah sosok yang sejak tadi bicara dengan dirinya di balik telpon berada di sebeang jalan sana “Aku sudah melihat mu” Ujarnya. “Kidaryeo”
***
Lake Area
8.15 PM
Daniel "membawa" Seongwoo dan Sejeong menuju area danau dekat taman. Seongwoo dan Sejeong bersembunyi di balik rumput tinggi dan memperhatikan Daniel dari kejauhan. "Apa yang dilakukannya malam malam begini?", gumam Sejeong. Dari kejauhan, ia melihat Daniel tengah berdiri di tepi danau seolah tengah mencari cari sesuatu. "Ya ya! igo bwa! Apa yang dilakukannya?", gumam Sejeong menepuk nepuk pundak Seongwoo. Namun namja itu tak meresponnya. Ia menoleh dan mendapati Seongwoo tengah sibuk menahan dirinya untuk tidak bersin karena debu yang masuk ke hidungnya karena angin malam yang berhembus cukup kencang malam itu.
"Ha~hh....haaa~"
"Andwae! nanti Daniel melihat kita!", bisik Sejeong.
"Ah hidungku gatal sekali!", sungut Seongwoo. "Haa~ Haaatch~", bersinnya lagi lagi tertahan karena Sejeong menutup kedua lubang hidungnya dengan jarinya.
Ketika dirasa Seongwoo sudah mulai mereda, Sejeong melepaskan menjauhkan jari telunjuknya dari hidung namja itu. "Ah jincha kau ini menyusahkan sekali!", sungut Sejeong pelan. Jarak antara tempat mereka bersembunyi dan dimana Daniel berada saat ini tidaklah terlalu jauh. Maka dari itu, akan mudah bagi Daniel untuk menemukan mereka jika mereka tidak berhati hati.
Seongwoo sungguh tidak mempedulikan apa yang terjadi. Hidungnya terlalu gatal sehingga membuatnya sulit berkonsentrasi pada apa yang berada di sekitarnya. Ia mengusap usap hidungnya yang sudah mulai terasa mereda. Namun tak lama kemudian, angin malam kembali berhembus dan ia sudah tak bisa lagi menahan rasa gatal di hidungnya. "huaatc-hmmph!", belum sempat ia bersin seutuhnya, Sejeong mengalihkan wajah Seongwoo ke arah yeoja itu dan kali ini yeoja itu menahannya untuk bersin dengan menutup mulutnya dengan bibir yeoja itu. Seongwoo refleks membeku di tempatnya, tak menyangka jika Sejeong akan melakukan ini padanya.
Hanya sekitar beberapa detik saja, Sejeong tak sengaja melihat Daniel berjalan menjauhi danau dengan seseorang. Kedua matanya terbelalak terlebih lagi ketika menyadari apa yang dilakukannya. Ia refleks mendorong Seongwoo hingga namja itu terjungkal. Ia refleks menutup mulutnya dengan tangannya.
"Ya Kim Sejeong!!", seru Seongwoo ketika ia terjungkal karena di dorong Sejeong.
"Y-Ya! K-Kau jangan besar kepala ya!", seru Sejeong sambil menunjuk Seongwoo. "Aku melakukannya agar Daniel tak melihat kita! Aish jincha...menyusahkan sekali membawamu kemari", sungut Sejeong dengan cepat bangkit dari posisinya.
Seongwoo pun juga turut bangkit posisinya. "Apapun alasanmu tetap saja kau baru saja mencuri nae cheot kisseu yaaa!!", balas Seongwoo tak kalah sebal.
"Ah kenapa kau harus memperpanjang masalah ini?! Lagipula kau juga tak menyukai yeoja! jadi kau tak perlu memperpanjang hal ini...sekarang bersinlah sesuka hatimu!", balas Sejeong berjalan melewati Seongwoo dan meninggalkan namja itu.
"M-Mworago?! Aku tak menyukai yeoja? Apa maksudnya? Solma....ia berpikir aku ini gay? Woah ...jincha geu yeojaga jeongmal daedanhada", sungut Seongwoo sarkastik. "Ah aku sungguh tak berminat untuk bersin lagi", sungutnya.Ia terdiam sejenak sambil menyentuh bibirnya. "Aish...nae cheot kisseu....", sungutnya pelan. "Akan kubuat yeoja itu bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya tadi! YA KIM SEJEONG GATCHI GA!", seru Seongwoo mengejar Sejeong.
***
Boarding House
09.00 PM
Minhyun keluar dari kamarnya dan melangkah menuju ruang tamu. "Kenapa sepi sekali? Kemana Seongwoo?", gumam Minhyun. Ia yakin sekali bahwa sebelumnya Seongwoo tengah duduk sendiri di ruang tamu sembari menonton TV. Tapi kini namja itu sudah menghilang entah kemana. Clek.. drap drap… Terdengar suara langkah seseorang memasuki boarding House. Semula Minhyun mengira Seongwoo lah yang pulang.
Minhyun terpaku dalam posisinya saat dilihatnya seorang namja debgan tubuh tak terllu tinggi memasuki boarding house. Wajah namja itu tak asing bagi Minhyun, namun penampilannya sangat berbeda. Dengan beberapa memar terdapat di bagian wajahnya, namja berambut blonde tersebut emmasuki kamar Minhyun tanpa sedikitpun mengucapkan saapaan. Mata Minhyun otomatis mengikuti gerak namja tersebut Senyum tenang yang biasa Minhyun lihat dari namja itu sama sekali tak tampak. Minhyun hampir tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dalam keadaan masih terpaku, Minhyun menyentuh gagang telpon. Tangannya menekan tombol flash untuk menyambungkan telpon ke lantai 2. Tuttt~ beberapa detik suara tersbeut terdengar sampai seseorang mengangkat telpon. “Guanlin-a.. Tolong kaian semua turun” Pinta Minhyun.
Satu kali lagi suara digit lock key pada pintu terdengar beriring dengan terbukanya pintu utama Boarding House. Kali ini sosok daniel dan Hyeongseob terlihat. Keduanya bertemu di danau ketika Hyungseob sedang dalam perjalanan pulang setelah kembali dari rumah Euiwoong.
Daniel sedikit heran dengan sikap Minhyun yang hanya diam di dekat telpon begitu kaku menatap ke arah kamar nya sendiri. Daniel menghampiri Minhyun, menepuk pundak Minhyun agar tersadar “Minhyun-a?”
Guanlin, Shiyeon, dan Seonho yang malam itu sedang bermain disana turun dari lantai atas. Mereka juga memasang raut wajah kebingungan, sama dengan Daniel. “Hyung tampan, apa Delivery pizza ku sudah sampai?” Tanya Seonho tak bisa membaca situasi tegang disana. “Hmpp” Shiyeon membekap mulut Seonho agar diam.
“Jieqiong tidak turun?” Tanya Minhyun tak merubah arah pandang sedikitpun.
“Aku sudah memanggilnya, ia bilang sebentar lagi akan turun” Jawab Guanlin “Waeyo hyung?”
CLEK.. Bruk..!! “Ya Kim Sejeong!” Seongwoo dan Sejeong tiba disana 10 menit setelah Daniel. Mereka masih beradu mulut sampai mereka tiba di ruang tengah.
Sejeong menjadi orang selanjutnya yang ikut terdiam melihat teman-temannya berkumpul di ruang tengah dengan ekrpresi terpaku yang sama persi “Mwoya ige?” Tanya Sejeong.
“Molla, Minhyun sepertinya melihat hantu” Jawab Daniel seadanya karena ia sendiri tak tahu menahu apa yang sebenarnya sedang terjadi disana.
“Jonghyunie.. Wasseo??”
“NE?!!” Semua anak menjawab dengan jawaban yang sama juga respon fisik yang sama persis. “Kau yakin?”Tanya Seongwoo tak sepenuhnya percaya. Ia menjadi orang pertama yang bergerak mendekati kamar Minhyun yang juga merupakan kamar Jonghyun. Seongwoo melangkah pasti. Ia memegang handle pintu kemudian memutar dan melakukan dorongan kecil “Jonghyun-a” Panggil Seongwoo. Seongwoo sampai di dalam. Ia juga sama terkejutnya dengan Minhyun begitu melihat sosok namja berambut blonde tengah membelakangi dirinya. Ia kehilangan kata-kata yang sebelumnya ingin ia katakan.
Seorang namja yang mereka semua perkirakan adalah Jonghyun, berlutut didepan laci disamping tempat tidur Jonghyun dimana sebuah vas bunga kecil diletakkan. Entah apa yang sedang dilakukan namja itu disana. Ia juga sama sekali tidak merespon panggilan Seongwoo.
Seongwoo mendekat walau sedikit ragu. Ia takut namja itu bukanlah Jonghyun. Aura namja itu begitu dingin. Sangat berbeda dengan Jonghyun yang ia kenal. “Jonghyun-a?” Panggil Seongwoo sekali lagi. Namja itu sedikit memiringkan wajahnya. Seongwoo melihat wajah namja itu dengan jelas, namja itu memang Jonghyun. Seongwoo dapat sedikit bernafas lega.
Jonghyun mengambil tas dari atas tempat tidurnya. Ia tetap enggan bicara pada Seongwoo. Jonghyun kembali membuang muka, menatap lurus ke depan dari posisinya mebelakangi Seongwoo. Ia memasukkan beberpaa barang dari laci ke dalam tas. Ia nampak terburu-buru seperti ingin segera pergi dari sana.
Seongwoo kini berdiri tepat di belakang Jonghyun. Entah mengapa malam itu ia tersulut emosi. Tak biasanya Seongwoo seperti itu. Banyaknya rahasia yang terus disimpah oleh satu persatu dari mereka yang tinggal bersama dirinya di dlaam boarding House membuat Seongwoo kecewa, kekecewaan yang terus ia coba untuk tekan tersebut sepertinya sudah mencapai limit kesabarannya. Seongwoo menarik tas Jonghyun sehingga semua barang yang sudah Jonghyun masukkan berhamburan di atas lantai kamar. “Ireoke hal geoya?” Tanya Seongwoo lirih.
“Ka” Jawab Jonghyun dingin.
“Nawa!!” Seru Seongwoo sedikit meninggi “Semua menunggu penjelasn mu diluar kamar ini!” Ucap Seongwoo menahan emosinya. Ia ingin menghindari pertengkaran sebisa mungkin, sekalipun ia tidak habis pikir Jonghyun akan bersikap seperti ini setelah membuat seisi boarding house tak tenang karena memikirkannya selama beberapa hari belakangan. Respon yang Seongwoo tunggu sama sekali tak ia dapatkan. Ia sengaja membiarkan mengacuhkan Seongwoo disana. “Ireokhe hal geoya?!” Ulang Seongwoo sekali lagi, berharap Jonghyun akan meresponnya. Namun.. respon yang sama didapatkan oleh Seongwoo.
SRUKKK!!! Seongwoo kehabisan kesabaran. Ia menarik Jonghyun sampai Jonghyun berdiri berhadapan dengannya. Cengkraman keras dilakukan oleh Songwoo pada pakaian Jonghyun “Andeulyeo!!!” Pekik Seongwoo membuat satu persatu anak yang tadi menunggu di luar memaski kamar, mereka mulai kahawatir akan keadaan disana.
“Seongwoo-ya” Sebut Daniel cepat.
Seongwoo berada pada puncak kekecewaannya. Jonghyun adalah seorang teman yang sering kali ia ajak untuk bertuka pikiran. Seseorang yang sering kali ia anggap dewasa dalam bersikap, kemudain muncul dihadapannya dalam keadaan semacam ini. Ia frustasi dengan semua ini, terutama dengan denga kenyataan bahwa ia tidak lah mengetahui apapun tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi dan Jonghyun alamai “Kau anggap apa kami semua? MALHAEEE!!!” Bentak keras Seongwoo sembari mencengkram pakaian Jonghyun semakin kencang.
** TO BE CONTINUED**