Prev. Chapter:
“Yoona... yoona.. yoona...”
Mata Yoona terbelalak. Aktivitasnya terhenti. Yoona perlahan memalingkan badannya.
--
“Yoona..!!!”
Yoona justru mengarah pada ahjumma yang dengan nada kesalnya memanggil dirinya yang sedang penasaran dengan orang yang di berada di belakangnya.
“ah.. jinjja...” Yoona menggerutu kesal. Lap meja di tangannya pun ikut ia bawa untuk menghadap ke Nyonya Go.
“Ne, nyonya Go.” Yoona cemas. Dia mencoba terlihat sopan dengan membungkuk tanda dia menghormati nyonya Go sebagai pemilik dan atasan.
“Mulai dari sekarang, cari pekerjaan lain!”
“Apa?.. Apa yang terjadi? Maafkan aku, tapi aku melakukan kesalah apa?”
“ayo, ke ruanganku!.”
Mereka pun duduk berhadapan. Ruangan ini bukan lah bak kantor restoran mahal, lebih tepat mirip ruang istirahat. Tidak ada perkakas penting atau serupa.
“Aku mendengar isu bahwa kau bukan karyawan yang jujur. Aku ingin mendengar penjelasanmu, tapi waktu adalah uang, aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu hanya untuk memberikan kesempatan kedua, ketiga daan seterusnya.Aku yakin kau akan menyanggah. Aku tidak ingin terlalu iba dan kasihan. Jika kau beniat bekerja, kau pasti tahu caranya, jadilah rekan yang dapat dipercaya. Kau akan menyadari itu penting ketika kau memiliki sesuatu yang kau sayang dan kau cintai.”
Cukup menohok. Dada Yoona seketika sesak. Entah kenapa dibalik rasa sakit itu , dia mengingat namja yang memergokinya di dapur. Dia pura-pura tidak tahu. Tapi dia bermain dibelakangnya. Wajah Yoona mulai menunjukkan amarahnya, tapi, ini bukan berati dunia runtuh dan berakhir.
“Aku rasa kau sudah siap. Aku hanya memberi sedikit bayaran separo untuk bulan ini. Terlepas dari itu, kau karyawan yang mau belajar. Teruslah belajar dan berkembang. Aku mendukungmu di lain kesempatan.”
Nyonya Go tak ingin citra restorannya buruk mengingat berita-berita seperti ini begitu sensitif di kalangan pelaku bisnis, sangat mempengaruhi pelanggan dan keberhasilan restoran.
“Aku sangat berterima kasih telah memberhentikanku, aku tidak layak untuk restoran bersejarah ini. Aku sangat berterima kasih.”
Semua terasa mendadak bagi Yoona. Pun, tidak mungkin pula dia akan mengembalikan gelang itu. Tak akan membuatnya bisa tetap bekerja.
Seseorang disana melepas kacamata ala Harry Potter –nya. Merasa suntuk dengan suasana restoran ini, dia pun memutuskan untuk pulang saja melanjutkan novel yang digemarinya. Novel anime menjadi salah satu favoritnya. Dia penggemar novel fantasi. Tapi, dia menyadari dunia ini sangatlah realita. Termasuk perasaannya.
“Pelayan”
Yoona berjalan dengan langkah yang berat. Dia tidak bergairah mengahadapi dunia ini. Dia hanya memiliki ayah dan mungkin sahabatnya Seo Jung yang baru saja menikah. Dia tidak berani mengunjungi Seo Jung tanpa pemberitahuan, kehidupan sahabatnya jauh lebih penting daripada kisah hidupnya yang memilukan. Uang ini mungkin tidak akan berhasil untuk masuk ke rekeningnya, karena ini akan jadi cadangan untuk biaya hidup selama mencari pekerjaan baru.
“Appa pasti sangat..” klaim Yoona. “Aku memang anak yang sangat membuatnya sedih. Kenapa dia hanya punya anak satu?.”
Seseorang tepat menabrak Yoona. Bukan salah orang itu. Tapi, Yoona.
“Aw... ah jeongmal... ”
Bisa dikatakan sakit, bahunya yang tak banyak daging itu menabrak dada namja yang lumayan kekar. Tangan laki-laki itu spontan menahan tubuh Yoona agar tidak jatuh. Tak lama, mereka tidak berpandangan ala-ala drama. Yoona yang sudah badmood pun bergegas menjauhkan tangan namja itu dari tubuhnya,dan mulai kesal. Alih-alih minta maaf, dia malah mengoceh.
“Kalau ingin cari masalah tidak usah disini. Carilah istri yang bisa membuatmu tak kegatelan mengganggu wanita. Dasar pervert.”
Yoona mendengus kesal.
Tanpa rasa bersalah, dia berbalik dan berjalan ke jalan yang lurus. Tidak, jalan yang bukan lagi di depan pintu restoran. Bagaimana ia tak tertabrak mengingat dia salah jalan. Syukurnya, namja itu lebih sopan dari Yoona sekarang.
Namja yang suka memakai kaca mata Harry Potter itu merasa terenyuh mendapati perlakuan kasar dari seorang yang tidak tahu malu itu. Apalagi ia disuruh mencari istri. Apa itu jadi urusan wanita itu?.
Tanpa disadari Ji Chang Wook atau wookie melangkahkan kakinya diam-diam mengikuti langkah Yoona yang begitu lamban. Ya, wookie, dia cukup gusar jika mendapat perlakuan kasar, dia harus memberi pelajaran kepada siapapun yang dia rasa cukup mengganggu batinnya. Dia bukan tipe yang mau berlapang dada. Dia juga lah penyuka novel fantasi itu.
Wookie mulai lelah megikuti gadis yang mungkin terlihat sedikit memprihatinkan ini. Dia mulai men-cek jamnya, dia merasa banyak kehilangan waktu yang berharga mengikuti irang yang tak punya arah ini.
“Apa kaki-nya tidak pegal atau lelah?.” Tanya heran wookie pada dirinya sendiri.
Wookie sudah mulai dilema. Apa dia harus memaafkan orang itu atau kembali ke rumah melakukan aktivitas yang jauh lebih bermanfaat. Entah mengapa batinnya mulai ikhlas. Ini aneh. Tidak seperti biasanya dia sabar. Ah, tidak. Ini karena dia sudah lelah dan merasa percuma.
Wookie pun menghentikan langkahnya. Dia mulai membiarkan gadis itu semakin menjauh dari pandangannya. Tapi, tiba-tiba. Ada sesuatu yang menyadarkannya. Sebuah gelang.
“Aku tidak mau tahu, cepat atau lambat gelang itu kembali.”
Wookie terngiang suara perempuan yang seperti sudah menjadi belahan jiwanya meronta mengharap gelang berharga itu kembali. Mengingat itu adalah benda yang menjadi jawaban dari kehidupan Wookie selanjutnya. Dia masih mengingat masa kecilnya yang terlalu suram dan buram itu. Matanya terus memandangi langkah Yoona. Dia sama sekali tak berniat lagi mengikuti Yoona, bahkan untuk sekedar tahu namanya. Dia takut, terlalu takut.