home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > The Script Writer

The Script Writer

Share:
Author : PriyankaAziza
Published : 14 Feb 2017, Updated : 14 Feb 2017
Cast : Got7
Tags :
Status : Complete
2 Subscribes |412 Views |3 Loves
The Script Writer
CHAPTER 1 : Salah Paham

Dibalik penyanyi yang bijaksana dan kompeten, selalu ada penulis skenario yang akan mengarahkan mereka agar tak pernah salah dalam berkata-kata.

Memang sih tak semua. Apalagi penyanyi itu terkesan seperti tak tulus dan di cap sebagai boneka suruhan. Kalau kalian tak percaya, itu sih bukan masalah. Biarkan segala fantasimu menjelajah mengenai bagaimana idolamu yang sangat pandai berbicara di depan media.

Mungkin dia memang sudah terlatih sejak masa trainee.

Beda dengan grup asal agensi JYP ini, GOT7. Mereka sering kali menentang adanya penulis skenario. Bukan hanya menampik fakta bahwa Jackson-salah satu membernya punya sifat terlalu banyak bicara, mereka juga menginginkan adanya kebebasan.

"Ayolah, kenapa aku harus terlihat seperti pemain film? Memangnya ucapanku akan seburuk apa sih?" Yugyeom menolak habis-habisan.

Tadinya pertengkaran itu berlangsung lama dengan para staff sampai akhirnya GOT7 mengalah ketika harus dihadapkan dengan Presdir Park Jinyoung yang menghentakkan meja.

Surat kontrak yang dipaparkan jelas berisi; apapun yang agensi usulkan akan selalu diterima oleh member.

Maka dari itu sejak debut hingga 2017 ini, para member kerap bertemu dengan satu-satunya penulis skenario di JYP, Hana Adriana-gadis Indonesia yang telah lama tinggal di Korea.

Dirinya tengah berlari menaiki tangga darurat menuju lantai empat di gedung JYP tersebut. Dengan langkah cepat ia menghabiskan hampir 1000 kalori dengan keringat yang membanjiri wajah mungilnya.

Bagaimanapun juga, kumpulan kertas yang ia sedang bawa harus sampai dalam waktu tiga menit. Atau ucapkan selamat tinggal pada pekerjaan ini.

"Lift sialan." Rutuk Hana saat mengingat lift yang masih berada di lantai lima sedangkan ia saat itu sedang di lobby. Kalau saja ia tahu akan seperti ini, mungkin ia akan mengerjakan tugasnya sedikit lebih cepat.

Ayo, Hana! Sebentar lagi.

Suara-suara dikepalanya seperti hiruk pikuk kota Seoul di jam sibuk. Memacu Hana dalam keadaan seperti ini adalah harus. Sebentar lagi sampai..

"Annyeong.." Hana menyapa sembari menarik napas yang terengah. Setelah sampai di lantai empat, ia segera bertemu manajer GOT7 yang sedang berkacak pinggang di sampingnya.

"Kemana saja kamu, Hana?! Wawancaranya tinggal satu menit lagi! Cepat!" Manajer itu mendorong tubuh lelah Hana menuju salah satu ruangan yang berada di sayap barat gedung.

Setidaknya ada belasan karyawan yang menatapinya dengan tertawa bahkan mencemooh bersama teman mereka. Karena hal ini sudah biasa, Hana sedikit kebal dengan semua itu.

Lengan Hana sedikit terguncang begitu masuk ruangan. Dadanya yang naik turun memompa udara dengan cepat. Keringat dingin pula. "Maaf skripnya terlambat."

Member GOT7 mendengus serta berdecak. Tak heran sih, melihat mereka adalah salah satu artis yang membenci kehadiran Hana. "Ini skrip yang harus kalian hafal untuk wawancara."

Satu per satu menerima kertas yang berisikan dialog masing-masing member. Mereka selalu berasumsi bahwa Hana adalah penjilat nomer satu yang Korea punya. Bayangkan, setiap jawaban yang Hana buat selalu sama persis dengan pertanyaan yang reporter selalu tanyakan.

Mereka lagi-lagi menduga Hana melakukan itu semua demi pujian.

Jadi, apa yang Hana lakukan selain merayu dan mendekati para reporter itu?

Pada akhirnya tak ada satupun usahanya yang diberi pujian ataupun ucapan terima kasih.

***

Twice berhasil lolos dari pertanyaan maut seorang reporter stasiun televisi terkenal. Banyak yang tak menduga jawaban Jihyo-pemimpin Twice bisa sangat terdengar luar biasa.

Ucuk-ucuk, reporter itu dirundung rasa malu akibat pertanyaan balik dari Jihyo. Kalian tak perlu tahu, karena siaran ini bahkan belum tentu akan sampai ke mata penonton. Bisa saja bagian itu di edit sebaik-baiknya agar tak terlihat.

Siapa dibalik jawaban cemerlang milik Jihyo? Hana lah orangnya.

Tapi tepat setelah wawancara itu, ia sedang menghabiskan makan siangnya di taman belakang. Sendirian. Tak ada satupun di gedung ini yang mau menjadi temannya.

Meskipun Presdir berkata dia akan menjadi teman Hana dan selalu memujinya, ia yakin alasan itu hanya sekedar membuat Hana tak lari dari pekerjaannya.

Twice pun sama, mereka tak suka diambil hak bicaranya. Tapi lihat, bagaimana kata-kata Hana dapat selalu menolong mereka. Hal itu seperti ibarat angin yang berlalu. Kita sadar angin itu menyejukkan, tapi kadang kita menganggap remeh dan mengabaikan hal itu.

Karena sifat manusia adalah sama, egois.

"Hoam.." Hana merentangkan kedua tangannya ketika tak sengaja menguap dengan lebar. Kantung matanya kian melebar akibat kekurangan tidur. Bermain dengan kata itu lebih sulit dibandingkan pekerjaan fisik. Hana bahkan tak boleh melakukan sedikit saja kesalahan kecil.

Setelah merapihkan nampan makan siangnya, ia bergegas menuju meja kerjanya. Lihat, bahkan ia tak punya ruangan sendiri untuk fokus bekerja. Dimana-mana karyawan sibuk berbicara, mengetik, sampai bernyanyi sehingga mengganggunya.

Kadang terbesit kemauan untuk mengundurkan diri dari sini. Tapi apa yang akan Hana lakukan setelah itu? Bagaimana JYP akan menemukan seseorang yang dapat menahan cemooh seperti Hana? Itulah yang selalu ia pertimbangkan sampai tak sadar jika ada lelaki yang mengetuk mejanya.

"Astaga." Hana melompat kaget dibangkunya. Ketika dihadapkan dengan salah satu kliennya, ia jadi lupa segalanya.

"Ini untukmu." Mark Tuan, seorang cowok bak dewa tampan yang dikejar jutaan wanita dibelahan dunia ini memberikan secangkir kopi panas untuk Hana?

Ia pasti sedang ketiduran lagi.

Hana menampar pipinya dua kali. "Ini mimpi kayak beneran." Ia bahkan mencubit kulitnya yang tipis. "Awww!"

"Ya!" Mark segera menjauhkan cubitan itu dari tangan Hana sendiri. "Kau mau bunuh diri? Cubitan saja tak cukup."

"Siapa juga yang mau bunuh diri. Aku hanya ingin bangun dari tidur." Hana merengek kesakitan. "Kenapa mimpi begitu aneh belakangan ini?"

Mark terkekeh melihatnya.

"Stop! Jangan tertawa." Kilah Hana karena takut jantungnya kelojotan. Senyum Mark itu adalah obat dari segala kesengsaraan. Diam-diam Hana sering memperhatikan Mark dari jauh.

"Lagian kamu lucu. Ini bukan mimpi, Hana-ssi." Mark merilekskan tubuhnya dengan bersandar pada satu kaki. "Ini kopi untuk kantukmu."

Dahi Hana berkerut, "Kau mau aku tambah tidak bisa tidur, huh?"

Mark menepuk dahinya. "Astaga, aku lupa. Kalau begitu ayo kubelikan jus di kantin lobby."

Hana menolak dengan alasan banyak skrip yang harus dia buat untuk artis lain. Tapi Mark bukanlah Mark jika tak keras kepala. "Ayo, jangan tolak satu-satunya pemberi bantuan."

Sialan. Kok dia bisa tau kalau aku tak pernah diberi bantuan?

Setidaknya pikiran itu terus terbesit sampai Hana dan Mark sampai di kantin.

Suasana kantin begitu sepi hingga mereka tak perlu mengantri untuk mendapatkan dua jus dan dua potong roti bakar. Mark membiarkan Hana mencari meja kosong untuk mereka, lalu suasana hening diantara mereka dibiarkan begitu saja.

"Kuakui," Mark menyesap sedikit jusnya lalu berhenti. "skrip buatanmu itu seperti pahlawan tak berwujud." Akuan Mark itu sedikit menggelitik Hana. Kapan terakhir ia diberi pujian oleh seorang artis?

Oh iya, terakhir oleh Nickhun 2PM.

Lekuk bibir Hana sedikit terangkat. Kalau saja ia bisa berkata, ia ingin berteriak saja. Mark itu ternyata sebaik apa yang ia kira.

"Gomawo." Ucapan terima kasih Hana sedikit berbisik.

"Apa? Aku tak dengar."

Hana melirik Mark yang kini tertangkap sedang meledeknya. Jelas-jelas ia dengar apa yang Hana katakan. Menyebalkan.

"Mark!" Hana menepuk bahu Mark dengan bercanda.

"Hana-ssi." Seseorang memanggil Hana dengan nada khawatir, sedikit tergesa-gesa. Hana tak bisa menjawab karena masih banyak roti yang belum ia telan. "Day6 butuh kau untuk press converence."

Hana tak mengenal adanya kata 'istirahat' dalam kamus hidupnya. Selonggar apapun jadwalnya, itu tak pernah ia gunakan dengan maksimal. Ada saja yang menahan Hana untuk beristirahat.

Tanpa ba-bi-bu, Hana pamit dari Mark dan segera berlari menuju lift. Kaki-kakinya yang jenjang begitu membantunya dalam melangkah. Ia seperti dikejar setan.

Lift masih terbuka ketika ia menancap gas dalam radius sepuluh meter. Benar-benar seperti Hana ikut lari marathon. "Tunggu! Tahan liftnya!"

Hana tak lagi peduli dengan roti yang ia kunyah, semua terasa hambar ketika ditelan kasar-kasar. Pintu lift itu menjadi pintu surga yang kini ia akan perjuangkan habis-habisan.

"Tolong tahan-"

Mata mereka saling bertubrukan. Entah karena ini hari drama kesukaan Hana, atau memang detik ini adalah kejadian paling dramatis yang pernah Hana alami, tapi Jinyoung GOT7 lah yang sedang menahan pintu lift dengan kedua tangannya.

Ketika akhirnya lift terbuka kembali, Hana masuk dengan perasaan canggung. Ia bahkan tak bisa berkata terima kasih karena bulu kuduknya menaik. Jinyoung mungkin masih menaruh dendam pada Hana karena masih memegang jabatan sebagai penulis skenario.

Lihat, Hana bahkan bisa melihat kepalan tangan Jinyoung memutih.

Suasana yang henyap menyelimuti kedua insan yang saling menjauh. Hana berharap waktu berjalan lebih cepat, tapi ia merasa sebaliknya. Lalu terdengar bunyi handphone miliknya, setidaknya Hana punya perhatian lain agar tak canggung.

Ahn Joo (Reporter gila)
Hai Hana, aku sebentar lagi akan masuk ruang pers Day6. Ada kata terakhir?

Hana menelan ludah dengan harap cemas. Band yang satu itu selalu tampil memuaskan jika ada pers hingga Hana jarang membantu mereka. Tapi entah kenapa ketika tahu teman satu kuliahnya-Ahn Joo si reporter gila akan datang, mungkin ia akan mencoba menjatuhkan reputasi mereka.

Inilah kenapa ia dibutuhkan untuk band yang satu ini.

Hana mengatur napas sebaik mungkin, kemudian mengetuk kaki di lantai untuk mengurangi kepanikannya.

"Bisakah kau diam? Itu mengganggu." Ujar Jinyoung tiba-tiba. Nadanya sinis apalagi ditambah dengan ekspresinya yang datar.

Jinyoung paling malas berurusan dengan Hana. Dia bukan lain adalah orang yang pertama kali berpikir bahwa Hana adalah penjilat reporter. Dia selalu berpikir kenapa ada gadis yang harga dirinya serendah itu.

Pokoknya Jinyoung tak pernah menyukai gadis itu.

Lagi-lagi sms Ahn Joo masuk. Hana begitu sulit memusatkan pikirannya dengan baik. Setiap kata yang ia baca adalah musibah baginya.

Ahn Joo (Reporter gila)
Aku bisa saja tak bertingkah jika kau melakukan sesuatu untukku.

Hana
Apa?

Ahn Joo (Reporter gila)
Jadi pacarku.

APA? HELLOOO.

Hana tak habis pikir apa yang cowok satu ini lakukan. Apa dengan ancaman ini Hana bisa terjerumus dan mengorbankan dirinya untuk band yang bahkan tak mengenal dirinya?

Astaga, terkadang Ahn Joo tak punya otak.

Ahn Joo (Reporter gila)
Kalau kau tolak, JYP bisa kubuat malu. Oh dan lihat, kau bisa dipecat. Kutunggu di lantai tujuh.

Hana menyerah. Semua harga dirinya memang telah dianggap jelek oleh artis-artis yang mengenalnya. Pasti mereka mengira Hana adalah penjilat para reporter.

 

Jadi, apa ruginya jika Hana benar-benar melakukan apa yang tak pernah ia lakukan?

Benar saja, setelah lift terbuka, Ahn Joo telah memandangi kedatangannya. Hana buru-buru keluar dan menghampiri Ahn Joo.

Jinyoung juga keluar, hanya ia masih bergeming didepan lift sambil memperhatikan Hana dan reporter disampingnya.

"Ahn Joo, tolongg, beri tahu aku apa yang bisa kulakukan selain itu. Tolong.." Hana merapatkan kedua telapak tangannya, memohon dengan keras. "Sebagai imbalannya..."

Saat itulah, Jinyoung merasa bahwa semua dugaan ia adalah benar. Bahwa Hana tak lain hanya penjilat yang akan melakukan apapun demi mendapat pertanyaan-pertanyaan reporter.

***

Lagi-lagi Hana tertidur di meja kerjanya sampai larut malam. Mungkin hanya Hana yang telah menganggap gedung JYP adalah rumah keduanya. Selelah apapun ia, tempat yang terakhir ia tempati akan menjadi tempat tidurnya.

Hari ini di kursi kerja.

Memang hanya Hana yang bisa terlelap bahkan tanpa bantal dan selimut. Ia sih sudah berpesan pada Mark jika latihannya sudah selesai, tolong bangunkan dia. Tapi sepertinya Mark lupa, lihat saja besok Hana akan pegal-pegal diseluruh tubuh.

Di sisi lain, Jinyoung dan Youngjae baru saja selesai latihan. Keduanya memang berencana bergadang sembari menonton film horor. Jinyoung pergi sebentar untuk mengambil makanan ringan.

Ditengah perjalanan, lampu ruang karyawan menangkap perhatiannya. Masih adakah yang bekerja pada jam ini? batin Jinyoung heran. Ia memutuskan untuk masuk dan menilik kedalam.

"Hmm." Jinyoung hanya memutar bola mata ketika mendapati Hana tengah duduk di kursi dengan kepala yang tertunduk, tidur sepertinya.

Ia bergerak mendekat dan mendengus. Tadinya ia ingin membangunkan Hana agar berpindah, tapi ia dilema karna ia masih membenci gadis ini. Atau itu hanya sebuah tameng perasaan?

"Buat apa juga membangunkannya."

Jinyoung baru saja ingin pergi namun pergerakan tubuh Hana membuatnya berbalik dan segera menangkap kepala Hana yang hampir terjatuh kesamping. "Astaga." Jinyoung menahan beban tubuh Hana dengan sigap.

Tubuh boleh kecil, tapi kenapa Jinyoung merasa ia berat sekali? Memang, jangan biarkan penampilan menipumu.

Jinyoung menarik kursi lain untuknya duduk. Kemudian dua kursi itu dirapatkan sehingga tubuh Hana bisa bersandar pada Jinyoung. "Awas sampai dia bangun. Nggak akan kubiarkan."

Selama memegangi kepala Hana, Jinyoung sempat menilik setiap sudut meja Hana. Disana tertera banyak post-it bertuliskan kata-kata mutiara dan tugas-tugas miliknya. Disana juga ada foto dia dan keluarganya.

Lalu komputernya masih menyala, ternyata Hana sedang melihat komentar orang terhadapnya di forum diskusi karyawan. Jinyoung sedikit risih membacanya.

Bagaimana ia bisa tahan dengan semua cemooh itu. Jinyoung kembali menatap wajah tertidur Hana. Ia baru sadar Hana memiliki sebuah tanda lahir kecil didekat telinganya. Dan ada tahi lalat di bawah matanya. Manis sekali.

Eh! Jinyoung. Ingat, kau kan membencinya.

Apa mungkin kau membencinya?

Hati dan otak Jinyoung kembali berseteru. Ketika dihadapkan pada kenyataan dan harapan, ia memang tak bisa melakukan apa-apa. Ia hanya bisa mengusap rambut Hana sambil berkata, "Semoga keputusanku untuk membencimu adalah hal yang tepat."

Jinyoung mendelik kearah meja Hana lagi. Tapi yang paling tak bisa Jinyoung duga saat itu adalah foto wallpaper komputernya, dimana Hana menjadi seorang reporter dengan kartu nama pengenalnya serta seorang lelaki yang ia kenal.

Sebenarnya siapa dia?

***

Hana bangun dengan sebuah jaket menutupi tubuh serta tas yang menjadi bantalnya. Ia tak yakin bagaimana ia bisa berakhir seperti ini. Yang ia ingat dia terlalu lelah untuk melanjutkan tugasnya dan langsung tidur-

Astaga!

Hana ingat kalau Twice harus rekaman promosi album baru. Ia segera berlari menuju studio dengan rambut berantakan, riasan bahkan telah hilang dari wajahnya.

Kalau dibanding Twice, Hana pastilah kalah jauh.

"Hana-ssi." Nama itu menarik perhatian pemiliknya. Hana segera berjalan menuju manajer Twice. "Ini titipan kopi untukmu."

Eh? Dari siapakah itu?

"Hana-ssi, kita akan rekaman setengah menit lagi."

Hana mengangguk dan mengikuti manajer Twice ke dalam studio. Hana melihat mereka tengah duduk dengan anggun sembari membaca skrip yang ia buat. Ada perasaan  bahagia ketika apa yang kita kerjakan dapat berguna bagi orang lain.

Syuting berjalan lancar sampai giliran Dahyun berbicara. Ia lancar sekali, seperti pembawa acara yang mahir membawa atmosfir yang berbeda. Tapi seketika Dahyun berhenti berbicara dan mendaratkan pandangan ke Hana.

Tatapan itu seperti berkata apa-yang-harus-kukatakan-selanjutnya. Hana segera berisyarat dengan tangan serta mulutnya. Cepat sekali bahkan tanpa suara. Dahyun pun terselamatkan.

Belum berakhir, Jinyoung menampakkan kepala lalu membuka pintu studio dengan tujuan mencari Hana.

Aku?

Jinyoung menarik tangan Hana dengan paksa, menggiringnya keluar ruangan tanpa memberi penjelasan.

"Jinyoung-ah! Lepas." Rontaan Hana seakan tak didengar Jinyoung. Mereka berjalan cepat, mengabaikan tatapan orang-orang. "Jinyoung! Lepas!"

Jinyoung berhenti di waktu Hana membentak. Tangannya sontak melepas pergelangan tangan Hana. Lelaki itu seperti kerasukan. Dirinya tak bisa mengontrol emosi. "Sebenarnya kamu siapa, Hana?!"

Hana terperanjat kaget. "A-aku.. Hana.."

Jinyoung menunjukkan sebuah foto didepannya. "Jelaskan maksud foto ini dan kenapa ada Mark disitu?"

Hana seperti terjebak dalam sebuah gang buntu. "Jinyoung, kita tidak dalam berada di hubungan yang bisa membuatmu menanyakan hal privasi itu. Kenapa kau tidak tanya Mark langsung?"

Hana memang terlihat tegar saat berkata demikian. Tetapi dirinya takut, jika masa lalu itu bisa terungkap. Sehingga ia menghindari tatapan Jinyoung dan pergi meninggalkan dia.

***

Hari ini adalah hari dimana GOT7 mendatangi acara reality show yang akan membahas tentang album terbaru mereka sampai kehidupan pribadi mereka.

Hana sudah bersiap dibelakang kamera, memantau jalannya acara. Sebenci apapun GOT7 padanya, ia tidak boleh meninggalkan tanggung jawab begitu saja. Biarkan mereka berkata apa, Hana tetap menjadi penulis skenario dengan profesional.

Kalau bukan karena direkam live, Hana dan GOT7 mungkin takkan pernah berbagi earphone untuk mengarahkan jawaban jika pertanyaan itu terlalu sulit. Hana mengerti itu, sehingga ia takkan berbicara dengan mereka jika memang tak begitu penting.

Pertanyaan pertama sampai ketiga dijawab member dengan baik. Seperti biasa, jawaban yang dibuat Hana selalu bijaksana. Lalu beberapa pertanyaan improve yang dianggap sederhana pun dijawab dengan baik.

Hingga pada saat Jinyoung mulai diberi pertanyaan seputar dunia asmaranya. Ia sedikit tersipu malu. Andaikan Jinyoung yang seperti ini mendekatinya, bukan Jinyoung yang penuh benci, pasti Hana akan sangat bahagia.

"Apa kau sedang mengalami jatuh cinta?" Jinyoung tertawa mendengar pertanyaan tersebut. 
Hana panik dan mengatakan sesuatu dengan tergesa-gesa lewat earphone itu. "Jinyoung, jangan berbicara sesuai kemauanmu. Katakan saja, kau hanya sedang mengagumi seseorang, bukan berarti kau mencintainya dengan-"

Tiba-tiba mic yang menjadi penghubung antara Hana dan earphone milik Jinyoung dimatikan oleh dia. "Hana khawatir dan mulai membuat kontak mata dengan Jinyoung."

APA YANG KAU LAKUKAN? Ucapan tak bersuara itu tak menggubris Jinyoung untuk berbicara.

"Aku memang sedang memerhatikan seorang gadis." Pembaca acara segera menyeru pada Jinyoung, berkata bahwa ia harus mendengar kelanjutannya. "Dia seorang gadis gila yang tak peduli dengan apa kata orang tentang dia."

"Hana, apa yang dilakukan Jinyoung?!" Manajer GOT7 itu bahkan mengguncang tubuh Hana. "Apa dia berbicara di luar skrip?"

Hana tak menjawab, karena terlalu fokus pada perkataan Jinyoung.

"Dia gadis paling bodoh yang pernah kutemui. Dia mau saja menerima sindiran dari orang lain. Awalnya aku berada di pihak itu. Aku selalu senang jika ia mengalami tekanan berat, karena pekerjaan yang ia lakukan adalah hal yang kubenci. Biar kuberitahu, pekerjaannya adalah menjadi bibir seorang artis. Apa yang artis katakan sepenuhnya adalah ucapannya."

Hana menghela napas berat.

"Setelah aku mencari tahu, ia sebenarnya seorang reporter handal dulunya. Ia begitu mengerti dunia itu dan berteman baik dengan sahabatku, Mark sebelum akhirnya berpisah karena perbedaan tujuan hidup. Aku menganggapnya sebagai penjilat, tapi kini kutahu dia adalah seorang profesional yang bisa menduga setiap pertanyaan yang akan reporter tanyakan pada artis."

Pembawa acara tersebut terlalu fokus sampai tak membaca pertanyaan selanjutnya. Jinyoung melanjutkan, "Aku salah paham. Sahabatku lah yang mengklarifikasi semua. Harusnya aku dan artis lain berterima kasih padanya, tapi kami bahkan lebih buruk. Jika bukan karena dia, mungkin kami akan berucap sesuai keinginan sampai bisa saja menghancurkan citra kami sendiri."

"Sebagai gantinya aku ingin berkata seperti ini; Hana Adriana, terima kasih untuk semuanya. Kami terlambat menyadari semua kerja kerasmu. Dari bergadang hingga tak memiliki waktu untuk beristirahat. Aku sangat mengagumimu. Ralat, aku menyukaimu sejak awal. Tapi kebencianku menutup semua kebaikanmu. Aku minta kesempatan kedua."

Mata Jinyoung menangkap sesosok Hana dibalik kamera. Ia tersenyum memandangnya hingga tak ada yang dapat menarik perhatiannya selain gadis penulis skenario itu. Ia mulai berkomat-kamit tak jelas sampai akhirnya

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK