Bandara, pkl 21.00
Seumur-umur baru kali ini aku solo traveling. Awalnya sih karena ditantang cecunguk satu ini, Bambam. Sahabat cowokku satu-satunya, kenal dari zaman masih ingusan waktu di SD (Sekolah Dasar). Dulu aku terus-terusan meledek dia ‘si kurcaci’ karena tinggi badannya yang jauuuh banget dibandingkan diriku. Aku gak habis pikir kenapa bisa ada anak SD yang gak suka minum susu macam dia ini. Gimana badannya mau tumbuh ke atas coba?
Sewaktu dia liburan ke Turki beberapa bulan lalu, dengan bangganya dia cerita tentang kondisinya yang terancam gak bisa pulang ke Indonesia. Saat itu Turki lagi lumayan chaos karena peristiwa pengeboman di sebuah klub yang ramai diberitakan di berbagai media. Aneh sih dia malah ngerasa excited, berasa di film-film gitu katanya.
“Helloooo... kalau lo yang kena bom gimana? Gue udah bilang kan Turki lagi gak aman, masih nekat aja lo kesana, sendirian pula!” ucapku ketus.
“Lalisa... you only live once! Kapan lagi gue bisa solo trip, ngerasain sensasi liburan yang anti mainstream. Justru gue merasa jadi lebih dewasa dan lebih tenang selama menghadapi suasana horor di sana. Dan sekarang, gue tantang lo buat ngelakuin solo trip juga. It’s for your own good, really!” ujarnya penuh semangat sambil memegangi kedua tanganku.
“Dan kenapa gue harus nurutin mau lo?” tanyaku sengit sambil menarik tanganku dari genggamannya.
“Karena lo die-hard fans-nya Got7 then... tiket vip fanmeeting Got7 di Singapur as the reward?” jawabnya.
“Cih!” tukasku.
“Ditambah tiket pesawat pulang-pergi Korea! Solo trip di negara favorit lo, masa iya lo tolak sih?” tambahnya dengan seringai lebar.
“Call! bener lo bayarin nih ya, hahaha!” tawaku puas.
“Kalo soal tiket pesawat doang mah, keciiilll” jawabnya dengan ekspresi tengil. Bikin gemas aja sih, akhirnya aku tak tahan untuk menjitak kepalanya.
“Ouch!” teriaknya yang cuma bisa kubalas dengan nyengir lebar.
Sementara aku duduk melamun di samping koper bawaanku, “Lalisa!” panggilnya sambil melambai-lambaikan tangannya penuh semangat sampai jinjit-jinjit, ditambah cengiran sumringah khasnya. Aku balas melambai padanya dengan senyum simpul lalu berdiri menunggu dia yang berlari-lari kecil menghampiriku. Aku sibuk memandangi wajah usilnya dan tinggi badannya yang sudah hampir menyamaiku.
“Gileee, koper lo gede amat! Mau liburan apa mudik, neng?” ujar Bambam dengan seringai usilnya.
“Resek lo! Ini kan gue bawa mie instan sama tuna kaleng seabrek-abrek buat persiapan selama di Korea. Lo tau kan lidah gue gak jodoh sama makanan Korea,” jawabku penuh pembelaan diri.
“Iya... paham kok. Nih, gue tadi beli ini khusus buat lo. Diminum ya, biar perut lo lebih hangat,” ucap Bambam sambil menyerahkan sebotol tumblr berisi hot green tea latte favoritku.
Duh, tumben ini anak ngomongnya bisa manis lembut begini, pakai bawain minuman kesukaanku segala. Apa jangan-jangan....
“Woy! Gak usah kelamaan natapin botol tumblr-nya. Buruan check-in gih, ntar ketinggalan pesawat lagi,” ucap Bambam.
Buyarlah fantasi indahku tentang dia. Bener-bener deh ini anak gak bisa dianggap serius dikit. “Yaudah, gue cabut ya. Thanks udah nyamperin ke bandara malem-malem,” tukasku sambil bersiap menarik koper.
“No problem, take care ya,” ujarnya sambil mengacak-acak poni rambutku yang sebelumnya sengaja aku pasangi roll rambut selama dua jam perjalanan menuju bandara tadi agar melengkung sempurna.
“Ih, sengaja banget ya lo sumpah!” ucapku misuh-misuh sambil sibuk memukul-mukul tangannya agar menjauh. Bambam malah makin tertawa geli melihatku sewot begitu. Aku pelototi dia yang sedang sibuk tertawa dan damn, his happy face makes my heart skip a beat!
“I’m really going, then. See ya, dwarf!” ledekku sembari menarik koper menuju bagian check-in dalam bandara.
“I’m not short anymore, ya!” teriaknya di belakangku. Aku terus berjalan menjauh sambil melambaikan tangan padanya tanpa melihat ke belakang.
Okay, let’s begin this solo trip!
***
Pesawat, pkl 23.30
Sambil memegangi tiket, aku celingukan mencari tempat dudukku. Aha, itu dia tempat duduk favoritku, window seat! Sejak kecil aku memang selalu memilih tempat duduk pesawat di dekat jendela. Aku sangat menikmati memandangi awan-awan selama perjalanan. Ooops, ternyata sudah ada penumpang cowok berambut pirang berwajah asia yang duduk di kursi sebelahnya.
Dari wajahnya tampak ia bukan orang Indonesia, “Excuse me, my seat is over there,” sapaku sambil menunjuk kursiku di sebelahnya.
“Oh sure,” jawabnya sambil bangkit mempersilakanku untuk masuk. Penerbangan panjang menuju Korea dimulai. Lebih baik aku simpan energi dengan langsung tidur saja.
Tidur di pesawat tak akan bisa nyenyak senyaman di rumah. Beberapa kali aku terbangun lalu kemudian tidur lagi. Sampai akhirnya mataku terbuka dan rasa kantuk seketika menghilang. Tapi kenapa posisi kepalaku miring begini? Astaga, ternyata daritadi selama tidur kepalaku bersandar di bahu cowok ini! Aku langsung sibuk menyeka tepi mulut takut ada air liur yang tersisa. Cowok itu malah cekikikan melihat tingkahku yang panik sendiri.
“Capek banget ya? Tidurnya sampe ngorok begitu,” ujarnya dengan senyum tipis.
Whaaattt jadi gue tadi ngorok selama tidur? Malu banget sumpaaahhhh!
“Iya, abis jadi kuli panggul,” jawabku sekenanya, “Eh, kamu bisa bahasa Indonesia?” tanyaku sambil mengernyitkan dahi.
“Hehehe a bit...”, jawabnya pelan.
Setelah saling memperkenalkan diri, baru kutahu cowok manis ini bernama Mark. Kemudian perbincangan kami pun mengalir begitu saja seperti kawan lama. Entah kenapa kami langsung merasa ‘klik’ satu sama lain dan nyambung dalam beberapa hal, seperti K-Pop misalnya. Tak terasa pesawat pun akhirnya mendarat di bandara Incheon, Korea. Sebelum berpisah kami sempat bertukar kontak Kat*lk. Lalu aku pamit meninggalkannya menuju tempat pemberhentian bus bandara untuk lanjut ke Namdaemun, daerah guest house tempatku menginap.
***
Dongdaemun, pkl 19.00
Sudah dua hari aku berada di Seoul dan berkelana seorang diri. Sebenarnya bepergian sendiri di Seoul bukanlah hal menakutkan. Semua petunjuk di tempat umum berbahasa Inggris dan berbekal peta jalur kereta yang lengkap membuat perjalananku serba mudah. Tapi yang paling aku takutkan adalah rasa sepi. Jujur aku bukan orang yang mudah dekat dengan orang asing. Gak pernah tuh kepikiran buat cari-cari teman orang Korea secara random selama berada di sini.
Lalu kenapa Mark belum menghubungiku juga? Gak mungkin aku mempertaruhkan martabatku sebagai perempuan elegan untuk menghubungi dia duluan. Apa mungkin percakapan menyenangkan di pesawat waktu itu dia lupakan begitu saja, entahlah. Bodoh sekali ternyata cuma aku yang menganggap percakapan singkat dalam pesawat itu sangat berarti.
Tiba-tiba terdengar suara perutku mulai protes. Uuuuh, lapar sekali karena belum sempat makan malam. Sambil memegangi perut aku pun menghampiri kios tteokpokki di pinggir jalan.
Dengan kemampuan bahasa Korea seadanya, aku sotoy memesan eomuk atau otak-otak tusuk,”Imo, eomuk du gae juseyo”.
Lalu dengan nada berbicara secepat kereta shinkansen, bibi penjual itu membalasku dengan pertanyaan lain. OMG! Apa yang bibi ini katakan? Aku betul-betul tidak paham sama sekali. Hasil les bahasa Korea selama setahun ternyata belum membuatku mahir khususnya di saat lapar dan gak konsen begini. Akhirnya aku cuma bisa bengong karena betul-betul gak paham apa maksudnya, ditambah malas mikir karena perut kosong.
“Dia tanya kamu mau makan di sini atau bawa pulang?” tukas seorang cowok yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingku.
“Yaaaa....Maaarrrkkk!!!” teriakku penuh rasa bahagia tak terbendung. Rasa kangen sekaligus bersyukur merasa telah diselamatkan bercampur jadi satu. Ya, aku sangat senang bisa bertemu kembali dengan Mark.
Kami pun makan eomuk dan tteokpokki bersama di dalam restoran kecil yang disediakan kios tersebut. Di antara semua menu makanan Korea, cuma dua jajanan inilah yang akhirnya membuatku menyerah untuk mencicipinya. Ini semua gara-gara kebanyakan nonton drama korea dan Running Man. Ternyata rasanya enak, sangat enak. Ditambah aku makan ditemani dengan cowok manis satu ini, Mark.
Rupanya Mark sibuk menghabiskan waktu berlibur bersama teman-temannya sampai lupa menghubungiku selama dua hari ini. Waktuku di Korea tinggal beberapa hari lagi dan aku tak mau melewatkan waktuku di sini tanpa Mark. Akhirnya kami pun janjian untuk jalan bareng keesokan harinya. Setelah makan, ia pun mengantarku sampai stasiun lalu kami berpisah di jalur kereta yang berbeda.
What a nice dinner with a great person :)
***
Hongdae, pkl 17.00
Sore ini aku janjian dengan Mark di Hongdae. Aku kepo banget mau lihat sekelompok remaja yang suka cover dance di area paling gaul seantero Seoul ini. Begitu keluar dari tangga stasiun kereta, akupun langsung berjalan memasuki kawasan Hongdae. Oh no, aku lupa kalau ini hari Sabtu. Jalanan Hongdae sudah sangat ramai dipadati kerumunan orang. Bahkan untuk berjalan menembus kerumunan saja harus pelan-pelan. Aku yang terbiasa jalan cepat rasanya tidak sabar harus berjalan ala siput begini. Oh, come on people...my Mark baby is waiting!
Beberapa menit kemudian sampailah aku di depan Tony Moly tempat kami janjian bertemu.
“Shopping first?” tanyanya sambil menunjuk ke Tony Moly, toko kosmetik Korea.
“Not a make-up person,” jawabku sambil terkekeh, “Langsung aja, yuk!” ajakku. Dengan senyum manis ia pun menganggukkan pelan kepalanya lalu berjalan di sampingku.
Rupanya sudah ada beberapa kelompok cover dance yang mulai beraksi dan dikerumuni para penonton yang antusias. Kabarnya, banyak karyawan talent agency terkenal yang berkeliaran mencari bakat baru di tempat-tempat ramai seperti ini. Makanya gak salah kalau banyak remaja Korea yang berusaha meraih mimpi menjadi K-Pop Idol dengan menunjukkan bakat mereka di tempat umum. Saat terdengar lagu Got7-Hard Carry diputar, aku langsung sibuk mencari celah agar bisa ke barisan terdepan dan melihat performa mereka dengan jelas.
“Wow, keren banget mereka dance-nya. Ya kan, Mark? Mark? Maaaarrkkk?” aku celingukan mencari sosok Mark yang sudah tak tampak di manapun.
Oh no, jangan bilang kami terpisah. Aku langsung panik menyeruak keluar barisan penonton untuk mencari tanda-tanda keberadaan Mark yang tak tampak. Sial, aku gak sewa egg wifi sementara satu-satunya kontak Mark yang kupunya hanya akun Kat*lk saja. Di saat aku terdiam sibuk berpikir keras cara menemukannya di tengah banyak orang berlalu lalang, sepasang tangan hangat menyentuh bahuku dari belakang sambil berbisik
“Jangan takut, ikut aku,” ucapnya sembari menarik tanganku.
Ucapannya tadi bukannya menenangkan tapi malah membuatku panik. Aku sibuk meronta-ronta melepaskan diri dari cowok tak dikenal ini. Saking hebohnya, beberapa orang di sekitar situ sampai melihatku dengan pandangan heran. Tak ingin timbul keributan, cowok asing ini berbalik dan memandangiku.
“Bambam, lo ngapain di sini?” tanyaku setengah berteriak karena kaget dengan keberadaannya.
“Gue terlalu khawatir untuk biarin lo solo trip ke Korea,” jawabnya dengan tatapan serius. Ia pun kembali menarik tanganku untuk meninggalkan kerumunan di Hongdae.
Aku cuma bisa terpana dengan ekspresi wajahnya yang beda dari biasanya, “Tapi, tapi Mark...?” tanyaku pelan.
Seolah tak mendengar ucapanku barusan, Bambam terus berjalan memegangi tanganku dan aku terlalu bingung hingga mengikuti langkahnya saja.
***
Hangang, pkl 20.30
Kami duduk di tepi sungai Han sambil memandangi kerlap-kerlip lampu malam. Bukan terfokus pada cahaya lampu yang cantik melainkan aku sibuk berpikir apa sebenarnya alasan Bambam menyusulku ke Seoul. Bukannya dia yang heboh memberiku tantangan untuk melakukan solo trip ini?
“Udah makan?” tanyanya membuatku sedikit terkejut.
“Belum...” jawabku pelan.
Kemudian Bambam mengeluarkan sebungkus Honey Butter Chips dari dalam tasnya dan menyodorkannya padaku.
“Makan malem buat gue keripik doank nih?” ujarku sinis.
“Tadi udah pesan delivery ayam goreng crispy sama ayam bumbu kok. Bentar lagi juga dateng,” jawabnya tenang.
Sumpah ya, kesambet apa sih anak ini ngomongnya jadi kalem begini, bikin deg-degan aja. Tiba-tiba aku teringat Mark yang belum ada kabar tapi pikiranku teralihkan ke sahabatku yang tengah duduk di sampingku sambil memandangi langit malam. Aku pun membuka bungkus Honey Butter Chips dan mulai memakannya untuk mengganjal perut.
“Lo kapan sampai Korea? Kenapa gak bilang-bilang mau nyusul? Sasaeng fans ya?” cecarku tanpa ampun.
Dia hanya tertawa kecil sambil menundukkan kepala lalu menatap lekat-lekat mataku. No, please don’t do it to me, Bam. Aku sibuk menenangkan jantung yang dagdigdug sekaligus berharap pipiku yang mulai terasa panas dan mungkin sudah memerah tertangkap matanya. Tak lama ia pun mengalihkan pandangannya dari wajahku ke sungai Han di depannya,
“Gue khawatir lo kenapa-kenapa. Dari dulu lo kan gak pernah pergi sendirian,” jawabnya dengan suara tenang.
Aku termenung, teringat bahwa selama ini memang Bambam yang selalu menemani kemanapun aku pergi. Pernah gak sih aku pergi ke suatu tempat yang aku suka tanpa Bambam kecuali dengan orangtuaku, jawabannya ternyata tidak.
Tak lama kemudian, pesanan ayam kami datang. Kami sibuk makan tanpa sepatah kata pun. Rasanya awkward sekali dengan Bambam yang seketika berubah jadi lebih pendiam dari biasanya. Ada apa sih dengannya?
Tak sampai sepuluh menit, pesanan ayam kami sudah habis tak bersisa. Aku tengah membersihkan tanganku saat Bambam tiba-tiba buka suara, “I love you!”.
Aku pun terbelalak kaget, tak yakin dengan apa yang baru saja kudengar. Kemudian Bambam berlutut di hadapanku dan meraih kedua tanganku ke dalam genggamannya.
“I really love you, Lalisa. Bisa gak kita jadi lebih dari sekedar sahabat?” tanyanya dengan tatapan penuh harap.
Aku bingung harus jawab apa. Jujur aku sangat tersentuh dengan sikapnya yang ternyata bisa manis padaku. Kekhawatirannya padaku yang sendiri berada di negara orang. Terlebih lagi usaha lebihnya menghampiriku ke Korea. “I love you too... as my forever bestfriend, Bam,” jawabku hati-hati takut melukai perasaannya.
Ia pun kembali duduk di sampingku dengan lemas. “Curang, lo ini bukan lagi solo trip. Gue selalu memantau lo dari kejauhan sejak hari pertama lo tiba di Seoul. Dan cowok itu, siapa namanya?” tanyanya.
Segitu besar perhatiannya membuatku merasa bersalah. Sungguh tidak peka, kenapa aku bisa tidak menyadari keberadaannya di dekatku selama di Korea beberapa hari ini.
“Mark, dia baik,” jawabku.
“Itu alasan lo nolak gue? After all I’ve done for you?” ucapnya sambil memandangi wajahku.
“Ehm...yeah, he deserves a chance. So do I,” jawabku sambil mengalihkan wajah dari tatapannya.
Aku tidak siap kehilangan Bambam sebagai sahabat terbaikku. Aku tidak yakin bisa menjaga hubungan baik jika seandainya hubungan percintaanku dengannya tak berjalan mulus. Aku tak menyiapkan rencana menjalin kembali persahabatan yang tak lagi sama jika aku putus dengannya. No, Bam. Aku ingin seperti ini selamanya. Aku tak yakin rasa sayangku padamu sebagai kekasih akan sebesar saat kau jadi sahabatku.
Rupanya Bambam juga sudah menyiapkan hati untuk penolakan cinta dariku. Tapi ia paham sampai kapanpun aku tak akan pernah meninggalkannya sejatuh cinta apapun aku pada pria lain. Tak ada hal yang lebih indah di dunia ini selain memiliki sahabat sejati yang sangat mengerti komitmenku. Bestfriend zone will always be there. Namun, zona persahabatanku dan Bambam tak akan bisa disentuh oleh siapapun. Kami akan tetap saling mendukung satu sama lain walaupun telah berbahagia dengan pasangan masing-masing.
Because that’s what bestfriend’s for.
***
Namdaemun, pkl 23.00
Bambam mengantarku sampai di depan guest house tempatku menginap.
Sebelum pergi ia memelukku erat, “Good luck with him,” bisiknya di telinga kananku lalu melepaskan pelukannya.
“Hopefully,” jawabku dengan senyum riang.
Aku pun masuk ke dalam guest house. Setelah mengaktifkan wifi di handphone, masuk rentetan chat Kat*lk dari Mark. Aku merasa sangat menyesal karena sudah membuatnya sangat khawatir. Segera kubalas semua chat-nya agar dia tahu aku sudah aman berada di kamar penginapanku.
Sebagai permintaan maaf aku pun berjanji mentraktirnya makan enak besok. Kurasa aku butuh kumpulkan keberanian untuk sekalian menyatakan perasaanku padanya. Terlalu singkat perkenalan kami tapi aku tak pernah seyakin ini pada seorang cowok. Jujur aku tak tahu akan kemana arah hubunganku dengan Mark. Tapi jika tak dicoba tak akan pernah tahu hasilnya, bukan?
This time I decide to fight for my love. Sudah saatnya melupakan semua konsep wanita elegan dan gengsi yang selama ini kujaga. Kuharap saat aku nyatakan perasaanku pada Mark, aku akan dengar suara teduhnya membalas “I love you too...” :)
(salilolaveny)