home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction
Fan Fiction > Destiny And The Winter Story

Destiny And The Winter Story

Share:
Author : indeenski
Published : 24 Dec 2016, Updated : 30 Dec 2016
Cast : Baekhyun, Chanyeol, Irene
Tags :
Status : Complete
0 Subscribes |1809 Views |4 Loves
Destiny and The Winter Story
CHAPTER 1 : Destiny And The Winter Story

Angin bertiup kencang diluar sana menunjukan eksistensi musim dingin yang membuat semua orang mengeratkan coat mereka hanya untuk sekedar mendapatkan kehangatan lebih dari mantel tebal itu.

 

Secangkir teh chamomile hangat tergenggam dalam tangan berkulit pucat milik seorang pria bersweater navy blue yang tengah duduk seorang diri di sebuah cafe, pria itu terlihat tampan dengan rambut coklat mudanya yang ditata rapi kebelakang.

 

Cafe bernuansa putih itu memberikan rasa hangat dengan sentuhan classic disetiap sudut ruangannya yang membuat para pengunjung betah untuk berlama-lama. Namun suasana di dalam sana terlihat tak begitu ramai, mungkin karna cuaca dingin membuat orang-orang lebih memilih untuk berdiam diri dirumah menikmati kebersamaan dan enggan untuk melangkah keluar.

 

Pria bersweater biru itu menatap isi cangkirnya dengan sebuah senyuman hangat seolah teh yang berasal dari bunga tersebut merupakan hal yang sangat berharga yang ia miliki.

 

“Hey! Kau mau minum apa Irene?”

 

Iris mata pria itu beralih pada seorang gadis yang tengah sibuk dengan buku kecilnya diantara beberapa gadis lain.

 

 “Bukankah dia...?” gumaman seseorang membuat pria berusia diakhir duapuluhan itu kembali mengalihkan pandangannya dan menemukan sesosok remaja berambut hitam yang entah sejak kapan sudah terduduk di hadapannya.

 

Pria bersweter biru itu terseyum menatap namja berseragam sekolah yang saat ini mengernyitkan dahi untuk berusaha mengingat sesuatu.

 

“Benar Baekhyun itu dia” sang pria berambut coklat itu menjawab. 

 

“Itu gadis yang berada di sebelahmu saat menunggu kereta pagi tadi. Ingatanmu tak salah ia adalah gadis yang sama. Dia gadis yang tadi pagi sempat membuatmu merasa gugup hanya karna berdiri di sampingnya.” Pria dewasa itu menatap Baekhyun tulus.

 

“Ahh, benar itu dia! Aku bahkan masih ingat aroma parfumnya yang terasa manis saat angin musim dingin berhembus menerpa tubuhnya yang berbalut mantel hitam itu.” Gumam Baekhyun lagi tanpa mengalihkan padangan dari gadis yang terlihat merona ketika tertawa bersama teman-temannya.

 

“Apa ini takdir?” remaja berbibir tipis itu berucap.

 

“Kau masih terlalu muda untuk mengetahui bagaimana cara takdir bekerja.” Pria berambut coklat itu menyesap teh chamomile-nya lagi dan ikut menatap gadis yang duduk tak jauh darinya.

 

Senyum pria berambut coklat itu mengembang ketika melihat sang gadis yang tengah bercanda dengan teman-teman sekolahnya. Ia sangat cantik, kulit putih yang berbanding terbalik dengan bibir merahnya, rona pink yang menunjukan kehangatan ketika ia tersenyum serta rambut coklat tuanya yang terurai panjang di punggung. Seperti malaikat kecil ditengah musim dingin.

 

“Bukankan ia terlihat seperti bunga lily putih yang begitu anggun? Bunga lily putih yang selalu menjadi hadiah ulang tahun untuk ibumu.” Pria itu menatap Baekhyun yang tak sedikitpun bergeming dari posisinya.

 

“Baekhyun-ah, kau sudah lama menunggu?” seorang namja seumuran dengan Baekhyun terlihat tersengal dan segera mendudukan diri disalah satu bangku, tepatnya disebelah pria bersweater biru.

 

“Tidak lama, hanya sekitar satu jam.” ucap Baekhyun yang kini telah mengalihkan padangannya pada namja bertubuh tinggi dihadapanya.

 

Jinjja? Astaga, maafkan aku harusnya aku berangkat lebih awal tadi.” ucap pria muda itu penuh penyesalan.

 

Ani. Aku hanya bercanda.” Baekhyun melukiskan senyum diwajahnya. Walau kenyataannya ia memang sudah menunggu Park Chanyeol lebih dari satu jam lamanya.

 

“Ooh! Sukurlah.” Chanyeol bernafas lega dan tersenyum.

 

“Kau seharusnya mengatakan apa yang sebenarnya terjadi.” Pria berambut coklat terang tersebut memberikan nasihat sembari menyandarkan diri pada sandaran kursi berwarna merah tua dibalik punggungnya.

 

“Kau sudah pesan minuman? Kau mau apa?” Chanyeol mengeluarkan dompet kulitnya dari dalam saku celana.

 

Baekhyun menurunkan padangannya untuk menatap teh chamomile yang sudah menemaninya menunggu Chanyeol sejak sejam yang lalu.

 

Mau tak mau Chanyeol mengikuti arah pandang sang sahabat dan seketika rasa kecewa menghampirinya.

 

“Kau sudah pesan minum rupanya.” Nada kecewa tergambar dalam perkataan pria berkacamata kotak itu.

 

“Tak apa, kau bisa mentraktirku lain kali.” ujar Baekhyun menenangkan, sedang Chanyeol hanya bisa mengangguk pelan.

 

“Aku pesan minum dulu kalau begitu.” pria berperawakan tinggi itu bangkit dan perlahan berjalan menjauhi bangku yang ia duduki.

 

“Temanmu selalu berusaha menunjukan perhatiannya padamu, kau tahu itu bukan? Aku yakin raut kecewa diwajahnya itu sedikit mengganggumu.” Pria berambut coklat itu menatap kepergian Chanyeol dengan wajah simpati.

 

Baekhyun ikut menatap punggung Chanyeol yang menjauh dengan perasaan tak enak, namun perlahan arah pandangnya berganti untuk melihat gadis bernama Irene itu lagi. Pria muda bermarga Byun itu merasa seolah dunianya teralih tanpa ia sadari, seakan Irene memilik gravitasi yang menarik Baekhyun kedalam pesonanya.

 

Dari apa yang Baekhyun berhasil curi dengar, ia mendapat informasi jika Irene berada ditahun terakhir sekolah menengah atas sama seperti dirinya, gadis itu tak suka makanan yang terlalu manis dan sedikit payah dalam pelajaran matematika. Hal terakhir itu sangat berkebalikan dengan Baekhyun, pria berwajah imut itu justru mendapatkan nilai tertinggi pada salah satu cabang ilmu pasti yang dianggap sulit oleh remaja seusianya.

 

“Apa yang akan kau lakukan setelah lulus nanti?” Tanya gadis beralis sedikit tebal pada Irene.

 

“Entahlah aku tak tahu, menurutumu aku lebih baik masuk Universitas mana?” Suara manis itu kembali menghampiri pendengaran Baekhyun, suara yang lembut bagai bisikkan beludru yang mengetarkan perasaannya.

 

“Kau seperti orang tua.” Chanyeol kembali ketempat duduknya dengan segelas coklat panas berisikan marshmallow didalamnya, dan mau tak mau Baekhyun harus mengalihkan pandangannya dari bunga lily putih itu untuk menatap sang sahabat.

 

“Ya, aku memang sudah tua.” gumam pria bersweater biru yang duduk di samping Chanyeol.

 

“Orang tua?” pemuda perambut hitam dengan seragam sekolah bertuliskan Byun Baekhyun itu mengerutkan dahinya.

 

“Lihatlah, dari sekian banyak jenis minuman kau selalu memesan teh chamomile

 

“Teh chamomile dapat membuat tubuh dan pikiranmu lebih tenang.” ucap Baekhyun dan pria bersweater biru itu bersamaan.

 

“Kau sudah sangat tenang Baek, jadi kau tak perlu meminum teh itu lagi” ujar Chanyeol frustasi dengan jawaban yang selalu ia dengar.

 

Ya, memang benar Baekhyun terlalu tenang dan pendiam, sangat berkebalikan dengan sang sahabat yang selalu tersenyum dan bertingkah konyol. Jika dibandingkan dengan Chanyeol mungkin hampir tak ada ombak dalam kehidupan Baekhyun. Namun hari ini ia tak dapat menghindari sebuah ombak yang membuat hidupnya berada dalam garis yang bahkan tak pernah Baekhyun torehkan. Ombak itu adalah seorang gadis bernama Bae Irene yang duduk tak jauh dari hadapannya saat ini.

 

“Kau tahu hidup akan lebih menyenangkan ketika kau keluar dari zona nyamanmu.” Chanyeol menyesap coklat hangat yang ia pesan tadi.

 

“Yah mungkin kau benar Mr. Park.” Baekhyun mencuri pandang pada gadis itu, mungkin inilah saat bagi pria muda itu untuk mengarungi dalamnya lautan kehidupan.

 

“Aku memang selalu benar.” namja berkacamata kotak itu tersenyum lebar penuh rasa bangga.

 

“Ckck! rasa percaya diri yang sangat luar biasa.” pria berambut coklat dengan sweater biru itu tertawa pelan.

 

“Umm, sepertinya aku tak jadi mengambil jurusan musik klasik” Chanyeol menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi.

 

“Kenapa? Ini sudah ketiga kalinya kau mengubah pikiranmu, apa kau merasa musik klasik hanya akan membuat orang-orang bosan ketika mendengarkannya?” tebak Baekhyun.

 

“Byun Baekhyun memang selalu mengerti apa yang aku rasakan.” Pemuda itu mengangguk puas.

 

“Itulah Byun Baekhyun” pria berusia akhir duapuluhan itu tersenyum hambar.

 

“Kau benar Baek, aku merasa itu kurang cocok untukku. Aku akan mengambil jurusan lainnya.. yah masih berhubungan dengan musik, tapi bukan musik klasik. Maaf jika kita akhirnya tidak satu jurusan” Chanyeol menunjukan penyesalanya. Baekhyun terdiam sejenak, sejujurnya ia sedikit kecewa karna Chanyeol mengubah pikirannya, tapi Baekhyun tahu jika ia tak bisa memaksakan apa yang dia inginkan hanya karna egonya sendiri. Chanyeol sudah dewasa dan bisa memutuskan jalan hidupnya.

 

“Kuharap kau akan serius pada keputusanmu, jangan menyerah pada apa yang sudah kau putuskan. Aku yakin kau akan berhasil terhadap apapun yang kau pilih. Tapi kau harus mengerahkan seluruh tenangamu, oke?” Baekhyun tersenyum.

 

“Terima kasih Baek” Chanyeol menatap sang sahabat. Terkadang ia merasa Baekhyun terlalu baik untuk menjadi sahabanya dan karna itu juga ia merasa seoalah apapun yang dilakukannya tak bisa membalas apa yang telah Baekhyun lakukan untuknya.

 

“Aku rasa kau memang pria tua yang terjebak dalam seragam SMA” canda Chanyeol membuyarkan suasana canggung diantara mereka dan membuat keduanya tertawa, namun sang pria bersweater biru itu hanya tersenyum menatap keakraban persahabatan anak muda disampingnya.

 

“Bukankah ini persahabatan yang indah?” ucapnya kemudian.

 

“Umm, permisi..” seorang gadis beralis tebal menghampiri mereka, tanpa perlu mengingat Baekhyun tahu jika itu adalah salah satu gadis yang duduk bersama Irene.

 

“Ini untukmu dari temanku” gadis berseragam itu meletakkan secarik kertas di atas meja.

 

“Dia ada di sana. Dia gadis yang berambut panjang” siswi beralis tebal itu menunjuk salah satu temannya yang membuat Baekhyun dan Chanyeol kini menatap seorang gadis yang tengah tersenyum kikuk pada mereka.

 

“Ia terlalu malu untuk memberikannya secara langsung, kuharap kau bisa menghubunginya jika ada waktu” gadis itu tersenyum menatap Baekhyun dan Chanyeol bergantian sebelum akhirnya berbalik kembali ketempat duduknya, dimana gadis lainnya menanti dengan rasa penasaran.

 

“Bae Irene.” gumam Baekhyun saat membaca nama yang tertera di kertas tersebut.

 

“Wah daebak! Lihatlah salju pertama akhirnya turun!” ujar Chanyeol penuh semangat.  

 

“Indah” gumam Baekhyun dengan sebuah senyum di bibirnya, namja itu menatap jendela yang berada di samping kirinya.

 

“Moment paling indah, yang hanya kau temui sekali dalam setahun” Chanyeol mengangguk setuju.

 

Kajja!”  pria muda berseragam sekolah bangkit dan mengenakan mantel tebalnya.

 

“Hey! Tapi jangan terlalu lama, kau harus menemaniku ke toko alat musik sebelum salju bertambah lebat” sang sahabat bangkit dari tempat duduknya tak lupa ia memasukan secarik kertas yang diberikan oleh gadis tadi kedalam saku mantel yang membalut tubuhnya, kemudian mengejar kawannya yang sudah mendahului berjalan menuju arah pintu, meninggalkan seorang pria dewasa dengan teh chamomile-nya seorang diri.

 

Pria bersweater biru tua itu melempar pandangannya keluar jendela menyaksikan orang-orang yang sibuk mengabadikan salju pertama yang turun di tahun itu.

***

 

Tak beselang lama sebuah suara mengahampiri pendengaran pria tersebut, suara dari lonceng kecil yang sengaja diletakan diatas pintu cafe sebagai penanda jika seseorang datang.

 

“Oh!” ucap pria yang mengenakan sweater itu sembari mengangkat tangannya kepada seorang pria bertubuh tinggi yang baru saja memasuki cafe.

 

“Kau sudah lama menunggu?” sapa pria jangkung itu dengan senyum khasnya yang tak pernah berubah.

 

“Tidak lama, hanya sekitar satu jam” ujar pria bersweater biru itu lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

 

Seperti de javu, moment yang sama kembali terulang.

 

“Ahh, maafkan aku harusnya aku berangkat lebih awal tadi.” Pria jangkung itu menarik kursi dihadapanya dan duduk disana.

 

“Aku hanya bercanda, tak perlu seserius itu.” Namja itu tersenyum menatap kawannya yang terlihat menyesali keterlambatannya. Namja dihadapanya itu tak berubah sama sekali yang berbeda hanyalah terlihat jelas aura kedewasaan yang kini melekat dalam matanya dan warna rambutnya yang berganti merah sekarang.

 

“Kau melamunkan apa, Baekhyun?” pria berambut merah itu bertanya.

 

Mendengar namanya disebut membuat namja yang sangat menyukai teh chamomile itu menatap sang lawan bicara.

 

“Tidak, tidak ada. Hanya saja aku teringat salju pertama yang turun sepuluh tahun yang lalu.” Namja itu menyesap tehnya, rasa khas dari teh itu kembali menghampiri indra pengecapannya sama seperti dulu.

 

"Sepuluh tahun lalu? Tahun terakhir kita di SMA? Mengapa tiba-tiba teringat hal itu?" Pria bermantel coklat tua itu terlihat sudah siap untuk mendengarkan cerita sahabatnya.

 

"Hanya teringat saja, entah mengapa" Baekhyun mengangkat bahunya ringan seolah tak ada beban di sana, tak ada niat sedikitpun untuk bercerita.

 

“Kau tidak berubah.” gumam pria dihadapan Baekhyun dengan senyuman tulus seorang sahabat.

 

“Apa? Apa maksudmu?” Baekhyun menatap sahabatnya dengan alis berkerut. Tatapan dari pria bersweater biru itu membuat senyuman sang sahabat semakin melebar.

 

“Apa yang membuatmu tersenyum seperti itu Park Chanyeol?”

 

“Haaah, entah sudah berapa lama kita bersahabat... Tapi mengapa rasanya aku tak pernah tau seperti apa jalan pikiranmu?” Chanyeol mengangkat kedua bahunya, pria itu melepaskan mantel coklat tua yang ia kenakan dan menyampirkannya pada sandaran kursi.

 

“Kau sangat tahu tentang aku, terkadang malah melebihi diriku sendiri. Namun rasanya sangat sulit untuk memahami apa yang ada dalam otakmu itu, kawan” Chanyeol meletakan kedua tangannnya yang terlipat diatas meja.

 

“Kau tak perlu memahaminya.” pria introvert itu menatap sang teman lama.

 

“Mengapa seperti itu?” namja bermata besar itu tak mengerti akan kata-kata Baekhyun.

 

“Terkadang kau tak harus memahami apa yang orang lain rasakan atau fikirkan, itu terlalu sulit untuk dilakukan. Semua orang memiliki cara fikir masing-masing yang terkadang tak tertebak kemana arahnya. Menurutku memahami orang lain bukanlah hal yang terlalu penting.” Baekhyun melempar pandangannya pada jendela yang menyuguhkan ramainya lalu lalang sebuah jalan raya yang membelah daerah pertokoan itu.

 

'Sepertinya tahun ini salju akan datang terlambat.'  Batin pria bermarga Byun itu.

 

“Lalu apa yang lebih penting dari memahami?” Chanyeol itu mengajukan pertanyaanya.

 

“Entahlah.. mungkin mendampingi.” ucap Baekhyun dengan suara lembutnya.

 

“Kau mungkin tak memahami mengapa orang itu menangis atau terluka, tapi dengan mendampinginya dan selalu berada di sampingnya, mendukung apapun yang ia lakukan, itu terasa lebih berharga dibandingkan dengan berusaha memahami apa yang ia pikirkan.” Baekhyun mengakhiri perkataannya dengan sebuah senyuman tulus.

 

“Kau benar Bung, itulah alasan mengapa aku memilihmu untuk menjadi pendamping pengantin pria untuk pernikahanku dan Irene nanti.”

 

Baekhyun kembali mengembangkan senyumnya saat mendengar perkataan sang sahabat yang tengah memujinya itu. Namun ada satu hal yang terasa masih mengganjal, sepuluh tahun memang  sudah berlalu tapi mendengar nama Irene disebut saja hati Baekhyun masih bergetar entah kenapa, dan hal itu membuat senyum Baekhyun terasa berbeda dari senyum yang ia lukiskan sebelumnya.

 

“Karena aku ingin kau ada di moment terpenting dalam hidupku.”

 

“Dan pastikan kau tak akan datang terlambat besok.” Chanyeol memberikan peringatan sementara  Baekhyun hanya menjawab dengan menganggukan kepalanya.

 

Alasan lain Baekhyun tak pernah ingin Chanyeol memahami perasaannya ataupun apa yang ia pikirkan adalah karna semua isi hatinya hanya akan membuat sang sahabat terluka, semua cinta yang ia pendam pada Irene, semua rasa yang ia sembunyikan biarlah hanya Baekhyun sendiri yang tahu, biarlah hanya ia yang terluka. Walau mungkin butuh waktu yang lebih untuk menghapus Irene dari hatinya namun Baekhyun tak kecewa, setidaknya Irene mendapatkan seorang lelaki yang baik. Baekhyun tau seperti apa Chanyeol. Baekhyun tahu jika dirinya terlalu pengecut bahkan hanya untuk mengutarakan apa yang ia rasakan, dan semua itu membuatnya yakin bahwa ia tak akan bisa menjaga Irene lebih baik dari Chanyeol. Baekhyun tak ingin memaksakan apa yang ia inginkan, Baekhyun bukan seorang pemaksa. Chanyeol mencintai Irene, dan Irene... semoga gadis itu bahagia dalam hidupnya. Hanya itu yang Baekhyun inginkan saat ini.

**

 

Sepuluh tahun memang sudah berlalu sejak hari pertama ia melihat wajah cantik Bae Irene dan terpesona akan senyum menawan yang gadis itu suguhkan, dan hari ini dihari pernikahan sahabatnya, tepatnya dimusim dingin dipenghujung tahun Baekhyun kembali terpesona pada gadis itu.

 

Gaun putih yang membalut tubuh mungil Irene membuatnya tak bisa memungkiri bahwa gadis yang telah beranjak menjadi wanita dewasa itu masih menempati sebuah sudut dihatinya. Namun sayangnya bukan ia yang berdiri di samping Irene. Chanyeol-lah yang berdiri disana.

 

Baekhyun tersenyum samar, ia mencintai Bae Irene tapi ia tak ingin memilikinya dan mulai saat ini ia tak akan mungkin bisa memilikinya.

 

“Kau terlihat cantik Irene” puji Baekhyun tulus dari dalam hati.

 

“Terima kasih, Baekhyun” gadis itu tersenyum. Senyuman yang selalu berusaha meluluhkan dinding pertahanan Baekhyun yang dengan susah payah ia bangun.

 

“Dia gadis tercantik yang ada di dunia ini.” Chanyeol menyuguhkan senyumannya pada gadis yang baru saja ia sahkan menjadi istrinya.

 

“Sudahlah, berhenti memujiku dan makan saja makananmu” Irene menyembunyikan ronanya diantara riuhnya perjamuan makan malam.

 

‘Ia masih terlihat seperti malaikat kecil di musim dingin.’ Hati Baekhyun berucap.

 

“Ohh manisnya, untung saja saat itu aku melakukan kesalahan” Minji yang duduk di sebelah Irene tersenyum lebar.

 

“Apa maksudmu?” Tanya Chanyeol penasaran dengan perkataan Minji. 

 

“Ahh jangan katakan itu.” Irene berusaha menghalangi sahabatnya, seolah tau apa yang akan sahabatnya itu ungkapkan.

 

“Sebenarnya saat pertama kali kita bertemu di cafe dulu, aku salah orang." Perkataan Minji terhenti sejenak.

 

"Seharusnya aku memberikan nomer telfon Irene pada Baekhyun, bukan padamu Yeol” ujar Minji ringan, namun kata-katanya itu mampu membuat Baekhyun mematung, rahang pria itu sedikit mengeras.

 

“Kukira namja yang ia maksud adalah kau, tapi ternyata itu adalah Baekhyun” Minji mengangkat bahunya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

 

“Sudah hentikan! Aku malu.” ucap Irene berusaha menutupi wajahnya.

 

“Lanjutkan, aku ingin tahu ceritanya.” Chanyeol terlihat begitu antusias, tak ada rasa cemburu sedikitpun dalam hatinya. Sedang Baekhyun hanya berharap jika Tuhan menulikan pendengarannya saat itu juga.

 

“Dulu sebelum kami datang ke cafe, sepanjang perjalanan Irene terus bercerita tentang namja yang ia temui di stasiun kereta, begaimana ia merasa gugup saat namja itu bersenandung di sebelahnya, dan ternyata itu adalah Byun Baekhyun kita” Minji menatap Baekhyun yang masih terperangkap dalam pikirannya sendiri, berusaha menenangkan dirinya.

 

Jadi bukan hanya ia yang merasakan kegugupan saat itu, gadis disampingnya juga. Baekhyun mengalihkan tatapannya pada Irene.

 

‘Kau pernah menyukaiku, Irene?’ hati namja itu bergumam, rasa hangat seketika menjalari tubuhnya.

 

‘Ini salah! Tidak seharunya aku merasa senang! Hentikan Baekhyun!’ pil pahit itu kembali tertelan, khayalannya harus berhenti. Kenyataanlah yang harus ia hadapi dan kenyatannya saat ini Irene telah bersama dengan sahabatnya.

 

“Apakah itu benar? Kau masih ingat Baek?” Tanya Chanyeol pada sang sahabat yang duduk disampingnya untuk memastikan.

 

“Aku tidak ingat.” Baekhyun menatap Chanyeol, berusaha untuk bersikap setenang mungkin.

 

Bohong!

 

Itu adalah kejadian yang tak akan bisa terhapus dari memori otak Baekhyun.

 

“Wajar saja itu sudah sangat lama, itu sudah sepuluh tahun yang lalu” Minji tertawa di akhir kalimatnya.

 

“Benar itu sudah sangat lama” Chanyeol membenarkan tanpa ada rasa curiga.

 

“Itu bukan hal penting, yang terpenting adalah kalian sudah bersama sekarang” Baekhyun menatap sahabatnya dan Irene bergantian, menegaskan kalimat yang ia ucapkan pada dirinya sendiri.

 

Sejujurnya Baekhyun ingin tertawa, menertawakan takdir yang sedang menggodanya. Takdir bisa mempermainkan manusia sedemikian hingga. Kau mungkin hanya tinggal selangkah untuk mendapatkan cintamu, tapi takdir bisa membelokannya begitu saja seolah tak pernah ada jalan lurus sebelumnya di sana.

 

Hahaha! lucu sekali. Seperti yang Baekhyun bilang sebelumnya bahwa ia tak akan pernah tahu bagaimana cara takdir bekerja.

 

Ingatan Baekhyun kembali terlempar dimoment sebelum salju pertama turun, sepuluh tahun silam.

 

Flashback.

“Ini untukmu dari temanku” Minji meletakakan secarik kertas dimeja, lebih tepatnya ia  meletakannya dihadapan Park Chanyeol.

 

“Dia ada di sana. Dia gadis yang berambut panjang” tunjuk gadis yang saat itu masih berstatus pelajar tersebut pada salah satu temannya, Bae Irene.

 

Chanyeol menatap gadis yang tengah tersenyum kikuk itu dengan sebuah senyum di bibirnya, sedang Baekhyun hanya bisa menatap Irene dalam diam, tak ada ekspresi apapun diwajahnya. Sejujurnya pria muda itu merasa kecewa.

 

“Ia terlalu malu untuk memberikannya secara langsung, kuharap kau bisa menghubunginya jika ada waktu” Minji tersenyum menatap Baekhyun dan Chanyeol bergantian sebelum akhirnya berbalik kembali ketempat duduknya.

 

Masih dalam diam Baekhyun melihat Chanyeol yang tengah tersenyum pada selembar kertas putih kecil dihadapannya, rasanya sahabatnya itu sudah lupa bahwa masih ada Baekhyun disana. Namja bermarga Byun itu terlalu memahami Chanyeol, bahkan dengan menatap sekilas saja Baekhyun tahu Chanyeol sudah menaruh rasa pada Irene.

 

Memahami seseorang justru akan menorehkan sebuah luka dihatimu. Itulah yang dirasakan Baekhyun. 

 

“Bae Irene.” gumam Baekhyun saat membaca nama yang tertera di kertas tersebut. Memastikanya sekali lagi, tapi yang ia hadapi adalah kenyatan bahwa itu memang nama gadis yang berhasil mencuri hatinya pagi tadi.

 

Suara Baekhyun membuat Chanyeol kembali ke alam sadarnya dan menatap kawannya yang masih terpaku pada kertas dihadapan Chanyeol, namun perhatian Chanyeol langsung teralih saat dinding kaca yang ada di balik punggung Baekhyun yang tengah menyuguhkan pemandangan dimana butiran-butiran putih melayang jatuh dari angkasa.    

 

“Wah daebak! Lihatlah salju pertama akhirnya turun!” ucap Chanyeol penuh semangat

 

“Indah” gumam Baekhyun dengan sebuah senyum di bibirnya sebelum akhirnya melemparkan pandangan ke luar jendela untuk menatap keajaiban kecil itu.

 

Salju putih itu turun seperti butiran air mata yang jatuh perlahan. Seolah ikut merasakan apa yang Baekhyun rasakan.

 

“Moment paling indah, yang hanya kau temui sekali dalam setahun” Chanyeol mengangguk setuju, mengamini perkataannya sendiri.

 

“Kajja!” Baekhyun bangkit dan mengenakan mantel tebalnya dan menunjukan wajah antusias. Namja itu berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Chanyeol yang tak mengira Baekhyun beranjak dari kursinya.

 

Sebenarnya bukan salju pertama yang membuat Baekhyun bergegas, tetapi perasaanya. Ketika berbalik semua raut kebahagiaan palsunya sirna meningglakan perasaan kecewa yang berusaha ia tutupi. Baekhyun tak ingin Chanyeol mengetahui jika hatinya terluka. Ia bahkan tak berani menatap Irene saat langkah kaki membawanya melewati bangku yang gadis itu tempati. Hatinya terlalu sakit.

 

“Hey! Tapi jangan terlalu lama, kau harus menemaniku ke toko alat musik sebelum salju bertambah lebat” Chanyeol bangkit dari tempat duduknya, tak lupa ia memasukan secarik kertas bertuliskan nama Irene kedalam saku mantel yang membalut tubuhnya untuk kemudian mengejar sang kawan yang sudah mendahului berjalan menuju arah pintu. Namun sebelum benar-benar meninggalkan cafe Chanyeol berbalik untuk menatap Irene, berusaha untuk menyimpan patrian wajah gadis itu dalam memorinya atau mungkin lebih tepatnya namja itu berusaha menyimpan wajah sang gadis dalam hatinya.

 

“Baekhyun-ah, bukankah kau bilang akan bernyanyi dalam pernikahanku?” Suara lembut Irene menyadarkan Baekhyun dari masa lalunya. Gadis itu menatap pria berambut coklat yang terduduk di sebelah kanan suaminya dengan tatapan memohon.

 

“Tentu, apapun yang kau inginkan.” Baekhyun beranjak dari kursinya, mengumpulkan semua sisa tenaga untuk berjalan menuju sebuah panggung kecil dengan hiasan bunga-bunga lily putih yang ternyata adalah bunga kesukaan Irene. Klise sekali.

 

“Aku harap kita semua akan hidup bahagia.” Pria itu tersenyum diakhir kalimatnya. Entah senyum apa yang ia torehkan, entah kebahagiaan siapa yang ia maksud. Tak lama denting piano menghampiri pendengaran setiap undangan yang datang dan suara merdu Baekhyun mengalun.

 

(Disarnkan untuk mendengarkan exo-for life)

Sebuah misteri yang menghampiriku dengan wajah malaikat, kehangatanmu
Seseorang yang selalu berada di sisimu dan mencintaimu
Apakah itu aku?

Bahkan di pagi hari musim dingin dan malam hari yang sedikit sepi, kita bersama-sama di sini
Jadi malam ini aku akan mengubah kegelapan dengan cahaya bersamamu
Sebuah keajaiban yang tak dapat di percaya

Hari ini aku akan memelukmu erat,
Memberikan hati dan jiwa ku padamu
Karena kamu segalanya dalam hidupku, seumur hidup
Bahkan jika aku di lahirkan kembali, aku tak bisa bersama siapapun selain dirimu

Bahkan seribu katapun tak cukup untuk di katakan, seumur hidup..

(exo-for life)

 

Baekhyun terdiam sejenak saat salju turun didepan matanya perlahan.

 

“Salju pertama” gumamnya. Salju pertama itu terlihat seolah ikut bersedih atas apa yang Baekhyun rasakan, sama seperti dulu.

 

Namja itu menundukan kepalanya seraya mengulum senyum ditengah ketakjuban orang-orang akan benda putih yang jatuh melayang itu. Bagi Baekhyun musim dingin adalah masa dimana ia jatuh cinta dan terluka. Sepuluh tahun yang lalu ia jatuh cinta pada seorang gadis dihari pertama salju turun dimusim dingin, dan dihari itu juga ia merasakan kekecewaan dari patah hati ketika ia kira gadis itu memilih orang lain dibandingkan dirinya.

 

Sepuluh tahun berlalu tapi entah mengapa musim dingin masih membawa kekecewaan padanya. Bukan pada cintanya. Tapi pada takdir yang menari ditengah musim dingin bersama dengan lagu yang ia nyanyikan.

 

fin.

 

hope you'll like the story, ditunggu love dan komen'a chinggu <3

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK