Haru-Haru
Part - 3
Author : khaiicheen
Sinar matahari pagi menelusup celah jendela apartment Jaekyung. Ia sudah bangun sejak setengah jam yang lalu. Dirinya sudah bersiap, hanya tinggal berganti baju. Jam kerjanya masih 2 jam lagi, membuatnya sedikit lebih bisa bersantai. Dengan rambut yang masih dililit handuk, ia menggigit sepotong roti sebagai sarapannya beserta susu coklat hangat. Gadis ini addict sekali dengan susu coklat, lambungnya tidak bisa menerima asuan kopi maka hingga berusia 21 tahun ini ia hanya bisa meminum susu coklat saja.
Ponselnya tiba-tiba bergetar, ia belum merubah mode profile ponselnya.
Satu nama terpampang jelas disana.
Flashback
Setelah menemukan namja itu di atap venue Dream Concert hari ini, Jaekyung memintanya untuk kembali. Namun bukan Jeon Wonwoo namanya jika tidak selalu mencuri perhatian Jaekyung, terlebih saat ini.
“Berikan ponselmu.” Ujarnya.
“Aku tidak membawanya.” Balas Jaekyung.
“Bohong. Berikan ponselmu.”
“Aku tidak membawanya. Kau tidak dengar itu?”
“Sejak aku mengenalmu, kau bukanlah gadis yang bisa begitu saja meninggalkan ponsel jauh darimu. Walaupun kau bukan gadget freak, tapi kau selalu membawanya untuk berjaga-jaga di waktu darurat.”
Jaekyung mematung, hanya pandangan matanya saja yang bergerak. Sneaker wedges 7 senti itu tetap saja tidak bisa menatap Wonwoo tanpa mendongak. Ia membenci ini.
“Kenapa kau mengingatnya?”
“Karena tidak mudah untuk melupakannya.”
“Ini sudah 4 tahun berlalu.”
“Segala hal unik darimu tidak pernah bisa kulupakan. Semuanya masih terkenang jelas.”
“Tapi aku memang tak membawanya.”
“Cepat berikan saja padaku.”
“Untuk apa?”
Flashback end
“Ada apa?” tanyanya langsung pada si penelfon.
“....”
“Masih 2 jam lagi untuk itu. Aku masih mengantuk.”
“....”
“Jinjja. Aku masih di tempat tidur.”
“...”
“Mwo?”
Gadis itu meloncat dari kursinya kemudian menuju intercom. Matnya membesar melihat tamunya itu.
“Jinjaaaa.”
*****
Tubuhnya menggigil dan membuat gadis itu khawatir bukan main. Perlombaan akan berlangsung beberapa waktu lagi. Kesibukan namja itu membagi waktu sekolah, latihan musik dan trainee membuatnya tumbang hari ini.
Semalam Jaekyung sudah mengomelinya habis-habisan. Namja itu menelfonnya hampir malam dan mengatakan bahwa keadaannya tidak baik dan hal itu tertangkap jelas di telinga Jaekyung. Suaranya berubah, sepertinya batuk. Tapi ia tetap keras kepala untuk ikut perlombaan.
“Kita tidak usah ikut perlombaan ini. Aku akan mengatakannya pada Hwang saem dan meminta pada panitia.”
Namun langkahnya terhenti, Wonwoo tak menginginkan hal itu. Ia tetap ingin mengikuti lomba ini.
“Jangan keras kepala Jeon.” Seru Jaekyung.
“Aku hanya perlu tidur sebentar. Keadaanku akan membaik nanti.” Ujar Wonwoo.
Jaekyung kembali duduk di sofa ruang tunggu itu.
“Keadaanmu lebih penting dibandingkan perlombaan ini.” Ujar gadis itu lembut.
“Terima kasih sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku akan tetap menjadi partnermu hari ini.”
“Jeon..”
Wonwoo memilih melandaikan kepalanya di bahu Jaekyung dan memejamkan matanya. Apa yang dikatakannya itu akan benar. Ia hanya perlu tidur sekarang.
“Kenapa kau keras kepala?”
“Ini tahun terakhirku bersamamu.”
*****
“Sampai kapan kau akan terus dengan handuk dikepala, kaus yang kebesaran dan celana tidur itu?” tanya namja itu.
“Shut up Jeon Wonwo-ssi. Suka-sukaku mau berpenampilan seperti apapun. Ini apartmentku.”
“Tapi aku adalah tamumu.”
“Tamu tak diundang.” Jaekyung mengibaskan tangannya dan duduk di sofa TV.
“Baiklah. Kalau begitu aku lapar.”
“Ada roti dan selai coklat disana. Buatlah sendiri kalau kau memang lapar.”
“Kemana Jaekyung noonaku yang ramah seperti dahulu?” pancing Wonwoo.
Jaekyung memilih diam. Dan beranjak ke kamarnya. Menguncinya rapat agar namja itu tak bisa mencuri dengar. Pertanyaan itu sangat dibencinya. Pertemuan di atap gedung beberapa hari lalu memang berawal dengan candaan namun tidak pada akhirnya.
Gadis itu menghela nafas dalam seraya merebahkan tubuhnya diatas kasur. Matanya terpejam. Ini yang tak diinginkannya. Ia tak ingin lagi mengingat masa lalunya dengan namja itu. Semua sudah lama berlalu. Menjadi dingin kepadanya, Jaekyung memiliki alasan. Karena menyesal itu selalu berada diakhir.
Aku tidak berubah terhadapmu
Jeon tolong jangan seperti ini
Helaan nafas dalam itu dilepaskannya. Pintu kamarnya diketuk memberikan bunyi pada telinga gadis itu.
“Noona, kau kenapa?”
“Gwechana.”
“Benarkah.”
“Nde benar. Sudahlah jangan gangu aku dulu. Kembali saja ke dorm mu.” Usirnya lembut.
“Noona.”
“Maaf.”
“Kau baik-baik saja?”
“Aku akan pergi menggunakan transportasi umum dan aku tidak ingin direpotkan karenamu.”
“Baiklah, aku pergi.” Ada nada kecewa di suara namja itu. “Tak perlu datang kalau begitu noona. Istirahatlah.”
Tanpa Wonwoo ketahui, ada tangisan tersembuyi dibalik pintu coklat kamar Jaekyung itu.
“Maafkan aku datang kesini dengan lancang.”
*****
Wonwoo Side
Sejujurnya aku hanya penasaran dengannya. Sikapnya sekarang seakan tak bisa kutebak. Beberapa hari yang lalu ia datang mencariku dengan khawatir. Memarahiku karena terlalu keras kepala. Tidak memikirkan tentang kesehatanku yang baru saja pulih. Ada sorot cemas dalam tatapan matanya.
Ketika itu, ia memarahiku dengan cara yang sama seerti dahulu. Marah namun terselip kekhawatiran disetiap kalimat dan nada suaranya. Aku pun memancingnya dengan sederhana.
“Kau masih mengingat semua kebiasanku?”
“Dan itu membuatku benci.”
Dan setelahnya kami bercanda layaknya dulu. Ia tak menghindariku untuk terus mengajaknya mengobrol.
Berniat untuk meminta maaf atas apa yang terjadi beberapa hari yang lalu, tanpa tujuan yang jelas aku hanya mencoba mencari tempat tinggalnya saat ini. Masihkah sama dengan beberapa yang lalu? Dan akhirnya aku bisa menemukannya, tempat tinggal yang sama dengan 5 tahun yang lalu. Tempatnya bersembuyi jika tak ingin berada di keramaian.
Ia membukakan pintu apartmentya. Kupikir ia tidak masalah dengan kedatanganku. Sambutan yang sama juga ketika aku mengunjunginya semasa sekolah dahulu.
“Kemana Jaekyung noonaku yang ramah seperti dahulu?” pancingku.
Salakah aku menanyakan hal seperti itu?
Dulu, ya dulu beberapa tahun yang alu. Walapun terkadang raut tak suka muncul di wajahnya, ia selalu menyambut dengan hangat. Tapi tadi, ia memilih meninggalkanku saat pertanyaan itu kulontarkan.
“Noona, kau kenapa?”
“Gwechana.”
“Benarkah.”
“Nde benar. Sudahlah jangan gangu aku dulu. Kembali saja ke dorm mu.” Usirnya lembut.
“Noona.”
“Maaf.”
“Kau baik-baik saja?”
“Aku akan pergi menggunakan transportasi umum dan aku tidak ingin direpotkan karenamu.”
“Baiklah, aku pergi.” Aku kecewa dengan kalimat itu. “Tak perlu datang kalau begitu noona. Istirahatlah.
“Maafkan aku datang kesini dengan lancang.” Putusku akhirnya
Ada rasa kecewa saat ia melontarkan kata-kata itu. Jaekyung noona mengusirku?
Lalu untuk apa ia mempersilahkan masuk jika akan mengusirku seperti ini. Dan ia merasa repot dengan keberadaanku sekarang? Kenapa ia menerima keputusan ditempatkan sebagai personal managerku kalau begitu?
“Noona, ini membingungkan.”
Dan harapanku untuk berada di dekatnya hari ini sirna sudah. Keadaannya yang seperti itu tak akan membuatnya datang.
******
Verry Nice Shooting Location
Gadis itu datang ke tempat pengambilan gambar untuk music video di comeback group yang diasuhnya. Wajah dan perasaannya sudah kembali normal saat ini. Pulasan make up tipis mempecantik wajahnya.
“Wonwoo bilang kau tidak enak badan.” S.Coup menghampirinya.
“Istirshatlah jika memang tidak enak badan.” Jeonghan menambahkan.
“Eoh, aku tidak apa-apa. Darimana anak itu mengatakan hal ini.”
“Ia bilang kau mengirimkannya pesan.” Ujar Joshua.
“Aku tidak apa-apa. Tenang saja.” Tenang Jaekyung. “Kalian belum bersiap?”
Jaekyung melangkah menuju ruang make up untuk mengurus anak asuhnya. Sesampainya gadis itu, ia menyapa para seniornya yang lain dan mengambil alih tanggung jawabnya dari Mina.
Wonwoo masih memejamkan matanya saat Jaekyung sudah mulai melakukan pekerjan perdananya. Tidak terlalu repot mengurus namja ini karena ia hanya akan ikut di pengambilan gambar tanpa melakukan dance serta scene roof top version.
Make up tipis dibubuhkannya pada wajah namja itu. Hidung tinggi alami namja itu selalu membuat Jaekyung suka untuk menatapnya. Mata Wonwoo terbuka perlahan. Membekukan pergerakan keduanya. Kedua pasang mata itu saling menatap tepat dimanik mata.
“Bisa diam sedikit Jeon Wonwoo-ssi?” ujar Jaekyung menormalkan keadaan.
Mencoba membuat member lain yang ada di ruangan itu tidak curiga. Begitu juga pada personal manager lainnya. Tapi, ada sepasang mata yan memperhatikan keduanya dari arah sofa. Berpura membaca buku, pemilik mata itu tersenyum jahil. Ada yang perlu dijelaskan padanya.
“Gantilah bajumu dengan ini.” Ujar Jaekyung
“Baiklah. Terima kasih.”
Kaku. Itu yang dilihat namja dengan buku di tangan. Terlalu kaku untuk orang yang sudah berkenalan sejak beberapa tahun itu.
“Kau harus menceritakannya padaku Jeon Wonwoo.” Ujar namja itu.
*****
Pengambilan gambar sudah dilakukan. Namja itu menghampiri personal managernya. Meminta handuk kecil dan juga minuman dingin.
“Tidak ada minuman dingin.”
“Tapi ini panas.”
“Badanmu lelah begitu juga dengan organ tubuhmu.”
Wonwo tak berusaha untuk membalasnya. Gadis itu memang tak pernah membiarkannya minum air dingin walaupun seteguk.
“Terima kasih.”
Jaekyung mengangguk.
Dalam pandangan matanya sendiri, sejujurnya Jaekyung bahagia melihat namja itu bisa tumbuh dengan baik. Membuktikan apa yang diyakininya jika Wonwoo tetap bisa melanjutkan langkah dan mimpinya walaupun ia sudah tidak bersama dengan namja itu lagi.
Seulas senyum pun terlukis diwajahnya, keberhasilan namja itu sedikit membuatnya bahagia, termasuk juga keadaannya yang baik-baik saja dan bisa menampilkan ekspresi yan sangat baik dimatanya.
Dari depan lensa kamera yang menyorotnya, senyum dan tawa namja itu tertampil bahagia. Bahkan sangat bahagia. Karena dari posisinya yang berada lurus dengan Jeakyung membuatnya bisa melupakan apa yang terjadi pagi tadi. Senyum yang terukir diwajah gadis itu membuatnya tenang dan bahagia. Karena pandangan Jaekyung tak lepas dari dirinya.
Walaupun ia tak mengerti tentang Jaekyung kali ini, tapi senyuman itu sedikit banyak membuatnya mengerti. Mereka bukanlah Jeon Wonwoo dan Yoon Jaekyung yang dulu. Hari-hari yang terlewati adalah kenangan yang baik ingin mengingatnya bisa membuatnya bahagia atau pedih. Ia hanya perlu melakukannya secara perlahan. Memaksanya menjadi cepat seperti yang dilakukannya kemarin dan hari ini adalah kesalahan.
Ada yang ia lupakan tentang gadis itu, ketika kau terus memaksanya. Tak akan pernah ada jawaban yang akan kau dapat. Biarkanlah semuanya mengalir secara alami, hari-hari kedepan masih panjang, jadi ia masih bisa membuatnya lebih nyaman agar Jaekyung bisa merasakan ketulusannya lagi.
“Membawa mobil hari ini?” tanya Wonwoo menghampiri.
*****
Penampilan demi penampilan sudah disuguhkan oleh para peserta yang lain. Dan kini adalah waktu untuk keduanya. Lagu Our Love milik Super Junior menjadi pilihan keduanya. Menjawab tantangan Hwang saem untuk membawakan lagu yang biasanya dibagi menajdi banyak part namun kali ini hanya 2 orang, serta arasemen lagu yang berubah namun tak meninggalkan rasa aslinya.
Jaekyung meletakan punggun tangnnya di dahi Wonwoo. Masih sedikit demam. Dan tak lama namja itu bangun dari tidurnya.
“Sudah lebih baik?” tanyanya.
“Nde. Jauh lebih baik.” Balas namja itu.
“Bersiaplah kalau begitu. Aku menunggumu di luar.”
“Baiklah.”
Ada rasa khawatir yang menggelayuti perasaan gadis itu. Tak sehat dan suara yang berubah membuatnya tak yakin. Jika dipaksakan seperti ini bisa saja mengakhiri semuanya. Tapi ia pun tak bisa menahan seorang Wonwoo. Sikapnya terlalu keras kepala tapi ia menyukainya. Kegigihan namja itu yang disukainya.
Belakang panggung menjadi tempat keduanya berada saat ini.
“Kau yakin?” Jaekyung kembali meykinkan.
“Keadaanku sudah membaik. Tenang saja.” Balasnya.
“Baiklah, ayo kita kedepan.”
*****
Pengambilan gambar masih berlangsung untuk roof top version dan beberapa kali Jaekyung terlihat menguap kelelahan. Namun ekspresi dan kelucuan yang dibuat oleh para member membuat kantuknya hilang. Sifat kekanakan yang memang masih melekat dengan ketiga belasnya membuat pengambilan gambar kali ini lebih seru dibandingkan sebelumnya, karena tidak membutuhkan koreo dan konsentrasi yang lebih. Hanya menjadi diri mereka sendiri.
“Inilah yang terkandang bisa mengobati lelahku.” Ujar Haemin.
“Sifat kekanakan dan kebebasan yang mereka miliki memang alami. Kegilaan dengan lelucon dan canda tawa itu muncul dengan sendirinya.” Mina menambahkan.
“Apa yang mereka tunjukan adalah sifat asli mereka. Remaja usia belasan tahun yang tengah beranjak menuju masa 20 tahun. Yang masih ingin bebas dan bermain, yang masih ingin bersenang-senang tanpa memikirkan banyak hal. Terlebih seorang Jeon Wonwoo.” Ujar Jaekyung.
Mina dan Haemin sontak menatap gadis yang berada di tengah itu dengan tatapan bingung. Jeon Wonwoo?
*****