“Dani-ya? Apakah kau baik-baik saja?” tanya Jungkook sambil melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Dani.
Dani masih berdiri mematung, tak percaya pada apa yang dilihatnya saat ini. Pria yang sejak tadi memenuhi ruang pikirannya sekarang berdiri tepat di depan tempat tinggalnya – tunggu, tidak, bukan di depan tempat tinggalnya lagi, tapi di depan dirinya. Jungkook yang tadi berdiri beberapa langkah di depan Dani sekarang sudah berada tepat di hadapan gadis tersebut.
Apakah ini halusinasi? Apakah aku mulai membayangkan yang tidak-tidak? Ucap Dani dalam hati.
“Pergilah…pergilah dari pikiranku…” gumam Dani sambil memejamkan mata dan menggeleng-gelengkan kepalanya berkali-kali. Namun pria tersebut masih tetap berdiri di depannya ketika Dani membuka mata. Pria tersebut – bahkan – sekarang melengkapi wajah tampannya dengan senyuman kemenangan.
“Pikiran-ku? Wah…ternyata aku ada di pikiranmu ya?” ucap pria tersebut senang.
Setelah sadar betul kalau yang ada di hadapannya adalah benar-benar Jun Jungkook, wajah Dani kembali mengeras. Rasa bencinya kepada pria tersebut kembali muncul dan memenuhi relung hatinya.
“Apa yang kau lakukan disini? Apakah kau tak takut disergap oleh penggemarmu? Pergilah. Ini bukan tempat untuk seorang idola besar seperti dirimu.” Ucap Dani ketus sambil berjalan meninggalkan Jungkook.
“Aku merindukanmu.” Ucap Jungkook pelan, namun cukup untuk didengar oleh telinga Dani.
Dani menghentikan langkahnya.
Sial. Ucapnya dalam hati.
“Aku merindukanmu, Kim Dani.” Ucap Jungkook lagi.
Sialan. Gumam Dani, masih dalam hati.
***
“Aku hanya punya teh, kau masih suka teh kan?” tanya Dani sambil menyodorkan secangkir teh panas pada Jungkook yang duduk di kursi meja makan apartemennya.
Jungkook hanya mengangguk sambil tersenyum dan menyesap teh-nya.
“Kau tinggal sendirian di apartemen ini?” tanya Jungkook sambil melihat ke sekelilingnya.
Apartemen yang menjadi tempat tinggal Dani memang tidak sebesar apartemen pada umumnya. Hanya ada satu kamar tidur dan satu kamar mandi. Ruang televisi-nya pun menyatu dengan dapur dan meja makan. Meski begitu, tempat tersebut telihat sangat nyaman dan rapih. Seperti apartemen wanita pada umumnya, tempat tinggal Dani juga memiliki wangi aromaterapi yang menenangkan.
“Tidak, aku tinggal bersama dengan temanku, Cathy. Tapi dia sedang pergi ke luar kota sekarang.” Jawab Dani.
Jungkook mengangguk mendengar jawaban Dani.
Kesunyian pun kembali menyelimuti keduanya. Rasa kaku dan malu pun sedikit demi sedikit merambati diri Dani. Ia melirik sebentar ke arah Jungkook. Dadanya bergetar melihat Jungkook yang sekarang berada di seberang meja. Jika mengikuti nalurinya saat ini Dani ingin sekali memeluk pria tersebut. Namun gengsinya menolak ia melakukan hal itu.
Ada apa dengan hatiku? Kenapa ia malah berdegup kencang sekarang? Padahal tadi saat bertemu di Hongdae hatiku malah dipenuhi kebencian? Hey, hati! Tidak bisakah kau tenang sedikit? Gumam Dani dalam hati sambil menepuk-nepuk dadanya.
“Kwencanayeo?” tanya Jungkook, membuyarkan benak Dani.
Sadar kalau Jungkook sedang memperhatikannya, Dani langsung pura-pura batuk dan mengacungkan jempolnya, menandakan kalau ia baik-baik saja.
“Syukurlah,” balas Jungkook sebelum kembali berkata, “Oh ya, apakah tadi di Hongdae kau benar-benar tidak mengenaliku? Apa kau justru berpura-pura tidak mengenaliku? Kau tahu tidak, aku hampir saja akan mengamuk tadi ketika melihat kau dengan santainya menggambar wajahku.” Lanjut Jungkook. “Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi tempat tinggalmu. Kalau tadi di depan kau masih tidak juga mengenaliku maka aku akan benar-benar marah. Tapi untung saja kau mengenaliku.”
“Ternyata kemampuan melukismu semakin hebat ya. Dari semua pelukis yang ada di Hongdae, kulihat antrianmu yang paling panjang. Kurasa banyak orang yang ingin wajahnya dilukis olehmu. Selamat Kim Dani!”
Dani masih terdiam, mendengarkan kata-kata Jungkook. Ia tak tahu harus berkata apa sekarang, apakah ia harus membalas ucapan pria tersebut dengan sewajarnya atau tidak. Namun ia tak bisa bersikap wajar. Tidak saat ini. Tidak kepada Jeon Jungkook.
Melihat Dani yang masih saja terpaku, Jungkook pun memutuskan untuk kembali berbicara.
“Ah ya, bagaimana kabar paman dan bibimu? Apakah mereka–”
“Kau…sebenarnya apa maksud kedatanganmu?” tanya Dani tiba-tiba, memotong pertanyaan Jungkook.
Jungkook diam sebentar sebelum menjawab, “Aku ingin tahu bagaimana kabarmu sekarang. Aku ingin tahu apa alasanmu memutus kontak denganku begitu saja tanpa penjelasan. Aku…ingin kita kembali seperti dulu.”
“Lebih baik kita melupakan semuanya dan menjalani kehidupan masing-masing saja sekarang.” balas Dani.
“Kenapa? Kenapa kita harus melupakan semuanya?”
“Karena semuanya terlalu menyedihkan dan merumitkan.”
“Bagimu, mungkin. Tapi bagiku tidak.”
Dani terdiam, tak bisa membalas sanggahan Jungkook. Ia sadar kalau selama ini ia hanya berpikiran dari satu sisi saja. Sisi-nya seorang. Ia tidak memikirkan bagaimana perasaan Jungkook. Ia..sudah terlalu egois.
Ddrrttt drrrttt. Handphone Jungkook yang disimpan di atas meja bergetar, menandakan ada telepon masuk. Jungkook melihat sekilas ke layar handphone-nya sebelum mengangkat panggilan tersebut dan memecah kesunyian antara dirinya dan Dani.
“Ya, hyung?” sapa Jungkook pada peneleponnya.
[HEY! DIMANA KAU?] balas penelepon tersebut. Teriakan pria tersebut – yang terdengar sampai telinga Dani – membuat Jungkook menjauhkan handphonenya dari telinga.
“Hyung, bicara pelan-pelan saja. Telingaku masih berfungsi dengan baik, kok. Ada apa?” balas Jungkook
[Ya! Bagaimana aku bisa berbicara dengan pelan? Dimana kau? Kenapa sulit sekali dihubungi? Sudah jam berapa ini? Cepat pulang!]
Jungkook melihat jam tangannya sekilas. Jarum jam telah menunjukkan pukul 12 malam.
“Baik, hyung. Aku akan pulang sebentar lagi.”
[SEKARANG! Bukan sebentar lagi, tapi SEKARANG!] balas pria di seberang.
“Iya, hyung. Aku tutup teleponnya ya.” Balas Jungkook sambil menekan tombol off di telepon genggamnya.
“Aku harus pulang. Itu tadi J-Hope hyung. Ia seperti ibuku di dorm. Kalau ada salah satu member yang tidak ada dalam pengawasannya, ia langsung akan panik sendiri.” Ucap Jungkook sambil berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu.
Dani ikut berdiri dan dengan refleks mengantarkan pria tersebut ke depan pintu.
“Ah ya, ini bukan akhir dari pertemuan kita.” Ucap Jungkook sambil memakai jaket dan maskernya. “Aku akan kembali menemuimu. Sampai saat itu, jaga dirimu baik-baik, Kim Dani!” lanjutnya sambil mengacak-acak rambut Dani dan membuka pintu.
“Anyeong!” ucap Jungkook sambil berjalan menjauhi pintu apartemen Dani.
Dani berdiri mematung di depan pintu apartemennya.
“Aku akan kembali menemuimu.” Kata-kata Jungkook barusan kembali terngiang di kepalanya dan tanpa sadar sebuah senyuman terulas di bibir Dani.