Dani membereskan perlengkapan lukisnya dan bersiap meninggalkan Hongdae yang malam itu semakin ramai. Jam di tangannya telah menunjukkan pukul 11 malam. Sebenarnya ia masih bisa mendapatkan uang lebih malam itu namun badannya sudah terlalu lelah dan ia tidak berani pulang sendirian terlalu malam.
Dani tinggal di Hapjeong yang tak jauh dari Hongdae. Untuk mencapai tempat tinggalnya, Dani biasa menggunakan Seoul Subway yang hanya melewati satu pemberhentian saja.
Dani terduduk lelah menunggu kereta datang setelah berjalan melewati banyak orang yang memenuhi stasiun Hongdae malam itu. Pikirannya melayang kepada kejadian aneh dan mengejutkan yang dialaminya malam ini. Apalagi kalau bukan pertemuannya kembali dengan Jeon Jungkook.
“Luar biasa…” gumamnya pelan.
Dani tak habis pikir kenapa ia bisa bertemu dengan Jungkook malam itu. Dan bagaimana mereka mengakhiri “pertemuan” tersebut semakin membuatnya tak percaya.
Setelah melukis wajah Jungkook dan bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa, Dani menyerahkan lukisan tersebut pada Jungkook dengan wajah datarnya. Namun nampaknya bukan hanya Dani saja yang bersikap seolah tak terjadi apa-apa, pria yang menerima lukisannya tersebut pun bersikap seolah-olah Dani hanya pelukis biasa yang ditemuinya di jalanan Hongdae.
Dengan santainya Jungkook mengambil lukisan Dani dan memberikan lembaran uang 5.000 won sebagai bayarannya atas lukisan tersebut. Jungkook pun tak lupa mengucapkan terima kasih sebelum berlalu meninggalkan Dani.
Dani yang tadinya bersikap tenang dan memegang kendali pun terkejut akan sikap pria tersebut.
“Heol…Apakah dia benar-benar tidak mengenaliku? Serius? Luar biasa…” gumam Dani sekali lagi, masih dalam keadaan tidak percaya.
Setelah teringat akan sesuatu, Dani pun langsung mengeluarkan smartphone-nya dan mengecek Instagram dengan hashtag #JeonJungkook. Dan dugaannya pun benar. Foto-foto Jungkook yang sedang berlalu lalang di Hongdae memenuhi hashtag tersebut.
Wahh Jeon Jungkook, kau sudah benar-benar menjadi bintang sekarang. Gumam Dani dalam hati.
Suara kereta yang datang membuyarkan gumaman Dani. Ia pun langsung berdiri dan cepat-cepat mengantri di antrian penumpang yang akan masuk.
Pikiran Dani dalam perjalanan pulangnya malam itu dipenuhi dengan Jeon Jungkook. Sekumpulan hipotesa “Bagaimana Jika” mulai muncul di pikirannya. Ia membayangkan “Bagaimana Jika” tadi ia tidak bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan justru mengenali Jungkook. Apakah pria tersebut akan balas mengenalinya atau pria tersebut justru akan bertanya siapa dia.
Dani membayangkan “Bagaimana Jika” tadi ia langsung memeluk Jungkook dan menangis tersedu-sedu di dada pria itu. Apakah Jungkook akan menepuk-nepuk pundaknya dengan penuh kasih atau justru memintanya menjauh.
Dani membayangkan “Bagaimana Jika” tadi ia berteriak histeris memanggil nama Jungkook sambil kemudian memeluknya dan mengatakan kalau ia sangat merindukannya selama ini. Apakah pria tersebut akan membalas pelukannya dan mengatakan kalau ia pun merindukannya.
Tak terasa, Dani sudah sampai di pemberhentian Hapjeong. Ia pun langsung menghapus seluruh hipotesanya dan keluar dari kereta. Dengan langkah gontai, Dani menaiki anak tangga demi anak tangga stasiun.
Apalah arti semua hipotesa itu. Toh semuanya sudah terjadi dan tak akan bisa terulang lagi. gumamnya dalam hati.
Dani merapatkan jaketnya ketika sampai di atas. Malam itu cukup dingin. Meski seharusnya Seoul sudah memasuki musim semi, namun angin sisa-sisa musim salju masih cukup terasa.
Letak tempat tinggal Dani tak terlalu jauh dari stasiun Hapjeong. Ia hanya cukup berjalan selama 5 sampai 10 menit. Namun dengan suasana hatinya yang kacau malam hari itu dan udara yang cukup dingin, perjalanan Dani dari stasiun menuju tempat tinggalnya terasa begitu lama.
Entah kenapa Dani merasa sangat lelah malam hari itu. Mungkin hati dan pikirannya yang terlalu banyak “beraktifitas” membuat fisiknya ikut kelelahan.
Ah…mungkin ini yang sering orang-orang katakan. ‘Ketika fisik lelah, seseorang masih bisa berpikir, namun ketika pikiran lelah, kadang berjalan pun terasa sulit.’ Ucap Dani dalam hati sambil tertawa pahit.
Namun ketika ia mendongakkan kepalanya, tawanya langsung berhenti. Dani berdiri mematung tak jauh dari tempat tinggalnya.
Di hadapannya sudah ada seorang pria yang sedang bersandar ke tembok depan tempat tinggalnya. Pria tersebut mengenakan pakaian serba hitam. Pria tersebut terlihat sedang mengangguk-anggukan kepalanya, menikmati alunan irama yang mengalir lewat earphone yang dipakainya. Meski wajahnya ditutupi oleh masker dan hoodie jaket, Dani tahu siapa pria tersebut.
“Tidak mungkin…” ucap Dani pelan.
Sadar ada seseorang yang memerhatikannya, pria tersebut menoleh ke arah Dani.
“Jun Jeongkook…?” tanya Dani tak percaya.
“Anyeong, Kim Dani.” ucap pria tersebut sambil melepaskan earphone-nya dan tersenyum manis.