home_icon
SIGN IN
SIGN UP
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
Portal Berita - Radio Streaming - Komunitas Anak Muda
LOUNGE
HOW IT WORKS
HOW TO BE DFF OF THE WEEK
TERMS OF USE
CONTACT US
  • Latest
  • Most Viewed
  • Most Loved
  • A-Z
  • My Fanfiction
  • My Subscriptions
  • My Subscribers
  • Create New Fanfiction

Home

Share:
Author : atanasiarefa
Published : 28 May 2016, Updated : 11 Jun 2016
Cast : BTS Member - Lim Hyun Ra (OC)
Tags :
Status : Complete
1 Subscribes |2182 Views |1 Loves
Home
CHAPTER 8 : Hopes

Beberapa bulan sudah terlewati dan aku sudah pindah ke rumah keenam namja yang kini menjadi saudaraku itu. Aku sama sekali tidak kembali ke rumah mantan pacarku dan tidak memperdulikan barang-barangku yang ada di sana, aku benar-benar tidak ingin kembali ke sana meskipun aku meninggalkan laptop penting, barang yang biasa aku gunakan untuk tugas artikelku.

Orangtuaku sudah mengetahui semuanya dan langsung mempercayakan Jin untuk melindungi dan menganggap Jin sebagai calon putra mereka. Aku tetap meminta mereka tinggal di kampung halaman mereka sampai hari pernikahanku tiba. Aku memang masih tinggal dengan mereka, namun aku dan Jin sudah memiliki banyak rencana untuk hidup kami nantinya, terutama rumah untuk kami berdua.

 

****

 

Malam ini, aku dan BTS tengah asyik berkumpul di kafe kami biasanya berkumpul. Rasanya sangat berbeda, aku merasa sangat aman dan nyaman bersama mereka. Mereka mengizinkanku untuk tinggal di tempat mereka selama beberapa bulan namun aku dan Jin sudah merencanakan untuk membeli rumah kami sendiri.

Kami terus tertawa karena lelucon Hoseok dan Taehyung sampai aku tiba-tiba terdiam, merasakan sakit di perutku. Aku memegang tangan Jin dan semua langsung menatapku. “Hyun Ra? Gwaencahana?” mereka bertanya sambil menatapku dengan heran.

Aku menoleh ke bawah dan kakiku sudah basah karena air ketubanku pecah. Aku menatap ke arah Jin yang sudah menatapku dengan mata terbuka lebar duluan. Aku mengencangkan genggamanku. “Seokjin…”

“Ayo! Kita segera bertemu dengan putri kita!” Jin berseru.

 

****

 

Pagi ini aku terbangun dan sadar bahwa aku bukan di  rumah, aku berada di rumah sakit. Aku menghembuskan nafas lega, mengingat bahwa semalam aku melahirkan putri pertamaku. Aku memegang perutku yang kini sudah kembali mengecil setelah selama sembilan bulan putriku berada di sana. Aku masih ingat bagaimana aku menahan sakit selama kontraksi dan proses melahirkan semalam. Malam itu, aku meminta Jin untuk keluar dari ruang operasi, memintanya untuk tidak menemaniku karena aku ingin menunjukkan bahwa aku bisa berjuang sendirian, aku berjanji bahwa aku bisa melakukannya dan memberikannya hadiah yang paling berharga. Hadiahnya adalah putriku sendiri, putri yang selama ini Jin selalu tunggu-tunggu kehadirannya, putri yang selalu diajak berbicara ketika masih dalam kandungan dan putri yang sudah membuat Jin jatuh cinta dengannya meskipun dia bukan ayahnya, meskipun mereka belum pernah bertemu sama sekali.

“Selamat pagi.”

Aku menoleh dan melihat Jin. Dia sudah berdiri di sampingku dengan senyum terindah di wajahnya. Aku tersenyum dan perlahan duduk dengan bantuannya. Tepat saat itu, perawat masuk sambil membawa putri kami yang masih ada dalam stroller kaca kecil.

“Halo,” Jin menyapa putri kecil yang kini terbangun dari tidurnya, yang kini sudah ada dalam gendonganku.

Aku menatap bayi mungil yang ada di tanganku ini. Dia terlihat sangat… sangat rentan dan lemah. Dia membuka matanya lebih lebar dan menatapku selama beberapa saat, membuatku tertawa dan mencium hidungnya yang sangat kecil serta menyapanya. “Halo, Sayang.”

Jin menyandarkan wajah di atas kepalaku dan berkata, “Terima kasih sudah membawanya ke dunia.”

Aku menoleh ke arahnya. Aku sama sekali tidak pernah berpikir Jin akan berkelakuan sedemikian manis. Dia bukanlah ayah dari putriku, dia bukan ayah biologisnya tapi dia berkelakuan seolah dialah ayah dari putriku. Dia selalu mengatakan bahwa dia tidak sabar untuk berjumpa dengan putri pertamaku, dia selalu semangat ketika kami pergi ke baby shop untuk membeli perlengkapan bayi ketika aku masih mengandungnya.

“Aku tidak ingin bersama yang lain selain kamu,” aku berujar pada Jin.

Jin tersenyum dan mencium dahiku. “Aku akan selalu ada untukmu,” dia mencium pipiku. “Untuk putri kita juga.”

Aku menangis bahagia, tidak pernah menyangka bahwa aku mendapatkan laki-laki sebaik ini sebelumnya. Jin tertawa dan merangkulku, sama-sama menatap ke arah putri kami yang kini sudah kembali tertidur.

 

“Jin Hyung! Jin Hyung! Jin Hyung!”

Jin berjalan menuju depan pintu rumah kami begitu mendengar bahwa pintunya tidak diketuk, melainkan didobrak-dobrak. Ia langsung disambut dengan pelukan erat dari keenam adik laki-lakinya. “Selamat, Hyung! Kau sekarang menjadi seorang ayah!” mereka berseru.

“Wah! Akhirnya kau jadi ayah!” Jimin berseru.

“Bagaimana rasanya begadang?” Taehyung menimpali.

“Mana bayimu?” Hoseok gantian bertanya.

Jin mendengus keras. “Bagaimana aku bisa menjawab kalau kalian bertanya secara bersamaan?”

“Ah… Mian…” Taehyung berkata.

“Dia ada di atas bersama ibunya,” Jin berkata lalu mengajak mereka menuju kamar kami.

“Hyun Ra sekarang sudah jadi ibu, ya? Wow,” Jungkook terkesima.

“Kenapa? Kau ingin punya istri juga?” Namjoon bertanya.

Yah!” Jungkook memprotes dan Namjoon tertawa dibuatnya.

Aku sedang bermain dengan putriku, mengajaknya berbicara dan dia sesekali merespon, sampai pintu kamar terbuka. Aku tertawa ketika melihat keenam namja yang sudah lama tidak kujumpai kini hadir di hadapanku. “Aaaaaa! Oppaaa!” aku berseru.

“Hyun Ra!” mereka berseru dan langsung duduk mengelilingiku.

“Minggir, kau,” Jin menyeret Taehyung, yang tadinya duduk di dekatku. “Aku suaminya.”

Kami tertawa, terkecuali Taehyung yang hanya bisa menggerutu, merasa kalah karena kakak tertuanya menyerangnya. Aku mengubah posisi putriku, kini dia terduduk menghadap ke depan, menghadap ke arah keenam pamannya.

Annyeong~” mereka menyapa putriku.

Putriku hanya terdiam, menatap mereka satu per satu dengan berbagai ekspresi, terkadang dia bingung, terkadang dia hampir menangis dan berakhir dengan menguap. “Ah, dia mengantuk,” ujarku dan mereka tertawa.

“Bayi memang menghabiskan waktu dua puluh empat bahkan empat puluh delapan jam untuk tidur. Itu hal yang biasa, tidak usah khawatir. Saat memasuki bulan-bulan berikutnya, dia sudah tidak terlalu banyak tertidur dan mulai bisa diajak bicara,” Namjoon tiba-tiba berujar.

Kami terdiam, mendengar teori dadakannya.

Mwo?” Namjoon bertanya.

“Apa sebutannya?” Jimin bertanya. “Ah~ Brain Monster.”

“Jin,” aku memanggil.

Ne, Jagiya?” Jin menjawab.

Aku menawarkan putriku padanya. “Kau mau mencoba menggendongnya?”

Jin terlihat terkejut menatapku. “A… apa?”

“Kau harus terbiasa menggendongnya,” senyumku. “Kamulah yang paling semangat untuk menemuinya, kan?”

Jin terdiam namun perlahan dia menggendong putri kami. Kedua tangannya yang besar membuat putri kami terlihat begitu kecil dan menggemaskan. Jin tertawa ketika ia bisa menjaga keseimbangan tubuh putri kami yang masih begitu kecil. “Rasanya seperti menggendong boneka, hanya saja aku takut setengah mati jika tiba-tiba dia bergerak atau terjatuh,” ungkapnya dan kami tertawa.

Hyung?” Hoseok memanggil Jin.

Jin menatapnya.

“Namanya siapa?”

Jin tersenyum bangga ketika mendengarnya. “Namanya Kim Hyunjung. Kim’ dari margaku, ‘Hyun’ dari nama istriku dan ‘Jung’ berarti terhormat.”

“Itu sangat manis, Hyung,” Yoongi berkomentar.

Putri kami, maksudku, Hyunjung, tiba-tiba merentangkan tangan kecilnya dan menyentuh bibir Jin, membuat ayahnya tersenyum.

“Sepertinya dia tahu, mana ibunya yang biasa saja dan ayahnya yang cantik,” godaku, membuat mereka tertawa, termasuk Jin.

 

Beberapa menit berlalu dan BTS memutuskan untuk kembali pulang. Aku, Jin dan Hyunjung kini sama-sama bersantai di dalam kamar. Hyunjung masih dalam gendongan Jin, tertidur pulas. Aku merasa gemas melihatnya, dia terlihat sangat rentan dan nyaman ketika Jin menggendongnya. Hyunjung menggerakkan kepalanya dan menyembunyikan wajahnya pada dada Jin, membuat ayahnya tertawa. “Sepertinya hobi Hyunjung sama denganmu, dia suka sekali bersandar di dadaku,” ujarnya dan aku tertawa.

Aku menyandarkan badan pada lengan Jin dan menatap Hyunjung. “Sepertinya dia tahu laki-laki mana yang tulus mengharapkan kehadirannya dan yang tidak.”

Jin menoleh ke arahku dan tersenyum. “Aku selalu mengharapkan kalian berdua.”

Aku tersenyum dan menciumnya. Merasa begitu bahagia, tidak pernah membayangkan atau mengharapkan kehidupan yang jauh lebih indah seperti ini.

POPULAR FANFICTION

BERITA PILIHAN

COPYRIGHT 2024 DREAMERS.ID PUBLISHED BY DREAMERS NETWORK