Kabar bahwa Jungkook dan ____ berpacaran sudah sampai di telingaku. Sehari setelah Jungkook menyatakan perasaannya pada ____ dia langsung memberitahuku, dia mengajakku bertemu di lapangan basket yang tidak jauh dari rumahnya. Dia berseru, dia meluapkan perasaan bahagianya bisa mendapatkan ____. Wajahnya tampak selalu ceria dan bisa kukatakan, seolah-olah dia adalah laki-laki paling berbahagia sekarang.
Begitu datang ke rumahnya pada sore hari, dia langsung menyambutku dan memelukku dengan sangat erat. “Akhirnya aku mendapatkannya! Akhirnya aku memiliki dia!” dia berseru.
Aku tersenyum dan tertawa mendengarnya. “Astaga, akhirnya ada yang sudi mencintai kamu,” candaku dan dia tertawa. Aku menepuk bahunya berulang kali, memberinya selamat.
Kemudian kami memutuskan untuk bermain basket. Sepanjang permainan Jungkook terus menerus mencurahkan isi hatinya, rasa bahagianya karena berhasil mendapatkan gadis impiannya. Aku bisa merasakan kebahagaiaannya, aku sangat paham perasaannya saat ini. Aku selalu menanggapi semua perkataannya, selalu meyakinkannya bahwa _____ pantas mendapatkan laki-laki seperti Jeon Jungkook.
Selesai permainan, aku memutuskan pulang. Sebelum aku pergi, Jungkook memelukku. “Terima kasih sudah mempertemukan dan memperkenalkan aku dengan ____,” Jungkook berkata, nadanya masih menunjukkan bahwa dia benar-benar bahagia. “Aku bersyukur dengan aku mengenalmu aku juga dipertemukan olehnya.”
Aku tersenyum dan memeluknya pula. “Tidak masalah, aku senang kalian akhirnya bersama.”
Jungkook melepas pelukan dan kami sama-sama tersenyum. “Jaga dia. Oke?”
Jungkook mengangguk mantap. Aku yakin Jungkook tidak akan mengingkari janjinya, dia seorang yang sangat baik dan sosok yang gentleman. “Kamu bisa andalkan aku.”
Aku pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, aku tidak pernah merasakan atmosfer rumah sepi seperti ini padahal aku masih mendengar pembicaraan ayah dan ibuku yang masih ada di ruang TV, menonton acara kesukaan mereka berdua.
“Tae?” ibuku memanggil.
Aku menoleh. “Ya?”
“Kau sudah makan?”
“Iya, tadi sekalian makan di rumah Jungkook.”
“Kau mau apa sekarang?” ayahku kini bertanya.
“Aku ingin tidur, Yah.”
“Tumben sekali.”
Aku hanya tertawa pelan begitu juga mereka. Aku mengucapkan selamat malam dan masuk ke dalam kamarku.
Aku duduk di meja belajarku dan terdiam selama beberapa menit. Untuk kedua kalinya kukatakan, aku tidak pernah merasakan atmosfer sepi seperti ini, tidak pernah aku merasakan kondisi dan suasana yang membingungkan seperti ini. Aku melihat lurus ke depan, tepat di mana bulan purnama terlihat bersinar terang malam ini. Tapi kurasa hatiku tidak se-terang sinar bulan purnama saat ini.
Aku mengambil sebuah album foto kecil. Aku membukanya dan aku melihat foto-fotoku bersama ____. Aku tersenyum ketika melihat ekspresi wajah gadis manis ini, ekspresinya yang tengah tersenyum lebar, cemberut, menangis dan masih banyak lagi. Dia sangat lucu, dia sangat polos dan menggemaskan.
Perlahan aku merasa air mata keluar dari kedua bola mataku dan mengalir membasahi pipiku. Semakin aku membuka foto album, semakin keras aku menangis. Senyumnya membuatku sakit, senyum manisnya membuatku semakin menangis.
“Saranghae,” aku berbisik ketika sadar bahwa aku juga mencintai dia, bahwa aku juga menginginkan dia sama seperti Jungkook. Sadar pula bahwa selama ini aku membohongi perasaanku sendiri bahwa aku juga mencintai dia.
***