"Annyeong, Kwon Yuri-ssi?" Sapa namja yang selalu membuatku memikirkannya beberapa hari ini. Wajah ramahnya yang selalu tampak ceria dan tak pernah sepi dari senyuman itu selalu membuatku lemas tiap memandangnya.
"N-n-ne... Annyeong haseyo, Onew-ssi!" Balasku sambil membungkukkan badan.
"Ah... rasanya canggung sekali. Bisakah kita berbicara dengan bahasa banmal saja? — Ah... maksudku, agak tidak nyaman kalau aku berbicara dengan teman tapi dengan bahasa formal. Hehe..."
Apa katanya tadi? "Teman?"
Tampak matanya berputar-putar seperti sedang mencari alasan. "Umm, ne! Bukankah kita mulai berteman? Ya... sejak beberapa hari yang lalu lebih tepatnya. Apa aku salah?"
"Ah, anniyo..."
"Kalau begitu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berteman, bukan begitu?"
"E... eoh..."
Lagi-lagi senyum itu mekar untuk kesekian kalinya. Melihat wajahnya saja membuatku tak kuasa menahan malu. Andai ada cermin di depanku saat ini, aku pasti langsung tahu seberapa merahnya pipiku saat ini. Sesering mungkin aku menundukkan wajahku. Tapi sesering itu pula aku ingin melihat wajahnya. Rupanya tak hanya aku yang merasa canggung. Dia pun jadi sering salah tingkah saat pandangan kami saling berpapasan. Saling melempar senyum dan sama-sama tersipu malu.
Akhirnya bis yang kami tunggu pun datang. Sayangnya kami tidak bisa duduk dengan nyaman berdua karena penuhnya penumpang yang sama-sama menaiki bis yang sama dengan kami. Kami pun terpaksa harus berdiri. Sungguh, ini pengalaman pertamaku naik bis dan harus berdesak-desakkan seperti ini. Tubuhku sering sekali terhuyung kesana kemari tiap kali supir menginjak remnya. Beruntung Onew-ssi membantuku. Dia menggiringku ke samping tempat duduk agar aku bisa bersandar pada badan kursi penumpang, sehingga aku bisa lebih menjaga keseimbangan. Dan dengan cekatan ia tetap berada di depanku menjagaku.
"Gwaenchana?" Tanyanya lirih padaku.
"Gwaenchanayo." Jawabku dengan senyum miris. Aku tahu aku tak boleh bersikap seperti ini. Tapi aku juga tahan dengan situasi seperti ini. Wajar saja, sejak kecil aku tak pernah pergi tanpa seorang supir yang mengantar ataupun menjemput dengan mobil Appaku. Bahkan sejak SMA pun aku sudah membawa mobil sendiri. Jadi aku sama sekali tak pernah tahu bagaimana rasanya naik bis ataupun angkutan umum lainnya.
Untunglah, tak lama kemudian penumpang yang duduk di sampingku pun berdiri dan turun di halte berikutnya.
"Duduklah! Palli!" Titah Onew-ssi padaku.
"Tapi kau..."
"Jangan pikirkan aku. Aku tak apa-apa. Ini sudah biasa untukku." Jawabnya tanpa melupakan senyumnya yang lebar itu.
Kurang lebih selama 30 menit kedepan kami berada di dalam bus. Dan selama itu pulalah Onew-ssi dalam posisinya, beridiri di sampingku dan tetap menjagaku. Aku benar-benar tersentuh dengan sikapnya. Kupikir dia orang yang slengekan atau cengingisan karena sering menebar senyum. Tapi ternyata dia juga punya sikap dewasa dan manly, itu yang paling penting. O.M.G. di situasi seperti ini aku sepertinya mau meleleh.
Insa-dong, itulah nama jalan yang kami telusuri bersama. Tak pernah terbayangkan betapa bajagianya aku bertemu dengan namja baik hati ini. Dia mengajakku berbicara sepanjang perjalan, dan aku sangat nyaman bersamanya.
"Kita sudah sampai!" Katanya. Kami berdiri tepat di depan salah satu toko. Dari luar tampak keadaan dari dalam toko tersebut karena pintunya yang terbuat dari kaca. Barusaja aku melihatnya, rasanya sudah tak sabar ingin cepat-cepat masuk ke dalam. Bahkan tanpa dipersilahkan terlebih dahulu oleh Onew-ssi aku menyelonong membuka pintu itu dan masuk. Aku terbuai dengan pemandangan di dalamnya.
"Dae-bak!" Seruku antusias. Mataku terbelalak kagum melihat beragam karya seni yang ada di sana.
"Eotte?" Tanya Onew-ssi padaku.
"Woah... joh-ahaeyo! Umm... kiyom..." selangkah demi selangkah kususuri tiap etalase yang tersedia, yang memisahkan tiap karya seni berdasarkan jenis dan fungsinya. Ada kerajinan tangan, lukisan, peralatannya juga pernak-pernik dan assesoris unik khas zaman sejarah pun ada di sini. Mataku berbinar-binar melihat semua barang unik itu.
Kulihat wajah Onew yang tampak lega karena melihatku yang juga merasa senang dengan tempat tujuan yang direkomendasikannya itu. Kami pun membeli peralatan yang memang sejak awal ingin dicari olehnya. Setelah berhasil mendapatkannya, kami pun memutuskan untuk keluar dari toko itu. Namun tiba-tiba saja kakiku berhenti saat aku sampai di depan meja kasir. Mataku tak beralih pandang sedikitpun, bahkan suara Onew yang berulang memanggilku pun tak kudengar.
"Yuri-ssi?" Panggilnya sambil menepuk bahuku pelan, hingga menyadarkanku dari lamunanku.
"E..eoh? Mian." Respondku bingung.
"Apa ada yang ingin kau beli?"
"Ne?"
Melihat sikapku yang aneh, dia pun mencari tahu apa yang sebenarnya sudah menarik perhatianku sampai-sampai aku terbuai karenanya.
"Apa kau mau itu?" Tanyanya sambil menunjuk ke arah benda yang memang aku inginkan. Tapi aku malu untuk mengakuinya. Namun tiba-tiba saja Ahjussi penjaga toko menyambar pembicaraan kami.
"Hohoho... pilihanmu sangat bagus, Agassi. Itu adalah dream cathcher!"
"Dream catcher?" Tanyaku penasaran.
"Ya. Itu adalah alat penangkap mimpi. Konon, siapapun tang menggantungnya di kamar, maka ia tidak akan mengalami mimpi buruk dalam tidurnya. Dia akan membantu menciptakan mimpi baik bagi sang empunya." Jelas si Ahjussi.
Bohong! Itu hanya mitos! Mana mungkin ada hal semacam itu di zaman sekarang. Ah... bahkan hal semacam itu pun tak berhak ada di zaman dahulu sekalipun.
"Aku ambil, Ahjussi. Berapa harganya?"
Lho, lho, lho... kenapa dia membelinya? Batinku dengan beribu pertanyaan yang sama.
"Harganya 10.000 Won."
"Ne...? Berapa tadi anda bilang, Ahjussi?" Tanyaku kaget.
"Baiklah, saya beli, Ahjussi." Sambar Onew-ssi dan langsung membelinya tanpa pikir panjang sedikitpun.
Akhirnya kamipun keluar dari toko itu. Sebelum kembali pulang, kami memutuskan untuk makan terlebih dahulu. Kau tahu, aku masih shock dengan sikapnya yang selalu membuatku kagum dan kesemsem sendirian itu.
Bukan caffe ataupun restoran yang kami tuju untuk mengisi perut kami. Masih dengan komandonya, kami menghampiri truk penjual jajanan yang ada di sepanjang jalan Insa-dong. Ini pun menjadi pengalaman pertama bagiku.
"Joh-ah?" Tanyanya meminta pendapatku meski harus menunggu agak lama karena aku sibuk makan odeng. Hehe...
"Umm. Mashita! Hehe..." jawabku nyengir dengan mulut penuh makanan. Lagi-lagi dia menggunakan senyumannya untuk menikam hatiku. Aaarrrgghh... Onew-ssi, tahukah kau betapa manisnya senyummu itu?
Setelah makan, kami pun melanjutkan perjalan. Tak hanya sampi di situ, kami mampir ke sebuah toko kelontong kecil yang dijaga oleh seorang nenek tua. Ia sendirian di sana. Tokonya tampak sepi. Aku merasa iba melihat nenek itu.
"Tunggulah disini, eoh?!" Titahnya dan itu membuatku penasaran, apa lagi yang akan dilakukannya, batinku.
Ia masuk ke dalam toko itu dan membayar kepada sang nenek setelah ia mengambil sesuatu. Tak berapa lama ia pun keluar dan langsung menghampiriku.
"Eh... aku minta tolong sebenta, ya?" Tanyanya. Dan tanpa ragu aku langsung menyetujuinya.
"Umm." Jawabku dengan anggukan.
Tiba-tiba saja ia melayangkan kedua tangannya ke arahku. Sontak aku langsung menutup kedua mataku karena kupikir dia akan melakukan hal yang macam-macam padaku. Hehe... tapi ternyata tidak. Dia mengotak-atik bagian atas samping kepalaku. Dan langsung berteriak setelah melakukan hal yang tak kuketahui itu.
"Bagaimana, sayang? Apa kau menyukainya?"
Eeee? Apa yang dia katakan barusan? Sayang? Dia memanggilku sayang dengan nada sekencang itu? Apa aku tak salah dengar, eoh?
Sontak aku kaget sekaligus terkecoh dengan sikapanya. Aku langsung tahu kalau ternyata dia barusaja memasangkan jepitan berbentuk pita berukuran sedang berwarna putih di rambutku setelah ia menarikku ke jendela toko itu. Seraya merabanya, aku pun langsung mengangguk pasrah.
"Eoh." Lirihku, yang terpesona dengan pemberiannya. Aku benar-benar terlihat cocok memakainya.
"Woah! Syukurlah kau menyukainya sayang. Aku memang sengaja membelinya di toko ini. Di sini memang banyak barang-barang bagus yang pastinya kau akan menyukainya. Terima kasih ya nek, pacarku sangat menyukainya! Hehe..."
Apa-apaan dia? Setelah berteriak di pinghir jalan, bisa-bisanya di cengar-cengir seperti itu? Mataku masih tak bisa lepas dari wajahnya. Bahkan sekarang di pun menggandeng tanganku.
Hanya beberapa langkah saka kami berjalan dengan bergandengan tangan. Ia pun langsung melepas genggamannya juga meminta maaf padaku.
"Mianhaeyo, Yuri-ssi. Kamsahamnida untuk bantuannya." Tukasnya sambil berlagak salah tingkah. Ia juga sesekali menggaruk tengkuknya yang tak gatal, aku tahu itu.
"Ne?" Tanyaku bingung setengah mati.
"Lihatlah ke belakang! Toko nenek itu langsung ramai dengan pengunjung. Kita berhasil, Yuri-ssi."
Aku langsung memutar tubuhku dan memang benar, banyak sekali couple-couple yang mampir hanya untuk membelikan sesuatu untuk yeojachingunya seperti a-ku?
"Iya, kan?" Tanyanya yang langsung melangkah ke hadapanku. Sesaat aku terdiam melihatnya. Kini aku tahu maksudnya. Aku pun sadar bahwa orang yang sedang berada di dekatku ini memiliki sesuatu. Dan aku sangat menyukai setiap surprise yang diberikannya.
"Umm. Kau hebat Onew-ssi! Hehe..." jawabku sambil tersenyum haru kepadanya.
"Kajja!" Ajaknya lagi. Kami pun kembali pulang dengan perasaan puas. Sepanjang perjalanan pulang, kami masih asyik bertukar cerita sampai saatnya bus mengantarkan kami ke halte terakhir.
Sesampainya di rumah aku langsung dikejutkan oleh pesan singkat yang rupanya itu adalah pesan dari Onew-ssi. Kami sempat bertukar nomor sebelum aku berpamitan pulang meninggalkannya.
"Gomawoyo, Yuri-ssi. Kau sudah mau menemaniku ke Insa-dong. Aku sangat senang sekali hari ini. Kuharap kau pun begitu."
"Ne, Onew-ssi. Nado haengbokhaeseo. Hari ini aku yang menemaniku. Lain kali kau yang harus menemaniku, ya?"
"Call! Kutunggu kabar darimu."
Sesampainya di rumah aku langsung menggantung dream catcher yang Onew-ssi belikan untukku di depan jendela kamarku.
Kkkyyaaaaaaa ~
Aku seperti orang gila! Aku berguling kesana kemari mengitari tempat tidur. Aku pun berkali-kali memeluk Dora karena gemas.
Ah... eottoke, Dora-ah? Aku menyukainya. Joh-a, joh-a, jo-ah..."
Kuaikui ini pertama kalinya aku merasakannya. Aku sangat bahagia. Jadi ini yang dinamakan jatuh cinta, ya? Menyenangkan dan sesak dengan debaran yang menghantam bertubi-tubi. Sampai-sampai membuat kaki dan tubuh menjadi lemas dan tak sanggup berpijak. Ah~
Aku pun mulai memikirkan waktu dan tempat yang cocok untuk mengajaknya pergi bersamaku agar tak terlihat mencolok. Aku tidak boleh membuatnya jenuh ataupun bosan nantinya. Setidaknya aku harus memastikan bahwa mission success!
Ruwet! Bingung! Tak tahu mana yang pas untuk kami datangi berdua. Bahkan alasannya pun belum bisa kutemukan. Eottoke~?
Seminggu berlalu. Dua minggu berlalu. Ini sudah minggu ketiga. Ah~ mollayo~ apa orang lain sesulit ini untuk bertemu kekasihnya? Eh? Chamkanman! Dia kan belum menjadi kekasihku. Hehe... Mungkinkah aku bisa menjadi yeojachingunya? Kalau mencari alasan saja aku tidak bisa, bagaimana aku bisa bersamanya?
Saking penatnya akupun memutuskan mematikan lampu kamarku dan mulai memejamkan mata.
Ting...🎵
Ringtone tanda pesan masuk terdengar olehku. "Siapa sih malam-malam begini yang menghubungiku? Aish..." rutukku dan langsung membuka selimut. Kuraih ponselku yang sebelumnya kuletakkan di atas dipan.
"Hah? Apa aku tak salah lihat ini? Ini pesan dari Onew-ssi."
"Malam, Yuri-ssi? Apa kau sudah tidur?" Sapanya.
"Malam. Aku belum tidur. Kau?" Balasku.
"Syukurlah, kupikir aku mengganggumu."
"Anniyo... aku masih terbangun. Apa ada yang ingin kau katakan, Onew-ssi?"
"Eum... anni. Keunyang..."
"😊"
"Sudah lama kita tidak bertemu. Terakhir kau bilang akan mengajakku ke suatu tempat bersamamu."
"Ah- ne... Keundaega, aku masih tidak tahu harus mengajakmu kemana. Gueroniga..."
"Kalau begitu mampirlah ke galleriku."
"Waeyo?"
"Tak ada apa-apa. Hanya main. Apa kau keberatan?"
"Annigodeun!"
"Kalau begitu aku akan menunggumu besok."
"Joh-a!"
"Apa aku boleh tahu apa yang kau suka dan yang tak kau sukai?"
"Geuromyeon..."
-
-
-
Dan malam itupun kami sibuk berkirim pesan, saling membalas satu sama lain. Satu jam, dua jam, tiga jam, dan kini waktu menunjukkan pukul 24.00. Tak biasanya aku masih terjaga di waktu itu. Karena Onew-ssi, akhirnya aku kesiangan ke kantor esok harinya. Hihihi... tapi aku sangat senang. Sore harinya akupun memenuhi janjiku untuk datang ke gallerinya.
Tepat di depan gallerinya aku memarkirkan mobilku. Tanpa ragu aku membuka pintu dan masuk ke dalam. Terdengar suara ramai dari arah atas. Tawa dan canda, sepertinya ada banyak orang di sana. Bagaimana ini? Aku belum pernah naik ke atas, batinku. Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang memanggilku.
"Nuguseo?"
Aku pun langsung memutar tubuhku 360 derajat. Kupikir suara itu aku pernah mendengarnya. Rupanya itu adalah Lee Taemin.
"Taemin-ie?" Tanyaku membelalakkan mata, kaget. "Apa yang kau lakukan di sini?"
"Noona-ah? Justru aku yang mau bertanya, kenapa Yuri Noona bisa ada di sini?" Tanyanya balik. Sepertinya dia pun sama shocknya denganku.
"Naega? Eh... umm... - Aku kan sedang bertanya padamu. Jadi kau harus menjawabku terlebih dahulu!"
"Ne? Ini galleri uri hyung, Noona."
"Mwo???"
*****TBC*****