Jam istirahat pertama di sekolahku masih berlangsung dan aku berada di dalam auditorium untuk mengikuti audisi drama, audisi drama yang sama sekali tidak ingin aku ikuti. Kemarin, aku hampir terkena serangan jantung ketika melihat namaku tertulis di daftar peserta audisi drama, dan bukan aku yang menuliskan namaku, sudah pasti orang lain. Tapi siapa?
***
Beberapa menit kemudian, istirahat pertama sudah selesai dan audisi segera dimulai. Beberapa murid yang hadir menyapa bahkan memberimu hormat padaku, tahu bahwa aku adalah senior mereka dan role model mereka dalam dunia seni peran. Selama tiga tahun aku bersekolah di sini, aku terkenal dengan julukan Queen of Drama, mereka bilang bahwa aku adalah aktris andalan sekolah ini. Semua lomba drama yang aku ikuti pasti selalu menang dan aku selalu duduk di peringkat pertama. Tidak bisa dipungkiri bahwa aku termasuk murid yang terkenal di sini.
Aku mengobrol dengan beberapa adik kelasku, menceritakan pengalamanku di dunia seni peran, memberi mereka tips bagaimana berakting dengan bagus sampai perhatianku tertuju pada laki-laki yang tiba-tiba muncul dan duduk di sebelahku.
Laki-laki itu menoleh dan tersenyum padaku. “Annyeonghaseo.”
Aisssh! Apa yang dia lakukan di sini? pikirku. Apa yang Jungkook lakukan di sini?
Beberapa saat kemudian, audisi pun dimulai. Banyak kontestan yang aktingnya bagus namun sekaligus belum beruntung dan akhirnya hanya beberapa dari mereka yang diterima oleh juri. Dan sekarang giliranku naik ke atas panggung.
“Hei,” Jungkook memanggilku. Aku menoleh ke arahnya yang sudah terlebih dulu tersenyum padaku. “Good luck,” ucapnya.
“Diam kau!” aku menyuruhnya diam kemudian berjalan naik ke atas panggung.
“Oh! Halo, Nona ____!” sapa para juri. Mereka sudah mengenalku.
Aku tersenyum dan membungkukkan badan, memberi salam hormat.
“Sepertinya tanpa audisi kamu tetap akan diterima,” canda salah satu di antara mereka dan aku hanya tertawa. Lihat saja nanti,pikirku. Aku memutuskan untuk sengaja berakting seburuk mungkin, siapa tahu aku tidak akan lolos audisi?
“Bagaimana?” tanya Im Yebin, gadis yang baru saja melakukan operasi plastik sebulan yang lalu, ketika aku keluar dari ruang auditorium beberapa menit kemudian.
Aku menatapnya dan menunjukkannya buku script yang membuat Yebin membelalakkan kedua matanya, terkejut sekaligus kebingungan. “Kamu… diterima?” tanyanya.
Aku mengangguk. “Mereka bilang aktingku terlalu bagus! Aku sudah bilang pada mereka jika aktingku tidak begitu bagus beberapa waktu belakangan ini tapi mereka bilang kalau aktingku masih bisa diterima!” aku merengek. “Dan kamu tahu yang lebih buruk?”
“Apa?”
“Aku mendapat peran utama dengan Jeon Jungkook!”
“Awww~” Yebin memelukku. “Tidak apa-apa. Lagipula, tidak ada salahnya, kan, kamu ikut drama lagi? Anggap saja ini penampilan terakhir kamu sebelum kita lulus dari SMA.”
“Bukan, bukan begitu!” aku melepas pelukannya. “Kamu tidak tahu kenapa aku berusaha keras keluar dari dunia seni peran.”
Dia menatapku. “Apa itu?”
“Sewaktu aku menjadi senior ketika SMP, aku pernah punya pacar. Kami saling kenal karena mengikuti ekstrakulikuler yang sama, ekstra drama. Tapi beberapa bulan kemudian dia menghilang tanpa alasan. Dia menjadi tidak peduli padaku sampai dia memintaku untuk datang ke latihan drama di sekolahnya. Dan kamu tahu apa yang dia persiapkan?”
Yebin menggeleng. “Apa?”
“Di atas panggung dia mencium gadis lain tepat di hadapanku dan dengan santai dia bilang jika itu hanyalah akting,” jawabku, berhasil membuat Yebin tidak bisa berkata apapun. “Dan sejak itu aku sebenarnya tidak ingin mengikuti audisi drama apapun, hingga saat ini.”
“Astaga…” Yebin memegang bahuku.
“Dan kamu tahu siapa mantan pacarku? Laki-laki yang mencium gadis itu?” aku menatapnya tajam. “Dia adalah Jungkook. Jeon Jungkook!” aku berseru. “Kamu bisa bayangkan, aku harus berakting dengan dia? Berpegangan tangan dengan seseorang yang sangat kubenci? Berpelukan bahkan berciuman?”
Aku menghempaskan badanku di atas ranjang, menatap langit-langit kamar. Kenangan itu mulai memenuhi otakku, kenangan ketika Jungkook menjauhiku tanpa alasan dan berakhir dengan dia mencium gadis lain tepat di hadapanku.
“Dia pasti berpikir aku gadis murahan,” aku berdesis. “Drama macam apa ini?!”
Aku tetap menggerutu sampai ponselku berbunyi, seseorang meneleponku. Aku menyahut ponsel yang ada di sebelahku dan terkejut ketika melihat siapa yang menghubungiku. “Yeobseo?” aku mengangkat panggilan.
“Hei, bisa kita bertemu malam ini di kedai kopi di Hongdae?”